Show
Foto: Beberapa pelajar SMA Negeri 2 Singkep, menunjukkan antusias mereka saat melakukan kunjungan studi tur sejarah di Daik Lingga. Fadli Lingga, MC – “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarah”, kutipan tersebut adalah kalimat yang pernah diucapkan presiden Indonesia pertama, Ir Soekarno. Jika dimaknai, Kalimat tersebut mengandung arti bahwa sejarah merupakan hal yang sangat penting untuk membangun bangsa yang besar. Pentingnya mengenal sejarah juga disampaikan Kapala Seksi Sejarah Purbakala dan Permuseuman di Disbudpar Kabupaten Lingga, Syamsul Asrar. Ia mengakui, dengan mempelajari sejarah bangsa, kita akan lebih menghargai dan mencintai tanah air kita sendiri. “Terutama bagi para pelajar, Sejarah sangatah penting untuk dipelajari. Dengan sejarah, mereka akan tau begitu besar dan kayanya tanah air Indonesia, gigihnya perjuangan para pahlawan kita, dan dari hal tersebut mereka akan lebih menghargai serta mencintai tanah air,” ungkapnya, usai menyambut kedatangan rombongan pelajar SMA Negeri 2 Singkep, yang melakukan studi tur ke museum baru Linggam Cahaya, Sabtu (28/2). Syamsul Asrar menjelaskan, kegiatan yang dilakukan para pelajar SMA Negeri 2 Singkep tersebut sangat baik. Selain mereka mengenal sejarah Indonesia, khususnya Kesultanan melayu Lingga, mereka juga dapat kesempatan melihat langsung bukti sejarah dari peninggalan Kerajaan Riau Lingga, di Museum Linggam Cahaya dan situs sejarah kesultanan lainnya di beberapa titik, di Daik Lingga. “Kita menyambut baik kedatangan mereka. Kita melihat para pelajar ini cukup aktif dalam bertanya dan rasa ingin tahu mereka cukup besar. Selain ke museum, kita juga membawa mereka kebeberapa situs sejarah seperti, Makam sultan di Bukit Cengkeh, Makam merah, Replika Istana Damnah beserta puing bangunan asli Istana, Mesjid Sultan, Benteng Cening, dan Desa wisata Mepar,”ungkapnya. Dia melanjutkan, masyarakat khususnya para pelajar di kabupaten Lingga seharusnya bangga karena kabupaten Lingga ini memiliki potensi sejarah yang sangat besar. Lingga pernah menjadi pusat pemerintahan kerajaan melayu Lingga-Riau-Johor-Pahang selama kurun waktu kurang lebih 120 tahun Dilanjutkannya lagi, Bukit peninggalan kesultanan melayu tersebut yang berhasil digali dan dikumpulkan pihak Disbudpar Lingga, juga cukup banyak. Meskipun tidak keseluruhan benda cagar budaya dapat dikoleksi karena dibatasi berbagai hal, namun yang sudah ada cukup terawat dan terus dilalakukan pemeliharaan. Dia berharap, tidak hanya pelajar SMA Negeri 2 Singkep saja, namun kepada seluruh pelajar khususnya di Kabupaten Lingga, memiliki kesempatan yang sama, mempelajari sejarah dan melihat langsung bukti peninggalannya yang telah Pemkab sediakan. Selain itu, dia menambahkan, dengan bangunan baru Museum Linggam Cahaya yang dilengkapi ruangan yang lebih luas dari sebelumnya, serta fasilitas yang baik, diharapkan dapat membuat pengunjung lebih nyaman untuk melakukan kunjungan. “Kita berharap, para pelajar dari sekolah lain juga memiliki kesempatan yang sama sepeti SMA Negeri 2 Singkep, dapat mempelajari dan melihat langsung bukti sejarahnya di Daik Lingga. Selain itu, dengan museum baru ini, diharapkan dapat membuat pengunjung lebih tertarik dan nyaman untuk datang berkunjung. etugas museum akan siap melayani,” tutupnya. Pantauan dilapangan, Sebanyak 50 pelajar ditambah 7 orang guru dari SMA Negeri 2 Singkep, melakukan kunjungan dalam rangka studi tur bidang Sejarah, ke museum Linggam Cahaya dan beberapa lokasi situs sejarah lainnya di Daik Lingga. Dengan ditemani langsung petugas dari Dinas kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) kabupaten Lingga, para pelajar tersebut menjalani paket tur sejarah Kesultanan Lingga-Riau sehari, dimulai dari Museum Linggam cahaya, dan ditutup dengan belanja oleh-oleh khas melayu di Pasar Kampung Cina. (MC kab Lingga)
Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu, pemerintah mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan secara utuh untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehubungan dengan itu, seluruh hasil karya bangsa Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa lalu, Cagar Budaya menjadi penting perannya untuk dipertahankan keberadaannya. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya sudah tidak sesuai dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu diganti, untuk itu Pemerintah pada tahun 2010 menerbitkan UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Cagar Budaya dalam UU 11 tahun 2010 sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui. Dalam rangka menjaga Cagar Budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan pengaturan untuk menjamin eksistensinya. Oleh karena itu, upaya pelestariannya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan akademis, ideologis, dan ekonomis. Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola Cagar Budaya, dibutuhkan sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan yang luas. Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya disahkan Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 24 November 2010 di Jakarta. UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya mulai berlaku menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya setelah diundangkan Menkumham Patrialis Akbar pada tanggal 24 November 2010 di Jakarta. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130. Penjelasan Atas UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168. Agar semua orang mengetahuinya. UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya mencabut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470). Pertimbangan Undang-Undang 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah:
Dasar hukum UU 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya adalah Pasal 20, Pasal 21, Pasal 32 ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai- nilai budayanya” sehingga kebudayaan Indonesia perlu dihayati oleh seluruh warga negara. Oleh karena itu, kebudayaan Indonesia yang mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa harus dilestarikan guna memperkukuh jati diri bangsa, mempertinggi harkat dan martabat bangsa, serta memperkuat ikatan rasa kesatuan dan persatuan bagi terwujudnya cita-cita bangsa pada masa depan. Kebudayaan Indonesia yang memiliki nilai-nilai luhur harus dilestarikan guna memperkuat pengamalan Pancasila, meningkatkan kualitas hidup, memperkuat kepribadian bangsa dan kebanggaan nasional, memperkukuh persatuan bangsa, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sebagai arah kehidupan bangsa. Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu, pemerintah mempunyai kewajiban melaksanakan kebijakan untuk memajukan kebudayaan secara utuh untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sehubungan dengan itu, seluruh hasil karya bangsa Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini, maupun yang akan datang, perlu dimanfaatkan sebagai modal pembangunan. Sebagai karya warisan budaya masa lalu, Cagar Budaya menjadi penting perannya untuk dipertahankan keberadaannya. Warisan budaya bendawi (tangible) dan bukan bendawi (intangible) yang bersifat nilai-nilai merupakan bagian integral dari kebudayaan secara menyeluruh. Pengaturan Undang-Undang ini menekankan Cagar Budaya yang bersifat kebendaan. Walaupun demikian, juga mencakup nilai-nilai penting bagi umat manusia, seperti sejarah, estetika, ilmu pengetahuan, etnologi, dan keunikan yang terwujud dalam bentuk Cagar Budaya. Tidak semua warisan budaya ketika ditemukan sudah tidak lagi berfungsi dalam kehidupan masyarakat pendukungnya (living society). Terbukti cukup banyak yang digunakan di dalam peran baru atau tetap seperti semula. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai pemanfaatan Cagar Budaya yang sifatnya sebagai monumen mati (dead monument) dan yang sifatnya sebagai monumen hidup (living monument). Dalam rangka menjaga Cagar Budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan kebijakan yang tegas dari Pemerintah untuk menjamin eksistensinya. Ketika ditemukan, pada umumnya warisan budaya sudah tidak berfungsi dalam kehidupan masyarakat (dead monument). Namun, ada pula warisan budaya yang masih berfungsi seperti semula (living monument). Oleh karena itu, diperlukan pengaturan yang jelas mengenai pemanfaatan kedua jenis Cagar Budaya tersebut, terutama pengaturan mengenai pemanfaatan monumen mati yang diberi fungsi baru sesuai dengan kebutuhan masa kini. Selain itu, pengaturan mengenai pemanfaatan monumen hidup juga harus memperhatikan aturan hukum adat dan norma sosial yang berlaku di dalam masyarakat pendukungnya. Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya memiliki sifat rapuh, unik, langka, terbatas, dan tidak terbarui. Dalam rangka menjaga Cagar Budaya dari ancaman pembangunan fisik, baik di wilayah perkotaan, pedesaan, maupun yang berada di lingkungan air, diperlukan pengaturan untuk menjamin eksistensinya. Oleh karena itu, upaya pelestariannya mencakup tujuan untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya. Hal itu berarti bahwa upaya pelestarian perlu memperhatikan keseimbangan antara kepentingan akademis, ideologis, dan ekonomis. Pelestarian Cagar Budaya pada masa yang akan datang menyesuaikan dengan paradigma baru yang berorientasi pada pengelolaan kawasan, peran serta masyarakat, desentralisasi pemerintahan, perkembangan, serta tuntutan dan kebutuhan hukum dalam masyarakat. Paradigma baru tersebut mendorong dilakukannya penyusunan Undang-Undang yang tidak sekadar mengatur pelestarian Benda Cagar Budaya, tetapi juga berbagai aspek lain secara keseluruhan berhubungan dengan tinggalan budaya masa lalu, seperti bangunan dan struktur, situs dan kawasan, serta lanskap budaya yang pada regulasi sebelumnya tidak secara jelas dimunculkan. Di samping itu, nama Cagar Budaya juga mengandung pengertian mendasar sebagai pelindungan warisan hasil budaya masa lalu yang merupakan penyesuaian terhadap pandangan baru di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Untuk memberikan kewenangan kepada Pemerintah dan partisipasi masyarakat dalam mengelola Cagar Budaya, dibutuhkan sistem manajerial perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang baik berkaitan dengan pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan Cagar Budaya sebagai sumber daya budaya bagi kepentingan yang luas. Berikut konten Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya (bukan format asli): Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
Pelestarian Cagar Budaya berasaskan:
Pasal 3Pelestarian Cagar Budaya bertujuan:
Pasal 4Lingkup Pelestarian Cagar Budaya meliputi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Cagar Budaya di darat dan di air. Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
Pasal 6Benda Cagar Budaya dapat:
Pasal 7Bangunan Cagar Budaya dapat:
Pasal 8Struktur Cagar Budaya dapat:
Bagian KeduaSitus dan KawasanPasal 9Lokasi dapat ditetapkan sebagai Situs Cagar Budaya apabila:
Pasal 10Satuan ruang geografis dapat ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya apabila:
Pasal 11Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang atas dasar penelitian memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa Indonesia, tetapi tidak memenuhi kriteria Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 10 dapat diusulkan sebagai Cagar Budaya.
Kawasan Cagar Budaya hanya dapat dimiliki dan/atau dikuasai oleh Negara, kecuali yang secara turun-temurun dimiliki oleh masyarakat hukum adat. Pasal 14
Pasal 15Cagar Budaya yang tidak diketahui kepemilikannya dikuasai oleh Negara. Pasal 16
Pasal 17
Pasal 18
Pasal 19
Pasal 20Pengembalian Cagar Budaya asal Indonesia yang ada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan oleh Pemerintah sesuai dengan perjanjian internasional yang sudah diratifikasi, perjanjian bilateral, atau diserahkan langsung oleh pemiliknya, kecuali diperjanjikan lain sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 21
Pasal 22
Ketentuan lebih lanjut mengenai penemuan Cagar Budaya dan kompensasinya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian KeduaPencarianPasal 26
Pasal 27Ketentuan lebih lanjut mengenai Pencarian Cagar Budaya atau yang diduga Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pemerintah kabupaten/kota bekerja sama dengan setiap orang dalam melakukan Pendaftaran. Pasal 29
Pasal 30Pemerintah memfasilitasi pembentukan sistem dan jejaring Pendaftaran Cagar Budaya secara digital dan/atau nondigital. Bagian KeduaPengkajianPasal 31
Pasal 32Pengkajian terhadap koleksi museum yang didaftarkan dilakukan oleh Kurator dan selanjutnya diserahkan kepada Tim Ahli Cagar Budaya. Bagian KetigaPenetapanPasal 33
Pasal 34
Pasal 35Pemerintah kabupaten/kota menyampaikan hasil penetapan kepada pemerintah provinsi dan selanjutnya diteruskan kepada Pemerintah. Pasal 35Benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang memiliki arti khusus bagi masyarakat atau bangsa Indonesia sebagaimana dalam Pasal 11 dapat ditetapkan sebagai Cagar Budaya dengan Keputusan Menteri atau Keputusan Gubernur setelah memperoleh rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya sesuai dengan tingkatannya. Bagian KeempatPencatatanPasal 37
Pasal 38Koleksi museum yang memenuhi kriteria sebagai Cagar Budaya dicatat di dalam Register Nasional Cagar Budaya. Pasal 39Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan upaya aktif mencatat dan menyebarluaskan informasi tentang Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan keamanan dan kerahasiaan data yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 40
Bagian KelimaPemeringkatanPasal 41Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan pemeringkatan Cagar Budaya berdasarkan kepentingannya menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya. Pasal 42Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat nasional apabila memenuhi syarat sebagai:
Pasal 43Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat provinsi apabila memenuhi syarat:
Pasal 44Cagar Budaya dapat ditetapkan menjadi Cagar Budaya peringkat kabupaten/kota apabila memenuhi syarat:
Pasal 45Pemeringkatan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 untuk tingkat nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri, tingkat provinsi dengan Keputusan Gubernur, atau tingkat kabupaten/kota dengan Keputusan Bupati/Wali Kota. Pasal 46Cagar Budaya peringkat nasional yang telah ditetapkan sebagai Cagar Budaya Nasional dapat diusulkan oleh Pemerintah menjadi warisan budaya dunia. Pasal 47Cagar Budaya yang tidak lagi memenuhi syarat untuk ditetapkan sebagai peringkat nasional, peringkat provinsi, atau peringkat kabupaten/kota dapat dikoreksi peringkatnya berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya di setiap tingkatan. Pasal 48Peringkat Cagar Budaya dapat dicabut apabila Cagar Budaya:
Pasal 49Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeringkatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian KeenamPenghapusanPasal 50
Pasal 51
Pasal 52Ketentuan lebih lanjut mengenai Register Nasional Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis dan/atau kepakaran dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau yang dikuasai. Pasal 55Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya. Bagian KeduaPelindunganPasal 56Setiap orang dapat berperan serta melakukan Pelindungan Cagar Budaya. Paragraf 1PenyelamatanPasal 57Setiap orang berhak melakukan Penyelamatan Cagar Budaya yang dimiliki atau yang dikuasainya dalam keadaan darurat atau yang memaksa untuk dilakukan tindakan penyelamatan. Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelamatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 2PengamananPasal 61
Pasal 62
Pasal 63Masyarakat dapat berperan serta melakukan Pengamanan Cagar Budaya. Pasal 64Pengamanan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 dan Pasal 62 harus memperhatikan pemanfaatannya bagi kepentingan sosial, pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan, agama, kebudayaan, dan/atau pariwisata. Pasal 65Pengamanan Cagar Budaya dapat dilakukan dengan memberi pelindung, menyimpan, dan/atau menempatkannya pada tempat yang terhindar dari gangguan alam dan manusia. Pasal 66
Pasal 67
Pasal 68
Pasal 69
Pasal 70Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dan Pasal 69 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Pasal 71Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengamanan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 3ZonasiPasal 72
Pasal 73
Pasal 74Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan sistem Zonasi diatur dalam Peraturan Pemerintah. Paragraf 4PemeliharaanPasal 75
Pasal 76
Paragraf 5PemugaranPasal 77
Bagian KetigaPengembanganParagraf 1UmumPasal 78
Paragraf 2PenelitianPasal 79
Paragraf 3RevitalisasiPasal 81
Pasal 81
Pasal 82Revitalisasi Cagar Budaya harus memberi manfaat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan mempertahankan ciri budaya lokal. Paragraf 4AdaptasiPasal 83
Pasal 84Ketentuan lebih lanjut mengenai Pengembangan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian KeempatPemanfaatanPasal 85
Pasal 86Pemanfaatan yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan wajib didahului dengan kajian, penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan. Pasal 87
Pasal 88
Pasal 89Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang tercatat sebagai peringkat nasional, peringkat provinsi, peringkat kabupaten/kota hanya dapat dilakukan atas izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan tingkatannya. Pasal 90Pemanfaatan dengan cara perbanyakan Benda Cagar Budaya yang dimiliki dan/atau dikuasai setiap orang atau dikuasai negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 91Pemanfaatan koleksi berupa Cagar Budaya di museum dilakukan untuk sebesar-besarnya pengembangan pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, sosial, dan/atau pariwisata. Pasal 92Setiap orang dilarang mendokumentasikan Cagar Budaya baik seluruh maupun bagian-bagiannya untuk kepentingan komersial tanpa seizin pemilik dan/atau yang menguasainya. Pasal 93
Pasal 94Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemanfaatan Cagar Budaya diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Setiap orang yang tanpa izin mengalihkan kepemilikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Pasal 102Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 103Setiap orang yang tanpa izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan pencarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 104Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 105Setiap orang yang dengan sengaja merusak Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Pasal 106
Pasal 107Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota, memindahkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 108Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur atau bupati/wali kota, memisahkan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). Pasal 109
Pasal 110Setiap orang yang tanpa izin Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota mengubah fungsi ruang Situs Cagar Budaya dan/atau Kawasan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pasal 111Setiap orang yang tanpa izin pemilik dan/atau yang menguasainya, mendokumentasikan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 112Setiap orang yang dengan sengaja memanfaatkan Cagar Budaya dengan cara perbanyakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 113
Pasal 114Jika pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya terkait dengan Pelestarian Cagar Budaya, pidananya dapat ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 115
BAB XIIKETENTUAN PERALIHANPasal 116Pengelolaan Cagar Budaya yang telah memiliki izin wajib menyesuaikan ketentuan persyaratan berdasarkan Undang-Undang ini paling lama 2 (dua) tahun sejak berlakunya Undang-Undang ini. BAB XIIIKETENTUAN PENUTUPPasal 117Peraturan perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu) tahun sejak tanggal pengundangan Undang-Undang ini. Pasal 118Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. Pasal 119Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 120Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya |