Alasan apa saja yang mengharuskan kita melakukan sujud sahwi?

Alasan apa saja yang mengharuskan kita melakukan sujud sahwi?

Ilustrasi (Foto: freepik) Ilustrasi (Foto: freepik)

Sujud sahwi sunnah dilakukan ketika seseorang dalam shalatnya melakukan salah satu dari lima hal. Pertama, ketika meninggalkan sunnah ab’ad. Sunnah ab’ad dalam shalat meliputi qunut, tasyahud awal, shalawat pada Nabi pada saat tahiyyat, shalawat pada keluarga Nabi pada saat tahiyyat akhir, dan duduk tasyahud awal. Ketika seseorang meninggalkan salah satu dari berbagai macam sunnah ab’ad tersebut maka ia disunnahkan melaksanakan sujud sahwi.

Kedua, lupa melakukan sesuatu yang membatalkan shalat bila dilakukan dengan sengaja, seperti seseorang lupa memperpanjang bacaan dalam i’tidal dan duduk di antara dua sujud. Sebab dua rukun ini tergolong rukun qashir yang tidak boleh dipanjangkan. 

Ketiga, memindah rukun qauli (ucapan) bukan pada tempatnya, sekiranya memindah rukun qauli ini bukan termasuk yang membatalkan shalat. Seperti membaca Al-Fatihah pada saat duduk di antara dua sujud dan contoh-contoh yang sama.

Keempat, ragu dalam hal meninggalkan sunnah ab’ad. Seperti seseorang ragu apakah telah melaksanakan qunut atau belum, maka dalam hal ini ia disunnahkan sujud sahwi, sebab pada hakikatnya (hukum asal) ia dianggap tidak melaksanakan qunut tersebut.

Kelima, melakukan perbuatan yang berkemungkinan tergolong sebagai tambahan. Seperti seseorang pada saat melaksanakan shalat isya’ ragu apakah telah sampai rakaat ketiga atau sudah keempat. Maka dalam keadaan tersebut hitungannya harus berpijak pada rakaat ketiga, sehingga ia wajib untuk menambahkan satu rakaat lagi dan sebelum salam ia disunnahkan melaksanakan sujud sahwi, sebab shalatnya berkemungkinan terdapat tambahan satu rakaat.

Baca juga:
• Lupa Sujud Sahwi
• Saat Rasulullah Shalat Isya Dua Rakaat karena Lupa

Kelima sebab di atas secara lugas dijelaskan dalam kitab Hasyiyah al-Bujairami:

وأسبابه خمسة ، أحدها ترك بعض .ثانيها : سهو ما يبطل عمده فقط . ثالثها : نقل قولي غير مبطل . رابعها : الشك في ترك بعض معين هل فعله أم لا ؟ خامسها : إيقاع الفعل مع التردد في زيادته

“Sebab kesunnahan melakukan sujud sahwi ada lima. Yaitu meninggalkan sunnah ab’ad, lupa melakukan sesuatu yang akan batal jika dilakukan dengan sengaja, memindah rukun qauli (ucapan) yang tidak sampai membatalkan, ragu dalam meninggalkan sunnah ab’ad, apakah telah melakukan atau belum dan yang terakhir  melakukan suatu perbuatan dengan adanya kemungkinan hal tersebut tergolong tambahan” (Syekh Sulaiman al-Bujairami, Hasyiyah al-Bujairami, juz 4, hal. 495)

Khusus sebab disunnahkannya sujud sahwi yang terakhir, Rasulullah menjelaskan hikmah dari pelaksanaan sujud sahwi dan penambahan rakaat pada permasalahan tersebut:

إذا شك أحدكم فلم يدر أصلى ثلاثا أم أربعا فليلق الشك وليبن على اليقين وليسجد سجدتين قبل السلام ، فإن كانت صلاته تامة كانت الركعة ، والسجدتان نافلة له ، وإن كانت ناقصة كانت الركعة تماما للصلاة ، والسجدتان يرغمان أنف الشيطان

“Ketika kalian ragu, tidak ingat apakah telah melakukan shalat tiga rakaat atau empat rakaat maka buanglah rasa ragu itu dan lanjutkanlah pada hal yang diyakini (hitungan tiga rakaat) dan hendaklah melakukan sujud dua kali sebelum salam. Jika shalat tersebut sempurna maka tambahan satu rakaat dihitung (pahala) baginya dan dua sujud merupakan kesunnahan baginya, jika ternyata shalatnya memang kurang satu, maka tambahan satu rakaat menyempurnakan shalatnya dan dua sujud itu untuk melawan kehendak syaitan.” (HR. Abu Daud)

Namun jika menelisik berbagai sebab-sebab dianjurkannya melaksanakannya sujud sahwi, lantas apakah shalat yang dilakukan seseorang ketika melakukan salah satu dari lima sebab di atas namun ia tidak melaksanakan sujud sahwi dalam shalatnya, apakah lantas hal tersebut berpengaruh dalam keabsahan shalatnya, dalam arti shalatnya menjadi batal?

Status sujud sahwi sebagai sunnah muakkad (kesunnahn yang sangat dianjurkan) tidak lantas menyebabkan shalat seseorang menjadi batal ketika tidak dilaksanakan. Sebab term kesunnahan hanya berarti anjuran, bukan suatu kewajiban, sehingga bukan merupakan hal yang harus dilakukan dan akan membatalkan shalat ketika tidak melaksanakannya. Berbeda halnya ketika seseorang tidak melaksanakan kewajiban shalat dengan sengaja atau melakukan hal-hal yang dilarang dalam shalat (mubthilat as-shalat) dengan sengaja, maka dua hal ini secara umum dapat berpengaruh dalam keabsahan shalat yang dilakukannya.

Dalam referensi kitab-kitab Syafi’iyah banyak sekali yang menjelaskan bahwa sujud sahwi hanya sebatas kesunnahan, misalnya seperti yang terdapat dalam kitab Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj:

- سجود السهو سنة) مؤكدة ولو في نافلة ما عدا صلاة الجنازة وهو دافع لنقص الصلاة

“Sujud Sahwi tergolong sunnah muakkad, meskipun pada shalat sunnah, selain pada shalat jenazah. Sujud sahwi ini berfungsi mencegah kekurangan dalam shalat” (Syekh Abu Abdurrahman Rajab Nuri, Dalil al-Muhtaj fi Syarh al-Minhaj, juz 1, hal. 129)

Bahkan Imam Asy-Syafi’i dalam qaul qadim yang tercantum dalam karya monumentalnya, al-Um, menjelaskan bahwa orang yang meninggalkan sujud sahwi dalam shalat maka tidak wajib mengulang kembali shalatnya, sehingga shalat yang ia lakukan tetap dihukumi sah dan menggugurkan kewajibannya. Sebagaimana beliau jelaskan dalam referensi berikut:

ولا أرى بينا أن واجبا على أحد ترك سجود السهو أن يعود للصلاة

“Aku tidak berpandangan bahwa wajib bagi orang yang meninggalkan sujud sahwi untuk mengulangi shalatnya” (Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, al-Um, juz 1, hal. 214)

Berbeda halnya ketika meninggalkan sujud sahwi diarahkan pada konteks shalat jamaah. Misalnya seperti ketika imam melaksanakan sujud sahwi, namun makmum tidak mengikuti imam dengan tidak melaksanakan sujud sahwi bersamaan dengan imamnya, maka dalam keadaan demikian shalatnya menjadi batal ketika hal tersebut dilakukan dengan sengaja. Sebab dalam permasalahan ini, batal shalatnya makmum bukan hanya karena ia tidak melakukan sujud sahwi, tapi lebih karena faktor ia tidak mengikuti (mutaba’ah) imam yang merupakan salah satu kewajiban dalam shalat jama’ah. Ketentuan ini sperti yang dijelaskan dalam kitab Kasyifah as-Saja:

فإن سجد إمامه تابعه وجوباً وإن لم يعرف أنه سها حتى لو اقتصر على سجدة واحدة سجد المأموم أخرى، فإن ترك متابعته عمداً بطلت صلاته ثم يعيد السجود مسبوق آخر صلاته لأنه محل سجود السهو، وإن لم يسجد الإمام وسلم المأموم آخر صلاته جبراً لخلل صلاته بسهو إمامه

(Syekh Muhammad an-Nawawi al-Bantani, Kasyifah as-Saja fi Syarh as-Safinah an-Naja, juz 1, hal. 83)

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak melaksanakan sujud sahwi bukan merupakan hal yang berpengaruh dalam keabsahan shalat, kecuali ketika hal tersebut terjadi pada shalat jamaah, saat imam melaksanakan sujud sahwi, namun orang yang menjadi makmum tidak mengikutinya. Maka dalam keadaan tersebut shalatnya menjadi batal. Wallahu a’lam.

Ustadz Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Pesantren Kaliwining, Rambipuji, Jember

Kisah-Kisah Nabi Isa

Alasan apa saja yang mengharuskan kita melakukan sujud sahwi?
ilustrasi sholat dhuha. ©2020 Merdeka.com

JABAR | 22 Oktober 2020 15:00 Reporter : Andre Kurniawan

Merdeka.com - Salah satu kewajiban seorang muslim yaitu menegakkan ibadah salat lima waktu. Dalam proses mengerjakannya, tidak boleh asal tahu gerakannya saja, melainkan dikerjakan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Namun yang namanya manusia, tak jarang lupa dengan apa yang dikerjakannya. Begitu juga ketika sedang salat. Anda mungkin pernah lupa tentang rakaat yang dikerjakan saat sedang salat, apakah kelebihan atau justru kurang. Bahkan Rasulullah SAW pun juga pernah mengalaminya.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama kami lima raka’at. Kami pun mengatakan, “Wahai Rasulullah, apakah engkau menambah dalam salat?” Lalu beliau pun mengatakan, “Memang ada apa tadi?” Para sahabat pun menjawab, “Engkau telah mengerjakan salat lima raka’at.” Lantas beliau bersabda, “Sesungguhnya aku hanyalah manusia semisal kalian. Aku bisa memiliki ingatan yang baik sebagaimana kalian. Begitu pula aku bisa lupa sebagaimana kalian pun demikian.” Setelah itu beliau melakukan dua kali sujud sahwi.” (HR. Muslim).

Sujud sahwi dilakukan untuk menutupi kesalahan ketika sedang salat. Masih ada perbedaan pendapat di antara para ulama terkait hukum dari sujud ini, apakah wajib atau sunnah. Namun, pendapat yang lebih kuat mengarah ke wajib. Untuk penjelasan lebih lanjut mengenai sujud ini, berikut telah kami tata cara sujud sahwi beserta sebab-sebab sujud sahwi ini dikerjakan:

2 dari 4 halaman

Sebelum mengikuti perintah Rasulullah SAW, kita harus tahu bagaimana tata cara sujud sahwi. Hal ini untuk menyempurnakan usaha kita dalam mengikuti ajaran Nabi SAW.

Tata cara sujud sahwi tidak berbeda dengan sujud yang biasa kita lakukan saat sedang salat. Sujud sahwi dikerjakan di akhir salat, baik sebelum atau pun sesudah salam. Ketika hendak sujud dan bangkit dari sujud, disyariatkan untuk mengucapkan takbir.

Sujud sahwi dilakukan sebelum salam jika dirinya merasa sholatnya ada kekurangan. Sedangkan jika dirinya merasa salatnya sudah pas atau berlebih, maka hendaklah melakukan sujud sahwi sesudah salam dengan tujuan menghinakan setan.

Alasan apa saja yang mengharuskan kita melakukan sujud sahwi?

©2020 Merdeka.com

“Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam salatnya, dan tidak mengetahui berapa rakaat dia salat, tiga ataukah empat rakaat maka buanglah keraguan, dan ambilah yang yakin. Kemudian sujudlah dua kali sebelum salam. Jika ternyata dia salat lima rakaat, maka sujudnya telah menggenapkan salatnya. Lalu jika ternyata salatnya memang empat rakaat, maka sujudnya itu adalah sebagai penghinaan bagi setan.” (HR. Muslim).

Tata cara sujud sahwi sebelum salam juga dijelaskan dalam hadits berikut,

“Setelah beliau menyempurnakan salatnya, beliau sujud dua kali. Ketika itu beliau bertakbir pada setiap akan sujud dalam posisi duduk. Beliau lakukan sujud sahwi ini sebelum salam.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sedangkan tata cara sujud sahwi sesudah salam dijelaskan dalam hadits berikut,

“Lalu beliau salat dua rakaat lagi (yang tertinggal), kemudian beliau salam. Sesudah itu beliau bertakbir, lalu bersujud. Kemudian bertakbir lagi, lalu beliau bangkit. Kemudian bertakbir kembali, lalu beliau sujud kedua kalinya. Sesudah itu bertakbir, lalu beliau bangkit.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Sujud sahwi sesudah salam ini ditutup lagi dengan salam sebagaimana dijelaskan dalam hadits ‘Imron bin Hushain,

“Kemudian beliau pun salat satu rakaat (menambah raka’at yang kurang tadi). Lalu beliau salam. Setelah itu beliau melakukan sujud sahwi dengan dua kali sujud. Kemudian beliau salam lagi.” (HR. Muslim).

Sujud sahwi sesudah salam juga tidak perlu diawali dengan takbiratul ihrom, cukup dengan takbir untuk sujud saja. Pendapat ini adalah pendapat mayoritas ulama.

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah berkata, “Para ulama berselisih pendapat mengenai sujud sahwi sesudah salam apakah disyaratkan takbiratul ihram ataukah cukup dengan takbir untuk sujud? Mayoritas ulama mengatakan cukup dengan takbir untuk sujud. Inilah pendapat yang nampak kuat dari berbagai dalil.” (Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, 3/99, Darul Ma’rifah, 1379).

Bagaimana dengan tasyahud setelah sujud kedua dari sujud sahwi?

Pendapat yang kuat di antara pendapat ulama yang ada menjelaskan bahwa tidak perlu melakukan tasyahud lagi setelah sujud kedua dari sujud sahwi, karena perintah ini tidak memiliki dalil dari Nabi SAW.

Tata cara sujud sahwi cukup dengan melakukan sujud sahwi, bertakbir untuk sujud pertama, lalu sujud. Kemudian bertakbir lagi untuk bangkit dari sujud pertama dan duduk sebagaimana duduk antara dua sujud (duduk iftirosy). Setelah itu bertakbir dan sujud kembali. Lalu bertakbir kembali, kemudian duduk tawaruk. Setelah itu salam, tanpa tasyahud lagi sebelumnya.

3 dari 4 halaman

Bacaan sujud sahwi sendiri juga sama seperti bacaan sujud yang biasa kita lakukan ketika salat. Anda bisa membacaa seperti,

“Subhaana robbiyal a’laa”

(Maha Suci Allah Yang Maha Tinggi)

Alasan apa saja yang mengharuskan kita melakukan sujud sahwi?
©2020 Merdeka.com

Atau juga bisa dengan bacaan berikut,

“Subhaanakallahumma robbanaa wa bi hamdika, allahummagh firliy.”

(Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dengan segala pujian kepada-Mu, ampunilah dosa-dosaku).

4 dari 4 halaman

Karena adanya kekurangan

Karena adanya kekurangan ini bisa karena lupa melakukan rukun salat, seperti ruku dan sujud. Jika meninggalkan rukun salat dalam keadaan lupa, kemudian Anda mengingatnya sebelum memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya, maka hendaklah ia mengulangi rukun yang ia tinggalkan tadi, dilanjutkan melakukan rukun yang setelahnya. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi di akhir salat.

Jika meninggalkan rukun salat dalam keadaan lupa, kemudian Anda mengingatnya setelah memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya, maka raka’at sebelumnya yang terdapat kekurangan rukun tadi menjadi batal. Karena raka’at yang terdapat kekurangan rukunnya tadi batal, maka Anda perlu menyempurnakan salatnya kembali. Kemudian hendaklah melakukan sujud sahwi di akhir salat.

Jika lupa berapa raka’at yang dilakukan, maka Anda perlu menambah kekurangan raka’at ketika ingat. Kemudian hendaknya melakukan sujud sahwi sesudah salam.

Kondisi lainnya yaitu ketika meninggalkan wajib salat seperti tasyahud awwal. Jika meninggalkan wajib salat, lalu mampu untuk kembali melakukannya dan belum beranjak dari tempat, maka hendaknya melakukan wajib salat tersebut. Pada saat ini tidak ada kewajiban sujud sahwi.

Dan jika meninggalkan wajib salat, lalu mengingatnya setelah beranjak dari tempat Anda, namun belum sampai pada rukun selanjutnya, maka hendaknya kembali melakukan wajib salat tadi. Pada saat ini juga tidak ada sujud sahwi.

Namun, jika Anda meninggalkan wajib salat, kemudian mengingatnya setelah beranjak dari posisi dan setelah sampai pada rukun sesudahnya, maka Anda tidak perlu kembali melakukan wajib salat tadi, dan teruslah melanjutkan salat. Pada saat inilah, Anda harus tutup kekurangan tadi dengan sujud sahwi.

Karena adanya penambahan

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melakukan salat Dhuhur lima raka’at. Lalu ada menanyakan kepada beliau, “Apakah engkau menambah dalam salat?” Beliau pun menjawab, “Memangnya apa yang terjadi?” Orang tadi berkata, “Engkau salat lima raka’at.” Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sujud dua kali setelah ia salam tadi.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Karena adanya keraguan

“Jika salah seorang dari kalian merasa ragu dalam salatnya hingga tidak tahu satu rakaat atau dua rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaknya ia hitung satu rakaat. Jika tidak tahu dua atau tiga rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung dua rakaat. Dan jika tidak tahu tiga atau empat rakaat yang telah ia kerjakan, maka hendaklah ia hitung tiga rakaat. Setelah itu sujud dua kali sebelum salam.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

(mdk/ank)