Tuliskan alasan A.H. Nasution memerintahkan pasukannya dan masyarakat membumihanguskan Bandung utara

Oleh:

kemdikbud Peristiwa Bandung Lautan Api

Bisnis.com, JAKARTA - Hari ini, 76 tahun lalu merupakan hari bersejarah di Indonesia, yakni munculnya Peristiwa Bandung Lautan Api.

Mengutip Kemdikbud.go.id Peristiwa Bandung Lautan Api terjadi setelah Indonesia meraih kemerdekaan. Meski dinyatakan merdeka, kondisi keamanan dan pertahanan Indonesia masih belum benar-benar stabil, dimana perebutan kekuasaan serta pertempuran terjadi dimana-mana. Salah satunya adalah pertempuran Bandung Lautan Api ini.

Kejadian ini diawali dengan datangnya pasukan sekutu di bawah Brigade MacDonald pada 12 Oktober 1945 yang meminta seluruh senjata api yang dimiliki penduduk, kecuali milik Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Polisi diserahkan.

Baca Juga : Foto Gaza Dibakar, Bak Bandung Lautan Api

Kondisi kian memanas saat orang-orang Belanda yang baru bebas dari kamp tahanan, melakukan tindakan yang mengacaukan keamanan sehingga terjadi bentrokan antara tentara Sekutu dengan TKR.

Pada malam tanggal 24 November 1945, TKR dan badan–badan perjuangan lainnya melancarkan serangan terhadap markas–markas Sekutu di Bandung bagian utara, termasuk Hotel Homan dan Hotel Preanger yang menjadi markas besar Sekutu.

MacDonald juga menyampaikan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat agar segera mengosongkan wilayah Bandung Utara, selambat–lambatnya pukul 12.00 tanggal 29 November 1945.

Baca Juga : Yuk! Berwisata Sepeda Susuri 10 Stilasi Bandung Lautan Api

Sekutu juga membagi kota Bandung Utara menjadi wilayah kekuasaan mereka sedangkan Bandung Selatan kekuasaan pemerintah RI. 

Pertempuran berlanjut hingga Desember di berbagai tempat antara lain, Cihaurgeulis, Sukajadi, Pasir Kaliki dan Viaduct. Sekutu berusaha merebut Balai Besar Kereta Api, dan berusaha membebaskan interniran Belanda di Ciater, dan terlibat dalam pertempuran dengan pasukan Indonesia di wilayah Lengkong Besar. Memasuki awal tahun 1946, pertempuran semakin berkobar secara sporadis.

Selama pertempuran berlangsung, banyak serdadu India yang melakukan desersi dan bergabung dengan pasukan Indonesia. Salah satu serdadu India yang membelot di antaranya adalah Kapten Mirza dan pasukannya saat terjadi pertempuran di jalan Fokker (sekarang jalan Garuda) pada pertengahan Maret 1946.

Hal itu, membuat pihak Sekutu meminta Panglima Divisi III Jenderal A.H Nasution agar pasukan India tersebut diserahkan kembali kepada Sekutu. Tapi permintaan itu ditolak Nasution.

Serangan – serangan sporadis dari pasukan Indonesia membuat posisi Sekutu semakin terdesak, dan membuat Sekutu menyampaikan ultimatum kepada Perdana Menteri Syahrir pada tanggal 23 Maret 1946, mereka  agar selambat–lambatnya pada pukul 24.00 tanggal 24 Maret 1946. Sekutu meminta pasukan Indonesia sudah meninggalkan Bandung Selatan sejauh 10 sampai 11 kilometer.

Syahrir yang menugasi Syafruddin Prawiranegara dan Jenderal Mayor Didi Kartasasmita serta Jenderal Mayor Nasution  menolak Ultimatum sebab, sangat mustahil memindahkan ribuan pasukan dalam waktu singkat.  Mereka menemui Mayor Jenderal Hawthorn meminta agar batas Ultimatum diperpanjang.

Sore hari di tanggal yang sama, 23 Maret 1946, Nasution ikut ke Jakarta bersama Syafruddin dan Didi Kartasasmita untuk menemui Perdana Menteri Syahrir.

Dengan alasan menyelamatkan Tentara Republik Indonesia (TRI) dari kehancuran karena belum mampu menandingi kekuatan pasukan Sekutu, Syahrir mendesak Nasution agar memenuhi Ultimatum tersebut.

Nasution kembali ke Bandung untuk kembali negosiasi, namun, tentara Sekutu tetap bersikeras. Nasution pun  menolak tawaran Sekutu yang hendak meminjamkan seratus truk untuk membawa pasukan Indonesia ke luar kota.

Dari pertemuan yang diadakan Nasution dengan para Komandan TRI para pemimpin laskar dan aparat pemerintahan dicapai kesepakatan untuk membumihanguskan Bandung sebelum kota itu ditinggalkan.

Menurut rencana, bumi hangus akan dilakukan pada tanggal 24 Maret pukul 00.00. Ternyata, bumi hangus dilaksanakan lebih awal yakni pukul 21.00. Gedung pertama yang diledakkan ialah Bank Rakyat. Disusul dengan pembakaran tempat seperti Banceuy, Cicadas, Braga dan Tegalega. Anggota TRI membakar sendiri asrama – asrama mereka. Pada malam tanggal 24 Maret 1946 bukan hanya pasukan bersenjata yang meninggalkan kota Bandung dan seketika kota itu terbakar.

Mengutip wikipedia, hanya dalam waktu tujuh jam, sekitar 200.000 penduduk Bandung membakar rumah mereka, meninggalkan kota menuju pegunungan di daerah selatan Bandung. 

Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Saat itu, di mana-mana asap hitam mengepul membubung tinggi di udara dan semua listrik mati.

Tentara Inggris mulai menyerang sehingga pertempuran sengit terjadi. Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot, sebelah selatan Bandung, lokasi gudang amunisi besar milik Tentara Sekutu.

Muhammad Toha dan Muhammad Ramdan, dua anggota milisi BRI (Barisan Rakjat Indonesia) berhasil meledakkan gudang tersebut dengan dinamit.

Staf pemerintahan kota Bandung yang semula akan tinggal akhirnya juga ikut dalam rombongan yang mengevakuasi dari Bandung. Sejak saat itu, kurang lebih pukul 24.00 Bandung Selatan telah kosong dari penduduk dan TRI. Namun, api masih membubung membakar kota, sehingga Bandung pun menjadi lautan api.

Pembumi-hangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam Perang Kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar.

Setelah peristiwa tersebut, TRI bersama milisi rakyat melakukan perlawanan secara gerilya dari luar Bandung. Peristiwa ini mengilhami lagu Halo, Halo Bandung.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini :

JAKARTA - Setelah Indonesia menyatakan kemerdekan pada 17 Agustus 1945, bukan berarti ancaman dari musuh telah usai. Banyak peristiwa heroik terjadi. Salah satunya terjadi hari ini, 23 Maret, 74 tahun lalu atau pada tahun 1946. Kala itu, Kota Kembang Bandung dibumihanguskan tentara dan warganya sendiri. Mereka tak rela kota kelahiran mereka dimanfaatkan oleh pasukan sekutu.

Mengutip laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, peristiwa yang disebut dengan Bandung Lautan Api bermula ketika masuknya sekutu ke Kota Bandung pada Oktober 1945. Saat itu, para pejuang sedang melucuti senjata dan merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Hampir di banyak daerah di Indonesia serentak melakukan aksi serupa. 

Namun, senjata yang telah dikumpulkan pejuang Indonesia dari pasukan Jepang, diminta oleh pasukan sekutu dan diminta untuk diserahkan kepada mereka. Ancaman sekutu tidak main-main. Pada 29 November 1945, sekutu juga memberikan ultimatum kepada masyarakat agar bagian utara Kota Bandung dikosongkan dengan alasan keamanan. 

Tuliskan alasan A.H. Nasution memerintahkan pasukannya dan masyarakat membumihanguskan Bandung utara
Tugu Bandung Lautan Api (Commons Wikimedia)

Akan tetapi, ultimatum tersebut diabaikan oleh para pemuda, sehingga Kota Bandung harus terbagi menjadi dua, yakni Bandung Utara dan Bandung Selatan. Insiden kemudian berlanjut. 23 Maret 1946, sekutu mengeluarkan ultimatum baru yang berisi perintah agar Tentara Republik Indonesia (TRI) mengosongkan seluruh Kota Bandung.

Dari ultimatum itu, sikap pihak Indonesia terbagi menjadi dua sikap. Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta memberikan instruksi agar TRI mengikuti instruksi dari sekutu. Sementara, Markas TRI memberikan instruksi agar Kota Bandung tidak dikosongkan. 

Pertentangan sikap itu kemudian diluruskan dalam musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan yang hasilnya diumumkan oleh Kolonel A.H. Nasution (Komandan Divisi III). Masyarakat dan TRI diminta meninggalkan Kota Bandung.

Lebih baik hangus

Mendengar instruksi tersebut, para pejuang, khususnya yang berada di Kota Bandung tak rela. Selain melakukan perlawanan terhadap sekutu yang terus merangsek masuk ke wilayah Bandung Selatan, para pejuang akhirnya mengambil langkah membumihanguskan Kota Bandung sebelum meninggalkannya. 

Hal itu mereka lakukan pada malam hari sebelum Kota dikosongkan. Dan hanya perlu waktu tujuh jam untuk melakukan pembakaran Kota Bandung bagian selatan. Upaya membakar Kota Bandung pun bukan tanpa rintangan.

Salah satu peristiwa tersulit adalah ketika TRI hendak menghancurkan pabrik dan gudang mesiu milik sekutu di Desa Dayeuhkolot sebelah selatan Bandung. Dalam melaksanakan misi tersebut, diutus Muhammad Toha dan Ramdan yang ditugaskan untuk membakar pabrik tersebut. Keduanya juga ikut tewas dalam misi tersebut.

Mengutip informasi sejarah Bandung pada laman Perpustakaan Institut Teknologi Nasional Bandung, dijelaskan bahwa Kota Kembang sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud agar Sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer. Saat kejadian berlangsung terlihat asap hitam membumbung tinggi di langit-langit Kota sementara semua listrik mati. 

Pembumihangusan Bandung tersebut dianggap sebagai strategi yang tepat dalam perang kemerdekaan Indonesia karena kekuatan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan kekuatan pihak Sekutu dan NICA yang berjumlah besar.