Terangkan hubungan antara era internet dan media sosial dengan adanya konsekuensi informasi

Perkembangan teknologi berujung pada revolusi komunikasi serta berpengaruh terhadap perkembangan masyarakat. Aktivitas masyarakat tidak terlepas dari teknologi yang digunakan semenjak jaman sebelum masehi hingga memasuki era millenium digital saat ini. Mulai dari masyarakat yang mengandalkan teknologi sederhana dengan menggunakan daun, tanah liat untuk menulis pesan informasi kepada khalayak hingga penggunaan teknologi paling canggih saat ini. Teknologi membawa perkembangan dalam masyarakat dan ditunjukan dengan perubahan-perubahan yang terjadi dalam aspek politik, ekonomi, sosial serta budaya. Pada aspek politik teknologi informasi dan komunikasi yang semakin maju menjadikan media dikuasai oleh kepentingan-kepentingan tertentu yang kemudian mendirikan industri media massa dan digunakan sebagai kepanjangan tangan untuk kepentingan politiknya. Tak hanya itu, jika sebelumnya Marx menyebutkan adanya dominasi pada kelompok borjuis terhadap kelompok proletar yang saat itu terjadi dimasa industri dimana teknologi yang berkembang masih terbatas pada paper based communication kini kekuasaan bukan lagi menyangkut sumber kepemilikan model, akan tetapi lebih kepada nalar instrumental para penguasa.

Habermas beranggapan bahwa Ada kesalahan dalam melihat perubahan dalam masyarakat, karena relasi kuasa dalam masyarakat saat ini pada dasarnya berakar pada rasionalitas instrumental kekuasaan dimana terdapat dominasi didalamnya yang digunakan untuk menekan masyarakat agar tunduk dan mengikuti apa yang dikehendakin oleh para penguasa. Ada tujuan-tujuan yang terselubung dalam pola komunikasi yang instrumental, kekuasaan dalam masyarakat kemudian direproduksi menjadi institusi-institusi besar dalam masyarakat yang melegitimasi segala yang baik buruk, benar salah dalam masyarakat. Nalar yang berdasar pada logika, berdasar pada bagaimana menciptkan proses agar mencapai tujuan atau yang lebih disebut sebagai Narasi Instrumental yang kemudian , dimanfaatkan oleh para kapitalis untuk menindas, untuk merepresi, untuk mengontrol institusi agar sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga tidak terjadi penyimpangan. Konsekuensi yang terjadi terhadap interaksi sosial dalam masyarakat tentunya memunculkan kesadaran palsu, hubungan antara masyarakat menjadi tidak harmonis dan berpotensi memunculkan konflik didalamnya.

Dalam ranah sosial, teknologi membawa perubahan cara berkomunikasi dalam masyarakat, organisasi/perusahaan hingga keluarga. Jika sebelumnya pentingnya berkomunikasi secara langsung selalu digunakan oleh masyarakat dalam menyampaikan informasi. Kini tanpa bertatap muka langsung, masyarakat bisa saling bertukar informasi, orang tua juga bisa mengontrol keberadaan anaknya ketika saling berjauhan dengan menggunakan handphone ataupun melalui video message. Celakanya kemudahan dalam berteknlogi membawa hubungan sosial yang tadinya rekat menjadi berjarak karena penemuan teknologi. Masyarakat seolah tidak mengindahkan nilai-nilai sosial sebelumnya karena dianggap tidak efisien dengan tingkat mobilitas masyarakat saat ini yang tinggi. Teknologi juga memunculkan ketimpangan dalam masyarakat dimana kepemilikan alat-alat elektronik kemudian menggolongakan masyarakat tertentu kedalam kelompok sosial bawah, menengah atau atas.

Teknologi informasi dan komunikasi saat in membawa perubahan yang berpengaruh dalam perekonomian masyarakat. Khususnya masyarakat yang memiliki usaha baik skala kecil menengah maupun besar kini memanfaatkan teknologi dalam memasarkan produknya. Contohnya saja untuk mereka pengguna BlackBerry, barangkali sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Broadcast Message penjualan barang-barang. Dikirim dari satu ponsel kemudian dicopy ke ponsel yang lain secara jejaring, kemudian saat ini juga banyak dijumpai online shop baik di Facebook, Twitter ataupun instagram yang dianggap ini memudahkan bagi mereka pengusaha untuk menghemat ongkos iklan terutama bagi para pebisnis pemula yang memiliki modal pas-pasan. Jika masih ada masyarakat yang melakukan transaksi langsung ke pusat perbelanjaan pun kini sistem pembayaran tidak hanya bisa dilakukan dengan uang tunai, tapi juga bisa langsung menggesek dengan mesin EDC bank tertentu yang bisa digunakan oleh semua pengguna kartu debit maupun kredit.

Sementara itu dari aspek budaya, perkembangan teknologi membawa pengaruh yang begitu besar terutama pada anak muda bangsa. Teknologi menghadirkan pengetahuan baru bagi pembacanya, namun celakanya pengetahuan tersebut kemudian menjadi sesuatu yang kemudian disebut sebagai suatu nihilisme. Teknologi membantu penyebaran bahasa inggris keseluruh dunia dan kemudian menjadikan bahasa tersebut sebagai bahasa resmi yang dipakai diseluruh dunia dan setiap negara mengajarkan bahasa inggris kepada pelajar bahkan sejak usia dini. Bila dilihat fenomena penggunaan bahasa inggris di Indonesia, masyarakat seolah lebih bangga menggunakan bahasa negara lain ketimbang bahasa sendiri karena banyak yang lebih paham bahasa inggris ketimbang bahasa daerah. Kemudian tayangan informasi yang disajikan melalui TV ataupun internet mengenai remaja-remaja diluar negeri beserta gaya hidup disana pun coba diikuti oleh remaja kita di Indonesia. Banyak anak-anak muda yang melakukan seks diluar nikah saat usia sekolah tanpa pendidikan seks sejak dini, hal ini tentunya telah menyalahi adat serta nilai-nilai ketimuran bangsa ini.

Banjir informasi yang diterima masyarakat melalui media berbasis internet atau media sosial sering kali membawa dampak negatif karena banyak menimbulkan konflik. Kabar bohong, fitnah, maupun berita yang tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, banyak beredar dan dipercaya sebagai suatu kebenaran.

Kondisi seperti ini menurut Staf Komunikasi Politik dan Diseminasi Informasi, Kantor Staf Kepresidenan, Agustinus Eko Raharjo, merupakan fenomena yang meresahkan dan dapat mengancam persatuan bangsa bila tidak diantisipasi. Hal ini disampaikannya dalam diskusi bertema Government Public Relations di Antara Lautan Hoax, di Kampus Universitas Airlangga Surabaya, Rabu (19/8).

Kabar bohong atau hoax yang beredar saat ini, banyak diproduksi oleh kelompok usia 20 hingga 30 tahun, dan ditujukan pada kelompok usia muda yang aktif di sosial media.

BACA JUGA: Berita Hoaks, Ancaman Serius Persatuan Bangsa Memasuki Tahun Politik

“Tidak hanya di Indonesia tapi juga di dunia, itu kebanyakan anak muda, mereka memfabrikasi isu, kalau kita belajar dari era Donald Trump melawan Hillary Clinton, hanya untuk mencari duit, mereka pekerja membuat akun sosmed, membuat blog-blog palsu dan kemudian di situ untuk menyebarkan, dan orang lain bisa membuat share, meretwit, melike dan segala macam. Mungkin sekitar (usia) 20 tahun sampai 30 tahun, atau mungkin kalau lebih, tidak lebih dari 35 tahun. Termasuk yang kemarin kena itu, ada yang namanya Saracen, MCA, sekali lagi itu bukan masalah agama, tapi kalau mereka sudah pakai kedok agama, sudah pakai apa-apa itu kan harus diwaspadai ya. Kita tidak pernah mendeskreditkan pelaku hoax itu dari kelompok agama tertentu, tetapi ya memang lebih kepada kontennya itu yang harus kita waspadai. Dan memang yang mudah terpapar juga teman-teman, anak-anak muda juga sasarannya, terutama yang aktivis sosial media,” ujar Agustinus.

Era Banjir Informasi, Kaum Muda sebagai Pelaku dan Korban Hoax

Perang melawan hoax harus digelorakan di tengah masyarakat, agar tidak menjadi korban pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu. Agustinus Eko Raharjo mengatakan, masyarakat dapat bersama-sama melawan hoax dengan meningkatkan pengetahuan dan literasi media, dan tidak mudah menyebarkan informasi yang belum jelas kebenaran maupun sumbernya. Sumber-sumber informasi yang benar dapat dimunculkan sebagai pembanding beredarnya hoax di tengah masyarakat, sehingga hoax dapat diminimalisir penyebarannya terutama memasuki masa Pemilihan Presiden 2019.

“Harus ada sering-sering acara seperti ini, atau situs-situs atau portal-portal yang bisa membuat orang, saya ada hoax, saya harus lari ke sini, harus konfirmasi ke sini, tidak dibiasakan untuk menyebar berita yang menyebarkan ketakutan, jadi harus lebih itu, karena kalau tidak maka post-truth itu kita akan mudah dijejali. Hopefully not, semoga tidak, tetapi ketika 2019 kita Pilpres, kampanye kita akan sangat panjang mulai 23 September tahun ini (2018) sampai dengan 14 April(2019), semoga tidak seperti lima tahun lalu, orang begitu mudah menghancurkan pakai isu-isu yang kemudian sangat tidak bertanggung jawab, sangat personal,” tambahnya.

Dosen Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Airlangga Surabaya, Lies Tianingsih mengatakan, beredarnya informasi hoax di tengah masyarakat dipengaruhi rendahnya literasi masyarakat atas informasi dan media. Selain itu, ada rasa bangga dan puas dari penerima informasi bila telah menyebarkan informasi itu untuk yang pertama kali kepada orang lain, meski kebenaran informasi itu masih dipertanyakan.

“Sebenarnya kan dalam komunikasi itu orang yang menerima informasi pertama itu sering kali kan merasa menjadi seseorang yang lebih berbeda dari yang lain, sehingga setiap kali menerima informasi apakah itu benar atau salah, dianggap bahwa dia orang pertama yang mempunyai informasi, dan akan merasa puas, bangga secara psikologis untuk menyebarkannya kepada orang lain. Nah sering kali informasi ini belum tentu benar, dia percaya begitu saja, bahkan barang kali tidak sempat memikirkan ini benar atau tidak untuk disebarkan ke yang lain. itu sebenarnya kalau dalam komunikasi ada rasa kebanggaan ketika dia mendapat informasi yang pertama,” tukas Lies.

Masyarakat khususnya generasi muda, kata Lies, hendaknya tidak mudah percaya dan terlebih dahulu memastikan kebenaran informasi yang diterimanya, sebelum menyebarkan kepada orang lain. Ada banyak piranti atau alat bantu untuk mengecek benar atau tidaknya informasi yang beredar di tengah masyarakat.

“Apakah gambar ini benar, atau meme itu benar atau tidak, kan kita bisa mengecek misalnya melalui google, oh iya ini di google kan ada kan cara untuk mengecek itu. Nah ini yang harus kita sampaikan ke teman-teman, terutama anak-anak muda itu bahwa jangan mudah percaya, cek dulu sebelum menyebarkan ke yang lain,” katanya.

Agustinus Eko Raharjo menambahkan, masyarakat harus memastikan informasi yang beredar adalah benar, untuk menekan penyebaran kabar hoax yang banyak diproduksi melalui berbagai media. Melalui upaya bersama melawan kabar hoax, diharapkan dapat menjadikan Indonesia semakin maju karena lebih mengedepankan pembangunan dan kesejahteraan masyarakatnya.

“Apapun yang anda sebut sebagai jurnalisme warga, ada kompasiana, ada blog-blog apa, semua orang bisa nulis di situ, tapi kan datanya harus, jangan sampai kemudian yang penulis tidak jelas itu kemudian kita share, kita sebarkan. Pemerintah sangat concern untuk memberantas berita palsu, ini semua demi membuat kita bisa menjadi negara yang maju, negara yang semakin mengejar ketertinggalan dan layak disejajarkan dengan negara-negara maju yang lain, dan caranya adalah kita tidak harus memusingkan diri dengan urusan-urusan yang seperti ini terus,” pungkasnya. [pr/em]