Apa maksud penyedia buku pada laporan bos online

Mekanisme Pembelian, Pengadaan Barang dan Jasa BOS 2018 ada dalam Lampiran Permendikbud No. 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah yang berlaku sejak tanggal 19 Januari 2018. Sebagaimana yang lainnya Mekanisme Pengadaan Barang dan Jasa pun diatur dalam Juknis atau Petunjuk Teknis BOS tahun 2018.

Adapun aturan tentang Pembelian, Pengadaan Barang dan Jasa terdapat di halaman 103 sampai dengan halaman 107 Permendikbud No. 1 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah. Pengadaan barang dan jasa Bantuan Operasional Sekolah diatur di BAB VI Mekanisme Belanja Permendikbud No. 1 Tahun 2018. BerikutPetunjuk Teknis Mekanisme Belanja BOS (Bantuan Operasional Sekolah).

Mekanisme Belanja

  1. Pengelola sekolah harus memastikan bahwa barang/jasa yang akan dibeli merupakan kebutuhan sekolah yang sudah sesuai dengan skala prioritas pengelolaan/pengembangan sekolah.

  1. Pembelian atau pengadaan barang/jasa harus mengedepankan prinsip keterbukaan dan efisiensi anggaran dalam menentukan barang/jasa dan tempat pembeliannya.
  1. Mekanisme pembelian/pengadaan barang/jasa harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
    Khusus untuk pembelian buku K-13 dilakukan dengan mekanisme:
    1. sekolah memesan buku K-13 ke penyedia buku baik secara langsung (offline) maupun melalui aplikasi (online);
    2. penyedia buku mengirimkan buku K-13 kepada sekolah sesuai dengan pesanan;
    3. sekolah melakukan pemeriksaan kesesuaian terhadap:
      1. judul dan isi buku sebagaimana termuat dalam buku sekolah elektronik;
      2. spesifikasi buku K-13 yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan; dan
      3. jumlah pesanan buku untuk setiap judul;
    4. sekolah melakukan pembayaran pemesanan buku K-13 kepada penyedia buku sesuai dengan harga yang tidak melebihi HET dan secara non tunai (cashless).

  1. Ketentuan untuk pembelian atau pengadaan barang/jasa yang dapat dilakukan tanpa mekanisme lelang/pengadaan apabila:
    1. barang/jasa sudah tersedia dalam e-catalogue yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah (LKPP) dan sekolah dapat mengaksesnya, maka sekolah harus melakukan pembelian atau pengadaan secara online;
    2. barang/jasa belum tersedia dalam e-catalogue yang diselenggarakan oleh LKPP atau sudah tersedia dalam e- catalogue namun sekolah tidak dapat mengaksesnya, maka sekolah dapat melakukan pembelian atau pengadaan dengan cara belanja biasa, yaitu melakukan perbandingan harga penawaran dari penyedia barang/jasa terhadap harga pasar dan melakukan negosiasi.
  1. Ketentuan untuk pembelian atau pengadaan barang/jasa yang harus dilakukan dengan mekanisme lelang/pengadaan apabila:
    1. barang/jasa sudah tersedia dalam e-catalogue yang diselenggarakan oleh LKPP dan sekolah dapat mengaksesnya, maka sekolah harus melakukan pembelian atau pengadaan secara online;
    2. barang/jasa belum tersedia dalam e-catalogue yang diselenggarakan oleh LKPP atau sudah tersedia dalam e- catalogue namun sekolah tidak dapat mengaksesnya, maka dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota (sesuai dengan kewenangan pengelolaan sekolah) harus membantu sekolah untuk melakukan pembelian atau pengadaan barang/jasa. Dalam pelaksanaan pembelian atau pengadaan barang/jasa, provinsi/kabupaten/kota/sekolah harus mengedepankan mekanisme pembelian atau pengadaan secara e-procurement sesuai dengan kesiapan infrastruktur dan Sumber Daya Manusia (SDM) setempat.
  1. Dalam setiap pembelian atau pengadaan barang/jasa, sekolah harus memperhatikan kualitas barang/jasa, ketersediaan, dan kewajaran harga.
  1. Setiap pembelian atau pengadaan barang/jasa harus diketahui oleh Komite Sekolah.
  1. Sekolah harus membuat laporan tertulis singkat tentang proses pembelian atau pengadaan barang/jasa yang telah dilaksanakan.
  1. Khusus untuk pekerjaan rehabilitasi ringan/pemeliharaan bangunan sekolah, Tim BOS Sekolah harus:
    1. membuat rencana kerja;
    2. memilih satu atau lebih pekerja untuk melaksanakan pekerjaantersebut dengan standar upah yang berlaku di daerah setempat.

Nawacita ketujuh Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tahun 2014, menyebutkan tekad untuk mewujudkan kedaulatan keuangan melalui kebijakan inklusi keuangan mencapai 50% penduduk. Kebijakan ini kemudian diperkuat dengan arahan presiden agar Pemerintah Pusat, pemerintah daerah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan berkomitmen untuk pengembangan transaksi pembayaran nontunai.

Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merintis implementasi pembayaran nontunai, salah satunya dalam pelaksanaan belanja program BOS yang mendorong pembayaran nontunai dan belanja melalui mekanisme belanja/ pengadaan e-purchasing.

Sebagai perwujudan atas komitmen yang lebih besar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengembangkan mekanisme pembayaran secara nontunai lebih jauh, khususnya di belanja BOS. Kebijakan pembayaran nontunai BOS ini sejalan dengan arah kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam penguatan tata kelola keuangan pendidikan, yaitu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas belanja pendidikan, sehingga mendorong perbaikan kualitas belanja pendidikan.

  1. mendorong transparansi belanja pendidikan, dengan penyediaan dan keterbukaan informasi atas rincian transaksi belanja pendidikan yang bisa diakses pihak pemangku kepentingan;
  2. meningkatkan pertangungjawaban belanja pendidikan, dengan pencatatan data transaksi pembayaran dalam sistem perbankan;
  3. melindungi dan memberikan rasa aman bagi pelaksana dan penangung jawab atas transaksi pembayaran;
  4. memperbaiki kualitas belanja pendidikan, melalui penyediaan data yang valid untuk keperluan perencanaan, pengangaran, dan pengendalian realisasi aggaran;
  5. mengurangi potensi dan ruang untuk kecurangan dan penyalahgunaan kewenagan atas belanja pendidikan;
  6. mempermudah dan menyederhanakan kewajiban pelaporan oleh sekolah, sehingga beban administrasi sekolah bisa dikurangi.
  1. kesiapan infrastruktur/sistem perbankan untuk mendukung sekolah dalam pelaksanaan mekanisme pembayaran nontunai yang akan diterapkan;
  2. kesiapan infrastruktur pada penyedia barang/jasa untuk melayani transaksi nontunai yang akan dilakukan oleh sekolah;
  3. kesiapan SDM di sekolah dalam menjalankan mekanisme belanja dengan pembayaran nontunai.

Untuk memastikan keberhasilan dan kelancaran implementasi kebijakan pembayaran BOS secara nontunai, implementasi dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu kebijakan pembayaran belanja BOS secara nontunai dilaksanakan sebagai berikut:

  1. tidak diberlakukan di seluruh sekolah;
  2. tidak diberlakukan pada seluruh belanja BOS di sekolah.

Dalam pelaksanaan belanja BOS secara nontunai terdapat 2 (dua) prinsip umum, yaitu prinsip kebijakan dan prinsip implementasi transaksi. Prinsip kebijakan merupakan asas atau kaidah umum yang menjadi dasar dalam pengembangan kebijakan transaksi pembayaran nontunai BOS, yang terdiri dari:

  1. kebijakan transaksi pembayaran nontunai, yang merupakan kebijakan terkait dengan model atau cara pembayaran, bukan kebijakan terkait ketentuan pengadaan barang dan jasa pendidikan ataupun ketentuan terkait bentuk pertangungjawaban;
  2. kebijakan transaksi pembayaran nontunai masih tetap membuka adanya sebagian transaksi pembayaran tunai sehingga tidak mempersulit sekolah;
  3. kebijakan transaksi pembayaran nontunai ditujukan untuk mendorong akses dan menumbuhkan ekonomi kerakyatan, melalui kebijakan inklusi keuangan keuangan.

Prinsip implementasi merupakan asas atau kaidah umum dalam implementasi kebijakan pembayaran nontunai BOS, sehingga dapat memastikan keberhasilan dan kelancaran implementasi pembayaran nontunai, dengan ketentuan:

  1. Prinsip implementasi merupakan asas atau kaidah umum dalam implementasi kebijakan pembayaran nontunai BOS, sehingga dapat memastikan keberhasilan dan kelancaran implementasi pembayaran nontunai, dengan ketentuan:
  2. pengembangan sistem pembayaran dibuka untuk semua model pembayaran nontunai sehingga membuka kesempatan yang sama bagi lembaga keuangan perbankan, dimulai dengan pengembangan sistem pembayaran untuk lembaga keuangan yang saat ini sudah ditunjuk sebagai lembaga penyalur BOS;
  3. pencatatan dan pelaporan atas transaksi pembayaran nontunai BOS dilakukan secara otomatis, melaui sistem perbankan, dan dapat diakses secara penuh oleh pihak pemangku kepentingan;
  4. implementasi transaksi pembayaran nontunai melibatkan pihak utama pemangku kepentingan, termasuk dan tidak terbatas, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kota/kabupaten, lembaga keuangan penyalur BOS, Asosiasi Perbankan Daerah, dan sekolah.

Terhadap setiap hasil pembelian barang yang menjadi inventaris pada sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah, sekolah wajib melakukan pencatatan, yang kemudian dilaporkan untuk dicatatkan sebagai aset pemerintah daerah.