Wabah apa yang terjadi pada masa khalifah umar bin khatab

Pada masa Umar bin Khattab juga pernah terjadi wabah bernama Qu’ash, wabah yang melanda Syam

Tidak ada yang mengetahui apa yang akan terjadi selain Allah. Siapa sangka wabah corona yang kita alami saat ini juga pernah terjadi pada masa khalifah Umar bin Khatthab. Wabah ini dikenal dengan sebutan Qu’ash. Wabah Qu’ash ini tepatnya menyerang negeri Syam sekitar tahun 18 Hijriyah. Dengan kondisi yang sama dan penanganan yang sama.

Dikisahkan dalam sebuah hadis. Kala itu, Umar bin Khatthab dan pasukannya sedang dalam rihlah menuju Syam. Ketika beliau telah sampai di suatu daerah bernama Sargha, beliau bertemu dengan panglima bernama Abu ‘Ubaidah bersama sahabat-sahabatnya. Abu’ Ubaidah mengabarkan kepada khalifah Umar dan rombongannya bahwa negeri Syam sedang terkena wabah.

Kemudian Khalifah Umar memanggil para pendahulu kaum Muhajirin dan meminta pendapat mereka mengenai hal ini. Mereka pun berselisih pendapat. Sebagian yang lain berkata, “Engkau telah keluar untuk sesuatu yang penting, maka dari itu engkau tidak perlu menarik diri (pulang).” Sedangkan sebagian yang lain berkata, “Engkau kemari bersama manusia dan beberapa sahabat Rasulullah, maka janganlah engkau menghadapkan mereka dengan masalah (wabah) ini.”

Setelah bermusyawarah dengan pendahulu kaum Muhajirin, Umar memanggil para pendahulu kaum Anshar. Mereka berpendapat dan berselisih pendapat sama halnya dengan kaum Muhajirin. Usai itu, Khalifah kedua ini memanggil tokoh Quraisy yang telah berhijrah ketika Fathu Makkah. Di antara mereka tidak ada yang berselisih, kecuali dua orang yang berkata, “Kami berpendapat agar engkau kembali bersama mereka dan tidak menghadapi wabah ini.”

Setelah itu, Umar bin Khattab berseru, “Sesungguhnya aku akan bangun pagi hari di atas pelana (akan kembali di pagi hari), bangunlah kalian di pagi hari.” Abu ‘Ubaidah bertanya, “Apakah engkau akan lari dari takdir Allah?” Kemudian khalifah Umar membenarkannya dengan berkata, “Kalau saja bukan kamu yang berkata, wahai Abu ‘Ubaidah! Ya benar, kami lari dari takdir Allah menuju pada takdir yang lain.”

Selanjutnya khalifah Umar membuat perumpamaan, “Bagaimana pendapatmu, jika kamu memiliki seekor unta kemudian tiba di sebuah lembah yang mempunyai dua daerah, yang satu subur dan yang lainnya kering, tahukah kamu jika membawa untamu ke daerah yang subur, maka kamu membawanya pada takdir Allah. Dan apabila kamu membawanya ke daerah yang kering, maka kamu membawanya pada takdir Allah yang lain juga.”

Kemudian datang Abdurrahman bin ‘Auf, beliau tidak hadir dalam musyawarah karena ada keperluan, dia berkata, “Saya memiliki kabar tentang ini dari Rasulullah, bahwa Rasulullah bersabda, “Jika kalian mendengar suatu negeri terjangkit wabah, maka janganlah kalian menuju ke sana, namun jika kalian berada di dalam negeri yang terjangkit wabah, maka janganlah kalian keluar dan lari darinya.”

Dikabarkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa setelah itu khalifah Umar memuji Allah dan pergi. Wabah penyakit lepra juga pernah menjangkit ketika masa hidup Rasulullah. Rasulullah juga menasehati agar masyarakat menjauhi penyakit lepra tersebut. Imam Bukhari meriwayatkan, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah bersabda, “Jauhilah orang yang terkena lepra, seperti kamu menjauhi singa.”

Ketika penyakit lepra menjangkit masyarakat, banyak sahabat Rasul yang tertular penyakit tersebut. Di antara sahabat Rasulullah tersebut yaitu, Mu’adz ibn Jabbal, Abu ‘Ubaidah, Syarhbil ibn Hassanah, Al-Fadl ibn Abbas ibn Abdul Muthalib. Oleh karena itu, Rasulullah mengeluarkan kebijakan yang saat ini kita kenal dengan istilah lockdown. Yaitu agar kita menjauhi daerah yang terkena wabah dan tidak keluar dari daerah yang terkena wabah, jika kita berada di dalamnya.

Dan banyak riwayat juga yang menyebutkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda, bahwa setiap muslim yang meninggal dikarenakan penyakit lepra, maka dia mati syahid. Hal ini bisa kita qiyas-kan dengan yang kita alami sekarang. Semoga saudara muslim kita yang meninggal karena wabah corona ini, dapat ditempatkan di tempat terbaik, yaitu di sisi Allah swt. Amin. (AN)

Kisah ini disarikan dari Shahih Bukhari, Kitab Pengobatan, Bab Lepra (Kusta), No. 5288

JAKARTA─ Pandemi Virus Covid-19 masih belum usai, bahkan jumlah penderitanya dikabarkan terus bertambah. Pertambahan kasus baru Covid-19 di Indonesia terus menanjak dan terus memecahkan rekor. Kondisi ini tentu sangat memperihatinkan kita semua. Lantas apa yang bisa kita lakukan?

Jika menilik kisah yang sudah lalu, kejadian virus yang mewabah ini ternyata tidak hanya terjadi di era modern ini, namun pada masa lampau pun kejadian serupa pernah menimpa umat manusia.

Saat zaman kekhalifahan Umar bin Khattab misalnya, tepatnya ketika Umar ingin melakukan suatu kunjungan ke negeri Syam yang saat itu penduduknya sedang terjangkit wabah virus penyakit.

Anggota komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia, KH Nurul Irfan, menjelaskan peristiwa kunjungan Umar ke negeri Syam ini. Umar sebagai pemimpin kala itu, mengambil keputusan yang bijak dan tepat bagi umat. Kebijakan umar saat terjadi virus adalah tidak memasukki negeri saat terjadi thaun (wabah). Tentunya keputusan ini diambil setelah melakukan musyawarah dengan yang lainnya.

Awalnya musyawarah berjalan penuh berdebatan. Sebagian sahabat menyarankan untuk tetap melanjutkan perjalanan sebagai menjalankan perintah Allah SWT, sedangkan sahabat lain menyarankan untuk menunda perjalanan ke Syam.

Berbagai pendapat dikemukakan dalam musyawarah tersebut, salah seorang sahabat mengatakan, Jika Umar tidak melanjutkan perjalanan ke negeri Syam, maka ia termasuk lari dari takdir Allah. Tapi ada sahabat lainnya yang mendukung Umar seperti Aburrahman bin ‘Auf.

Dalam kondisi penuh perdebatan, Aburrahman bin ‘Auf meyakinkan Umar untuk tidak melanjutkan perjalanan dengan mengutip hadits Nabi.

إذا سَمِعْتُمْ بالطَّاعُونِ بأَرْضٍ فلا تَدْخُلُوها، وإذا وقَعَ بأَرْضٍ وأَنْتُمْ بها فلا تَخْرُجُوا مِنْها

Apabila kalian mendengar wabah thaun melanda suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Adapun apabila penyakit itu melanda suatu negeri sedang kalian-kalian di dalamnya, maka janganlah kalian lari keluar dari negeri itu.” (HR Bukhari dan Muslim).

Baca Juga  BAYAN (PENJELASAN) MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI)

Kiai Nurul menjelaskan pada zaman Rasulullah dahulu, semasa Rasulullah hidup belum ada wabah virus yang menjangkiti dan menyebar di tengah-tengah manusia. Mungkin saja Rasulullah meriwayatkan ini karena tahu bahwa wabah penyakit menular itu ada dan sebagai langkah antisipasi bila terjadi di masa mendatang beliau meriwayatkan ini. Wallahu a’lam.

Selain itu, terdapat pula hadits Nabi yang diriwayatkan Abu Hurairah RA berbunyi:

لاَ يُوْرِدُ مُمْرِضٌ عَلَى مُصِحٍّ

Artinya: ‘’ “Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit.’’ (HR Ibnu Majah)

Menurut Kiai Nurul, pengertian dari hadits ini, bahwa hewan yang sakit seperti unta saja tidak boleh dicampur baur.

Hal ini pun berlaku pada manusia, bila ada yang sakit apalagi dan sakitnya tersebut menular, jangan ada campur baur dengan orang yang sedang sakit ataupun orang yang berkontak dengannya sampai keadaan betul-betul pulih karena khawatir penyakit tersebut akan menulari yang lain.

Dia menjelaskan, adapun bila kita yang terjangkit wabah penyakit tersebut, jangan panik atau pun bersedih hati karena semuanya ini sudah menjadi ketetapan-Nya yang belum kita ketahui apa hikmah dibalik musibah tersebut. Tetap melakukan ikhtiar untuk penyembuhan dan berdoa kepada Allah agar segara diberi nikmat sehat.

Baca Juga  Gernas MUI Buka Layanan Konsultasi Agama Terkait Covid-19

Rasulullah pernah mengajarkan cara untuk menolak bala dari bahaya suatu penyakit, berikut ini adalah doanya:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَرَصِ وَالْجُنُونِ وَالْجُذَامِ وَسَيِّئِ الأَسْقَامِ مِثْلَ.

‘’Ya Allah aku berlindung kepadamu dari penyakit belang, gila dan kusta, serta penyakit lain yang mengerikan.’’

Demikian kisah Umar di atas, hendaknya dapat kita jadikan sebuah pembelajaran yang berharga. Sebagai seorang pemimpin, umar menimbang manfaat dan mudharat bagi umat jika ia terus melanjutkan perjalanan ke negeri yang sedang ada wabahnya tersebut.

Oleh sebab itu, tindakan tegas Umar ini mungkin bisa kita tiru dengan tidak berpergian ke luar kota atau negeri yang terindikasi tinggi angka penyebaran virusnya. Dari kisah Umar ini, semoga kita semua dapat mengambil ibrahnya. Wallahu a’lam bisshowab. (Hurryyati Aliyah/ Nashih)

Jakarta -

Wabah penyakit juga pernah terjadi di masa Khulafaur Rasyidin Umar bin Khattab, tepatnya pada bulan Rabiul Awwal tahun kedelapan hijriyah. Umar sempat berdebat dengan Abu Ubaidah, Gubernur Syam soal wabah penyakit dan takdir.

Wabah terjadi di wilayah Saragh, sebuah daerah di Lembah Tabuk dekat Syam. Awalnya sang Amirul Mukminin itu berencana melakukan kunjungan ke Syam yang ketika itu sudah bergabung dengan kekuasaan Islam. Sampai di Saragh, dia bertemu dengan Abu Ubaidah bin Al-Jarrah yang ketika itu disebut menjabag Gubernur Syam.

Abu Ubaidah memberitahu Umar bahwa wilayah Syam sedang terjadi wabah penyakit. Mendapat kabar tersebut Umar memutuskan berhenti di Saragh.

Abdullah Ibnu Abbas seperti diriwayatkan dalam hadits Abdurrahman bin Auf menceritakan bahwa ketika itu Umar meminta dipanggilkan beberapa Muhajirin sepuh. Dikutip dari Kitab Al Lu'lu wal Marjan karya Muhammad Fuad Abdul Baqi, Umar kemudian berdiskusi dengan tokoh-tokoh senior Muhajirin.

Terjadi perdebatan antara tokoh senior Muhajirin dengan Umar bin Khattab. Ada yang menyarankan agar Umar tetap melanjutkan perjalanan ke Syam, tak sedikit yang meminta Singa Padang Pasir itu kembali ke Madinah.

Tak ada titik temu, pertemuan itu pun dibubarkan. Umar kemudian minta Ibnu Abbas untuk memanggil orang-orang Anshar. Lagi-lagi tak ada titik temu karena terjadi perdebatan soal perlu tidaknya Umar pergi ke Syam.

"Sekarang tinggalkan saja aku. Tolong panggilkan aku sesepuh Quraisy yang dulu hijrah pada peristiwa penaklukkan Makkah," kata Umar kepada Ibnu Abbas.

Ibnu Abbas pun memanggil tokoh Quraiys yang dimaksud Umar dan ternyata tinggal dua orang saja. Kepada Umar mereka menyarankan agar mengurungkan niat untuk mendatangi Syam mendatangi daerah yang terkena wabah penyakit.

Umar sepakat dan kembali ke Madinah. "Aku akan berangkat besok pagi (ke Madinah) mengendarai tungganganku, maka kalian pun berangkat besok pagi mengendarai tunggangan kalian," kata Umar.

Abu Ubaidah bin Al-Jarrah tak sepakat dengan keputusan Umar tersebut. "Apakah Engkau ingin lari dari takdir wahai Amirul Mukminin?" kata Abu Ubaidah.

"Ya, kita akan lari dari takdir Allah menuju takdir Allah yang lainnya," Jawab Umar bin Khattab.

Umar masih berusaha meyakinkan pilihannya kepada Abu Ubaidah. Hingga kemudian datanglah Abdurrahman bin Auf yang menjelaskan bahwa apa yang akan dilakukan Umar, persis dengan sabda Rasulullah SAW:

"Apabila kalian mendengar ada suatu wabah di suatu daerah, maka janganlah kalian mendatanginya. Sebaliknya kalau wabah tersebut berjangkit di suatu daerah sedangkan kalian berada di sana, maka janganlah kalian keluar melarikan diri darinya."

Umar bin Khattab kemudian meminta Abu Ubaidah untuk meninggalkan Syam. Namun Abu Ubaidah menolak dan tetap tinggal di Syam. Dia kemudian terkena wabah dan meninggal dunia. Muaz bin Jabal yang menggantikan Abu Ubaidah sebagai Gubernur Syam juga meninggal dunia terkena wabah.

Wabah penyakin di Syam baru mereda setelah Amr bin Ash menjabat gubernur. Dia mencoba menganalisa penyebab munculnya wabah dan kemudian melakukan isolasi, orang yang sakit dan sehat dipisahkan. Wabah penyakit di Syam pun perlahan-lahan mulai hilang.

Metode isolasi atau karantina yang sekarang lebih dikenal dengan 'lockdown' seperti yang diterapkan di masa sahabat Nabi kini dianjurkan. Hal ini untuk mencegah penyebaran virus corona atau Covid-19.

Pemerintah: Virus Corona Rentan dan Mudah Hancur dengan Sabun:

[Gambas:Video 20detik]

(erd/nwy)