Apa nama peperangan yang terjadi di kerajaan gowa-tallo

Pada masa pemerintahan Hasanuddin, Kesultanan Gowa-Tallo terlibat perang besar dengan VOC pada kurun waktu 1666-1669. Perang ini merupakan perang terbesar yang pernah dialami VOC dan dikenal dengan nama Perang Makassar. Latar belakang munculnya perang ini karena adanya cita-cita Sultan Hasanuddin menjadikan Makassar sebagai pusat kegiatan perdagangan di wilayah timur. Hal ini mengancam aktivitas ekonomi Belanda di wilayah timur.

Kejayaan Gowa-Tallo ketika berada dibawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1653-1669 M) membuat posisi VOC di kawasan Indonesia Timur menjadi terancam. Latar belakang perlawanan Gowa-Tallo terhadap VOC, yaitu VOC menginginkan hak monopoli perdagangan di kawasan Indonesia Timur serta VOC melakukan blokade terhadap kapal-kapal yang akan berlabuh di Somba Opu.

Untuk menghadapi tindakan VOC yang semena-mena, Sultan Hasanudin memperkuat pasukan dengan memerintahkan kerajaan bawahan di Nusa Tenggara untuk mengirimkan prajuritnya. Sedangkan di sisi lain, VOC menggunakan politik devide et Impera dengan meminta bantuan Arung Palaka dari Kesultanan Bone. Arung Palaka menerima permintaan dari VOC dengan alasan ingin membalas kekalahannya atas Gowa-Tallo dan merebut kembali kemerdekaan Bone.

Dengan demikian, latar belakang  terjadinya perlawanan Gowa atau Makassar adalah VOC menginginkan hak monopoli perdagangan di kawasan Indonesia Timur dan VOC melakukan blokade terhadap kapal-kapal yang akan berlabuh di Somba Opu.

tirto.id - Secara garis besar, sejarah Kerajaan Gowa-Tallo di Sulawesi Selatan terbagi dalam dua zaman, yaitu masa sebelum memeluk Islam dan masa setelah memeluk Islam. Setelah menjadi kerajaan bercorak Islam, label kerajaan pun berganti menjadi Kesultanan Gowa-Tallo.

Gowa-Tallo semula adalah satu kerajaan, yakni Kerajaan Gowa, yang kemudian sempat terpecah menjadi dua dengan hadirnya Kerajaan Tallo. Hal itu terjadi pada perjalanan abad ke-15 Masehi usai era kepemimpinan Tonatangka Lopi (1420-1445).

Dua pangeran putra Tonatangka Lopi, yakni Batara Gowa dan Karaeng Loe ri Sero berebut takhta sehingga terjadilah perang saudara.

Dikutip dari tulisan William P. Cummings bertajuk "Islam, Empire and Makassarese Historiography in the Reign of Sultan Alauddin (1593-1639)" dalam Journal of Southeast Asian Studies (2007), Batara Gowa mengalahkan sang adik.

Karaeng Loe kemudian turun ke muara Sungai Tallo dan mendirikan kerajaan baru bernama Tallo. Dua kerajaan kembar ini berpolemik selama bertahun-tahun. Hingga akhirnya, setelah tahun 1565, Gowa dan Tallo bersatu dengan kesepakatan rua Karaeng se’re ata atau "dua raja, seorang hamba".

Setelah bersatu kembali, kerajaan ini disebut Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar. M.C. Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern 1200-2008 (2008), mengungkapkan, ada sistem pembagian kekuasaan, yaitu raja berasal dari garis keturunan Gowa, sedangkan perdana menterinya berasal dari garis Tallo.

Baca juga:

  • Sejarah Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, Tokoh Delegasi
  • Sejarah Awal Kerajaan Gowa-Tallo Pra Islam & Daftar Raja-Raja
  • Sejarah Perang Paregreg: Awal Runtuhnya Kerajaan Majapahit

Gowa-Tallo pada Masa Islam

Kerajaan Gowa pada masa sebelum masuknya Islam dimulai sejak era kepemimpinan penguasa pertama, Tumanurung, sampai dengan Tonipasulu (berkuasa hingga tahun 1593).

Sedangkan pemerintahan Gowa-Tallo setelah masuknya Islam dimulai sejak era I Mangarangi Daeng Manrabbia (1593-1639) yang melanjutkan takhta Tonipasulu.

Mangarangi memeluk agama Islam dan menjadi pemimpin dengan gelar Sultan Alauddin I. Sejak saat itu, label kerajaan pun berubah menjadi Kesultanan Gowa-Tallo.

Masuknya pengaruh Islam ke Gowa sempat memantik polemik di kalangan etnis Makassar dan Bugis. Kesultanan Gowa saat mengajak kerajaan-kerajaan tetangga seperti Bone, Sopeng, dan Wajo untuk menerima Islam, namun ditolak.

Penolakan tersebut menyebabkan Gowa menyerang Bone dan menaklukkannya. Dikutip dari Sejarah, Masyarakat, dan Kebudayaan Sulawesi Selatan (1998) karya Mattulada, setelah proses pengislaman ini, terciptalah ketentraman di kalangan kerajaan-kerajaan di tanah Bugis.

Baca juga:

  • Wafatnya Sang Ayam Jantan dari Timur Akhiri Kejayaan Gowa
  • Sejarah Kerajaan Kanjuruhan dan Isi Prasasti Peninggalannya
  • Sejarah Kerajaan Kahuripan, Lokasi, & Peninggalan Raja Airlangga

Sultan Hasanuddin & Perjanjian Bungaya

Kesultanan Gowa mencapai masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Sultan Hasanuddin atau yang dijuluki sebagai Ayam Jantan dari Timur.

Ahmad M. Sewang dalam Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVI sampai Abad XVII (2005) mengungkapkan, Sultan Hasanuddin adalah Raja Gowa ke-16, atau Sultan Gowa ke-3 sejak kerajaan ini mulai memeluk Islam.

Saat Sultan Hasanuddin memimpin, Kesultanan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaan, termasuk berhasil menguasai jalur perdagangan di Nusantara bagian timur.

Ketika VOC dari Belanda mulai berusaha menancapkan pengaruhnya di Makassar, terjadilah serangkaian perang pertanda perlawanan dari Kesultanan Gowa-Tallo di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin.

Peperangan pun melibatkan antara Kesultanan Gowa melawan VOC yang dibantu dengan Bone. Perang ini pun berakhir dengan digelarnya Perjanjian Bongaya pada 1667.

Dikutip dari buku Sejarah Maritim Indonesia (2006) karya Agus Supangat dan kawan-kawan, banyak pasal yang merugikan Gowa dalam isi Perjanjian Bongaya dan terpaksa harus diterima Sultan Hasanuddin.

Perjanjian Bongaya ini sekaligus menjadi awal dari keruntuhan Kesultanan Gowa-Tallo yang kemudian benar-benar terjadi setelah Sultan Hasanuddin wafat pada 12 Juni 1670.

Baca juga:

  • Arung Palakka di antara Gelar Pahlawan dan Pengkhianat
  • Sejarah Kerajaan Sriwijaya, Lokasi, & Pusat Agama Buddha
  • Sejarah Proses Masuknya Agama Kristen Katolik ke Indonesia

Peninggalan Kesultanan Gowa

  • Istana Balla Lompoa terletak Kabupaten Gowa
  • Istana Tamalate terletak di Kabupaten Gowa
  • Masjid Katangka terletak di Kabupaten Gowa
  • Benteng Somba Opu terletak di Kabupaten Gowa
  • Benteng Fort Rotterdam yang terletak di Makassar

Daftar Pemimpin Kesultanan Gowa

Masa Pra-Islam

  • Tumanurung Bainea (awal abad ke-14)
  • Tamasalangga Baraya (1320 -1345)
  • I Puang Loe Lembang (1345-1370)
  • I Tuniata Banri (1370-1395)
  • Karampang Ri Gowa (1395-1420)
  • Tunatangka Lopi (1420-1445)
  • Batara Gowa Tuniawangngang Ri Paralakkenna (1445-1460)
  • Pakere Tau Tunijallo Ri Passukki (1460)
  • Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna (1460-1510)
  • I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tunipallangga (1510 -1546)
  • I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatta (1546-1565)
  • I Manggorai Daeng Mammeta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565)
  • I Tepu Karaeng Daeng Parabbung Tunipasulu (1565-1590)
Masa Islam

  • Sultan Alauddin I (1593-1639)
  • Sultan Malikussaid (1639-1653)
  • Sultan Hasanuddin (1653-1669)
  • Sultan Amir Hamzah (1669-1674)
  • Sultan Mohammad Ali (1674-1677)
  • Sultan Abdul Jalil (1677-1709)
  • Sultan Ismail (1709-1711)
  • Sultan Najamuddin (1711-….)
  • Sultan Sirajuddin (….-1735)
  • Sultan Abdul Chair (1735-1742)
  • Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
  • Sultan Maduddin (1747-1795)
  • Sultan Zainuddin (1767-1769)
  • Sultan Abdul Hadi (1769-1778)
  • Sultan Abdul Rauf (1778-1810)
  • Sultan Muhammad Zainal Abidin (1825-1826)
  • Sultan Abdul Kadir Aididin (1826-1893)
  • Sultan Muhammad Idris (1893-1895)
  • Sultan Muhammad Husain (1895-1906)
  • Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin (1906-1946)
  • Sultan Muhammad Abdul Kadir Aiduddin (1946-1957)
  • Andi Kumala Andi Idjo (Sejak 2020)

Baca juga artikel terkait KESULTANAN GOWA atau tulisan menarik lainnya Alhidayath Parinduri
(tirto.id - hdy/isw)


Penulis: Alhidayath Parinduri
Editor: Iswara N Raditya
Kontributor: Alhidayath Parinduri

Subscribe for updates Unsubscribe from updates