Seorang sosiolog harus mampu menyingkap berbagai fenomena yang menjadi realitas sosial

tirto.id - Realitas sosial adalah fakta/kenyataan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat sebagai hasil dari konstruksi sosial. Konstruksi sosial sendiri dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu konsensus (kesepakatan), interaksi, serta habituasi (kebiasaan) sosial.

Tahap Konstruksi Realitas

Meski disebut sebagai kenyataan, realitas sosial melibatkan unsur-unsur subjektif yang muncul dari pemikiran manusia, misalnya opini, persepsi, atau ide-ide tertentu. Dikutip dari Sosiologis, dua pakar sosilogi Peter Berger dan Thomas Luckmann mengungkapkan ada 3 tahap mengonstruksikan sebuah realitas/kenyataan, yaitu:

1. Eksternalisasi

Proses munculnya ide-ide dari pemikiran manusia. Ide-ide ini kemudian eksis di kehidupan sosial.

2. Objektifikasi

Ide-ide yang muncul dari proses eksternalisasi kemudian dipersepsikan menjadi sebuah kenyataan. Ide-ide tadi disepakati (konsensus), mengalami proses interaksi sosial, lalu berlangsung secara berulang (habituasi).

3. Internalisasi

Ide awal yang mengalami proses objektifikasi dan dianggap sebagai kenyataan, kemudian diserap dan dipahami oleh manusia sebagai sebuah pengetahuan. Dengan demikian, realitas atau kenyataan yang diketahui oleh manusia sebenarnya juga muncul dari ide dan persepsi manusia itu sendiri.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh pakar sosiologi W. I. Thomas. Thomas menyebutkan bahwa realitas sosial adalah definisi yang dibuat terhadap sebuah situasi. Jadi, realitas atau apa pun yang dianggap sebagai kenyataan sebenarnya adalah hasil dari persepsi atau interpretasi kita sendiri.

Contoh Realitas Sosial

1. Keluarga

Keluarga adalah contoh realitas sosial. Manusia membuat persepsi bahwa keluarga dibentuk dari kelompok orang yang memiliki ikatan kuat. Kelompok tersebut terdiri dari ayah yang bekerja, ibu yang melahirkan keturunan, hingga anak-anak.

Anak yang baru lahir pun lama-lama akan menganggap ayah dan ibu sebagai keluarga. Hal ini karena persepsi tersebut sudah melekat di kehidupan sosial dan masyarakat menerimanya sebagai suatu realitas.

2. Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok individu yang hidup saling bekerja sama dalam waktu yang lama. Mereka melakukan interaksi dan berkegiatan dalam satu wilayah yang sama, membuat kesatuan hidup, hingga muncul budaya yang menjadi identitas mereka.

Masyarakat juga menjadi contoh realitas sosial karena di dalamnya terdapat konstruksi yang melibatkan kesepakatan, interaksi, dan habituasi.

3. Sekolah

Sekolah termasuk contoh realitas sosial karena muncul melalui ide dan pemikiran manusia. Gedung sekolah dan konsep pendidikan yang kita kenal sekarang merupakan produk dari kesepakatan banyak pihak di masa lampau.

4. Organisasi sosial

Organisasi terbentuk karena adanya kelompok individu yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Kesamaan yang dimaksud bisa dalam hal ideologi, hobi, atau yang lainnya. Setiap anggota dari kelompok sosial ini melakukan interaksi, sekaligus menunjukkan perilaku dan aktivitas yang sama.

Masyarakat yang melihat fenomena kesamaan perilaku dan aktivitas tersebut akan membuat persepsi tentang sebuah organisasi. Itulah kenapa organisasi semacam ini juga merupakan contoh realitas sosial di kehidupan masyarakat.

Baca juga: Sejarah Perkembangan Ilmu Sosiologi dari Era Yunani hingga Modern

Baca juga artikel terkait ILMU SOSIAL atau tulisan menarik lainnya Erika Erilia
(tirto.id - erk/agu)


Penulis: Erika Erilia
Editor: Agung DH
Kontributor: Erika Erilia

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Realitas sosial adalah kenyataan atau fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terkait dengan kestabilan dalam keadaan normal atau keadaan tidak normal yang terjadi dalam pola-pola hubungan di masyarakat.[1] Realitas sosial secara umum adalah kenyataan atau fakta yang terjadi di tengah masyarakat.[2]

  • Peter Berger dan Thomas Luckman: realitas adalah kualitas yang berkaitan dengan fenomena yang kita anggap berada di luar kemauan kita (sebab ia tidak dapat dienyahkan).
  • Émile Durkheim: realitas sosial adalah cara bertindak, apakah tetap atau tidak, yang bisa menjadi pengaruh atau hambatan eksternal bagi seorang individu.[3] Hal itu bisa berarti bahwa fakta sosial adalah cara bertindak, berpikir, dan perasaan yang berada di luar individu dan koersif dan dibentuk sebagai pola dalam masyarakat.
  1. Realitas sosial objektif adalah gejala-gejala sosial yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan sering dihadapi oleh individu sebagai fakta.
  2. Realitas sosial subjektif adalah realitas sosial yang terbentuk pada diri khalayak yang berasal dari realitas sosial objektif dan realitas sosial simbolik.
  3. Realitas sosial simbolik adalah bentuk – bentuk simbolik dari realitas sosial objektif, yang biasanya diketahui oleh khalayak dalam bentuk karya seni, fiksi, serta isi media.

Berger & Luckmann berpandangan bahwa kenyataan atau realitas dibangun secara sosial,[4] dalam pengertian individu-individu dalam masyarakat itulah yang membangun masyarakat. Maka pengalaman individu tidak terpisahkan dengan masyarakatnya. Berger memandang manusia sebagai pencipta kenyataan sosial yang objketif melalui tiga momen dialektis yang stimultan yaitu:

  1. Eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia kedalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan bentuk ekspresi diri untuk menguatkan eksistensi individu dalam masyarakat. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai produk manusia.
  2. Objektifikasi, adalah hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dari kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Hasil itu berupa realitas objektif yang bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang berada diluar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya (hadir dalam wujud yang nyata). Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjketif perorangan. Ia menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang. Pada tahap ini masyarakat dilihat sebagai realitas yang objektif, atau proses interaksi sosial dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan atau mengalami proses institusionalisasi.
  3. Internalisasi, lebih merupakan penyerapan kembali dunia objektif ke dalam kesadaran sedemikian rupa sehingga subjektif individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial. Berbagai macam unsur dari dunia yang telah terobjektifikasi tersebut akan ditangkap sebagai gejala realitas diluar kesadarannya, sekaligus sebagai gejala internal bagi kesadaran. Melalui internalisasi manusia menjadi hasil dari masyarakat.

Berger & Luckmann berusaha mengembalikan hakikat dan peranan sosiologi pengetahuan dalam kerangka mengembangkan teori sosiologi.[5] Beberapa usaha tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

  1. Mendefinisikan kembali pengertian “kenyataan” dan “pengetahuan” dalam konteks sosial. Dalam hal ini teori sosiologi harus mampu memberikan pemahaman bahwa kehidupan masyarakat itu dikonstruksi secara terus menerus. Oleh karena itu pusat perhatian seharusnya tercurah pada bentuk-bentuk penghayatan (Erlebniss) kehidupan masyarakat secara menyeluruh dengan segala aspeknya (kognitif, afektif dan konatif). Kenyataan sosial itu ditemukan dalam pergaulan sosial yang termanifestasikan dalam tindakan. Kenyataan sosial itu ditemukan dalam pengalaman intersubjektif dan melalui pengalaman ini pula masyarakat terbentuk secara terus menerus .
  2. Menemukan metodologi atau cara meneliti pengalaman intersubjektif dalam kerangka mengkonstruksi realitas, yakni menemukan “esensi masyarakat” yang implisit dalam gejala-gejala sosial itu. Dalam hal ini memang perlu ada kesadaran bahwa apa yang dinamakan masyarakat pasti terbangun dari “dimensi objektif” dan sekaligus “dimensi subjektif” sebab masyarakat itu sendiri sesungguhnya buatan kultural dari masyarakat (yang didalamnya terdapat hubungan intersubjektifitas) dan manusia adalah sekaligus pencipta dunianya sendiri .
  3. Memilih logika yang tepat dan cocok karena realitas sosial memiliki ciri khas seperti pluralis, dinamis, dan memiliki proses perubahan terus menerus. Sehingga diperlukan pendekatan akal sehat “common sense “ untuk mengamati. Maka perlu memakai prinsip logis dan non logis. Dalam pengertian berpikir secara dialektis. Kemampuan berpikir secara dialektis tampak dalam pemikiran Berger, sebagaimana dimiliki Karl Marx dan beberapa filosof eksistensial yang menyadari manusia sebagai makhluk paradoksial. Oleh karena itu kenyataan hidup sehari-hari memiliki dimensi objektif dan subjektif.

  1. ^ "Konsep-Konsep Realitas Sosial Dalam Sosiologi – Siswapedia". www.siswapedia.com. Diakses tanggal 2017-11-13. 
  2. ^ Si Manis (2 Juli 2020). "Pengertian Realitas Sosial : Macam Jenis, Bentuk, Konsep dan Contoh Realitas Sosial Dalam Masyarakat". Pelajaran.Co.Id. Diakses tanggal 14 Nopember 2020.  Periksa nilai tanggal di: |access-date= (bantuan)
  3. ^ 1858-1917., Durkheim, Émile,; D.,, Halls, W. (2014). The rules of sociological method : and selected texts on sociology and its method (edisi ke-Free Press trade paperback ed). New York: Free Press. ISBN 9781476749723. OCLC 871329823. Pemeliharaan CS1: Teks tambahan (link)
  4. ^ Veeger K.J.1985.Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial Atas Hubungan Individu- Masyarakat Dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi.Jakarta:Gramedia.
  5. ^ Berger P.L dan Luckmann T. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan. Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Penerjemah, Hasan Basari. LP3ES. Jakarta.

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Realitas_sosial&oldid=21232493"