Siapakah yang dimaksud ahli kitab dan orang musyrik dalam surah al-bayyinah jelaskan

Quiz :Siapa Orang pertama yang menemu kan Matematika Yunani ?​

Bagi2 poin! Sebutkan bahasa resmi setiap negera-negara Asean! Hayo jangan malas, poinnya lumayan lho

di jawab secepatnya ya kk​

IPS(ILMU PENGETAHUAN SOSIAL) ​

IPS(ILMU PENGETAHUAN SOSIAL) ​

IPS(ILMU PENGETAHUAN SOSIAL) ​

IPS(ILMU PENGETAHUAN SOSIAL) ​

dalam keadaan terengah-engah kita menarik nafas sebanyak... atau lebih dalam 1 menit​

bagaimana sutan syahir mencari berita bagi bangsa Indonesia​

7. Batas wilayah perairan di sebelah barat Pulau Kalimantan yaitu dan...​

Kenapa umat saat ini terpecah belah? Ini terjadi di kaum Yahudi dan Nashrani di masa silam. Umat Islam pun berpecah belah karena ajaran mereka yang tidak mau bersesuaian dengan ajaran Rasul –shallallahu ‘alaihi wa sallam– dan para sahabat. Tetapi masing-masing mementingkan ego golongannya. Mereka kedepankan pendapat kelompok atau madzhabnya dibandingkan mengedepankan ajaran Rasul. Itulah sebab utama terpecah belahnya umat saat ini. Kita dapat mengambil pelajaran ini dari tafsir surat Al Bayyinah yang dibahas kali ini.

Allah Ta’ala berfirman,

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ (1) رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفًا مُطَهَّرَةً (2) فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ (3) وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ (4)

“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata, (yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Quran), di dalamnya terdapat (isi) Kitab-kitab yang lurus. Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.” (QS. Al Bayyinah: 1-4).

Siapakah Ahli Kitab?

Siapakah yang dimaksud ahli kitab yang disebut dalam ayat di atas?

Yang dimaksud ahli kitab adalah Yahudi dan Nashrani, sedangkan yang dimaksud musyrik dalam ayat tersebut adalah agama selain ahli kitab atau agama penyembah berhala. (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 633 dan Taisir Al Karimir Rahman, hal. 931). Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwa ahli kitab maupun orang-orang musyrik disebut kafir.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud dengan kitab adalah kitab yang ada di tengah-tengah mereka yang sudah dihapus dan diganti. Bukanlah yang dimaksud dengan ahli kitab adalah mereka yang masih berpegang teguh dengan kitab yang asli sebelum dihapus dan diganti. Karena orang-orang yang masih berpegang dengan kitab yang asli dahulu tidaklah kafir. Mereka yang masih berpegang teguh dengan kitab yang asli tidaklah dipanggil dalam Al Qur’an dengan sebutan “Ya Ahli Kitab, yaitu wahai ahli kitab”. Mereka yang berpegang teguh dengan kitab asli dahulu, itu sudah mati sebelum Al Qur’an itu turun.

Jadi siapa saja yang berpegang teguh dengan kitab yang ada pada ahli kitab, merekalah yang disebut dengan ahli kitab. Merekalah orang-orang kafir yang berpegang teguh dengan kitab yang sudah diganti dan dihapus. Mereka kelak kekal dalam neraka sebagaimana keadaan orang kafir yang lain. Jika mereka ingin terus mendapatkan rasa aman, maka diharuskan adanya fidyah. Makanan sembelihan ahlu kitab halal, begitu pula laki-laki muslim boleh menikahi wanita ahli kitab.” Lihat Majmu’ Al Fatawa, 35: 227-228.

Terus Berada dalam Kesesatan

Dalam ayat pertama disebutkan,

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ

“Orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (mengatakan bahwa mereka) tidak akan meninggalkan (agamanya) sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata“, maksudnya adalah orang-orang musyrik dan ahli kitab tetap terus berada dalam kekafiran dan kesesatan walau terus bertambah tahun demi tahun. Mereka terus berada dalam kekafiran tersebut sampai datang kepada mereka bukti yang nyata. (Lihat Taisirul Karimir Rahman, hal. 931).

Mujahid dan Qotadah berkata bahwa yang dimaksud mereka -ahli kitab dan musyrik- tidak pernah berhenti dari kesesatan sampai datang kepada mereka kebenaran. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 623).

Sampai Datang Bayyinah (Penjelasan)

Ada ulama yang menafsirkan bayyinah dalam ayat pertama dengan Al Qur’an. Namun kita bisa menafsirkan pula dengan melihat kelanjutan ayat,

لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ مُنْفَكِّينَ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ الْبَيِّنَةُ (1) رَسُولٌ مِنَ اللَّهِ يَتْلُو صُحُفًا مُطَهَّرَةً (2)

“(yaitu) seorang Rasul dari Allah (Muhammad) yang membacakan lembaran-lembaran yang disucikan (Al Quran).” Yang dimaksud Rasul dari Allah adalah Nabi kita Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Lalu yang dibaca adalah Al Qur’an Al ‘Azhim. Mengenai kitab tersebut disebutkan dalam ayat lainnya,

فِي صُحُفٍ مُكَرَّمَةٍ (13) مَرْفُوعَةٍ مُطَهَّرَةٍ (14) بِأَيْدِي سَفَرَةٍ (15) كِرَامٍ بَرَرَةٍ (16)

“Di dalam kitab-kitab yang dimuliakan, yang ditinggikan lagi disucikan, di tangan para penulis (malaikat), yang mulia lagi berbakti.” (QS. ‘Abasa: 13-16).

Kitab tersebut juga lurus sebagaimana disebut dalam ayat,

فِيهَا كُتُبٌ قَيِّمَةٌ

“Di dalamnya terdapat (isi) Kitab-kitab yang lurus.” Ibnu Juraij berkata, “Kitab tersebut disucikan dan bersifat lurus, tidak mengandung kesalahan karena kitab tersebut dari sisi Allah.” Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 623.

Qotadah sampai-sampai mengatakan, “Itulah penyebutan yang sangat baik pada Al Qur’an. Juga itulah sanjungan yang sangat tinggi padanya.” (Idem, 7: 624).

Umat Berpecah Belah

Selanjutnya disebutkan dalam ayat,

وَمَا تَفَرَّقَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ إِلَّا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَةُ

“Dan tidaklah berpecah belah orang-orang yang didatangkan Al Kitab (kepada mereka) melainkan sesudah datang kepada mereka bukti yang nyata.”

Ayat di atas seperti firman Allah lainnya,

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS. Ali Imran: 105).

Ibnu Katsir menjelaskan, “Umat terdahulu yang diturunkan kitab menjadi berpecah belah setelah diturunkan hujjah dan penjelasan. Akhirnya mereka terpecah menjadi beberapa golongan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari berbagai jalan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إن اليهود اختلفوا على إحدى وسبعين فرقة، وإن النصارى اختلفوا على اثنتين وسبعين فرقة وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة، كلها في النار إلا واحدة”. قالوا: من هم يا رسول الله؟ قال: “ما أنا عليه وأصحابي”

“Sesungguhnya orang Yahudi terpecah menjaid 71 golongan. Adapun Nashrani terpecah menjadi 72 golongan. Sedangkan umat ini terpecah menjadi 73 golongan. Semuanya di neraka kecuali satu golongan.” Para sahabat bertanya, “Siapa mereka wahai Rasulullah?” “Golongan yang mengikuti ajaranku dan para sahabatku“, jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[1] (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 7: 623)

Solusinya …

Ini berarti umat terus berpecah belah karena mereka tidak mengikuti ajaran Rasul dan para sahabatnya. Seandainya ajaran salaf ini yang dipegang, pasti akan bersatu dan tidak bergolong-golongan seperti saat ini. Cobalah kita pintar mengambil ibroh dari umat di masa silam yang mudah terpecah belah karena enggan mengikuti kebenaran.

Hanya Allah yang memberi taufik.

Referensi:

Taisir Al Karimir Rahman fii Tafsiril Kalamil Mannan, Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, tahun 1423 H.

Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1431 H.

Tafsir Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Iyad bin ‘Abdul Lathif bin Ibrahim Al Qomisi, terbitan Dar Ibnul Jauzi, cetakan pertama, tahun 1432 H.

Majmu’atul Fatawa, Syaikhul Islam Taqiyuddin Ahmad bin Taimiyyah Al Harroni, terbitan Darul Wafa dan Dar Ibnu Hazm, cetakan keempat, tahun 1432 H.

Diselesaikan Jum’at pagi menjelang shalat Jum’at @ Pesantren Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 10 Ramadhan 1434 H

Artikel Rumaysho.Com

Silakan follow status kami via Twitter @RumayshoCom, FB Muhammad Abduh Tuasikal dan FB Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat


[1] HR. Al Hakim dari hadits ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma. Adz Dzahabi menshahihkan dan menyetujuinya. Lihat Al Mustadrok 1: 129. Syaikh Al Albani menghasankan hadits ini dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir 8519. Lihat catatan kaki dalam Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 4: 424.