Apa itu subjek pajak penjelasan

Subjek pajak adalah istilah dalam peraturan perundang-undangan perpajakan untuk perorangan (pribadi) atau organisasi (kelompok) berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Seseorang atau suatu badan merupakan subjek pajak, tetapi bukan berarti orang atau badan itu punya kewajiban pajak. Kalau dalam peraturan perundang-undangan perpajakan tertentu seseorang atau suatu badan dianggap subjek pajak dan mempunyai atau memperoleh objek pajak, maka orang atau badan itu jadi punya kewajiban pajak dan disebut wajib pajak.

Dalam Undang-undang nomor 36 tahun 2008 mengenai perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, subjek pajak terdiri dari tiga jenis, yaitu orang pribadi, badan, dan warisan. Subjek pajak juga digolongkan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Subjek pajak dalam negeri

Yang dimaksud dengan Subjek Pajak dalam negeri adalah salah satu di bawah ini:

  1. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia;
  2. orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
  3. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia;
  4. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.[1]

Subjek pajak luar negeri

Yang dimaksud dengan Subjek Pajak luar negeri adalah salah satu di bawah ini:

  1. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
  2. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
  3. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia;
  4. badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.[1]

Subjek Pajak Pribadi

Subjek pajak pribadi yaitu orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia

  • Nomor Pokok Wajib Pajak
  • Pajak Penghasilan atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 atau PPh 25.

  1. ^ a b Undang-undang Republik Indonesia nomor 17 tahun 2000

  • http://www.pajak.go.id/content/penghitungan-pajak Diarsipkan 2014-07-27 di Wayback Machine.

Siapa Subjek Pajak

 

Artikel bertopik hukum ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Subjek_pajak&oldid=18275446"

Apa itu subjek pajak penjelasan

Apa itu Objek Pajak dan Subjek Pajak – Pengertian mendasar Objek pajak adalah sumber penghasilan atau pendapatan yang dikenakan pajak. Sedangkan Subjek pajak adalah perseorangan atau sebuah badan usaha yang ditetapkan menjadi pelaku pajak tersebut.
Sehingga bisa dikatakan setiap subjek pajak pasti mempunyai objek pajak sementara perseorangan atau badan usaha disebut sebagai wajib pajak.

Dikutip dari UU RI NOMOR 36 TAHUN 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU NOMOR 7 TAHUN 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Subjek Pajak

Yang menjadi subjek pajak adalah

  1. Orang pribadi / perseorangan
  2. Warisan yang belum dibagikan sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
  3. Badan
  4. Bentuk usaha tetap ( Subjek pajak yang perlakuannya dipersamakan dengan subjek pajak badan )

Subjek pajak tersebut diatas juga digolongkan menjadi dua yaitu subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

A. Subjek pajak dalam negeri

  1. Seseorang / orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang tinggal di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan atau setahun, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
  2. Badan yang berdiri atau berkedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah dengan kriteria dibawah ini a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan b. Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah d. Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

    c. Warisan yang belum dibagikan sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

B. Subjek Pajak Luar Negeri

  • Orang pribadi yang tidak bermukim di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari dalam jangka waktu 12  bulan atau setahun, dan badan yang tidak berdiri dan tidak berkedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam bentuk usaha tetap di Indonesia.
  • Seseorang yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, seseorang yang berada di Indonesia kurang dari 183hari dalam jangka waktu 12 bulan atau setahun, dan badan yang tidak berdiri dan tidak berkedudukan di Indonesia, yang menerima atau mendapatkan penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.

Objek Pajak

Objek pajak adalah penghasilan atau disebut juga setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dikonsumsi atau meningkatkan harta kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk :

1. Penghasilan karena pekerjaan / jasa, gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun dan imbalan lainnya terkecuali ditentukan lain dalam Undang-undang.

2. Hadiah undian, hadiah dari pekerjaan atau kegiatan dan hadiah penghargaan

3. Laba usaha

4. Keuntungan penjualan atau keuntungan dari pengalihan harta

5. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;

6. Keuntungan yang diperoleh karena adanya pengalihan harta kepada para pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya seperti :

  • Keuntungan likuidasi, keuntungan penggabungan, keuntungan peleburan, keuntungan pemekaran, keuntungan pemecahan, keuntungan pengambilalihan usaha atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
  • Keuntungan dari pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
  • Keuntungan dari penjualan / pengalihan sebagian atau semuanya dari hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan.
  • Penerimaan kembali pembayaran pajak yang sudah dibebankan menjadi biaya dan pembayaran tambahan dari pengembalian pajak.

7. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang

8. Dividen, termasuk yang diberikan  perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian SHU ( Sisa Hasil Usaha ) koperasi.

9.  Royalti atau imbalan atas penggunaan hak

10. Sewa dan penghasilan lain yang berhubungan dengan penggunaan harta

11. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala

12. Keuntungan yang diperoleh karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

13. Keuntungan selisih kurs mata uang asing

14. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva

15. Premi asuransi

16. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas

17. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak

18. Penghasilan dari usaha berbasis syariah

19. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan

20. Surplus Bank Indonesia.

Yang tidak termasuk dari objek pajak

1. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk dan/atau disahkan oleh pemerintah, dan zakat yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk dan/atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah

2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan

3. warisan

4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal

5. Imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima dalam bentuk natura atau kenikmatan

6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa

7. Dividen atau laba yang diterima PT ( perseroan terbatas ) sebagai Wajib Pajak dalam negeri, Koperasi, BUMN ( Badan Usaha Milik Negara ) atau BUMD ( Badan Usaha Milik Daerah ) dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia dengan syarat :

  • Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
  • Bagi PT, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen minimal 25% dari jumlah modal yang disetor.

8. Iuran dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai.

9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan

10. Bagian keuntungan / Laba yang di terima para anggota dari Perseroan Komanditer dimana modal yang disetorkan tidak dibagikan atas saham – saham, persekutuan, perkumpulan, Firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

  • Perusahaan UKM ( mikro, kecil dan menengah ) atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
  • Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia

11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

12. Kelebihan atau sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan yang terdaftar pada instansi yang membidanginya yang diterapkan kembali dalam bentuk sarana atau prasarana kegiatan dibidang pendidikan dalam jangka waktu paling lama 4 tahun semenjak kelebihan atatu sisa lebih tersebut diperoleh, yang ketentuannya diatur lebih lanjut berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan

13. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Demikian semoga bermanfaat