Tanoto Scholars Association Medan ( TSA Medan) yang didukung oleh Tanoto Foundation, kembali melakukan bina desa untuk ketiga kalinya di Desa Bagan Kuala Kampung Kito, Kecamatan Tanjung Beringin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara ( 10/06). Berbeda dengan agenda bina desa seperti biasanya, bina desa kali ini diisi dengan menanam seribu pohon bakau. Mengingat hutan bakau memiliki peranan dan manfaat yang penting baik langsung maupun tidak bagi lingkungan sekitar khususnya bagi penduduk pesisir. Beberapa peran dan manfaat hutan bakau diantaranya, mencegah instrusi air laut, mencegah erosi dan abrasi pantai, sebagai pencegah dan penyaring alami, berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir, serta sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi beberapa jenis satwa. Show
Namun hutan bakau kini tidak luput dari permasalahan lingkungan, akibat pengelolaan yang buruk, ekosistem hutan bakau di pesisir pantai terancam punah sehingga akan mempercepat proses abrasi pantai, hingga garis pantai akan lebih cepat bergeser ke arah daratan. Berusaha mengurangi permasalahan tersebut, TSA Medan melakukan penanaman seribu pohon bakau di Desa Bagan Kuala yang terletak di kawasan pesisir pantai. Awalnya para scholars mengalami kendala dalam pengambilan bibit pohon bakau dari kawasan Percut, kerena lokasi tersebut berada cukup jauh dari kota dan jalannya yang sedikit rusak dan berlumpur, sehingga diperlukan waktu yang cukup lama. Hal ini menyebabkan scholars tiba lebih lama di Desa Bagan Kuala yakni pada malam hari. Para scholars juga harus berbuka puasa di perjalanan. Sesampainya di Bagan Kuala, sebagaian para scholars melakukan pengecekan lokasi penanaman pohon bakau, kemudian melakukan evaluasi serta rapat mengenai sistematika penanaman pohon bakau.
Waktu yang bagus untuk menanam pohon bakau adalah dipagi hari, sehingga sekitar pukul 07.00 WIB para scholars bergerak ke lokasi penanaman pohon bakau yaitu dipinggir pantai (11/06). Agar pohon bakau tumbuh dengan baik, harus ditanam di tanah berlumpur di sekitar bibir pantai. Kedalaman lumpur sekitar 30 cm, yakni setinggi betis orang dewasa. Para scholars pun harus masuk kedalam lumpur untuk menanamnya. Bukannya merasa kesulitan, malah memberikan keseruan bagi para scholars meskipun berlumpur dan harus kotor-kotoran, ditambah lagi banyak warga serta anak-anak Desa Bagan Kuala yang turut membantu para scholars untuk menanamnya. Pun para warga dan anak-anak sangat antusias dan semangat untuk menanam pohon bakau. Sehingga tidak ada keletihan yang berarti selama menanam pohon bakau, melainkan keceriaan dan keseruan yang dirasakan oleh para scholars dan warga setempat serta anak-anak Desa Bagan Kuala. Karena kerja sama yang baik, semangat dan keinginan yang kuat akan menanam pohon bakau, akhirnya bibit pohon bakau berhasil ditanam disekitar bibir pantai Bagan kuala. Para scholars mendapatkan pengalaman baru yang menyenangkan dan bermanfaat bagi sekitar dan ekosistem lingkungan. Diharapkan agar pohon bakau tersebut tumbuh dengan baik dan memberikan manfaat bagi ekosistem pantai. Ditambah lagi pohon tersebut ditanam dengan ketulusan dan penuh harapan yang baik dari para scholars maupun warga Desa Bagan Kuala. Para scholars berharap agar kegiatan ini dapat memberikan kesadaran bagi warga Desa Bagan Kuala untuk merawat dan menjaga ekosistem pohon bakau. Kedepannya, para scholars TSA Medan akan kembali lagi ke Desa Bagan Kuala untuk melakukan bina desa dengan agenda yang berbeda yang juga dapat memberikan manfaat.
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah kumpulan pohon dan semak yang tumbuh pada lahan dengan kadar garam tinggi atau air payau seperti di daerah pantai, rawa, atau tepi sungai. Melansir dari situs American Museum of Natural History, ada sekitar 80 spesies tanaman yang termasuk dalam kategori tanaman bakau. Untuk bertahan hidup, beberapa spesies tanaman bakau mampu menyaring sebanyak 90% garam lewat akarnya. Sementara spesies lain mengeluarkan garam melalui kelenjar pada daun dan kulit pohon. Indonesia memiliki area hutan bakau yang cukup luas. Dari data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2019, total luas hutan bakau nasional mencapai 3,31 juta hektare dengan kawasan Papua sebagai area hutan bakau terluas yaitu sebesar 1.497.724 hektare. Jenis tanaman bakauDalam ekosistem hutan bakau ada tiga kategori tanaman bakau yaitu:
Dari ketiga jenis tanaman bakau, jenis mangrove sejati merupakan jenis yang paling penting untuk wilayah pesisir karena jenis tersebut tumbuh pada wilayah pasang surut sehingga dapat mencegah kerusakan langsung. Menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), jenis tanaman bakau di Indonesia tercatat sebanyak 202 jenis, yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5 jenis tanaman pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit (tumbuh pada tanaman lain), dan 1 jenis paku. Baca JugaDari 202 jenis tersebut, 43 jenis termasuk dalam kategori mangrove sejati (mayor), sementara sisanya masuk dalam kategori mangrove ikutan (associate). Jenis tanaman bakau tersebut tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan rincian sebanyak 166 jenis di Jawa, 157 jenis di Sumatera, 150 jenis di Kalimantan, 142 jenis di Papua, 135 jenis di Sulawesi, 133 jenis di Maluku, dan 120 jenis di Kepulauan Sunda Kecil. Sebagai negara kepulauan, hutan bakau membawa banyak manfaat bagi wilayah Indonesia. Apa saja manfaat hutan bakau? Simak pembahasan berikut. Manfaat hutan bakauHutan bakau memiliki banyak manfaat dalam berbagai sektor yang menunjang keberlangsungan kehidupan, terutama pada daerah pantai dan sungai. Adapun manfaat hutan sebagai berikut. 1. Mencegah abrasi air lautAbrasi adalah proses terjadinya pengikisan daratan oleh gelombang sehingga menyebabkan pengikisan daratan. Wilayah pantai dapat mengalami proses abrasi secara cepat apabila tidak ada penahan pada kawasan tersebut. Hutan bakau bermanfaat sebagai penahan abrasi karena dapat menghalangi air laut sehingga tidak mengikis daratan. Hutan bakau juga dapat memperbaiki kondisi pantai serta mengembalikan keseimbangan ekosistem pantai. Dengan kembalinya kondisi ekosistem pantai yang utuh maka masyarakat sekitar dapat memanfaatkannya sebagai tempat pariwisata edukasi, kawasan konservasi dan sebagainya. 2. Hutan bakau sebagai tempat hidup biota lautKawasan hutan bakau adalah salah satu tempat yang paling nyaman bagi beberapa jenis makhluk hidup dan organisme. Beberapa spesies seperti udang, ikan dan kepiting banyak berkembang biak di kawasan hutan bakau. Baca JugaTanaman bakau juga bisa dijadikan sebagai alternatif pengganti makanan ternak. Tanaman bakau dapat dihancurkan dan digiling menjadi bubuk pakan ternak yang mengandung nutrisi sangat baik untuk pertumbuhan ternak seperti sapi, kambing atau unggas. 4. Hutan bakau sebagai sumber pendapatan bagi nelayanMayoritas masyarakat yang tinggal di kawasan pantai bekerja sebagai nelayan. Mereka mencari ikan dan berbagai sumber daya untuk menopang ekonomi keluarga. Hutan bakau adalah tempat yang paling sesuai untuk pembibitan ikan, udang dan berbagai potensi habitat laut lainnya. Sumber daya alam tersebut dapat dimanfaatkan nelayan sebagai sumber mata pencahariannya. 5. Bahan penghasil obat-obatanKulit pohon bakau, daun, buah, akar, bibit, dan batang digunakan untuk mengobati berbagai kondisi. Beberapa kondisi tersebut antara lain penyembuhan luka, diare, sakit perut, diabetes, peradangan, infeksi kulit, konjungtivitis (mata merah), dan sakit gigi. Bahkan bisa digunakan sebagai pengusir nyamuk. Baca JugaHutan bakau yang terdiri dari banyak tanaman bakau yang lebar dapat bermanfaat dalam menahan badai dan angin. Tanaman bakau juga dapat mengurangi banjir akibat badai dengan memperlambat aliran air dan mengurangi gelombang air laut sehingga tidak mencapai daratan. Selain itu, satu kilometer hutan bakau mampu mengurangi 75% dampak badai dan secara signifikan mengurangi tingkat banjir di daerah pesisir. 7. Mencegah TsunamiTsunami adalah gelombang raksasa yang disebabkan oleh gempa bumi atau letusan gunung berapi di bawah laut. Hutan bakau yang lebat dengan akar yang kuat mencengkeram tanah dapat bermanfaat untuk mengurangi dampak tsunami dengan mengurangi kerusakan akibat air yang mengalir ke daratan. Hutan bakau dengan lebar beberapa ratus meter telah terbukti mengurangi ketinggian tsunami antara 5-30%. 8. Penyerap karbon dioksidaPenelitian oleh Dr. Nugroho Tri Waskitho dari Universitas Muhammadiyah Malang dalam IOP Conference Series: Material Science and Engineering menunjukkan bahwa hutan mangrove memiliki kemampuan untuk menyerap karbon. Studi lain menunjukan bahwa umur dewasa tanaman bakau rata-rata sebesar 25 tahun. Satu hektar hutan bakau dewasa mampu menyerap 840 metrik ton karbon dioksida. Artinya, satu pohon bakau mampu menyerap 308 kg (0,3 ton) karbon dioksida dari atmosfer selama masa pertumbuhannya, yaitu 12,3kg per tahun. Penyebab utama perubahan iklim adalah jumlah karbon dioksida yang berlebihan akibat penggunaan bahan bakar fosil. Dengan adanya hutan bakau, lebih banyak karbon dioksida yang diserap sehingga mampu mencegah perubahan iklim. Baca JugaKawasan hutan bakau bisa dikembangkan menjadi tempat pariwisata yang indah dan juga edukatif. Dengan demikian, hutan bakau dapat menjadi tujuan wisata dari berbagai daerah maupun mancanegara. Pariwisata hutan bakau juga dapat memberikan dampak ekonomi yang sangat baik untuk masyarakat di sekitarnya. 10. Menjaga Kualitas Air dan UdaraHutan bakau yang rimbun dapat membantu manusia untuk mendapatkan air bersih dan udara yang segar. Tanaman bakau memiliki fungsi untuk menyerap semua kotoran yang berasal dari sampah manusia maupun kapal yang berlayar di laut. Manfaat hutan bakau bagi kehidupan adalah menyerap semua jenis logam berbahaya sehingga membuat kualitas air menjadi lebih bersih. Ragam manfaat tersebut membuat hutan bakau menjadi ekosistem penting dalam kehidupan di wilayah pesisir dan kelautan. Dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Pengelolaan Mangrove Nasional yang diadakan pada 11 Januari 2021, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, mengungkapkan bahwa manfaat ekosistem hutan bakau mampu mengurangi 10-31 % emisi tahunan dari sektor penggunaan lahan. Baca JugaNamun, ekosistem hutan bakau di Indonesia mengalami kerusakan yang cukup signifikan. Berdasarkan data Badan Pangan Dunia atau Food and Agriculture Organization (FAO), dalam tiga dekade terakhir, hutan bakau di Indonesia telah berkurang sebesar 40% menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kecepatan kerusakan hutan bakau terbesar di dunia. Menteri KLHK, Siti Nurbaya, dalam Rakor tersebut mengatakan bahwa seluas 637 ribu hektar lahan kritis hutan bakau telah direhabilitasi seluas 17 ribu hektar pada 2020, sehingga sasaran indikatif hingga tahun 2024 adalah 620 ribu hektar lahan. Upaya perlindungan hutan bakauPada 22 Desember 2020, Pemerintah Indonesia dan Jerman menandatangani perjanjian kerja sama keuangan berbentuk hibah senilai EUR 20 juta untuk Program Perlindungan Hutan Mangrove termasuk Pembentukan Pusat Mangrove Dunia atau World Mangrove Center (WMC) di Indonesia. Baca JugaProyek ini akan berlangsung selama 8 tahun dengan tujuan utama untuk mendukung perlindungan dan restorasi hutan bakau pada wilayah Indonesia melalui pengelolaan yang berkelanjutan secara sosial, ekologi, dan ekonomi oleh instansi kehutanan dan masyarakat. Pelaksanaan proyek mengambil tiga lokasi yaitu:
Hasil dari proyek kerja sama tersebut mencakup 5 aspek, yaitu:
Selain proyek tersebut, pemerintah telah menyusun rencana rehabilitasi hutan bakau di Provinsi Kalimantan Timur yang ditargetkan seluas 27.244 hektare dengan periode waktu selama 4 tahun, yaitu tahun 2021-2024 dengan rincian tahun 2021 seluas 6.634 hektare, tahun 2022 seluas 6.870 hektare, tahun 2023 seluas 6.870 hektare, dan tahun 2024 seluas 6.870 hektare. Baca JugaUpaya perlindungan hutan bakau juga dilaksanakan di Pulau Jawa. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendapatkan Anggaran Belanja Tambahan Tahun 2021 sebesar Rp43,34 miliar yang dialokasikan di Ditjen Pengelolaan Ruang Laut dan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang terbit tanggal 19 Maret 2021. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV DPR RI di Jakarta, Kamis (8/4/2021). Anggaran tambahan tersebut rencananya akan digunakan untuk pelaksanaan rehabilitasi hutan bakau dengan total penanaman seluas 2.008 hektare. Rehabilitasi tersebut dilakukan di empat Provinsi, yaitu 6 Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, 3 Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 10 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Barat, dan 12 Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. Baca JugaSelain penanaman, anggaran tambahan dipakai untuk pengadaan bibit, bantuan sarana serta kegiatan pendukung. Semua kegiatan rehabilitas hutan mangrove tersebut dilaksanakan melalui sistem padat karya dengan komponen upah yang dibayarkan sebesar Rp 9,64 miliar. Hingga tahun 2021, KKP telah mengagendakan rehabilitasi hutan mangrove seluas 391,17 hektare dengan jumlah pekerja yang terserap dari kegiatan itu mencapai 1.673 orang. Dengan adanya penambahan luas hutan mangrove yang akan direhabilitasi, maka penyerapan tenaga kerja di masa pandemi Covid-19 juga meningkat sehingga dapat membantu ekonomi masyarakat. |