4 pemberontakan daerah yang pernah terjadi di awal kemerdekaan

Upaya disintegrasi bangsa di Indonesia selalu terjadi bahkan sejak era kemerdekaan dulu. Disintegrasi pada dasarnya lahir karena ada rasa ketidakadilan. Indonesia merupakan negara majemuk dan memiliki berbagai macam suku bangsa sehingga upaya-upaya disintegrasi selalu terjadi meski tidak selalu berhasil semuanya. Kita memiliki ideologi Pancasila sebagai pemersatu bangsa sehingga persatuan dan kesatuan bangsa tetap terjaga hingga saat ini. Berikut ini contoh beberapa pemberontakan yang terjadi sepanjang sejarah awal kemerdekaan Indonesia. 1. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia di Madiun pada tahun 1948. Pemberotakan PKI Madiun dipimpin oleh Muso dengan alasan ingin membentuk Republik Soviet Indonesia karena hasil perjanjian Renvile merugikan Indonesia dan menguntungkan Belanda. Upaya penumpasan pemberontakan PKI Madiun 1948 dengan operasi militer yang dipimpin Kolonel Gatot Subroto. Muso berhasil ditembak mati pada 31 Oktober 1948 di Ponorogo. 2. Pembrontakan DI/TII Jawa Barat dipimpin oleh Maridjan Kartosuwiryo yang ingin memisahkan diri dari Indonesia dan membentuk Negara Islam Indonesia (NII). Kartosuwiryo sendiri adalah sahabat Soekarno namun punya misi dan ideologi berbeda tentang negara. Upaya penumpasan pemberontakan DI/TII Jawa Barat dilakukan dengan mengirimkan Pasukan Siliwangi dan melakukan Operasi Bharatayudha. Kartosuwiryo ditangkap di daerah Majalaya 4 Juni 1962 dan dieksekusi mati di Kepulauan Seribu. 3. Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah dipimpin oleh Amir Fatah yang dilandasi kekecewaan hasil perundingan Renvile. Bumiayu dipilih menjadi basis pertahanan DI/TII Jawa Tengah. Upaya penumpasan DI/TII Jawa Tengah dilakukan dengan membentuk Gerakan Banteng Negara dibawah komando Letkol Sarbini dan kemudian digantikan Lektol Bachrun. Amir Fatah berhasil ditangkap pada 22 Desember 1950.

4 pemberontakan daerah yang pernah terjadi di awal kemerdekaan
Tokoh pemberontakan era awal kemerdekaan (kiri ke kanan): Andi Azis, Kartosuwiryo, Kahar Muzakkar, Muso, Soumokil, Amir Fatah, Westerling
4. Pemberontakan DI/TII Aceh dipimpin oleh Daud Beureuh karena kekecewaannya terhadap penurunan status Aceh dari Daerah Istimewa menjadi keresidenan di bawah Sumatera Utara. Ia kemudian menjalin komunikasi dengan Kartosuwiryo dan pada 21 September 1953 mengeluarkan maklumat bahwa Aceh adalah bagian dari NII. Upaya pengendalian pemberontakan DI/TII Aceh dilakukan dengan musyawarah kerukunan rakyat Aceh yang dipimpin oleh Pangdam I Kolonel M. Yasin. 5. Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan dipimpin oleh Kahar Muzakkar karena kecewa tuntutan gerilyawan agar semua masuk TNI tidak dipenuhi. Ia mengajak pengikutnya masuk hutan dengan membawa senjata dan menyatakan pada 7 Agustus 1953 Sulawesi Selatan menjadi bagian dari NII pmimpinan Kartosuwiryo. Kahar Muakkar berhasil ditembak mati dalam operasi militer TNI pada 3 Februari 1965. 6. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) dipimpin Raymond Westerling yang didalangi oleh kaum kolonialis Belanda yang punya kepentingan ekonomi. Mereka berupaya mendirikan Negara Pasundan dengan APRA sebagai pasukan militer resmi, Upaya penyelesaian dilakukan dengan perundingan perdana menteri RIS dan komisaris tinggi Belanda serta operasi militer. Westerling berhasil melarikan diri ke luar negeri pada 22 Februari 1950. 7. Pemberontakan Andi Azis (pimpinannya) dilandasi tuntutan keamanan Negara Indonesia Timur hanya menjadi tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja dan menolak masuknya TNI/APRIS ke wilayah Sulsel. Andi Azis didakwa sebagai pemberontak dan pada akhirnya di tanggal 21 April 1950 Sukawati selaku Presiden NIT menyatakan diri bersedia bergabung dengan NKRI. 7. Pemberontakan Republik Maluku Selatan dipimpin oleh Soumokil yang menolak integrasi dan ingin mendirikan negara sendiri dan dilandasi kekhawatiran para mantan KNIL terkait status mereka di hasil Konferensi Meja Bundar.

Upaya perdamaian dilakukan dengan perundingan namun tidak berhasil sehingga dilanjutkan operasi militer dibawah komando Kolonel Kawilarang. Pada 28 September 1950 APRIS berhasil menguasi kembali Ambon namun para tokoh RMS melarikan diri ke Pulau Seram

  • Home
  • Materi
  • Wawasan Kebangsaan Pemberontakan di Daerah

DaftarCPNS.com

Materi – Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)

Pemberontakan-Pemberontakan di Daerah

Table of Contents

TWK – Pemberontakan-Pemberontakan Di Daerah

Berikut adalah beberapa pemberontakan yang pernah terjadi di daerah.

1. Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

di Bandung, pada 23 Januari 1950. Pemimpin: Raymond Pierre Westerling & Sultan Hamid II. Penyebab: kekhawatiran dibubarkan negara Pasundan, dukungan terhadap sistem federal, dan melindungi aset ekonomi Belanda.

Menyebabkan 79 anggota APRIS gugur, termasuk Letnan Lembong gugur dalam pertempuran itu.

2. Pemberontakan Andi Azis

di Makassar, pada 5 April 1950. Pemimpin: Andi Aziz. Penyebab: penolakan penggabungan TNI dan unsur eks-KNIL dan mempertahankan Negara Indonesia Timur (NIT) untuk tidak bergabung dengan NKRI.

Penumpasan pemberontakan ini dipimpin oleh Kolonel Alex Kawilarang.

3. Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

di Ambon, pada 25 April 1950. Pemimpin: Dr. Christian Robert Soumokil. Penyebab: Soumokil tidak setuju dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke dalam wilayah NKRI. Soumokil mendirikan Republik Maluku Selatan, ia mencoba untuk melepas wilayah Maluku Tengah dan NIT dari NKRI. Tindakan yang pertama dilakukan oleh pemerintah adalah permintaan menempuh jalur damai kepada RMS, namun ditolak mentah-mentah oleh Soumokil. Sehingga, pemerintah Indonesia melakukan ekspedisi militer dengan menunjuk Kolonel Alex Kawilarang dan Letkol Slamet Riyadi.

Kota Ambon dapat dikuasai oleh Indonesia pada November 1950. Soumokil dijatuhi hukuman mati.

4. Pemberontakan Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta)

di Indonesia bagian timur, pada 1 Maret 1957. Pemimpin: Komandan Ventje Sumual dan Letkol Daniel Julius Somba Penyebab: ketidakharmonisan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah terutama di Sulawesi.

Tuntutan dari Permesta adalah hasil sumber daya daerah digunakan untuk pembangunan daerah sebanyak 70 persen dan 30 persen untuk pemerintah daerah. Diselesaikan dengan Operasi Merdeka yang dipimpin oleh Rukminto Hendraningrat

5. Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

di Sumatra, pada 15 Februari 1958. Pemimpin: Letkol Achmad Husein Latar Belakang: kesenjangan ekonomi antara ekonomi pusat dan daerah Dibentuknya: Dewan Banteng yang dibentuk pada 20 Desember 1956 di Sumatera Barat oleh Kolonel Ismail Lengah (Ketua: Achmad Husein), Dewan Gajah yang dibentuk pada 22 Desember 1956 di Sumatera Utara oleh Kolonel Maludin Simbolon, dan Dewan Garuda yang dibentuk pada Januari 1957 di Sumatera Selatan oleh Letnan Kolonel Barlian. Diproklamirkan PRRI dengan PM Syafruddin Prawira Negara.

Operasi penumpasan: Operasi Tegas (dipimpin oleh Kaharuddin Nasution), Operasi 17 Agustus (Ahmad Yani), Operasi Saptamarga (Djatikusumo), Operasi Sadar (Ibnu Sutowo).

6. Peristiwa Madiun (Pemberontakan PKI)

Pemberontakan PKI di Madiun, merupakan pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia. Pemimpin: Amir Syarifudin dan Musso. Tujuan: Meruntuhkan pemerintah RI untuk kemudian diganti dengan pemerintah yang berdasar paham komunis. Pada 18 September 1948 PKI berhasil menguasai Madiun dan sekitarnya ke­ mudian mengumumkan berdirinya Soviet Republik Indonesia. Dalam usaha mengatasi keadaan, Panglima Jenderal Sudirman segera memerintahkan kepada Kolonel Gatot Soebroto di Jawa Tengah dan Kolonel Soengkono di Jawa Timur agar mengerahkan kekuatan TNI dan polisi untuk menumpas kaum pemberontak. Pada 30 September 1948

Seluruh kota Madiun dapat direbut kembali oleh TNI. Musso yang melarikan diri ke luar kota dapat dikejar dan ditembak TNI, sedangkan Amir Syarifuddin tertangkap di hutan Ngrambe, Grobogan, lalu dihukum mati.

7. Peristiwa G 30 S/PKI

Pada awal tahun 1960, kondisi ekonomi begitu memprihatinkan dan kondisi sosial politik penuh gejolak. Memanfaatkan situasi tersebut PKI berusaha menyusun kekuatan dan melakukan pemberontakan. Puncak ketegangan politik terjadi secara nasional pada dini hari 30 September 1965, yaitu terjadinya penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan Darat di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung. Para perwira TNI AD yang diculik dan dibunuh oleh sekelompok G 30 S/PKI dikenal dengan nama pahlawan revolusi. Berikut daftar nama pahlawan revolusi.Peristiwa pembunuhan oleh G 30 S/PKI juga terjadi di Yogyakarta, yang mengakibatkan gugurnya dua orang perwira TNI AD yaitu Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugiyono. Dalam peristiwa tersebut, Jenderal Abdul Haris Nasution berhasil meloloskan diri dari pembunuhan. Akan tetapi puteri beliau yang bernama Ade Irma Nasution tewas akibat tembakan para penculik.

Sebagai reaksi dari pemberontakan ini Presiden Soekarno memberi tugas kepada Mayor Jenderal Soeharto yang pada saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad, untuk memimpin operasi penumpasan terhadap Gerakan 30 September. Tindakan-tindakan yang dilakukannya adalah:

Letnan Jenderal Ahmad Yani Mayor Jenderal R. Suprapto Mayor Jenderal M.T. Haryono Mayor Jenderal S. Parman Brigadir Jenderal D.I. Panjaitan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo Letnan Satu Pierre Andreas Tendean Pada 1 Oktober 1965 Berhasil merebut kembali RRI dan Kantor Telekomunikasi. Pada 2 Oktober 1965 Operasi yang dilakukan oleh RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo berhasil menguasai beberapa tempat penting termasuk daerah sekitar Bandara Halim Perdanakusuma yang menjadi pusat kegiatan Gerakan 30 September. Pada tanggal 3 Oktober 1965

Dilakukan operasi pembersihan di daerah Lubang Buaya. Atas petunjuk seorang anggota polisi, akhirnya ditemukan sebuah sumur tua tempat jenazah para perwira Angkatan Darat dikuburkan.

8. Peristiwa DI/TII

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat Pada 7 Agustus 1949 Di Tasikmalaya, Jawa Barat, Kartosuwiryo memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia. Gerakannya dinamakan Darul Islam (DI) sedangkan tentaranya dinamakan Tentara Islam Indonesia (TII). Pembrontakan ini dikenal dengan nama Pemberontakan DI/TII. Gerakan ini dibentuk saat Jawa Barat ditinggal oleh pasukan Siliwangi yang berhijrah ke Yogyakarta dan Jawa Tengah. Dalam menghadapi aksi DI/TII, pemerintah mengerahkan pasukan TNI untuk menumpas gerakan ini. Pada 1960 Pasukan Siliwangi bersama rakyat melakukan operasi “Pagar Betis” dan operasi “Bratayudha”. Pada 4 Juni 1962 Kartosuwiryo beserta para pengawalnya dapat ditangkap oleh pasukan Siliwangi dalam operasi “Bratayudha” di Gunung Geber, daerah Majalaya, Jawa Barat. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah Pemimpin: Amir Fatah Wilayah: Brebes, Tegal, dan Pekalongan. Pada Januari 1950 Pemerintah melakukan operasi kilat yang disebut Gerakan Banteng Negara (GBN) untuk menumpas pemberontakan ini, di bawah pimpinan Letnan Kolonel Sarbini. Pemberontakan DI/TII di Aceh Pimpinan : Teuku Daud Beureuh Latar belakang: Daud Beureuh merasa kecewa karena status Aceh pada 1950, diturunkan dari daerah istimewa menjadi karesidenan di bawah Provinsi Sumatra Utara. Semula pemerintah menggunakan kekuatan senjata dalam menghadapi pemberontakan ini. Selanjutnya atas prakarsa Kolonel M. Yasin yang menjabat sebagai Pangdam 1/lskandar Muda, pada 17-21 Desember 1962 diselenggarakan “Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh” yang mendapat dukungan tokoh-tokoh masyarakat Aceh sehingga pemberontakan dapat dipadamkan. Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan Pimpinan: Kahar Muzakar Latar belakang: Pada 30 April 1950, Kahar Muzakar menuntut kepada pemerintah agar pasukannya dimasukkan ke dalam Angkatan Perang RIS (APRIS). Tuntutan ini ditolak karena harus melalui penyaringan. Untuk menghadapi pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan ini, pemerintah melakukan operasi militer. Pada Februari 1965, Kahar Muzakar berhasil ditangkap dan ditembak mati. Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan Pimpinan: lbnu Hajar

Pada awalnya pemerintah memberi kesempatan kepada lbnu Hajar untuk menyerah. Akan tetapi setelah menyerah, lbnu Hajar melarikan diri dan melakukan pemberontakan lagi. Selanjutnya, pemerintah mengerahkan pasukan TNI sehingga akhir tahun 1959, lbnu Hajar beserta seluruh anggota gerombolannya tertangkap.