Siapa pihak asing yang tidak menyetujui proklamasi kemerdekaan Indonesia

Jakarta, IDN Times - Sejarah Indonesia mencatat, banyak sekali tokoh pergerakan nasional yang berjuang dalam mewujudkan Indonesia merdeka yang bebas dari penjajah. Adapun tokoh-tokoh pergerakan tersebut tidak hanya berlatar belakang tentara atau politisi. Bahkan, banyak orang asing yang ikut terlibat dalam membantu perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Sejumlah orang asing membelot perintah negaranya demi membantu Indonesia meraih kemerdekaan. Alasan mereka sebagian besar terkait hak asasi manusia. Mereka yakin kebebasan dan kemerdekaan adalah hak seluruh bangsa. Siapa saja orang asing yang membantu kemerdekaan RI? Berikut hasil penelusuran IDN Times dari berbagai sumber. 

Baca Juga: Sambut Hari Kemerdekaan, Warga Jatimulyo Bentangkan Bendera 50 Meter

1. Tadashi Maeda

Siapa pihak asing yang tidak menyetujui proklamasi kemerdekaan Indonesia
Instagram/tutur_buku

Tadashi Maeda merupakan perwira tinggi Angkatan Laut Jepang yang berjasa dalam penyelenggaraan kemerdekaan Indonesia. Dialah yang menyediakan kediamannya di Jl. Imam Bonjol, Jakarta, bagi para pemimpin Indonesia dalam mempersiapkan proklamasi kemerdekaan.

Perhatian dan simpatinya terhadap gerakan kemerdekaan Indonesia tumbuh sejak ia menjabat atase militer di Nederland. Dikutip dari encyclopedia.jakarta-tourism.go.id, di Belanda Maeda mengadakan hubungan dengan sejumlah tokoh mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di negara itu, antara lain Achmad Soebardjo. 

Karena mendukung persiapan proklamasi Indonesia, Maeda ditangkap oleh Sekutu pada 1946, dan dipenjarakan di Gang Tengah selama satu tahun. Setelah itu ia dikembalikan ke Jepang.

Atas jasanya, pada 1973 Maeda diundang Pemerintah Indonesia untuk menghadiri perayaan Proklamasi 17 Agustus. Dalam kesempatan itu ia bertemu dengan Hatta. Ia juga menerima Bintang Jasa Nararya dari Pemerintah Indonesia, yang diserahkan oleh duta besar RI untuk Jepang Antonius Joseph Witono.

Siapa pihak asing yang tidak menyetujui proklamasi kemerdekaan Indonesia
Wikipedia

Muriel Stuart Walker lahir di Glasgow, Skotlandia, yang kemudian bermigrasi bersama ibunya ke California, Amerika Serikat. Pada 1932 ia pindah ke Indonesia, tepatnya ke Bali, karena terinspirasi sebuah film berjudul “Bali: The Last Paradise”. Lama tinggal di Indonesia membuatnya lancar berbahasa Bali dan Indonesia.

Selama Perang Kemerdekaan Indonesia, sekitar 1945 hingga 1949, Muriel direkrut oleh nasionalis Indonesia bergerilya bersama Bung Tomo dan pejuang lainnya, juga turut menyaksikan pertempuran Surabaya.

Muriel kemudian menjadi penyiar radio Voice of Free Indonesia yang kini menjadi Voice of Indonesia, sebuah divisi otonom di bawah RRI. Dia sempat menjadi penulis pidato bahasa Inggris pertama Presiden Sukarno. Muriel membuat beberapa siaran dalam bahasa Inggris dengan target pendengar Barat dan mendapat julukan “Surabaya Sue”.

Di awal-awal kemerdekaan Indonesia, siaran radio memegang peranan penting untuk mengirim pesan-pesan bangsa terbaru ke seluruh dunia, agar bangsa-bangsa di dunia mengenali kedaulatan Indonesia.

Siapa pihak asing yang tidak menyetujui proklamasi kemerdekaan Indonesia
Instagram/paristambourine

Sejak 4 Desember 1945, Sutan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia, selalu menyatakan bahwa campur tangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah jalan terbaik untuk memecahkan soal Indonesia dan Belanda. Karena itu, Sjahrir selalu mengirim surat ke PBB agar masalah Indonesia dibicarakan oleh Dewan Keamanan PBB.

Dmitry Manuilsky, utusan Ukraina untuk PBB, adalah tokoh pertama yang mengusulkan permasalahan Indonesia agar dibahas di Dewan Keamanan PBB. Di tiap sidang, Manuilsky bersikukuh jika Indonesia berada dalam keadaan bahaya. Berkat usahanya, sengketa Indonesia – Belanda menjadi sengketa internasional.

4. Ichiko Tatsuo

Siapa pihak asing yang tidak menyetujui proklamasi kemerdekaan Indonesia
Wikipedia

Ichiko Tatsuo atau dikenal dengan nama Abdul Rachman, salah satu orang Jepang yang membelot untuk membantu Indonesia. Nama Abdul Rachman diberikan oleh Haji Agus Salim ketika Tatsuo menjadi penasihat Divisi Pendidikan PETA, sebagai bentuk penghargaan kepadanya. Setelah itu, Tatsuo menjadi Wakil Komando Pasukan Gerilya Istimewa di Semeru, Jawa Timur.

Ichiko Tatsuo gugur di Desa Dampit, Malang, pada 9 Januari 1949 karena tertembak tentara Belanda. Pada Februari 1958, Presiden Sukarno memperingati jasanya dengan memberi sebuah teks yang disimpan di biara Buddha Shei Shoji di Mintoku, Tokyo.

Biara tersebut akhirnya menjadi monumen Sukarno (Sukaruno hi) bertuliskan, "Kepada sdr. Ichiki Tatsuo dan sdr. Yoshizumi Tomegoro. Kemerdekaan bukanlah milik bangsa saja, tetapi milik semua manusia. Tokyo, 15 Februari 1958. Soekarno.”

5. Tomegoro Yoshizumi

Siapa pihak asing yang tidak menyetujui proklamasi kemerdekaan Indonesia
IDN Times/Arief Rahmat

Selain Ichiko Tatsuo, Sukarno juga menaruh hormat yang tinggi pada perwira intel Jepang, Tomegoro Yoshizumi. Hal tersebut karena saat Jepang mengirimkan tentara untuk menduduki Indonesia, Yoshizumi malah membantu kemerdekaan Indonesia dan memberikan hidupnya untuk Indonesia.

Yoshizumi adalah seorang wartawan dan mata-mata Jepang yang membelot berpihak ke Indonesia. Dia membelot dan berpihak ke Indonesia dengan bergabung ke pasukan Tan Malaka.

Dalam pasukan tersebut, Yoshizumi mendapat nama panggilan Arif. Yoshizumi gugur di Blitar pada 10 Agustus 1948 dan makamnya bisa ditemui di Taman Makam Pahlawan, Blitar, Jawa Timur.

Baca Juga: Kisah Koesman, Kurir Pembawa Pesan Masa Perjuangan Kemerdekaan

Merdeka.com - Indonesia menyatakan kemerdekaannya atas penjajahan Belanda pada hari ini 73 tahun lalu. Selama 350 tahun sebelumnya VOC atau perusahaan dagang Belanda dan pemerintahannya berkuasa di Tanah Air serta pendudukan Jepang selama Perang Dunia Kedua.

Setelah Soekarno membacakan teks Proklamasi, Belanda berkeras ingin kembali menguasai Indonesia. Perang revolusi tercatat menewaskan lebih dari 300 ribu orang Indonesia dan 6.000 orang di pihak Belanda.

Bagaimana sesungguhnya Belanda memandang peristiwa perang revolusi di Indonesia?

Dikutip dari laman the Conversation, Rabu (15/8), ilmuwan sosial di bidang studi Belanda, Annemarie Toebosch dari Universitas Michigan, Amerika Serikat menuliskan ulasannya.

Menurut dia Belanda mengabaikan penderitaan rakyat Indonesia pada perang revolusi atau perang kemerdekaan 1945-1949. Alasannya adalah perang kemerdekaan 1945-1949 diakhiri dengan perjanjian Konferensi Meja Bundar pada 1949 yang salah satu syaratnya adalah Indonesia mengambil alih utang-utang pemerintahan Hindia Belanda dan harus membayar kepada pemerintah Belanda senilai 4,3 gulden untuk kemerdekaan. Pembayaran itu berlangsung hingga 2002.

Siapa pihak asing yang tidak menyetujui proklamasi kemerdekaan Indonesia

relief pembantaian massal belanda terhadap rakyat indonesia ©AP Photo/Masyudi S. Firmansyah

Perjuangan untuk keadilan sejarah bagi rakyat Indonesia masih terus diupayakan hingga hari ini. Salah satunya melalui Hari Peringatan Belanda, 4 Mei. Itu adalah hari ketika Belanda mengenang korban Perang Dunia Kedua dan setelahnya. Hari itu diperingati dengan mengheningkan cipta secara nasional selama dua menit dan Raja serta Ratu Belanda menaruh karangan bunga di tugu peringatan.

Namun rakyat Indonesia yang berperang melawan Belanda dan gugur dalam Perang Kemerdekaan 1945-1949 tidak diperingati dalam acara itu. Meski pada 1945-1949 itu Belanda menganggap mereka masih berkuasa di Indonesia.

Hari Peringatan Belanda memang bukan menjadi hari saat perjuangan rakyat Indonesia yang gugur dalam perang diabaikan. Perlu beberapa dekade, misalnya, bagi korban warga Belanda dalam peristiwa Holocaust untuk dikenang di hari nasional itu.

Hari ini ada gerakan 'No May 4, For Me' yang memprotes pengabaian korban tewas dari pihak Indonesia pada perang kemerdekaan.

Belanda secara resmi tidak mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945. Mereka baru mengakuinya pada 1949 ketika perjanjian Konferensi Meja Bundar pada 1949.

Mengapa Belanda tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945? Jawabannya adalah karena Belanda menganggap pada saat itu Indonesia belum merdeka dan masih dikuasai Belanda. Artinya jika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 1945 itu artinya Belanda menyerang sebuah negara yang berdaulat setelah Perang Dunia Kedua. Belanda berperang dengan Indonesia pada 1945-1949 untuk kembali berkuasa. Peristiwa pembantaian pada masa itu menurut Belanda adalah 'tindakan polisi' belaka, bukan kejahatan perang, seperti yang dijelaskan dalam buku Ady Setyawan dan Marjolein Van Pagee yang akan diterbitkan.

Siapa pihak asing yang tidak menyetujui proklamasi kemerdekaan Indonesia

Proklamasi RI ©2016 Merdeka.com

Menurut sejarah resmi versi Belanda, Indonesia masih merupakan negara Belanda ketika masa 'tindakan polisi' dan pembunuhan pada waktu itu bukanlah kejahatan perang melainkan penegakan hukum yang berlebihan.

Pada kenyataannya 'tindakan polisi' itu yang melakukan bukan polisi melainkan tentara kerajaan Belanda.

Komite Hari Peringatan Belanda menulis sejarah tentang peristiwa itu sebagai 'tindakan polisi'. Namun konflik pada masa itu kerap ditulis sebagai tindakan militer. Ini suatu hal inkonsistensi.

"Di masa yang disebut 'tindakan polisi', Belanda merebut sejumlah wilayah Indonesia dan menyatakannya sebagai daerah kekuasaan Belanda," kata pernyataan dalam teks sejarah itu.

Dengan kata lain Belanda menganggap korban tewas di pihak Indonesia dibunuh oleh aparat, bukan kejadian perang. Namun di saat yang sama Belanda tidak mau memperingati korban tewas 'warganya sendiri'.

Alasan di balik ini semua ada diskriminasi ras.

Kolonial Belanda tidak memberi status kewarganegaraan kepada orang Indonesia asli atau pribumi pada masa penjajahan.

(mdk/pan)

Baca juga:
4 Fakta di balik foto proklamasi kemerdekaan Indonesia yang legendaris
Kisah di balik bendera Indonesia berwarna merah dan putih
Jejak 'penculikan' Soekarno-Hatta di Rumah Rengasdengklok
11.233 Napi di Sumut dapat remisi Hari Kemerdekaan, 349 langsung bebas
Peringati HUT RI ke-73, Blue Bird beri paket wisata spesial
Warga Depok lahir 17 Agustus bisa perpanjang SIM secara gratis!