Sebutkan upaya-upaya untuk menyatukan atman dengan brahman

Di India, tidak seperti Barat, perbedaan antara filsafat dan agama sangat tipis sehingga yang satu sering mengalir ke yang lain, menjadikan filsafatnya sama religiusnya dengan filsafat agamanya. Pada zaman kuno, para filsuf India kuno memahami bahwa yang tertinggi atau yang paling utama memanifestasikan dirinya secara tidak langsung hanya di dunia fenomenal dengan beberapa kasus luar biasa. 

Dengan kata lain, kita tidak bisa menghargainya secara langsung tetapi hanya secara tidak langsung di dunia empiris kita. Makhluk tertinggi ini seharusnya ada tidak secara fisik tetapi secara metafisik dalam bentuk yang tak terlihat di balik dunia yang fenomenal. Dari sinilah ditemukan bahwa unsur yang tertinggi adalah Brahman.

[1] Gagasan ini diberikan, misalnya, dalam ungkapan bahwa makhluk tertinggi, Brahman, disebut 'tidak terwujud' (Avyakta) dan digambarkan berada di luar indra (Atndriya) dan ditangkap oleh beberapa tanda (lingagr ahya ).

[2] Brahman disebut sebagai "sesuatu"  yang dari padanya segala sesuatu yang lain dapat ada dan yang telah membuat segala sesuatu yang lain itu menjadi agung. Nama yang diberikan kepada "sesuatu" ini adalah Brahman yang berarti "yang membuat menjadi agung."

Baca juga : Relasi Brahman dan Atman dalam Filosofi Manusia Hindu

 Brahman Sebagai Asas Alam Semesta

Realitas sehari-hari atau fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari merupakan percikan dari realitas tertinggi yakni Brahman. Dengan demikian, orang mulai mendekati dan melihat realitas yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. 

Mereka mulai menggali dan mendalami serta  mengidentifikasikan realitas tertinggi itu dengan lambang-lambang religius dan upacara-upacara, atau dengan benda-benda alam seperti matahari dan bulan, atau dengan fungsi-fungsi psikologis tertentu dari manusia. Lalu muncul persoalan di sini. 

Bukankah Brahman itu sebagai realitas tertinggi tidak terbatas pada upacara-upacara atau lambang atau dengan benda-benda alam? Mengapa para filsuf India kuno mencoba mengidentifikasi realitas tertinggi dengan realitas dunia yang terbatas? Para filsuf menyadari hal ini dan mereka mulai menggunakan cara lain untuk mendefenisikan Brahman yakni jalan negatif.  

 Mereka mengatakan bahwa Brahman sebagai realitas yang tidak terbatas,  tidak dapat dilihat oleh mata manusia.  Indra penglihatan manusia hanya mampu melihat realitas yang terbatas. Brahman  tidak dapat dimengerti, karena akal manusia hanya mampu menangkap sesuatu yag dapat dimengerti. 

Brahman melampaui pemikiran, maka dia tidak dapat dikonsepkan oleh pikiran. Brahman itu tanpa mata atau telinga, tanpa tangan atau kaki, tak berakhir, masuk ke dalam segala hal dan hadir di mana-mana, dialah yang tidak dapat berubah, yang dipandang si bijak sebagai sumber dari segala sesuatu yang ada.[3] Pada akhirnya brahman tetap tinggal dalam suatu misteri.

Baca juga : Kisah Dua Brahmana

 Atman Sebagai Asas Individu

             tman (tmn) adalah kata dalam bahasa Sanskerta yang berarti diri atau jiwa. Dalam filsafat Hindu, khususnya di aliran Vedanta Hindu, Atman adalah prinsip pertama, diri sejati seorang individu yang melampaui identifikasi dengan fenomena, esensi.[4] Atman adalah esensi kehidupan sejati manusia. Atman yang ada dalam manusia disebut jivatman (jiwa/roh yang menghidupkan manusia).

             Atman dianggap identik dengan Brahman, realitas tertinggi, dan melampaui nama dan bentuk, di luar kata-kata dan ucapan, di luar pikiran dan organ-organ indera. Itu di luar batasan ruang, waktu, dan sebab akibat. Itu tidak berubah, tidak dapat dibedakan, tidak terlihat, tidak bisa binasa, dan berbeda dari indera.

Ia tidak terlibat dalam aktivitas apa pun dan segala sesuatu memperoleh keberadaannya karenanya. Ini adalah keberadaan absolut, kesadaran absolut, dan kebahagiaan absolut. Dengan mengetahui sifat alami seseorang, Atman, seseorang mengatasi penderitaan. Karena, 

Atman tidak dapat diketahui melalui indera dan pikiran, melalui persepsi perantara, seseorang harus memusnahkan semua keinginan dan membunuh pikiran, sehingga Atman yang mengungkapkan diri mengungkapkan dirinya. Ini adalah satu-satunya realitas, tidak ada realitas lain, ini adalah realitas non-ganda. 

Dengan melakukan praktik spiritual seperti kejujuran, penegasan, kelesuan, mengendalikan indera dan pikiran, seseorang harus memahami sifat sejati seseorang, Atman, yang berada di luar tubuh, pikiran, dan indera.

            Atman adalah esensi spiritual dalam semua makhluk, makhluk esensial mereka yang terdalam. Itu abadi, itu adalah esensi, tidak abadi. Atman adalah seseorang yang berada pada level terdalam keberadaannya. Atman dalam Upanishad adalah 'Akshara-Brahman' yang Abadi, Abadi, yang meliputi segalanya. Ia juga disebut "Purusha".[5] Dia menerangi alam semesta yang terlihat luas (Kshara-Virat, Apara Prakriti) dan menjaganya.

Baca juga : Jejak Para Brahmana (1): Bertemu Sister Sukriya

Relasi Antara Brahman Dan Atman

            Pada dasarnya Atman bersifat sempurna. Hal ini dikarenakan Atman sebagai percikan kecil  dari Brahman yang bersifat sempurna dan tidak terbatas. Brahman adalah asas alam semesta sedangkan Atman adalah asas pribdi atau individu. Atman menjadi tidak sempurna karena Atman tinggal dalam tubuh manusia yang terbatas. Tubuh manusia seringkali melakukan tindakan-tindakan destruktif yang bisa merusak Atman.

            Atman tidak bisa bergerak bebas karena dikekang dan dibatasi oleh tubuh manusia. Untuk itu, Atman harus mengalami pembebasan atau moksha. Untuk mencapai pembebasan (moksha), seorang manusia harus memperoleh pengetahuan diri (atma jnana), yang berarti menyadari bahwa diri sejati seseorang (Atman) identik dengan diri Brahman yang transenden.

            Apabila Atman sudah bebas, maka Atman akan terhubung dan bersatu dengan Brahman. Ada 12 sifat Atman jika Atman terbebas dari belenggu badaniah seorang manusia. Sifat-sifat itu yakni Achedya (tak terlukai oleh senjata), Adahya (tak terbakar oleh api), Akledya (tak terkeringkan oleh angin), Acesyah (tak terbataskan oleh air), Nitya (abadi), Sarwagatah (di mana-mana ada), Sthanu (tak berpindah-pindah), Acala (tak bergerak), Awyakta (tak dilahirkan), Acintya (tak terpikirkan), Awikara (tak berubah dan sempurna), Sanatana (selalu sama).[6]

            Yoga merupakan jalan untuk menemukan Atman dengan 12 sifat di atas. Yoga yang berarti penyatuan sebagai sarana untuk menyatukan atman dan brahman. Ada 4 jenis yoga yakni Bhakti yoga (dengan cara cinta kasih yang mendalam kehadapan Sang Hyang Widhi Wase atauTuhan Yang Maha Esa), Jnana yoga (dengan cara mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat), Karma yoga ( dengan cara perbuatan atau kebijakan yang baik tanpa pamrih), dan Raja yoga (dengan tekun melakukan tapa, yoga, brata, samadhi, intinya adalah dengan jalan yang lebih ke arah spritual).

[7] Keempat jenis yoga ini bisa dipilih sesuai dengan karakter dasar individu yang mempraktekkannya. Keempat yoga ini tetap mengarah pada satu tujuan yakni penyatuan antara Atman dan Brahman. Kemudian yang terpenting juga adalah sebelum melakukan yoga, seseorang harus membersihkan diri dari tindakan yang tak bermoral. Hal ini biasa disebut matiraga atau tindakan asketis.

DAFTAR PUSTAKA 

Ali, Matius, Filsafat Timur, Sanggar LUXOR: Karang Mulya, 2013

Koller, Jhon M., Filsafat Asia, judul asli : Asian Philosophies, terjemahan : Donatus Sermada, Maumere : Ledalero, 2010 

Reksosusilo , Stanislaus, Sejarah Awal Filsafat Timur, Malang: Pusat Publikasi Filsafat Teologi Widya Sasana 2008 

Zaehner, R., Kebijaksanaan Dari Timur, Beberapa Aspek Pemikiran Hinduisme. Judul asli Hinduism, terjemahan A. Sudiarja, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,1992


Sebutkan upaya-upaya untuk menyatukan atman dengan brahman

Lihat Filsafat Selengkapnya

Ilustrasi 4 Jalan untuk Mencapai Moksa Foto: Unsplash

Bagi umat Hindu, moksa merupakan tujuan tertinggi dalam hidup. Moksa identik dengan kemerdekaan sempurna, ketenangan spiritual yang kekal abadi, ketenteraman rohani, dan bersatunya Atman dengan Brahman.

Menurut Drs. Ida Bagus Sudirga, dkk. dalam buku Agama Hindu SMA Kelas 12, moksa berasal dari bahasa Sansekerta, yakni kata muc yang artinya “membebaskan” atau “melepaskan”. Dari segi istilah, moksa kerap disamakan dengan nirwana.

Secara garis besar, moksa adalah alam Brahman yang sangat gaib dan berada di luar batas pikiran manusia. Moksa bersifat nirguna, artinya tidak ada bahasa manusia yang mampu menjabarkan keadaan alam Moksa yang sesungguhnya.

Ajaran Hindu menjelaskan bahwa terdapat empat jalan untuk mencapai Moksa atau kesempurnaan. Keempat jalan ini disebut juga dengan Catur Marga Yoga. Lantas, apa saja 4 jalan untuk mencapai Moksa?

Ilustrasi 4 Jalan untuk Mencapai Moksa Foto: Unsplash

4 Jalan untuk Mencapai Moksa

Berikut 4 jalan untuk mencapai moksa yang dikutip dari buku Tutur Parakriya: Kontemplasi dan Rekonstuksi Moral Hindu oleh I Wayan Arya Adnyana:

Bahkti Marga adalah cara menghubungkan diri dengan Tuhan berlandaskan cinta kasih mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Jalan Karma Marga merupakan upaya untuk mencapai kesempurnaan dengan kebajikan tanpa pamrih.

Jnana Marga adalah mempersatukan jiwatman dengan paramatman yang dicapai dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan diri dari ikatan-ikatan keduniawian.

Raja Marga adalah jalan rohani untuk mencapai moksa dengan tiga jalan pelaksanaan, yaitu tapa-brata, yoga, dan samadhi. Tapa-brata adalah latihan mengendalikan emosi atau nafsu dalam diri ke arah positif.

Sementara itu, yoga dan samadhi merupakan latihan untuk menyatukan Atman dengan Brahman melalui meditasi atau pemusatan pikiran.

Ilustrasi 4 Jalan untuk Mencapai Moksa Foto: Unsplash

Berdasarkan informasi dari buku Agama Hindu SMA Kelas 12 karya Drs. Ida Bagus Sudirga, dkk., moksa dapat dibedakan menjadi empat tingkatan, berikut penjelasannya:

Samipya merupakan kebebasan yang bisa dicapai seseorang selama hidup di dunia. Samipya bisa dilakukan oleh para Yogi dan Maharsi.

Sarupya atau Sadharmya adalah kebebasan yang didapatkan oleh seseorang di dunia ini karena kelahirannya.

Salokya adalah kebebasan yang bisa diraih oleh Atman. Di mana Atman itu sendiri sudah berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan Tuhan. Dengan kata lain, Atman sudah mencapai tingkatan Dewa yang menjadi manifestasi dari Tuhan itu sendiri.

Sayujya merupakan tingkat kebebasan tertinggi, di mana Atman sudah bisa bersatu dengan Tuhan Yang Maha Esa (Brahman). Kondisi ini disebut pula dengan Brahman Atman Aikyam yang berarti Atman dan Brahman sesungguhnya tunggal.


Page 2