Pemanasan global meningkatkan risiko penyakit demam berdarah kondisi tersebut dapat terjadi karena

KOMPAS.com - Meningkatnya suhu akibat pemanasan global berisiko meningkatkan penyakit malaria dan demam berdarah. Pasalnya, nyamuk akan lebih aktif menggigit pada suhu panas 26-35 derajat celsius.

Hal itu disampaikan Pakar Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan Malaysia, Rohaida Ismail dalam kuliah tamu yang diselenggarakan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair), Senin (31/01/2022) lalu.

Ia menjelaskan, perubahan iklim akibat pemanasan suhu global memiliki banyak dampak negatif bagi kehidupan manusia.

Intergovernmental Panel of Climate Change (IPCC) pada tahun 2018 menyatakan bahwa kenaikan suhu bumi sebesar 1,5 – 2 derajat celsius dapat menyebabkan masalah serius bagi ketersediaan air, keamanan pangan, mata pencaharian dan ekonomi global apabila tidak segera ditangani.

Baca juga: Dokter UGM: Gejala DBD pada Anak dan Cara Mengobati

Selain itu, kenaikan suhu bumi juga dapat meningkatkan risiko penyakit tular vektor. Salah satu vektor penyakit yang berisiko tinggi di kawasan Asia adalah nyamuk.

“Karena seperti yang kita ketahui, vektor penyakit seperti nyamuk bisa mentransmisikan penyakit hanya dalam sekali gigitan, dan mereka bisa mengancam kita di mana saja serta kapan saja,” ujarnya seperti dilansir dari laman Unair.

Berdasarkan data dari WHO, kawasan Asia memiliki jumlah kematian akibat kasus penyakit malaria dan demam berdarah tertinggi nomor 2 setelah Afrika. Jika tidak ada upaya untuk mengawal perubahan iklim maka angka kematian akibat malaria dan demam berdarah bisa mencapai 2,700 jiwa dalam satu tahun.

Dirinya melanjutkan, kawasan yang bersuhu dingin seperti Amerika, Australia, China dan Eropa akan mengalami peningkatan suhu akibat pemanasan global.

Hal itu berpotensi menyebabkan penyakit malaria bisa terdistribusi luas di negara yang ada di kawasan tersebut karena dapat mempercepat masa inkubasi ekstrinsik (siklus sporogoni dalam tubuh) nyamuk Anopheles.

Baca juga: 5 Ciri Orang Cerdas Bukan Hanya Dilihat dari IQ, Kamu Punya Ciri-cirinya?

“Yang saat ini angka kejadian malaria hanya terbatas pada kawasan yang beriklim tropis bisa menyebar luas di banyak wilayah akibat peningkatan suhu. selain itu, akibat perubahan iklim, beberapa wilayah di Amerika dan Asia penyakit malaria berpotensi menjadi sebuah epidemi,” ungkapnya.

Hal serupa juga terjadi pada kasus penyakit demam berdarah. Ia mengungkapkan, pada suhu panas (26-35oC) nyamuk akan lebih aktif menggigit. Selain itu, pada suhu yang panas perkembangan nyamuk dari larva hingga dewasa juga semakin singkat. Oleh karena itu, peningkatan suhu berisiko untuk terjadi outbreak penyakit demam berdarah.

“Selain itu, peningkatan temperatur juga dapat mempercepat replikasi virus dengue dalam nyamuk Aedes aegypti serta dapat mempersingkat masa transmisi dari virus,” imbuhnya.

Pada akhir Dr. Rohaida menjelaskan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam upaya menekan kasus kematian akibat malaria dan demam berdarah salah satunya melalui peningkatan kesadaran masyarakat.

Ia juga menjelaskan bahwa melibatkan masyarakat dalam praktek pencegahan penyakit malaria dan demam berdarah adalah hal yang harus dilakukan. Karena dengan itu masyarakat bisa melakukan pencegahan sejak dini terhadap penyakit malaria dan demam berdarah.

Baca juga: Kemendikbud Buka Beasiswa S3 bagi Dosen, di Harvard hingga Oxford

“Dan dari pemerintah kita lakukan upaya preventif berupa monitoring terutama di daerah-daerah terpencil sehingga ketika ditemukan kejadian penyakit bisa segera diobati sebelum terjadi penularan,” pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

pada sebuah peta berskala 1:250.000 terdapat panjang titik A dan B 10cm berapakah skala peta yg lain jika panjang titik A dan B berubah menjadi 20cm p … lease bantu coksssss​

Sebutkan nama-nama hotel di Padang​

Q.sebutkan trowongan terpanjang beserta tempat negaranya dan panjangnya note =gk boleh asalgk boleh copas & googleminimal 10​

18. Ketersediaan sumber daya manusia yang profesional untuk kebutuhan perkotaaan?

sebutkan bukti bukti arkeologi atau hasil kebudayaan nenek moyang bangsa indoneeia​

Ada perbedaan suhu optimal dalam penyebaran penyakit malaria dan demam berdarah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru menemukan bahwa perubahan iklim akan mengubah risiko penyakit akibat nyamuk di Benua Afrika. Diperkirakan pada 2080, kasus demam berdarah akan meningkat. Sedangkan kasus malaria, yang kini banyak ditemukan di sana, akan menurun.

"Perubahan iklim mungkin membuat penularan malaria menjadi kurang cocok, tetapi lebih cocok untuk penularan demam berdarah,” kata Erin Mordecai, asisten profesor biologi di Universitas Stanford dan penulis utama studi yang dipublikasikan di The Lancet pada awal September itu.

Terdapat perbedaan suhu optimal antara kedua nyamuk tersebut. Nyamuk yang menyebarkan malaria lebih menyukai suhu yang relatif dingin, yakni 25 derajat Celcius. Nyamuk penyebab demam berdarah bekerja paling optimal pada suhu 29 derajat Celcius. Pemanasan global akan membuat lingkungan yang lebih nyaman bagi nyamuk demam berdarah.

Sebagaimana dilansir VOA, Kamis (10/9), penelitian itu memperkirakan nyamuk demam berdarah akan semakin banyak dan meningkatkan risiko penyakit tersebut di seluruh Afrika sub-Sahara pada 2080. Sebaliknya, wilayah dengan risiko terbesar malaria diperkirakan akan menyusut, bergeser lebih jauh ke selatan dan ke wilayah dataran tinggi.

Desiree LaBeaud, salah satu penulis riset tersebut, mengatakan, demam berdarah akan menjadi masalah besar bagi Afrika di waktu mendatang. Apalagi tenaga medis di Afrika tak akrab dengan penyakit ini lantaran selama ini hanya menghadapi malaria.

LeBaud yang merupakan profesor bidang pediatri penyakit menular di Universitas Stanford, juga menyoroti tindakan kesehatan masyarakat yang biasa digunakan di Afrika. Kelambu, misalnya, yang selama ini efektif untuk menghadang gigitan nyamuk di malam hari. Namun, kelambu tak akan begitu berguna dalam menghadapi nyamuk demam berdarah lantaran biasanya menggigit pada siang hari.

Sedangkan Mordecai menyoroti persoalan alat diagnostik demam berdarah yang tak tersedia banyak di Afrika. Hal ini bisa mengakibatkan kesalahan diagnosis dan pengobatan yang tak tepat.

Tanggapan Sejawat

Philip McCall, profesor entomologi medis di Liverpool School of Tropical Medicine, merespons penelitian itu dengan serius. Sebab, nyamuk penyebab demam berdarah juga bisa menyebabkan penyakit chikungunya dan Zika.

Di lain sisi, ia tak meyakini bahwa penyakit malaria akan hilang dengan seketika. "Saya tidak bisa melihat malaria, yang begitu mapan di Afrika, menghilang dengan mudah. Jadi, ini bisa jadi seperti masalah ganda,” ucapnya.

Joacim Rocklöv, profesor epidemiologi di Universitas Umeå, menyampaikan pendapat sebaliknya. Ia menyebut riset ini berbasiskan skenario bahwa akan terjadi peningkatan emisi dan penggunaan bahan bakar fosil.

Padahal, kata dia, kini sudah ada upaya untuk mengurangi penyebab perubahan iklim tersebut. Oleh karenanya, ia meragukan prediksi penelitian tersebut.

"Saya pikir jika Anda melihat skenario lain yang mungkin lebih masuk akal, atau mengingat kita membuat perubahan dalam pengendalian emisi, Anda mungkin akan melihat hasil yang sangat berbeda terkait dengan malaria," ujarnya.

Pemanasan global adalah meningkatnya suhu udara rata-rata Bumi. Bila tidak segera dilakukan langkah antisipasi, peningkatan suhu ini tidak hanya dapat memengaruhi iklim global, tetapi juga kondisi kesehatan manusia di Bumi.

Pemanasan global dapat terjadi akibat aktivitas manusia, seperti pembakaran mesin kendaraan atau pabrik, yang menyebabkan peningkatan kadar karbon dioksida dan gas lain di atmosfer. Hal ini membuat panas matahari terperangkap di atmosfer dan memicu peningkatan suhu di Bumi.

Pemanasan global meningkatkan risiko penyakit demam berdarah kondisi tersebut dapat terjadi karena

Peningkatan suhu Bumi ditandai dengan naiknya permukaan air laut akibat mencairnya gletser dan perubahan pola curah hujan. Fenomena cuaca ekstrem pun menjadi lebih sering terjadi.

Perubahan iklim yang tidak menentu tersebut dapat memengaruhi kualitas dan kebersihan lingkungan, seperti udara, sumber air, dan tanah. Bila sampai terjadi pencemaran, hal ini akan berdampak pada kesehatan manusia.

Penyakit yang Disebabkan oleh Pemanasan Global

Ada beberapa gangguan kesehatan yang rentan terjadi sebagai dampak dari pemanasan global, di antaranya:

Penyakit pernapasan

Pemanasan global menyebabkan polusi udara dan gas berbahaya lain terperangkap di dalam Bumi. Hal ini bisa membuatnya mudah terhirup oleh manusia dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit pernapasan, seperti penyakit paru obstruktif kronis dan asma.

Anak-anak adalah kelompok paling rentan terkena dampak dari pemanasan global. Selain itu, polusi udara akibat pemanasan global juga dapat merusak fungsi dan menghambat pertumbuhan paru-paru anak.

Penyakit menular

Perubahan iklim menyebabkan suhu udara naik dan curah hujan meningkat. Hal ini berkaitan dengan peningkatan jumlah dan perluasan penyebaran hewan pembawa penyakit, terutama di daerah tropis seperti Indonesia.

Salah satu hewan pembawa penyakit yang paling banyak ditemukan adalah nyamuk. Hewan ini menjadi perantara berbagai penyakit, sepertimalaria, demam berdarah, dan kaki gajah.

Penyakit mental

Perubahan iklim dapat memicu terjadinya bencana alam, seperti badai, banjir, kekeringan, dan gelombang panas. Menghadapi bencana yang berkaitan dengan iklim dan cuaca bisa ternyata bisa menyebabkan stres,gangguan kecemasan, depresi, dan gangguan stres pascatrauma.

Selain trauma akibat kehilangan rumah atau pekerjaan meninggalnya sanak keluarga akibat bencana alam juga bisa menjadi pemicu berbagai penyakit mental di atas. Paparan cuaca panas yang ekstrem pun memiliki kaitan yang erat dengan meningkatnyapenyalahgunaan alkohol dan bahkan kasus percobaan bunuh diri.

Efek pemanasan global juga dikaitkan dengan perilaku agresif dan kekerasan dalam lingkungan masyarakat. Kelangkaan dan penurunan kualitas makanan serta potensi peningkatan penyakit yang ditularkan oleh serangga, bisa menjadi dampak dari pemanasan global yang berisiko menyebabkan penyakit mental.

Orang dengan gangguan kesehatan mental lebih rentan terkena dampak pemanasan global. Hal ini karena beberapa jenis obat terkait masalah kejiwaan akan mengganggu kemampuan seseorang untuk mengatur suhu tubuh dan sensitivitas tubuh mereka terhadap udara panas.

Efek Pemanasan Global terhadap Angka Kematian

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), perubahan iklim berisiko menambah 250.000 jumlah kematian per tahun pada tahun 2030–2050. Hal ini terjadi karena meningkatnya kasus malaria dan diare, kekurangan gizi pada anak, dan pencemaran yang berdampak pada pola hidup tidak sehat.

Paparan suhu tinggi yang ekstrem pun bisa meningkatkan risikodehidrasi dan bahkan kematian langsung akibat sengatan panas (heat stroke), terutama pada lansia.

Cara Menjaga Bumi dari Pemanasan Global

Ketidakstabilan iklim dapat mengancam kesehatan dan kehidupan manusia. Oleh karena itu, ada beberapa langkah sederhana yang dapat Anda lakukan untuk menjaga Bumi dari dampak pemanasan global, yaitu:

  • Matikan perangkat elektronik setelah digunakan atau saat tidak terpakai.
  • Batasi produksi limbah dengan menggunakan air secukupnya saat mandi atau mencuci.
  • Gunakan transportasi umum dan kurangi frekuensi penggunaan kendaraan pribadi.
  • Tanamlah tumbuhan di pekarangan rumah atau di dalam pot.
  • Jagalah kebersihan lingkungan dan buang sampah pada tempatnya.
  • Lakukan daur ulang terhadap sampah kertas atau plastik yang dapat diolah dan digunakan kembali.

Beberapa langkah pencegahan di atas bisa Anda lakukan untuk mengurangi efek pemanasan global dan menjaga kelangsungan hidup generasi selanjutnya.

Jika Anda mengalami gejala penyakit akibat pemanasan global yang telah disebutkan di atas, seperti sakit kepala, mual, muntah, atau sesak napas, segera periksakan diri kedokter untuk memastikan diagnosis dan menentukan penanganan yang tepat.