4. apa saja tantangan yang dihadapi dalam menciptakan energi baru dan terbarukan di indonesia?

Antara - 25 September 2021 10:43 WIB

4. apa saja tantangan yang dihadapi dalam menciptakan energi baru dan terbarukan di indonesia?

PLTS. Foto ; Medcom/Annisa Ayu.

Makassar: Peneliti Senior Institute for Essential Services Reform (IESR), Handriyanti Diah Puspitarini mengatakan, pengembangan energi terbarukan di Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan baik dari sisi teknis, maupun dari segi regulasi, ekonomi, sosial dan lingkungan.

Menarut dia, kondisi itu terjadi karena peraturan belum secara komprehensif mengatur tarif, insentif, subsidi, dan pengurangan risiko yang berhubungan dengan segala aktivitas pengembangan energi baru terbarukan.


"Beberapa peraturan terkait, seperti tarif, sedang disiapkan tapi belum diluncurkan,” kata Handriyanti dikutip dari Antara, Sabtu, 25 September 2021. Selain itu, dari sisi investasi, lanjut Yanti, menjadi tantangan sendiri yaitu kurangnya ketersediaan pendanaan dari institusi keuangan lokal dan terbatasnya proyek energi terbarukan yang bankable atau memenuhi persyaratan bank untuk mendapatkan kredit usaha. Untuk mengatasi tantangan tersebut, menurut Yanti, diperlukan dukungan regulasi yang jelas terlebih dahulu. Selain itu, masyarakat juga perlu ditingkatkan kesadarannya untuk mendukung potensi energi terbarukan. Apalagi kedepan, listrik diproyeksikan menjadi sumber energi dominan pada sistem energi masa depan, karena adanya kendaraan listrik dan elektrifikasi sektor industri. Untuk itu, perlu dipastikan agar sumber energi dalam elektrifikasi sektor tersebut berasal dari energi yang ramah lingkungan. Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana mengatakan, dalam kajian ESDM dipaparkan bahwa solusi terkait teknis bisa ditemukan selama teknologi energi baru Indonesia ekonomis. “Karena kita punya teknologi dan sumber daya untuk menyerap emisi, kita dapat memaksimalkan apa yang kita miliki untuk menekan emisi,” ujar Dadan. Dadan mengungkapkan pula berkaitan dengan pendanaan proyek, saat ini justru banyak investor sudah mengantri untuk berinvestasi di energi terbarukan. Agar pembiayaan berjalan efektif, menurut Dadan saat ini pemerintah masih perlu membuat prioritas tentang jenis energi terbarukan yang akan dikembangkan. Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) Peraturan belum secara komprehensif mengatur tarif, insentif, subsidi, dan pengurangan risiko yang berhubungan dengan segala aktivitas pengembangan energi baru terbarukan. "Beberapa peraturan terkait, seperti tarif, sedang disiapkan tapi belum diluncurkan,” kata Yanti dalam acara yang diselenggarakan oleh Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan IESR tersebut. Selain itu, dari sisi investasi, Yanti kemudian memaparkan tantangan lainnya, yaitu kurangnya ketersediaan pendanaan dari institusi keuangan lokal dan terbatasnya proyek energi terbarukan yang bankable atau memenuhi persyaratan bank untuk mendapatkan kredit usaha. Menurut Yanti, untuk mengatasi tantangan tersebut diperlukan dukungan regulasi yang jelas terlebih dahulu. Selain itu, masyarakat juga perlu ditingkatkan kesadarannya untuk mendukung potensi energi terbarukan. "Kita akan memberikan fokus lebih luas terhadap PLTS. Sementara untuk proyek yang sudah ada seperti proyek panas bumi akan terus diekspansi, demikian juga untuk PLTA,” jelasnya. Senada dengan Dadan, CEO Pertamina Power Indonesia, Dannif Danusaputro membenarkan bahwa saat ini banyak pihak yang ingin berinvestasi dalam proyek EBT di Indonesia. Sebab, dukungan pendanaan dari investor makin terbatas untuk berinvestasi di proyek energi fosil dengan semakin menguatkan komitmen iklim banyak negara di dunia. “Masalahnya mereka mencari proyek yang sizenya cukup besar, dan kita belum terlalu banyak proyek dengan ukuran besar, katakanlah di atas 50 MW. Proyek yang di atas itu yang perlu dikembangkan agar bankable,” kata Dannif. (SAW)

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?

4. apa saja tantangan yang dihadapi dalam menciptakan energi baru dan terbarukan di indonesia?

4. apa saja tantangan yang dihadapi dalam menciptakan energi baru dan terbarukan di indonesia?

Pemerintah terus berupaya menambah pasokan energi baru dan terbarukan. FOTO/Istimewa

Pemanfaatan energi baru dan terbarukan (EBT) di masa mendatang menjadi suatu keniscayaan. Cepat atau lambat implementasi penggunaan energi bersih bakal terjadi seiring semakin berkurangnya cadangan bahan bakar fosil dari tahun ke tahun.Di sisi lain, para pemimpin global melalui Paris Agreement telah bersepakat untuk mengurangi emisi karbon yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil dan faktor lainnya. Di Indonesia, pemerintah telah berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 29% pada 2030.Sektor energi yang merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar kedua di Indonesi setelah sektor kehutanan. Berdasarkan catatan kementerian energi dan sumber daya mineral (ESDM), sektor energi menghasilkan emisi GRK sebesar 453,2 juta ton CO2, di bawah sektor kehutanan yang sebesar 647 juta ton CO2.Pemerintah telah menargetkan akan menurunkan emisi GRK sektor energi menjadi sebesar 314-398 juta ton CO2 pada sembilan tahun mendatang. Beberapa strategi dilakukan di antaranya dengan mengembangkan EBT, konservasi energi dan penerapan teknologi bersih.Dari sisi pasokan, saat ini bauran energi nasional masih didominasi oleh bahan bakar fosil yakni batu-bara yang di antaranya untuk menyuplai bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dengan porsi 38%, kemudian minyak bumi (31,6%), EBT (11,2%) dan gas alam (19,2%).Masih rendahnya bauran EBT pada keseluruhan pasokan energi nasional memerlukan upaya keras untuk meningkatkannya. Apalagi lama kelamaan, masyarakat kian sadar akan pentinynya energi bersih dan ramah lingkungan.Selain itu, menilik potensi EBT yang ada di Tanah Air, bukan mustahil penggunaan energi hijau ke rumah-rumah tangga maupun industri bakal semakin besar. Lihat saja misalnya potensi panas bumi yang mencapai 23.900 mega watt (MW) baru termanfaatkan sebesar 2.130 MW atau sekitar 8,9% saja. Begitupun tenaga matahari sampai saat ini baru termanfaatkan 182,3 MW dari potensi yang ada sebesar 207.800 MW. Pasokan EBT dari samudera seperti arus laut juga bahkan sama sekali belum dimanfaatkan meski potensinya lumayan besar yakni sekitar 17.900 MW.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah memang telah mulai memanfaatkan potensi EBT dari angin dan sampah. Namun, kedua sumber energi ini masih belum dominan. Angin yang dimanfatkan melalui PLTB baru sekitar 154 MW, sedangkan sampah baru sekitar 1.916 MW. Bandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara yang sudah mampu memproduksi listrik sebesar 34.668 MW. Jumlah tersebut berpotensi terus bertamhah karena sejumlah pembangkit baru termasuk dari pembangkit listrik swasta (IPP) yang bermunculan dan akan memasuki tahapan komersial.

  • ruu ebt
  • investasi ebt
  • ketenagalistrikan
  • bauran energi
  • cadangan energi

Senin, 15 Juni 2020 | 10:05 WIB | Humas EBTKE

4. apa saja tantangan yang dihadapi dalam menciptakan energi baru dan terbarukan di indonesia?

JAKARTA – Indonesia kini mulai memasuki era new normal atau tatanan kenormalan baru yang menuntut masyarakat untuk mengubah kebiasaan dan perilaku yang baru berbasis pada adaptasi untuk membudayakan perilaku hidup bersih sesuai protokol kesehatan untuk tetap menjalankan aktivitas normal guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Pandemi Covid-19 dan perubahan tatanan tersebut tentu berdampak luas bagi banyak sektor. Pasalnya berubahnya aktivitas masyarakat tersebut membuat dunia usaha sepi, seperti bidang pariwisata, transportasi online, penjuaan retail dan tentu di sektor energi.

Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang cukup signifikan bagi kondisi keenergian tanah air termasuk energi baru dan terbarukan (EBT), tak hanya terjadi di indonesia tetapi juga terjadi secara mengglobal. Merujuk pada studi internasional, saat ini terjadi penurunan konsumsi listrik 3 - 10% bahkan ada yang lebih. Khusus di Indonesia, informasi yang diperoleh dari PT. PLN khusus untuk Pulau Jawa hampir 10% tingkat penurunannya.

“Kita harus memahami kondisi ini dan tentu nya perlu kita sikapi secara bijak, semua orang perlu memahami kondisi tidak normal meskipun kita harus belajar dalam kondisi new normal karena banyak hal yang berubah. Pemerintah sedang upayakan menggali demand EBT untuk pengembangan klaster ekonomi maritim. Lebih baik melihat peluang kedepan (untuk ketahanan energi nasional), daripada selalu terbelenggu dengan tantangan yang lama. Cukuplah tantangan tersebut menjadi bahan belajar kita bersama, untuk bisa bangkit dari berlari lebih cepat lagi,” ujar Harris Yahya, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Kementerian ESDM ketika menjadi narasumber pada gelaran webinar yang diselenggarakan Energy Academy Indonesia (ECADIN) bersama GIZ Energy Programme Indonesia Kamis lalu (11/6).

4. apa saja tantangan yang dihadapi dalam menciptakan energi baru dan terbarukan di indonesia?

Dalam dialog interaktif online tersebut, Harris menyoroti upaya Kementerian ESDM saat ini dalam mengurangi subsidi jangka panjang, menurunkan biaya listrik dan meningkatkan peran energi terbarukan. Ia mengungkapkan bahwa saat ini bauran energi baru sampai di angka 9,15%, namun tren nya naik dalam 10 tahun ini cukup tinggi. Bahwa ada progress yang terlihat, walau capaian 23% masih jauh. Di sektor pembangkit juga mengalami kenaikan cukup signifikan, dari sekitar 5.800 MW di tahun 2008 menjadi sekitar 10.300 MW di tahun 2019.

“Kita berharap di tahun-tahun ke depan, akselerasi bisa lebih dipercepat, sehingga target 9.000 MW di tahun 2024 akan kita capai dengan penekanan di hidro 3.900 MW, bioenergi 1.200 MW, panas bumi 1.000 MW dan panel surya 2.000 MW menjadi mungkin. Satu kondisi yang memperlihatkan bahwa kita saat ini fokus mengembangkan EBT termasuk yang intermiten. Solar PV atau panel surya kita lihat secara global harganya semakin turun, biaya implementasi nya juga semakin murah”, kata Harris.

Untuk mengembangkan EBT di indonesia dilakukan melalui komersial dan non komersial. Untuk yang komersial, kaitannya dengan bagaimana berkontrak dengan PLN, kaitannya dengan pelaku usaha untuk bisa berproduksi. Dan yang non-komersial bagaimana Pemerintah memberikan pilot project agar EBT bisa dicontoh kemudian bisa dikomersialkan secara baik. Harris mengatakan saat ini Kementerian ESDM, khususnya Direktorat Jenderal EBTKE sedang berproses untuk restructure dan refocusing karena selama ini perkembangan memang belum begitu drastis untuk EBT. Meskipun naik tetapi masih ada usaha yang harus lebih gigih lagi khususnya terkait dengan implementasi penganekaregaman.

“Kalau selama ini kan kita fokus RUPTL PLN, sementara kita punya peluang besar dan mungkin bisa sebesar yang sekarang dikembangkan oleh PLN yaitu potensi demand yang bisa dioptimalkan. Maksudnya diluar dari apa yang sudah direncanakan PLN, harus dicermati pula ada potensi yang bisa dikembangkan. Contohnya di Kalimantan Utara ada potensi EBT yang sangat besar jika dikembangkan bisa mencapai 9.000 MW hanya dengan mengimplementasikan PLTA secara cash cap didalam satu aliran sungai, dan problemnya di Kaltara belum cukup demand untuk menyerap energi itu, jadi perlu ada program yang bisa mengintegrasikan demand dan supply, ini yang coba kita pikirkan bagaimana untuk mengimpelentasikannya”, ujar Harris.

Lebih lanjut Harris mengungkapkan bahwa pihaknya saat ini sedang berdiskusi tapi serius, dengan tim dari Australia, yang sedang menjelajah kemungkinan pembangunan pembangkit PLTA di daerah Papua dengan total kapasitas 20.000 MW. Juga sedang berproses untuk membuat pilot project dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mendukung PLTS cold storage yang ada di KKP, yang selama ini masih mengandalkan pasokan listrik dari PLN. Hal ini berpeluang penghematan melalui pemanfaatan EBT.

“Jadi bisa dibayangkan saat ini, jika dikumpulkan pembangkit hydro kita itu belum sampai 10.000 MW. Ini adalah peluang-peluang yang bisa diakselerasi dengan semakin besarnya perhatian kita kepada energi bersih termasuk air, surya, angin, dan bioenergi. Hal itu akan memberikan manfaat yang luar biasa kepada bangsa dan negara, tentunya perlu dukungan kita bersama” pungkas Harris. (RWS)

*Webinar dengan topik "From Islands to Corporate Boardrooms: How Renewable Energy Can Boost Indonesia's Businesses and Drive Economic Growth", dapt disaksikan kembali di kanal YouTube ECADIN melalui link berikut ini : tiny.cc/Webinar_11 Juni