Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantara kamu apabila ia sedang dalam keadaan

Oase.id –  Sebelum melaksanakan ibadah apapun, seorang Muslim diwajibkan untuk bersih dan suci seperti, memiliki wudhu, bersih dari junub, dan tidak haid bagi perempuan. Sebagaimana yang kita tahu, seseorang tidak diperbolehkan untuk salat apabila tubuhnya tidak bersih atau suci.

Selain salat, ada beberapa ibadah lain yang tidak boleh dilakukan seorang Muslim ketika dalam kondisi tidak memiliki wudhu atau junub. Berikut, perkar-perkara yang diharamkan saat seseorang tidak memiliki wudhu, junub.

Larangan yang tidak memiliki wudhu

Seseorang yang tidak berwudhu diharamkan untuk melakukan empat hal berikut ini:

1. Salat

Segala perkara ibadah yang disebut salat tidak boleh dilakukan jika tidak memiliki wudhu, termasuk sujud tilawah dan salat jenazah. Rasulullah SAW bersabda;

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats sehingga ia berwudhu.” (Muttafaq ‘alaih).

2. Thawaf

Thawaf merupakan perkara yang sama dengan salat, maka saat thawaf seseorang diharuskan memiliki wudhu dan suci. Nabi SAW bersabda, “Thawaf di Baitullah itu sama dengan shalat hanya saja Allah membolehkan dalam thawaf berbicara” (HR At-Tirmidzi, Al-Hakim, Ad-Dar quthni)

3. Menyentuh Al-Quran

Diharamkan bagi seseorang yang tidak berwudhu untuk menyentuh dan membaca Al-Quran. Allah SWT berfirman,

لَّا يَمَسُّهٗۤ اِلَّا الۡمُطَهَّرُوۡنَؕ

“Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan.” (Al-Waqi’ah:79)

4. Membawa Al-Quran

Seorang Muslim tidak diperboleh membawa atau menyentuh Al-quran tanpa wudhu. Namun, jika barang atau tafsir/terjemahan yang kalimatnya lebih banyak dari isi Al-Qur’an. Lalu jika seseorang itu ragu akan wudhunya maka rasulullah menyarankan dalam haditsnya, dari Abu Hurairah RA berkata, telah bersabda Rasulullah SAW,“Apabila seseorang dari kalian merasa sesuatu di dalam perutnya, yaitu ragu-ragu apakah keluar darinya sesuatu atau tidak, maka janganlah ia keluar dari masjid (untuk berwudhu) hingga ia dengar suara atau ia merasakan angin (bau).” (HR Muslim)

Larangan bagi orang berjunub

Seorang muslim yang berjunub diharamkan atas enam perkara, empatnya diantara sama dengan perkara yang tidak boleh dilakukan saat tidak memiliki wudhu;

5. Membaca Al-Quran

Saat berjunub seseorang tidak boleh melaksanakan salat, thawaf, menyentuh dan membawa Al-quran, perkara selanjutnya membaca Al-Quran. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda,

لاَ تَقْرَأِ الحَائِضُ وَلاَ الجُنُبُ شَيْئًا مِنَ القُرْآن

“Wanita haid, dan junub tidak boleh membaca sedikitpun dari Al-Qur’an.” (HR. At-Tirmidzi)

6. Duduk di dalam masjid

Jika sedang berjunub diharamkan untuk berdiam diri atau duduk di dalam masjid, seperti menghadiri majelis, berkumpul, dan lainnya. Allah SWT berfirman,

وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّىٰ تَغْتَسِلُوا

“(jangan pula hampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.” (Q.S. An-Nisa: 43).

Dan Rasulullah ﷺ pun bersabda;

لا أجل المسجد لحائض، ولا لجنب

“Tidak ada masjid bagi wanita haid dan orang junub.” (HR. Abu Daud)


(ACF)

Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantara kamu apabila ia sedang dalam keadaan

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam teruntuk Rasulullah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Allah memerintahkan kepada hamba-Nya yang akan shalat agar menegakkan dalam kondisi terbaik, tenang, dan indah. Karena shalat merupakan hubungan antara hamba dengan Rabb-nya. Shalat jalan munajat kepada-Nya. Karenanya Allah perintahkan thaharah (bersuci) dengan membersihkan badan, pakaian, dan tempat shalat dari sesuatu yang dianggap kotor oleh syariat, yaitu najis. Sebagaimana juga Allah perintahkan agar menyucikan diri dari kotoran yang tidak terlihat, yaitu hadats, baik besar maupun kecil. Allah juga kabarkan, ibadah tertolak jika tidak disertai dengan semua itu.

Dari sini maka terlihat pentingnya urusan wudhu. Ia menjadi syarat sahnya shalat yang terpenting. Sebagaimana yang disebutkan dalam Shahihain, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

"Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadats sehingga dia berwudhu." (Mutaafaq ‘alaih)

Hadits di atas mengabarkan, shalatnya orang yang berhadats tidak akan diterima sehingga ia menyucikan dirinya dari dua hadats, hadats besar maupun kecil. Bahwa hadats –dengan kedua macamnya tersebut- membatalkan wudhu dan shalat jika terjadi shalat seseorang menjalankan shalat.

Maksud dari tidak diterima di sini adalah tidak sahnya shalat dan belum menggugurkan kewajiban shalat atas seorang hamba mukmin. Sehingga saat ia mengalami hadats, baik sebelum atau saat sedang menegakkan shalat, ia harus berwudhu supaya sah dan diterima shalatnya.

Hikmah Wudhu

Inti ibadah shalat adalah seseorang membayangkan dirinya berada di hadapan Allah Ta'ala. Supaya jiwanya siap dengan itu dan mengosongkan pikirannya dari hiruk-pikuk duniawi. Diwajibkannya wudhu sebelum mendirikan ibadah adalah karena wudhu menjadi sarana untuk menetralkan pikiran yang tenggelam dalam pekerjaan sehingga siap untuk mendirikan shalat.

Saat pikiran seseorang tenggelam dalam perdagangan, pekerjaan, dan aktifitas semisalnya, lalu tiba-tiba disuruh beribadah langsung maka akan merasa berat menunaikannya. Maka di sinilah letak hikmahnya wudhu yang bisa membantu seseorang meninggalkan pikiran awal lalu memberinya waktu yang cukup untuk memulai mengarahkan pikiran agar konsentrasi pada aktifitas yang lain.

Jadi wudhu merupakan sarana untuk mengkondisikan jiwa dan pikiran seseorang agar bisa konsentrasi penuh dalam shalatnya.

Hikmah lainnya, wudhu' dalam rangkan menyucikan diri dari hadats kecil dengan membasuh beberapa anggota tubuh yang biasanya sering tidak tertutup oleh pakaian sehingga mudah kotor. Karenanya saat seseorang menghadap Allah ia terlihat bersih dan indah. Hal sebagaimana seseorang yang akan bertemu dengan orang istimewa dan terhormat maka ia berusaha terlihat layak dengan membersihkan diri dan memakai pakaian yang indah.

Sebagian ulama ada yang menyebutkan, proses pembersihan empat anggota tubuh menyadarkan jiwa agar tidak malas. Di mana malas merupakan bagian dari kotoran jiwa, maka wudhu yang disyariatkan dalam Islam disamping membersihkan kotoran fisik juga membersihkan kotoran jiwa tadi. Dan masih banyak lagi hikmah yang disebutkan para ulama yang tidak mungkin disebutkan secara keseluruhan di sini. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]


Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : 

لا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Allah tidak akan menerima shalat salah seorang diantara kalian jika dia berhadats sampai dia wudhu.” (HR. Bukhari : 6954 dan Muslim : 225).

Ketika menjelaskan hadits ini, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah menyebutkan beberapa fawaaid, diantaranya:

Pertama : Sesungguhnya ada shalat yang diterima dan ditolak. Jika ia sesuai dengan syariat maka diterima namun jika tidak sesuai maka tertolak. Demikian pula semua ibadah yang lain, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alihi wa sallam :

من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد

“Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka amalan tersebut raddun.” yaitu marduud/tertolak.

Kedua : Semua shalat baik yang fardhu maupun yang nafilah sampai shalat jenazah sekalipun tidak akan diterima jika dikerjakan dalam keadaan berhadats, meskipun dia dalam keadaan lupa sampai dia berwudhu. Demikian pula orang yang sedang junub jika dia shalat sebelum mandi.

Ketiga : Shalat orang yang berhadats hukumnya haram sampai dia berwudhu, karena Allah tidak menerimanya. Mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang tidak diterima berarti merupakan pertentangan dan termasuk jenis mengolok-olok agama (istihzaa).

Keempat : Sesungguhnya jika seseorang sudah berwudhu untuk shalat, kemudian datang waktu shalat berikutnya dan dia tetap dalam keadaan suci maka tidak wajib baginya wudhu lagi.

Kelima : Agungnya kedudukan shalat dimana Allah tidak akan menerimanya kecuali dalam keadaan suci.

Sumber : Tanbiihul Afhaam Syarah Umdathul Ahkam, hal : 12

Penyusun: Didik Suyadi
Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Dalil Yasinan, Perkataan Salaf, Selalu Bersyukur Atas Nikmat Allah, Hadits Tentang Cinta Tanah Air

Posted on 5 Agustus 2016 Updated on 5 Agustus 2016

Allah tidak akan menerima shalat seseorang diantara kamu apabila ia sedang dalam keadaan
♻SHOLAT TIDAK AKAN DITERIMA OLEH ALLAH DALAM KEADAAN BERHADATS♻
(Hadits Kedua dari Kitab Umdatul Ahkam)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِي اللَّهُ عَنْهُ قَلَ: قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّ اللَّه عَلَيْهِ ؤَسَلَّم: لا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلاةَ أَحَدِكُمْ إذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

“Dari Abu Hurairah radialla ‘anhu berkata, Raslullah shalallahu ‘alaihi wa sala bersabda: “Allah tidak akan menerima sholat salah satu diantara kalian apabila ia dalam keadaan berhadats hingga kalian berwudhu”. (HR. Bukhari, No: 135, 6954)

🌷Hadits ini merupakan hadits yang kedua dari kitab umdatul ahkam yang mejelaskan tentang hukum seputar wudhu’. didalamnya terkandung beberapa syarat agar sholat seseorang itu diterima oleh Allah Ta’ala.

🌷Perlu anda ketahui bahwa Allah Ta’ala yang Maha Bijaksana telah menjadikan dalam setiap ibadah itu penuh hikmah dan memilki susunan yang telah ditetapkan-Nya, oleh karena itu orang yang hendak sholat harus dalam keadaan baik dan dalam bentuk yang indah. karena sholat merupakan hubungan yang kuat antara Allah dan hamba-Nya, dan sholat merupakan jalan untuk bermnuajat kepada kepada-Nya. Karena itulah syariat telah menetapkan untuk memerintahkan setiap orang yang akan sholat harus dalam keadaan suci dan berwudhu’

👆dalam hadits diatas terkandung didalamnya bahwa sholat orang yang sedang berhadats tidak diteria oleh Allah Ta’ala.

Lalu apa itu Hadats?

Hadats adalah sesuatu yang keluar dari salah satu lubang atau selainnya dari hal-hal yang membatalkan wudhu’. adapun makna dasar dari “Hadats” adalah gangguan.

dan Hadats merupakan sifat hukum yang terukur, yang mana dalam pelaksanaannya harus dengan menggunakan anggota tubuh. dan keberadaan hadats itu sendiri dapat menghalangi keabsahan setiap ibadah yang memang disyariatkan dalam ibadah tersebut untuk bersuci. (Taisirul ‘Alam, 1/18)

dan Hadats itu ada 2: 1⃣Pertama: Hadats besar Pengertian hadats besar adalah hal-hal yang menyebabkan seseorang wajibnya mandi, seperti: Junub, haidh, nifas. 2⃣Kedua: Hadats kecil

Pengertian hadats kecil adalah hal-hal yang menyebabkan seseorang wajibnya berwudhu’, seperti: Buang air besar atau kecil, kentut. (Lihat Al-Muntaqo min Fatawa Al-Fauzan, 3/48, fatwa, No. 6)

🌷Oleh karena itu diantara syarat diterimanya sholat, ia harus suci dari hadats besar maupun hadats kecil. sebagaimana Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub maka mandilah.” (QS. Al Maidah: 6)

dan begitu pula berdasarkan hadits berikut ini, Dari Ibnu Umar bahwa nabi shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً إِلَّا بِطُهُورٍ

“Allah tidak akan menerima sholat (yang dikerjakan) tanpa bersuci (Sebelumnya).” (HR. Muslim: 224 dan At Tirmidzi, no: 1) (Lihat Al Wajiz, Hal: 98-99)

Diantara faedah yang bisa kita ambil diantaranya adalah:

✔ Semua shalat baik yang fardhu maupun yang nafilah sampai shalat jenazah sekalipun tidak akan diterima jika dikerjakan dalam keadaan berhadats, meskipun dia dalam keadaan lupa sampai dia berwudhu. Demikian pula orang yang sedang junub jika dia shalat sebelum mandi.
✔ Sesungguhnya jika seseorang sudah berwudhu untuk shalat, kemudian datang waktu shalat berikutnya dan dia tetap dalam keadaan suci maka tidak wajib baginya wudhu lagi.

✔Agungnya kedudukan shalat dimana Allah tidak akan menerimanya kecuali dalam keadaan suci.

✔ Barangsiapa yang batal wudhunya ditengah-tengah shalatnya, maka tidak boleh baginya meneruskan shalatnya, bahkan wajib baginya keluar untuk berwudhu kembali. Jika dia tetap meneruskan shalatnya dalam keadaan telah batal wudhunya maka dia berdosa dan shalatnya tetap tidak sah.
✔Jika ia berhadats kemudian ingin berwudhu’ dengan air namun tidak ditemukannya, maka dianjurkan untuk betayammum.
✔Setiap ibadah pasti ada pembatalnya, maka wajib bagi setiap muslim dan muslim untuk senantiasa memperhatikan ibadahnya, dan salah satu diantaranya adalah dalam masalah sholat.
✔Maksud tidak diterima dalam hadits diatas adalah tidak sah/tidak mendapat pahala.
✔Hadits ini menunjukkan bahwa thaharah/bersuci merupakan syarat sahnya sholat.

Itulah beberapa penjelasan hadits dari penjelasan kita kali ini, insyaAllah kita lanjutkan hadits berikutnya. Wallahu a’lam

✍Ditulis Oeh: Abu Khalid Muhammad Iqbal Al Malanji

SEMOGA BERMANFAAT
🔆🔅Cahaya Iman🔅🔆

Ayo Klik: www.groupcahayaiman.wordpress.com

TANYA-JAWAB

  1. [2/8 21.14] Abu Khalid Muhammad Iqbal: Apakah wudhu dan sholat nya sah…. sementara sebelumnya melakukan buang air kecil dengan berdiri… yg kecenderungan nya celana dalamnya cenderung kena tetesan air kencing ? Syukron Ustadz….
     na’am barakallahu fikum ya akhi karim… kalau cenderung kena tetesan air kencing di kain celana ketika dalam keadaan berdiri, maka lebi baik cari yang tidak sampai cenderung keluar tetes air, yaitu dengan jongkok. adapun kencing sambil berdiri, para ulama’ berbeda pendapat. namun pendapat yang kuat “dibolehkan kencing sambil berdiri asalkan tidak sampai terkena kain, jika terkena maka najis, dan harus ganti”dan jika masih cenderung kena tetesan, namun bukan berarti terkena tetesan kencing. dan hal itu lebih baik hal-hal yang sifatnya cenderung kena tetesan kencing. maka tinggalkan.

    dan jika tetesan kencing terkena kain, maka wudhu’nya dan sholatnya batal. karena ada najis. dan wajib bagi anda untuk mengganti celana.wallahu a’lam

  2. [2/8 21.17] Abu Khalid Muhammad Iqbal: Afwan setahu ana bukankah Rasulullah pernah kencing dengan berdiri? Maaf kalau salah ustad  ya, betul….. dan masalah kencing sambil berdiri bagi laki2, para ulmaa’ berbeda pendapat. namun pendapat yang kuat boleh asalkan menghindari kenannya tetesan kencing di kain celanannya. wallahu a’lam 
  3. [2/8 21.38] Abu Khalid Muhammad Iqbal: Assalamualaykum ustadz…mau bertanya apakah air mani termasuk hadas/ najis? Lalu bagaimana statusnya pakaian yg tidak sengaja terkena air mani..apakah sah dipakai untuk sholat dalam keadaan tidak tahu? Terimakasih…  Waalaikumsalam wa rahmatullahi wa barakatuh… perlu anda ketahui dulu. bahwa mani itu tidak najis. sebagaimana ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

    كُنْتُ أَفْرُكُهُ مِنْ ثَوْبِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه

    “Aku pernah mengerik mani tersebut dari pakaian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”(HR. Muslim no. 288), dalam riwayat lain dijelaskan dipercik dengan air.

    Penulis Kifayatul Akhyar, Taqiyuddin Abu Bakr Ad Dimaysqi rahimahullah mengatakan, “Seandainya mani itu najis, maka tidak cukup hanya dikerik (dengan kuku) sebagaimana darah (haidh) dan lainnya. Sedangkan riwayat yang menyatakan bahwa mani tersebut dibersihkan dengan dicuci, maka ini hanya menunjukkan anjuran dan pilihan dalam mensucikan mani tersebut. (Kifayatul Akhyar, 1/70)

    Jadi jika celana anda terkena air mani, maka cukup dikerik, dipercikkan air. atau dicuci sedikit. dan tetap sah jika celananya dipakai. namun jika belum dikerik atau dicuci, sholatnya tetep sah namun kurang baik.

    adapun jika di celana yang terkena mani sudah menggering maka tidak mengapa dipakai untuk sholat. adapun yang utamanya adalah dikerik, dibersihkan baru dipakai untuk sholat.

    berbeda dengan madzi.

    kalau madzi adalah cairan bening, halus lagi lengket yang keluar ketika syahwat bergejolak, namun tidak bersamaan dengan syahwat, tidak muncrat, dan tidak menyebabkan kendornya syahwat orang yang bersangkutan. bahkan tidak jarang yang bersangkutan tidak merasa bahwa dirinya telah mengeluarkan madzi. dan hal ini dialami laki2 dan perempuan.

    adapun setelah madzi. biasanya keluar mani. nah kalau keadaan yang seperti ini, maka sholatnya tidak sah. karena madzi itu najis. dan wajib mengganti celana.

    adapun jika tidak keluar mani, namun hanya madzi saja. maka tidak sah sholatnya, dan wajib mengganti kain celana baru. wallahu a’lam

  4. [2/8 22.06] Abu Khalid Muhammad Iqbal: Assalamualaikum..mengenai wudhu saya mau tanya..gimana cara tayamum yg benar..? ⭕ Waalaikumsalam wa rahmatullahi wa barakatuh… tayamum adalah disyariatkan jika ketika hendak berwudhu’ tidak ditemukan air. sebagaimana firman Allah Ta’ala:

    وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ

    “Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”. (QS. Al Maidah: 6).

    adapun tayammum bisa menggunakan dengan debu/tanah yang lembab, berair atau bebatuan . dan caranya adalah:

    1⃣ Sebagaimana dari sahabat Ammar bin yasir radhiallahu anhu, ia berkata:

    فَضَرَبَ بِكَفِّهِ ضَرْبَةً عَلَى الأَرْضِ ثُمَّ نَفَضَهَا ، ثُمَّ مَسَحَ بِهَا ظَهْرَ كَفِّهِ بِشِمَالِهِ ، أَوْ ظَهْرَ شِمَالِهِ بِكَفِّهِ ، ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ

    “beliau memukulkan telapak tangannya ke permukaan bumi sekali pukulan lalu meniupnya. Kemudian beliau mengusap punggung telapak tangan (kanan)nya dengan tangan kirinya dan mengusap punggung telapak tangan (kiri)nya dengan tangan kanannya, lalu beliau mengusap wajahnya dengan kedua tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim) dilakukan sekali saja.

    jadi membasuhnya tidak perlu sampai siku, cukup sampai pergelangan saja

    namun yang perlu diperhatikan bahwa dalam ayat tayammum (وَأَيْدِيكُمْ ,”Dan sapulah tanganmu”. (QS. Al Maidah: 6) tidak bisa dikaitkan dengan ayat wudhu (وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ, “Dan basuhlah tanganmu sampai dengan siku” (QS. Al Maidah: 6)), karena hukum kedua masalah ini berbeda (yang satu masalah tayammum yang lainnya wudhu) walaupun sebabnya sama. Wallahu a’lam

    insyaAllah kita akan bahas pada kesempatan yang ada. secara ilmiyyah dan panjang-lebar.

  5. [2/8 22.20] Abu Khalid Muhammad Iqbal: Afwan ustadz, bagaimana dg wanita yg keputihan. Ketika akan shalat dia wudhu, lalu memakai pembalut agar keputihan tdk sampai celana dalam, namun di dlm shalat secara tdk sengaja dan tdk mampu mengendalikan keluar keputihan. Apakah yg demikian juga termasuk batal sholatnya? Syukron wa jazaakumulloh khoir atas penjelasannya. ⭕ sebelum kita jelaskan jawabannya. perlu kta ketahui status keputihan yang dialami wanita pada kemaluannya apakah najis atau tidak. bahwa para ulama’ berbeda pendapat dalam masalah ini. namun pendapat yang kuat hukum asal segala sesuatu adalah suci, karena tidak ada dalil yang tegas yang menjelaskan bahwa keputihan itu najis. jadi tetap sah sholatnya. Wallahu a’lamInsyaAllah pada kesempatan yang ada akan kita jelaskan panjang-lebar, mengenai masalah ini. barakallahu fikum ya ukhti.