Sikap mementingkan diri sendiri disebut egois sedangkan sikap menghargai perbedaan disebut

“Kenapa sih kamu egois banget ?”

“Kita putus saja karena aku gak suka punya pasangan yang egois!”

Pernahkah kamu mengalami suatu konflik dengan pasangan, teman, ataupun keluarga ketika penyebab konflik tersebut karena salah satu diantaranya bersifat egois? Pasti nggak enak banget, ya, rasanya ketika harus berhadapan dengan orang yang egois.

Sikap mementingkan diri sendiri disebut egois sedangkan sikap menghargai perbedaan disebut

herway.net

Egois atau yang biasa dikenal dengan istilah egosentris merupakan pemusatan terhadap diri sendiri. Egois merupakan sifat manusia yang merasa bahwa diri sendiri adalah yang paling penting dan utama.  Seringkali muncul pertanyaan besar di pikiran kita seperti, “Wajar atau tidak ketika orang dewasa bersifat egois?”

Pertanyaan tersebut harus dijawab berdasarkan konteksnya. Sifat egois atau egosentris bisa dimaklumi apabila ditunjukkan oleh anak-anak karena anak berusaha untuk memahami sesuatu dari sudut pandangnya sendiri dan belum bisa memahami sudut pandang orang lain secara menyeluruh. Akan tetapi, menjadi tidak wajar ketika kadar sifat egois ini berlebihan di dalam diri seseorang yang sudah dewasa. Mengapa demikian?

Karena manusia cenderung selalu berharap dan berpikir bahwa orang lain di sekitarnya akan selalu bisa memahami semua kemauan dan pemikirannya. Sifat egois yang berlebihan membuat individu menjadi sibuk dengan dirinya sendiri dan menganggap bahwa dirinya adalah yang paling penting dan paling benar sehingga menjadi kurang peduli dengan kondisi orang lain di sekitar.

Sikap mementingkan diri sendiri disebut egois sedangkan sikap menghargai perbedaan disebut

herway.net

Lalu, bagaimana cara untuk mengidentifikasi apakah kita termasuk tipe orang yang egois? Ada dua ciri yang menandakan seseorang dengan tingkat ego yang tinggi, diantaranya adalah:

Terlalu Mementingkan Diri Sendiri

Fokus terhadap diri kita sendiri menjadi berlebihan ketika kita mengabaikan kepentingan orang lain. Kita merasa bahwa diri sendiri adalah yang terpenting dan perlu untuk diutamakan sehingga kurang mampu untuk melakukan introspeksi diri dan mengakui kelemahan atau keterbatasan diri.

Kurang Memiliki Kepekaan Sosial

Berorientasi utama pada diri sendiri menyebabkan kita kurang peka dengan orang lain atau lingkungan di sekitar kita. Memikirkan kepentingan atau kebutuhan orang lain adalah hal yang merepotkan bagi kita, yang menyebabkan rasa empati dan toleran terhadap orang lain menjadi tumpul.

Di satu sisi, sifat egois yang berlebihan membawa dampak yang negatif dalam kehidupan kita sehari-hari, antara lain sulit untuk menyesuaikan diri karena tidak dapat menerima pandangan atau pendapat dari orang lain, konflik interpersonal meningkat karena seringkali terlalu terpaku dengan pendapat pribadi, dan pada akhirnya menimbulkan konfrontasi dengan orang lain. Meskipun begitu, terkadang kita juga perlu untuk bersikap egois, terutama untuk hal-hal yang prinsipil karena dengan begitu kita menjadi lebih yakin dan percaya diri dengan keputusan yang diambil serta melakukan sesuatu sesuai dengan hati nurani dan prinsip pribadi.

Hal yang perlu untuk diwaspadai adalah jika kadar sifat egois berlebihan, maka bisa berdampak terhadap kesehatan mental kita. Mengapa demikian?

Pemusatan terhadap diri sendiri dapat mengarah kepada kepribadian narsistik pada diri individu, di mana individu memiliki kesombongan dan rasa mementingkan diri yang besar sehingga meminta untuk terus-menerus mendapatkan pujian dari orang lain. Namun, ketika sifat egois ini masih diimbangi dengan rasa empati dan kontrol diri, maka ini merupakan langkah awal yang baik untuk mengurangi sifat egois tersebut.

Sikap mementingkan diri sendiri disebut egois sedangkan sikap menghargai perbedaan disebut

divorcedmoms.com

Beberapa tips yang dapat dilakukan untuk mencegah bertindak terlalu egois, antara lain:

Mulai Menumbuhkan Rasa Toleransi dan Peduli

Rasa toleransi dan peduli terhadap orang lain di sekitar kita dapat ditumbukan mulai dari hal-hal yang sederhana. Sebagai contoh: Saat kita sedang berdiskusi dalam kerja kelompok, kita mau mendengarkan pendapat, ide, dan masukan dari anggota kelompok yang lain.

Belajar untuk Sabar dan Menahan Diri

Kebiasaan untuk bersikap egois membuat kita menjadi tidak sabar untuk selalu berkomentar tentang hal-hal yang tidak sesuai dengan penilaian atau harapan pribadi, terutama apabila hal tersebut menyinggung kepentingan pribadi. Pengendalian diri yang baik adalah kunci untuk kita mau mendengarkan dan menghargai orang lain karena sudut pandang orang lain bisa menjadi masukan yang berharga untuk pengembangan diri kita.

Mulai untuk Berpikir Positif tentang Orang Lain

Penilaian yang buruk tentang orang lain yang belum teruji kebenarannya bisa menimbulkan kesalahpahaman yang berujung pada konflik dalam hubungan interpersonal. Oleh karena itu, tanamkan kebiasaan untuk melihat hal-hal yang baik tentang orang lain sehingga dapat meminimalisir kecurigaan yang berlebih dan mendukung terjalinnya relasi yang hangat dengan orang lain.

Belajar untuk Melakukan Introspeksi Diri

Ambil waktu sejenak untuk melakukan refleksi dan evaluasi diri, apakah sifat-sifat egois di dalam kita sudah semakin berkurang, dan apakah kita sudah berhasil mengembangkan sesuatu yang positif di dalam diri kita. Segala kemajuan yang terjadi di dalam diri kita, meskipun itu adalah kemajuan yang sedikit, kecil, atau sederhana,  perlu diapresiasi karena kita sudah mau melakukan upaya-upaya untuk mengurangi sifat egois di dalam diri.

Referensi:

Feist, J., Feist, G.J., & Roberts, T.A. (2017). Teori Kepribadian (Buku 1). Jakarta: Salemba Humanika

Feist, J., Feist, G.J., & Roberts, T.A. (2017). Teori Kepribadian (Buku 2). Jakarta: Salemba Humanika

Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2014). Abnormal Psychology In A Changing World. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Santrock, J. W. (2010). Adolescence. Ed. Ke-13. Mc Graw Hill.

Ditulis oleh: Stefani Virlia, S.Psi., M.Psi., Psikolog.

X

Artikel ini disusun bersama Trudi Griffin, LPC, MS. Trudi Griffin adalah konselor profesional berlisensi di Wisconsin dengan spesialisasi kecanduan dan kesehatan mental. Dia memberikan terapi bagi mereka yang mengalami masalah kecanduan, kesehatan mental, dan trauma di sarana kesehatan masyarakat dan klinik swasta. Dia memperoleh gelar MS di bidang konseling kesehatan mental klinis dari Marquette University pada 2011.

Ada 20 referensi yang dikutip dalam artikel ini dan dapat ditemukan di akhir halaman.

Artikel ini telah dilihat 108.662 kali.

Semua orang akan merasa terganggu jika diberi tahu bahwa mereka suka mementingkan diri sendiri. Orang-orang seperti ini hanya sibuk mengurusi kepentingan mereka sendiri dan kurang peduli pada orang lain.[1] Kita semua ingin menjadi pribadi yang mampu berempati dan berbagi kasih yang peduli pada orang lain seperti kita peduli pada diri sendiri. Namun, kita cenderung lebih suka memperhatikan diri sendiri ketimbang orang lain. Berusahalah mencari tahu apakah Anda memiliki ciri-ciri orang yang mementingkan diri sendiri agar bisa mengubah sifat atau perilaku ini. Dengan demikian, Anda bisa lebih memahami kebutuhan dan perasaan orang lain.

Hampir semua orang setuju bahwa egois adalah sifat yang menyebalkan, tidak heran jika banyak orang yang menjauhi pribadi dengan karakter seperti ini. Namun, bagi Anda yang ingin mengurangi kadar egoisme dalam diri sendiri, ada beberapa tips yang dapat Anda lakukan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, egois adalah sebutan untuk orang yang selalu mementingkan diri sendiri. Ia menganut paham egoisme, yakni pandangan yang melihat bahwa satu-satunya tujuan hidup adalah mewujudkan ambisi pribadinya.

Orang egois adalah mereka yang hanya bahagia ketika tujuannya tercapai. Baginya, tujuan bermasyarakat tidak penting, bahkan cenderung untuk diabaikan atau dilanggar jika bertentangan dengan kepentingan dirinya sendiri.

Tanda-tanda orang egois

Bukan hal aneh jika Anda tidak menyadari bahwa diri Anda egois sampai ada seseorang yang mengatakannya di depan muka Anda. Sebaliknya, Anda juga bisa mengenali seseorang itu egois atau tidak berdasarkan beberapa ciri yang khas. Tanda-tanda egois meliputi:

Kritik yang membangun dibutuhkan untuk memaksimalkan potensi dan hasil kerja kita, tapi tidak demikian pola pikir yang ada dalam kepala orang egois. Bagi mereka, semua kritik adalah langkah untuk menjatuhkan sehingga harus ditangkis dengan segala cara.

Orang egois tidak mau dikritik, tapi senang mengkritik orang lain di belakang punggung. Sayangnya, orang egois ini hanya melihat dari sudut pandangnya dan tidak berempati pada keadaan orang lain.

Contoh konkretnya ketika tetangga yang hidup di bawah garis kemiskinan, maka sikap pertama orang egois adalah menyalahkan orang itu karena malas bekerja. Padahal, bisa saja si miskin tadi sudah berusaha lebih keras dari orang egois, tapi hasilnya tidak seperti yang ia harapkan.

Egois adalah mereka yang menganggap orang lain yang lebih pintar atau lebih matang adalah musuh, apalagi jika orang itu tidak sependapat dengan si egois. Apakah Anda merasa sering merasakannya?

Orang egois merasa dirinya bisa sukses, tapi tidak berjuang lebih keras dari orang lain. Kendati demikian, si egois ini hanya menyalahkan keadaan, bahkan menyalahkan orang lain, atas kesusahan yang dideritanya.

Anda pernah bertemu dengan orang yang suka membanggakan pencapaiannya yang tidak seberapa? Itu adalah salah satu tanda orang egois mengingat mereka memang tidak memiliki sikap rendah hati.

Ketika bekerja secara kelompok, si egois adalah orang pertama yang akan mengklaim kesuksesan, tapi juga orang pertama yang akan ‘cuci tangan’ ketika proyek buntu. Oleh karena itu, mengerjakan tugas bersama orang egois tidak disarankan, apalagi jika tugas itu berat dan menantang.

Karakter lain dari orang egois adalah tidak berani mengambil risiko. Pasalnya, mereka memang takut gagal.

Bagi orang-orang yang egois, mendahulukan kepentingan orang lain adalah bentuk kelemahan atau ketidakamanan dalam diri sendiri. Orang egois mengabaikan anggapan yang menyatakan semua manusia pasti memiliki kekurangan yang seharusnya dapat dilengkapi oleh bantuan dari orang lain.

Tips meminimalisir egoisme dalam diri

Egois tidak selalu buruk, misalnya ketika Anda mempertahankan nilai-nilai yang dianut oleh agama di tengah lingkungan yang berbeda 180 derajat. Meski demikian, sikap egois yang berlebihan akan membawa dampak negatif sehingga tidak ada salahnya menurunkan kadar keegoisan di dalam diri Anda sendiri.

Beriktu tips yang bisa Anda lakukan untuk meminimalisir egoisme:

Jangan membuat keputusan saat Anda tengah emosi atau tengah berada dalam tekanan. Menjalankan keseharian dengan pola hidup yang lebih pelan dapat menyegarkan pikiran sehingga Anda lebih bijak.

Hidup ini bukan hanya tentang Anda, namun ada juga tujuan sosial yang merupakan konsensus bersama. Ulurkan tangan untuk membantu orang lain, dan sebaliknya biarkan orang lain membantu Anda jika Anda membutuhkannya.

Jangan merasa puas dengan pencapaian yang Anda dapatkan saat ini. Mulailah ambil risiko dan tantang diri Anda sendiri untuk melakukan hal-hal baru agar pola pikir juga lebih terbuka.

Kadang kala, menjadi egois adalah pilihan yang tepat, terutama bagi orang-orang altruis alias berjiwa sosial dan membutuhkan ‘me-time’ untuk menyeimbangkan kesehatan mental. Yang paling penting adalah mengetahui kapan Anda harus egois dan kapan harus mengutamakan kepentingan bersama.