Upaya upaya apa yang saudara tawarkan agar buah dalam negeri mampu bersaing

Liputan6.com, Jakarta Pemberlakuan pasar bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah di depan mata. Produk barang dan jasa Indonesia akan bersaing dengan barang dan jasa dari negara lain yang berada di kawasan Asia Tenggara. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kemenperin Harris Munandar mengatakan, agar bisa bersaing dengan negara lain, ada lima kunci utama yang harus dipenuhi di dalam negeri.

Pertama, Indonesia harus mampu melakukan subsitusi bahan baku, barang dan jasa impor. Kedua, peningkatan kemampuan logistik yang diiringi dengan penurunan ongkos distribusi.

Ketiga, adanya bunga kredit perbankan yang rendah sehingga industri di dalam negeri bisa mengembangkan kegiatan bisnisnya. Keempat, pekerja lokal tidak lagi melakukan aksi-aksi tuntutan kenaikan upah. Kelima, pekerja lokal meningkatkan produktivitas sehingga tidak kalah dibandingkan pekerja asing. "Buruh jangan lagi kontraproduktif, karena kalau satu hari saja pabrik berhenti daya saingnya menurun, pengiriman barang terganggu otomatis menurunkan daya saing kita," kata dia.

Saat berlangsungnya MEA nanti, kata Harris, pemerintah tidak bisa lagi berbuat banyak untuk melindungi produk lokal dengan insentif dan sebagainya. Itu karena ada aturan-aturan regional yang mengatur hal tersebut dan harus diikuti seluruh anggota ASEAN.

"Kalau nanti MEA sudah berlaku ada aturan mainnya, kita tidak boleh lagi berikan subsidi. Sepanjang masih dalam koridor mungkin masih bisa. Nanti kita lihat lagi, tidak bisa berikan sembarang insentif," katanya.

Sebelumnya, Harris telah memastikan tidak akan tinggal diam untuk mendukung daya saing produk dan industri di dalam negeri.

Salah satunya dengan mendorong pengembangan industri hijau yang menerapkan upaya efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya yang berkelanjutan.

Pengembangan industri hijau dapat dilakukan dengan berbagai macam strategi, seperti penerapan produksi bersih, konservasi energi, efisiensi sumber daya, eco-design, proses daur ulang dan low carbon technology.

"Melalui penerapan industri hijau, maka akan terjadi efisiensi pemakaian bahan baku, energi dan air sehingga limbah maupun emisi yang dihasilkan menjadi minimal. Dengan demikian, proses produksi akan menjadi lebih efisien dan meningkatkan daya saing produk industri," ungkapnya. Harris menjelaskan, pengembangan industri hijau juga merupakan salah satu usaha untuk mendukung komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 persen pada 2020. Diharapkan angka ini mampu mencapai 41 persen dengan bantuan internasional. "Komitmen ini membutuhkan usaha dan tindakan nyata yang menyeluruh, mencakup seluruh sektor pengemisi gas rumah kaca pada sektor-sektor produksi dan konsumsi prioritas untuk tindakan mitigasi dan adaptasi termasuk sektor industri," jelasnya. Menurut Harris, Kemenperin juga telah memberikan beragam insentif kepada pelaku industri untuk penunjang pengembangan program ini seperti memberikan keringanan berupa potongan harga untuk pembelian mesin baru pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT), alas kaki dan gula.

"Program yang dilaksanakan sejak 2007 ini telah memberikan dampak yang signifikan berupa penghematan penggunaan energi sampai 25 persen, peningkatan produktivitas sampai 17 persen, peningkatan penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan efektivitas giling pada industri gula," tandas dia. (Dny/Nrm)*

Upaya pemerintah dan seluruh stakeholders industri di dalam negeri dalam mendorong penggunaan produksi dalam negeri melalui program Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN) sampai kini belum juga memberikan hasil yang memuaskan. Mengapa hal ini bias terjadi? Padahal kampanye penggunaan produksi dalam negeri sudah didengungkan pemerintah sejak puluhan tahun yang lalu.

Tentu banyak jawaban atas pertanyaan itu, namun kalau kita ingin mendapatkan jawaban yang jujur, maka harus kita akui bahwa ketidakberhasilan dari program P3DN selama ini kalau tidak mau disebutkan sebagai kegagalan terjadi akibat masalah mendasar yang selama ini melingkup bangsa ini, yaitu masih lemahnya komitmen bangsa ini terhadap produk dalam negeri.

Pokok permasalahannya adalah mental atau pola pikir bangsa yang tidak akan dapat diatasi dengan hanya sekedar kampanye yang sifatnya sebagai himbauan, diperlukan upaya yang lebih konkrit dari hanya sekedar himbauan, upaya yang lebih tegas dan menggigit, kalau perlu disertai dengan sanksi bagi mereka yang tidak menjalankannya.

Tampaknya sudah menjadi sifat dasar bangsa Indonesia kalau menjalankan program hanya sekedar kampanye yang bentuknya berupa himbauan, tingkat efektifitas tidak akan terlalu tinggi. Bangsa ini tampaknya lebih membutuhkan program yang tidak hanya sekedar berbentuk kampanye, tetapi lebih dari itu berupa kebijakan pemerintah yang jelas, tegas dan mantap yang memiliki paying hokum yang kuat. Dalam hal ini program P3DN sebaiknya tidak hanya kampanye tetapi lebih konkrit lagi dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan, kalau perlu sedikit memaksa yang dilengkapi dengan sanksi, agar bangsa ini mau menggunakan produksi dalam negerinya.

Program P3DN yang konkrit sebetulnya tidak lain upaya untuk memanfaatkan potensi pasar domestic yang sangat besar. Dengan jumlah penduduk yang kini lebih dari 220 juta jiwa, pasar domestic merupakan pasar yang sangat potensial dan kalau dimanfaatkan dengan baik dapat menjadi starting point yang sangat ampuh dalam upaya mendorong pengembangan industry di dalam negeri.

Dengan kata lain, pasar domestic bias menjadi pijakan atau tumpuan awal dalam pengembangan industry sebelum melangkah lebih jauh ke pasar ekspor. Potensi pasar domestic harus benar-benar dapat dimanfaatkan untuk mendukung dan mendorong pengembangan industry nasional. Pola seperti itu sudah terbukti sangat mujarab dan sudah sejak lama dilakukan oleh pemerintah Negara lain yang kini berhasil mengukuhkan dirinya sebagai Negara industry yang kuat seperti Jepang, Korea, dan Cina.

Bagi Indonesia, upaya pengembangan industry dalam negeri dewasa ini menjadi jauh lebih kompleks dan lebih berat tantangannya ketimbang upaya pengembangan industry yang dilakukan puluhan tahun yang lalu. Sebab sudah bermunculan Negara-negara industry baru yang merupakan pesaing hebat bagi industri nasional.

  Negara-negara tersebut yang sudah sukses memanfaatkan pasar domestiknya dan telah mencapai skala ekonomi dengan memanfaatkan pasar domestiknya, kini mau tidak mau harus berorientasi ke luar dengan menggarap pasar ekspor agar keuntungan yang diperolehnya menjadi lebih optimal. Kondisi tersebut telah mengakibatkan dampak yang sangat besar bagi upaya pengembangan industry di Indonesia sebagai salah satu negara yang kini menjadi target pasar oleh negara-negara industri baru tersebut.

Tidak heran apabila pasar domestik kini makin dibanjiri oleh produk impor tersebut sebetulnya bentuk lain dari ketidak konsistenan bangsa Indonesia sendiri terhadap program P3DN-nya. Kalau program P3DN sudah dilaksanakan secara konsisten dan mantap sejak jauh-jauh dari sebelumnya, maka tidak akan mungkin terjadi banjir produk impor. Kini kondisinya menjadi berat karena produk impor begitu leluasanya memasuki pasar dosmetik.

Apalagi produk impor itu tidak hanya leluasa masuk ke pasar domestic secara legal, tetapi juga dengan leluasanya masuk secara illegal alias penyelundupan, baik penyelundupan administratif  dengan merekayasa dokumen impor  (prakter under invoice, undertonnage, dll) maupun penyelundupan fisik dengan memanfaatkan kelengahan aparat negara di pelabuhan ataupun melalui entry point yang luput dari pengawasan aparat.

Membanjirnya produk impor, baik secara legal maupun illegal, telah membuat upaya pemerintah dan seluruh komponen bangsa ini dalam menjalankan program P3DN menjadi semakin berat. Lebih-lebih bagi kalangan pelaku industri, maraknya produk impor ini makin memperberat beban mereka karena pangsa pasar mereka didalam negeri semakin terkikis, sehingga di pasar dalam negeri saja yang seharusnya menjadi captive market tidak mampu mencapai skala ekonomi yang memadai, apalagi untuk menembus pasar ekspor yang persaingannya sangat ketat.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut diatas diperlukan upaya yang komprehensif menyangkut pelaksanaan program P3DN dan upaya pemberantasan impor ilegal secara bersamaan. Untuk itu pemerintah c. q. Departemen Perindustrian telah mengeluarkan kebijakan pengutamaan penggunaan produksi dalam negeri melalui konsep Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) serta melakukan koordinasi dengan berbagai instansi terkait dan seluruh stakeholders industry nasional dalam rangka menyusun Action Plan (rencana aksi) pemberantasan penyelundupan.

Pemberantasan Penyelundupan

Sementara itu, untuk mengatasi penyelundupan yang belakangan ini kian meningkat, pemerintah sebetulnya telah secara serius melakukan upaya pencegahan dengan melibatkan lintas instansi seperti Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Ditjen Bea Cukai, Bareskrim POLRI, Kejaksaan, Mabes TNI, Badan Intelijen Nasional (BIN).

Pemerintah akan tetap mengandalkan aparat Kepolisian RI dan Bea Cukai sebagai ujung tombak dalam pemberantasan kasus penyelundupan. Sementara itu, komponen lainnya termasuk instansi pemerintah dan kalangan asosiasi industry bertindak sebagai penunjang dengan memberikan informasi yang tepat dan benar kepada aparat POLRI dan Bea Cukai.

Kasus penyelundupan yang sudah berlangsung sejak lama belakangan ini mengalami eskalasi yang cukup memprihatinkan dan kini sudah mencapai tingkat yang sangat membahayakan perekonomian nasional, khususnya bagi kalangan pelaku industri di dalam negeri.

Hilangnya penerimaan pajak oleh Negara akibat kasus penyelundupan itu umumnya terjadi melalui impor ilegal produk-produk tertentu. Seperti produk berbasis baja, TPT, keramik, elektronika, sepatu, dan produk mainan. Selain mengakibatkan kerugian terhadap penerimaan Negara, kasus penyelundupan ini juga mengakibatkan kerugian lainnya terhadap perekonomian nasional, yaitu berupa Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karyawan di sejumlah industry, penurunan daya saing dan lain-lain.

Dengan keluarnya berbagai peraturan pemerintah mengenai penggunaan produksi dalam negeri serta langkah-langkah konkrit dan koordinatif antara instansi untuk mencegah masuknya berbagai produk ilegal, diharapkan produk dalam negeri dapat berjaya di pasar lokal dan bersaing di pasar global.