Agar dapat membaca alquran dengan baik harus mempelajari ilmu

Jakarta -

Kaum muslimin kian giat beribah di bulan suci Ramadhan. Salah satu ibadah umat muslim yakni dengan membaca Al Quran dan belajar membacanya sesuai tajwid.

Hukum mempelajari ilmu tajwid adalah fardhu kifayah. Artinya, jika ada sebagian kaum muslimin yang mempelajari ilmu tajwid, maka gugurlah kewajiban sebagai kaum muslimin lainnya untuk mempelajari ilmu tajwid.

Sementara mengamalkan ilmu tajwid hukumnya fardhu 'ain bagi setiap pembaca Al Quran (qari') dari umat islam, seperti dikutip dari Dasar-Dasar Ilmu Tajwid oleh Dr. Marzuki, M.Ag, Sun Choirol Ummah, S.Ag, M.S.I.

Artinya, meskipun hukum mempelajari ilmu tajwid fardhu kifayah, tetapi membaca Al Quran dengan baik dan benar adalah keharusan (fardhu 'ain). Hal ini disampaikan dalam firman Allah Al-Qur'an Surat Al-Muzzammil ayat ke-4:

اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ

Artinya: "Atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan."

Dalam ayat ini, Allah memerintahkan Nabi Muhammad supaya membaca Al Quran secara seksama (tartil). Maksudnya ialah membaca Al Quran dengan pelan-pelan, bacaan yang fasih, dan merasakan arti dan maksud dari ayat-ayat yang dibaca itu, sehingga berkesan di hati.

Perintah ini dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagaimana 'Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw membaca Al Quran dengan tartil. Sehingga surah yang dibacanya menjadi lebih lama dari membaca biasa.

Dalam hubungan ayat ini, Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari 'Abdullah bin Mugaffal, bahwa ia berkata:

"Aku melihat Rasulullah saw pada hari penaklukan kota Mekah, sedang menunggang unta beliau membaca Surah Al-Fath. Dalam bacaan itu Beliau melakukan tarji' (bacaan lambat dengan mengulang-ulang)."

Pengarang buku Fathul Bayan dikutip dari situs resmi Kementerian Agama berkata, "Yang dimaksud dengan tartil ialah kehadiran hati ketika membaca, bukan asal mengeluarkan bunyi dari tenggorokan dengan memoncong-moncongkan muka dan mulut dengan alunan lagu, sebagaimana kebiasaan yang dilakukan pembaca-pembaca Al-Qur'an zaman sekarang. Membaca yang seperti itu adalah suatu bacaan yang dilakukan orang-orang yang tidak mengerti agama."

Membaca Al Quran secara tartil mengandung hikmah, yaitu terbukanya kesempatan untuk memperhatikan isi ayat-ayat yang dibaca. Saat menyebut nama Allah, si pembaca akan merasakan kemahaagungan-Nya.

Sebaliknya, membaca Al-Qur'an secara tergesa-gesa atau dengan lagu yang baik, tetapi tidak memahami artinya adalah suatu indikasi bahwa si pembaca tidak memperhatikan isi yang terkandung dalam ayat yang dibacanya.

Adapun keutamaan mempelajari ilmu tajwid adalah bahwa sesungguhnya ilmu tajwid adalah ilmu yang paling utama dan paling mulia, berkaitan dengan kitab yang paling mulia dan paling agung (Al Quran).

Demikian ulasan tentang hukum mempelajari ilmu tajwid. Jangan pernah terlewat membaca Al Quran setiap hari di bulan Ramadhan ya.

Simak Video "KuTips: Tips Betah Baca Al-Qur'an Biar Khatam Pas Ramadan!"


[Gambas:Video 20detik]
(nwy/nwy)

Alquran sebagai  kalam Ilahi merupakan bacaan mulia yang menjadi pedoman bagi umat manusia membedakan mana yang benar dan batil. Hal tersebut menjadikan bagi setiap pembaca Alquran untuk membacanya sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan atau tidak asal-asalan saat membacanya.

Dalam firman Allah SWT pada surat Al Muzzammil ayat 4 disebutkan:اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْاٰنَ تَرْتِيْلًاۗ

“Atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Alquran itu dengan perlahan-lahan.”

Ibnu Katsir mengatakan dalam kitab tafsirnya Al-Qur’an al-Azhim yang dimaksud membaca Alquran dengan tartil yaitu “bacalah Alquran degan perlahan, sebab itu akan membantu dalam memahami dan merenunginya.”

Menurut KH Ahmad Fathoni, salah satu Ulama pakar qiraat sab’ag dan ilmu rasm Utsmani berpendapat dalam bukunya Metode Maisuro, yang dimaksud dengan “perlahan-lahan” dalam ayat tersebut yaitu “membaca Alquran dengan tartil yang unggul”. Tak hanya diperintahkan untuk membaca dengan “tartil”, namun harus dengan “tartil yang benar-benar berkualitas”.

Dalam kitab Hidâyatul Qâri ilâ Tajwidi Kalâmil Bâriy karya ‘Abdul Fattah As Sayyid ‘Ajami Al Marsafi mengutip perkataan dari Ali bin Abi Thalib bahwa yang dimaksud dengan tartil yaitu:تجويد الحروف ومعرفة الوقوف

“Membaguskan bacaan huruf-huruf Alquran dan mengetahui hal ihwal waqaf”.

Oleh karenanya, untuk dapat membaca Alquran dengan tartil, harus melalui kaidah-kaidah atau cara-cara yang telah disusun para ulama tajwid. Sehingga seseorang bisa membacanya dengan fasih dan benar.

Apabila seseorang membaca Alquran tanpa ilmu tajwid maka dikhawatirkan akan terjadi kesalahan serta dapat mengubah makna ayat Alquran yang dibacanya.

Maka tidak heran jika Ibnu Al Jazari berpendapat bahwa membaca Alquran dengan tajwid adalah kewajiban bagi setiap Muslim. Hal ini tersebut merupakan penjagaan terhadap keaslian Alquran. Lebih jelasnya beliau mengatakan dalam Manzhumah Al-Jazariyyahnya:

“Membaca Alquran dengan bertajwid hukumnya wajib. Siapa yang membacanya dengan tidak bertajwid maka dia berdosa, karena dengan tajwidlah Allah SWT menurunkan Alquran dan dengan tajwid pula Alquran sampai dari-Nya  kepada kita.”

Adapun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana hukum mempelajari tajwid dan hukum membaca Alquran dengan menggunakan tajwid? Apakah keduanya memiliki hukum yang sama?

Merujuk pada pendapat dari Ibnu Jazari dalam Nazhamnya yang terkenal:والأخذ بالتجويد حتم لازممن لم يجوّد القرآن ءاثم

“Membaca Alquran bertajwid adalah wajib # dan berdosa bagi pembaca yang tidak bertajwid.”

Berdasarkan pendapat Ibnu Jazari di atas, hukum membaca Alquran dengan tajwid serta tartil adalah fardhu ain bagi setiap umat Muslim.

Selanjutnya perlu diperhatikan bahwa hukum mempelajari ilmu tajwid terbagi menjadi dua. Pertama, hukumnya sunnah bagi masyarakat umum. Kedua, hukumnya fardhu ain bagi masyarakat khusus (dalam hal ini bagi orang yang belajar mengajar Alquran).

Karenanya di setiap kota atau daerah harus ada sekelompok orang yang mempelajari ilmu tajwid dan mengajarkan kepada masyarakat. Jika tidak ada satu orangpun yang mempelajari ilmu tajwid di daerah tersebut, maka seluruh penduduknya berdosa.

Hal ini juga diperkuat dengan pendapat Âtiyah Qâbil Nasr dalam kitabnya Ghâyatul Murîd ‘Ilmit-Tajwid, bahwa hukum tersebut disandarkan pada firman Allah SWT dalam surat At Taubah ayat 122: وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْا كَاۤفَّةًۗ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَاۤىِٕفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَا رَجَعُوْٓا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ ࣖ

“Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat menjaga dirinya.”

Sudah kewajiban bagi setiap Muslim untuk membiasakan diri berinteraksi dengan Alquran. Baik itu membaca, menghafal, mengkaji kandungan maknanya bahkan mengamalkan isi kandungan Alquran tersebut. 

Karena membaca Alquran bernilai ibadah di sisi Allah. Allah memberikan pahala bagi siapa saja yang membaca Alquran pada setiap hurufnya. Dalam kitab Riyadh as-Shalihin, salah satu hadits yang diriwayatkan Imam Tirmidzi bahwa Rasulullah SAW bersabda: عن ابن مسعودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رسولُ اللهِ – صلى الله عليه وسلم: «مَنْ قَرَأ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ حَسَنَةٌ، وَالحَسَنَةُ بِعَشْرِ أمْثَالِهَا، لاَ أقول: ألم حَرفٌ، وَلكِنْ: ألِفٌ حَرْفٌ، وَلاَمٌ حَرْفٌ، وَمِيمٌ حَرْفٌ». رواه الترمذي، وقال: «حديث حسن صحيح». “Dari Ibnu Mas’ud RA, katanya, “Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang membaca sebuah huruf dari Kitabullah -yakni Alquran, maka dia memperoleh satu kebaikan, sedang satu kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat yang seperti itu. Saya tidak mengatakan bahwa Alif lam mim itu satu huruf, tetapi alif adalah satu huruf, lam satu huruf dan mim juga satu huruf.” (HR Tirmidzi) Menurut Timirdzi hadis hasan sahih.

(Isyatami Aulia/ Nashih)

Yogyakarta – Divisi Keilmuan dan Keagamaan Himpunan Mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (HMJ KPI UMY) mengadakan Kajian Tahsin perdana pada Minggu (14/11). Kegiatan dilaksanakan secara daring melalui platform Google Meet pada pukul 09.00 WIB. Kajian Tahsin ini diikuti oleh anggota Islamic Comunication Community (ICC) dan terbuka untuk umum. Tujuan diadakannya kegiatan tahsin ini adalah memotivasi mahasiswa khususnya mahasiswa KPI untuk memperdalam ilmu Al-Qur’an.

“Tujuan diadakannya kajian tahsin yaitu untuk memberikan wawasan atau makna dari Al-Qur’an dan mereka tidak hanya menghafal saja namun mereka pun mendapatkan makna dari apa yang mereka hafalkan. Harapannya supaya mahasiswa KPI bisa membaca Al-Qur’an dengan tartil, dengan makhorijul huruf yang baik pula,” Ungkap Ivanka, Penanggung Jawab ICC My Qur’an HMJ KPI UMY.

Kajian tahsin ini menghadirkan Imam Arifin, Ketua Umum Asosiasi Lembaga Al-Qur’an Mahasiswa Indonesia sebagai pemateri. Acara ini dibuka langsung oleh Fathiya Syifa, sebagai pembawa acara. Pada awal inti acara, Ustadz Imam selaku pemateri memberikan sedikit pengantar tentang ilmu tahsin. Beliau menyampaikan bahwa menurut para ulama, siapapun yang ingin belajar Al-Qur’an harus mempelajari ilmu tahsin terlebih dahulu. Praktik membaca Al qur’an dengan tajwid yang benar itu hukumnya fardhu ‘ain atau wajib. Jadi, sangat penting sekali untuk mempelajari ilmu tajwid dan tahsin.

Ustadz Imam juga mengatakan bahwa sebelum memulai membaca Al-Qur’an wajib untuk mempelajari, memahami, dan menghafal makharijul huruf dan sifatnya. Mempelajari tajwid dan tahsin merupakan ilmu dasar jika kita ingin membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Beliau mengajak peserta tahsin untuk menjawab di mana letak makharijul huruf yaitu tempat keluar huruf Al-Qur’an yang baik dan benar.

Salah satu peserta kajian tahsin, Cindi mengungkapkan kesan dan pesannya, “Senang Alhamdulillah, bisa menambah ilmu. Semoga kita semua yang mengikuti kajian tadi bisa mengamalkan ilmunya.” Ungkap Cindi. Acara diakhiri dengan sesi tanya jawab dari peserta. Kemudian dilanjutkan dengan kesimpulan kajian dari pembawa acara. Acara berlangsung dengan respon positif dari peserta dan ditutup dengan foto bersama secara virtual. (ZY – ICC Jurnalistik)

Penulis : Zahra Yumna Nasriyani

Editor : Dita Giani Jarkasih