Salah satu nama lain dari Al-Quran adalah al Furqan artinya

Alquran mempunyai nama salah satunya adalah Al-Furqan,

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Prof Dr Nasaruddin Umar, Imam Besar Masjid Istiqlal

Dalam pandangan sufistik makna Alquran dan al-Furqan berbeda penekanan. Secara harfiah Alquran berasal dari akar kata qara`ayaqrau berarti menghimpun atau mengumpulkan (al-jam') dan membaca (al-nuthq). Dari akar kata tersebut lahirlah kata qur'an berarti himpunan atau kumpulan (solidifications). 

Dari akar kata yang sama lahir kata Alquran yang berarti Kitab Suci yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Jibril untuk dijadikan tuntunan hidup bagi umatnya. Disebut Alquran karena kitab itu berisi bacaan (qur'an) dan kandungannya menghimpun keseluruhan inti ajaran kitab-kitab suci sebelumnya.  

Sedangkan, al-furqan secara harfiah berasal dari kata farraqayufarriqu- furqan berarti membedakan, memisahkan, membagi-bagi, dan memperhadap-hadapkan. Dari akar kata ini lahir kata al-Furqan, nama lain dari Alquran, berarti memisahkan antara yang hak dan batil, baik dan buruk.  

Secara populer Alquran dan al- Furqan mempunyai arti sama (bi mana wahid), yakni kitab suci Alquran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Jibril, kemudian menjadi sebuab Kitab tuntunan hidup bagi umat Islam. Namun, dalam pandangan tafsir sufistik (isyari) keduanya memiliki arti yang berbeda.  

Dalam pandangan tasawuf, sebagaimana dijelaskan Dawud al-Qushairi, salah seorang musyarrih kitab Fushush al-Hikam karya Ibn Arabi, alqur'an di maknai sebagai himpunan dari berbagai realitas dan entitas yang ada.

Alquran sering dijadikan istilah untuk maqam lebih tinggi (al-maqam al-'ulya) atau sering menjadi atribut bagi 'manusia langit' (al-insal alsamawi), yaitu orang-orang yang sudah memandang pluralitas kehidupan dan heterogenitas alam semesta sebagai wujud entitas ilahi (al-jam'iyyah alilahiyyah/ single divine-entity). 

Alquran menjadi atribut bagi orang yang sudah sampai kepada maqam atas, yang tidak terganggu lagi dengan kahadiran enti tas-entitas yang bermacam-macam, bahkan cenderung berkontradiksi satu sama lain.  

Sementara, al-Furqan menurut Ibn 'Arabi digunakan sebagai lambang identitas bumi dan maqam rendah (almaqam al-sufla). Disebut "manusia bumi" (al-insan al-ardh) atau al-insan al-furqan karena paradigmanya masih memandang realitas alam ini sebagai makhluk dan entitas yang beraneka ragam. Belum masuk ke wilayah maqam kesatuan (al-maqam al-jam').  

Manusia langit (al-insan alsamawi) yang biasa disebut manusia Qurani (al-insan al-qur'ani) tidak lagi sibuk mencari identitas setiap entitas yang ada karena mereka sudah sampai pada kesadaran bahwa pluralitas kehidupan dan heterogenitas entitas yang ada sesungguhnya adalah satu (the oneness) atau biasa disebut almaqam al-jam' atau al-jam'iyyat al- Ilahiyyat. 

Apa yang tampak sebagai the whole entity dalam alam semesta ini, baik makrokosmos maupun mikrokosmos, tidak lain adalah pengejawentahan (tajalli) diri-Nya Sang Maha Esa. Orang yang sampai kepada maqam ini disebut maqam al-qurb alnawafil.  

Ada orang yang sampai kepada puncak penyaksian bahwa sesungguhnya yang ada ini tidak ada siapa pun dan apa pun selain Dia Yang Maha Esa (ahadiyyah/the one and only). Sebetulnya masih ada lagi satu maqam yang lebih puncak, yaitu maqam Alqurb al-faraid, tetapi berbagai kalangan sudah dianggap masuk ke wilayah "al-Qurb".  

Manusia Qurani tidak lagi tersedot enenrginya untuk mengidentifikasi entitas-entitas yang berbeda yang ada di sekitarnya karena mereka melihat apa yang ada sesungguhnya adalah hanya sebuah realitas. 

Tantangan kita sekarang bagaimana beranjak dari manusia bumi menjadi manusia langit. Apakah karakter 'manusia bumi' dan 'manusia langit', masih diperlukan pembahasan tersendiri. 

Keanekaragaman realitas ini kemudian menyedot energi untuk melakukan identifikasi, mencari perbedaan dan persamaan antara satu realitas dengan realitas lain. Bahkan, perbedaan itu memengaruhi karakter dan kepribadiannya. Ada yang disukai berlebihan dan ada yang dibenci secara berlebihan. Mereka menikmati, tetapi sekaligus terbebani dengan pluralisme kehidupan dan heterogenitas alam semesta.  

Namun, lebih banyak energinya tersedot untuk melakukan penyesuaian di antara berbagai pluralitas yang ada. Manusia bumi sulit merasakan kebahagiaan dan dan kedamaian secara permanen karena paradigmanya masih lebih sering memperhadap-hadapkan antara identitas satu entitas dan entitas yang lain. Akhirnya, ia merasa tidak pernah merasa penuh dan puas karena sehari-hari mengejar bayangan fatamorgana. Allahu a'lam.

sumber : Harian Republika

3 dari 5 halaman

11. Al-Furqan

Nama lain Alquran adalah Al-Furqan yang merupakan pembeda antara yang benar dan yang salah erta sebagai peringatan kepada hambanya.

QS. Al Furqaan [25]:1
Maha suci Allah yang telah menurunkan Al-Furqaan (Al-Qur'an) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.

12. Al-Hikmah

Al-Quran dinamakan sebagai “ Hikmah” sebab Al-Qur’an diturunkan berdasarkan Qanun al-Mu’tabar (hukum yang dapat diambil ibrah). Artinya, meletakkan sesuatu pada tempatnya. Nama lain Al-Quran tersebut juga dikarena di dalam Al-Quran terdapat banyak hikmah yang bisa diambil.

Q.S. al-Qamar [54] : 5
“ (itulah) suatu hikmah yang sempurna, tetapi peringatan-peringatan itu tidak berguna (bagi mereka)”

13. Al-Huda

Nama lain Alquran adalah Al-Huda yang memiliki arti sebagai petunjuk. Karena di dalam Al-Quran lah ada petunjuk-petunjuk yang menuntun umat manusia ke jalan yang benar.

Q.S. Yunus [10] : 57:
“ dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman”

14. Al-Hukmu

Nama lain Alquran adalah Al-Hukmu yang berarti hukum peraturan. Seperti yang sudah kita ketahui, hukum-hukum Islam sumbernya adalah Alquran.

QS. Ar-Ra’d: 37
Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al-Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam Bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu akan (siksa) Allah.

15. Aliy

Dalam bahasa Arab, Aliy berarti 'tinggi', 'ditinggikan' atau 'juara'. Sebab Al-Qur’an merupakan kitab suci yang mengandung nilai yang tinggi nan agung

Q.S. al-Zukhruf [43] ayat 4:
“ Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi Kami, benar-benar (bernilai) tinggi dan penuh hikmah”

KATA al-furqan berasal dari akar kata farraqa-yafrriqu yang berarti membedakan, memisahkan, membagi-bagi, dan memperhadap-hadapkan. Dari akar kata ini lahir kata Al-Furqan, nama lain dari Al-Qur’an yang berarti memisahkan antara yang haq dan bathil, baik dan buruk.

Akan tetapi, dalam per­spektif tasawuf, khususnya dalam kajian Ibn ‘Arabi dalam kitab Fushush al-Hi­­kam, kata al-furqan sering digunakan sebagai lambang identi­tas bumi dan maqam ren­dah (al-maqam al-sufla). Disebut ‘manusia bumi’ (al-insan al-ardh) atau al-insan al-furqan karena paradigmanya masih memandang realitas alam ini sebagai makhluk dan entitas beraneka ragam.

Keanekaragaman realitas ini menyedot energinya untuk mengidentifikasi, mencari perbedaan dan persamaan antara satu realitas dan yang lain. Bahkan perbedaan itu memengaruhi karakter dan kepribadiannya. Ada yang disukai berlebihan dan ada yang dibenci secara berlebihan..

Mereka menikmati, tetapi sekaligus terbe­bani dengan pluralisme kehidupan dan he­­­terogenitas alam semesta. Namun, lebih ba­­­nyak energinya tersedot untuk melakukan penyesuai­an di anta­ra berbagai pluralitas yang ada.

Manusia bumi sulit me­ra­sakan kebahagiaan per­ma­nen karena paradig­manya lebih sering memperhadap-hadapkan identitas satu en­titas dengan yang lain. Akhirnya, ia tidak pernah puas karena sehari-hari me­ngejar bayang-bayang.

Sementara itu, al-qur’an, se­­cara harfiah dari akar ka­­ta qara`a-yaqrau yang berarti menghimpun atau mengumpulkan (al-jam’), membaca (al-nuthq). Dari akar kata itu lahirlah kata al-qur’an ber­­arti himpunan atau kumpulan (solidifications).

Dari akar kata yang sama lahir kata Al-Qur’an yang berarti kitab suci yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui Jibril untuk dijadikan tuntunan hidup bagi umatnya. Disebut Al-Qur’an karena kitab itu berisi bacaan (qur’an) dan kandungannya menghimpun keseluruhan inti ajaran kitab-kitab suci sebelumnya.

ISTILAH al-qur’an di sini lebih dimaksudkan seperti apa yang dimaksudkan Ibn Arabi dan musyarrih kitabnya, Dawud al-Qushairi sebagai himpunan dari berbagai realitas dan entitas yang ada.

Al-qur’an sering dijadikan istilah untuk maqam lebih tinggi (al-maqam al-‘ulya) atau sering menjadi atribut bagi ‘manusia langit’ (al-insal al-samawi), yaitu orang-orang yang sudah memandang pluralitas kehidupan dan heterogenitas alam semesta sebagai wujud entitas Ilahi (al-jam’iyyah al-ilahiyyah/single divine-entity).

Manusia langit (al-insan al-samawi) yang biasa disebut manusia qur’ani (al-insan al-qur’ani) tidak lagi sibuk mencari identitas setiap entitas yang ada karena mereka sudah sampai kepada kesadaran bahwa pluralitas kehidupan dan heterogenitas entitas sesungguhnya adalah satu (the oneness).

Apa yang tampak sebagai the whole entity dalam alam semesta ini, baik makrokosmos maupun mikrokosmos ialah pengejawantahan (tajalli) diri-Nya Sang Maha Esa. Orang yang sampai kepada maqam ini disebut maqam al-qurb al-nawafil.

Ada orang yang sampai kepada puncak penyaksian bahwa sesungguhnya yang ada ini tidak ada siapa pun dan apa pun selain Dia Yang Maha Esa (ahadiyyah/the one and only). Maqam ini dalam istilah tasawuf disebut maqam al-qurb al-faraid.

Manusia qur’ani tidak lagi tersedot energinya untuk mengidentifikasi entitas-entitas yang ada karena mereka melihat apa yang ada sesungguhnya ialah hanya sebuah realitas. Tantangan kita sekarang bagaimana beranjak dari manusia bumi menjadi manusia langit. Apa karaker ‘manusia bumi’ dan ‘manusia langit’? lihat artikel berikutnya. Allahu a’lam.