Muktamar dan Musyawarah tertinggi yang diselenggarakan oleh pengurus Besar NU dalam kurun waktu

26 September 2021, 08:40 WIB

Andhika prasetyo | Humaniora

Muktamar dan Musyawarah tertinggi yang diselenggarakan oleh pengurus Besar NU dalam kurun waktu

  DOK Instagram NUonline. Said Aqil Siroj.

PENGURUS Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memutuskan Muktamar Ke-34 NU akan diselenggarakan pada 23-25 Desember 2021. Keputusan tersebut disampaikan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj saat Pleno Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar (Konbes) NU pada Sabtu (25/9) malam.

Said memastikan jadwal tersebut ditetapkan setelah dirinya bermusyawarah dengan Rais 'Aam PBNU Miftachul Akhyar, Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf, dan Sekretaris Jenderal PBNU Ahmad Helmi Faishal Zaini. "Bismillahirrahmanirrahim, demi menjaga martabat Nahdlatul Ulama dan keberlangsungan Munas dan Konbes ini secara tenang, damai, dan teduh, kami bersepakat dan memutuskan bahwa pelaksanaan Muktamar NU ke-34 akan diselenggarakan pada 23-25 Desember 2021," ujar Said melalui keterangan resmi.

PBNU nanti terlebih dulu meminta izin dan persetujuan Satgas Covid-19 untuk menggelar agenda besar organisasi itu. Tentu dalam pelaksanaannya, muktamar akan menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat.

Baca juga: KNPI dan FKPPI Siap Bersinergi Bantu Pemerintah Tangani Covid-19

Sebelumnya, Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar dalam Khutbah Iftitahnya memohon maaf kepada seluruh pengurus NU di semua tingkatan dan warga NU atas keterlambatan pelaksanaan agenda Munas-Konbes dan Muktamar akibat pandemi covid-19. "Dengan tulus ikhlas, atas nama Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, saya mohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh jajaran kepengurusan Nahdlatul Ulama di seluruh tingkatan. Kami terlambat dalam menjalankan organisasi sehingga belum bisa menjalankan Muktamar Ke-34 pada Oktober 2021 sebagaimana keputusan Konferensi Besar yang dilaksanakan pada 2020," katanya. (OL-14)

Keputusan Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama 2010 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama XVI + 267 halaman 14.5 x 21 cm Editor Layout Penata Isi : Abdul Mun im DZ : Puji Utomo : A. Khoirul Anam Syaifullah Amin Di terbitkan Oleh : Sekretariat Jendral PBNU Jl.Kramat Raya No.164 Jakarta 10430 Telp. (021) 31923033, 3908424 Fax. (021) 3908425 Email. Website. http://www.nu.or.id Cetakan II : Februari 2011

Hasil-Hasil Keputusan Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama Makassar 22-28 Maret / 6-12 Rabiuts Tsani

II

Pengantar Penerbit Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama yang berlangsung di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 22 Maret 28 Maret 2010 telah berlangsung sukses dan lancar dengan menghasilkan berbagai keputusan baik terkait persoalan keagamaan, keorganisasian, atau persoalan lain yang lebih luas. Buku yang kami terbitkan ini berisi dokumen hasil-hasil muktamar Makassar tersebut, mulai dari jadwal acara, tata tertib muktamar, berbagai keputusan yang dihasilkan dasi sidang-sidang komisi, serta dokumentasi lain yang kami nilai penting baik untuk kalangan pengurus NU di tingkat pengurus besar, wilayah dan cabang, serta warga Nahdliyin secara lebih luas. Dengan adanya penerbitan ini diharapkan mampu memenuhi kebutuhan informasi yang sangat ditunggu-tunggu oleh pengurus NU dan warga Nahdliyin. Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada PBNU yang telah mempercayakan kami untuk menerbitkan naskah yang sangat berharga ini dengan harapan bisa memenuhi kebutuhan warga NU terutama dalam mengelola jalannya organisasi baik di pusat maupun di daerah-daerah. Jakarta, 15 Sya ban 1431 H / 27 Juli 2010 M Penerbit Sekretariat Jenderal PBNU III

IV Pengantar Editor Pelaksanaan Muktamar NU selalu menarik perhatian di kalangan Nahdliyin baik dari pengurus besar, wilayah hingga cabang maupun warga atau anggota biasa. Justru mereka yang tidak memiliki jabatan resmi ini yang paling meramaikan acara selama Muktamar NU. Mereka datang dengan biaya sendiri, termasuk mencari penginapan sendiri hanya karena kecintaannya pada NU. Dalam peristiwa Muktamar semacam itu mereka bisa bersilaturrahmi sesama warga NU dan ada yang bereuni dengan teman lama mereka yang tidak mungkin dijumpai di tempat lain satu-persatu, tetapi semuanya berkumpul di arena pinggiran Muktamar. Bahkan dalam forum muktamar semacam itu transaksi bisnis antar warga NU juga terjadi. Dari situ ekonomi Nahdliyin bergerak, karena dalam setiap Munas atau Muktamar selalu disertai bisnis expo, sehingga warga Nahdliyin bisa berpartisipasi. Dalam mengikuti acara Muktamar itu mereka semuanya ingin mengetahui dinamika organisasi yang mereka cintai ini secara lanagsung. Dalam Muktamar berbagai isu dibicarakan mulai dari soal politik, persoalan program kerja, atau masalah diniyah yang belakangan ini paling menarik warga Nahdliyin karena selain menyangkut kehidupan mereka langsung, juga perdebatannya sangat seru dan menarik untuk diikuti. Berbagai argumen dimunculkan dan berbagai referensi kitab dikeluarkan. Apalagi saat ini tidak hanya dipakai kitab-kitab kuning, kitab putih dalam arti kitab keagamaan kontemporer juga telah menjadi rujukan, sehingga daya tarik bahtsu masa il diniyah ini juga semakin menarik perhatian. Semua aktivitas Muktamar ini terekam dalam buku hasil-hasil Muktamar, karena itu kehadiran buku kompilasi hasil Muktamar seperti ini sangat ditunggu oleh warga NU terutama para pengurus, baik di tingkat wilayah maupun cabang, termasuk majelis wakil cabang, sebab dengan buku ini mereka akan menjalankan segala aturan dan merumuskan berbagai program. Saking tingginya minat warga dan terutama pengurus terhadap buku ini, maka sebagian tidak sabar minta dikirim draft buku melalui email, karena mereka memerlukannya untuk dijadikan pedoman dalam menjalankan Konferensi Wilayah maupun Cabang. Selain itu tidak sedikit kalangan warga yang berminat terhadap buku ini sebagai pegangan mereka dalam memantau aktivitas NU atau sekadar untuk melengkapi kepustakaan mereka. Penyiapan buku ini memang membutuhkan waktu, karena tidak semua draft diselesaikan di forum Muktamar, sebagian diserahkan kepada Tim, sehingga

tim bekerja di luar Muktamar. Selain itu masih terdapat beberapa kekurangan sehingga butuh penyempurnaan, atau setidaknya perlu dikonsultasikan dengan Tim atau perlu konfrmasi pada pimpinan PBNU. Semuanya ini membutuhkan waktu, sehingga memperlambat kehadiran buku ini di hadapan pengurus NU di berbagai tingkatan. Terbitnya buku ini tidak lain merupakan hasil kerjasama dari semua pihak baik Muktamirin, tim perumus, juga kalangan Pengurus besar. Karena itu kepada semua pihak kami mengucapkan banyak terimakasih. Secara khusus ucapan terima kasih kami tujukan pada Bapak H Abbas Mu in, Bapak H Arvin Hakim Thoha, Bapak Miftah Fakih, Bapak Imdadun Rahmat yang ikut memeriksa bab demi bab buku ini. Tentu saja penyajian buku ini masih terdapat banyak kekurangan karena itu kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan lebih jauh, sehingga lebih layak untuk dijadikan sebagai buku panduan bagi aktivitas NU. Jakarta, 25 Juli 2010 Tim Editor V

Pengantar Ketua Umum PBNU Penataan NU ke Depan Oleh: DR KH Said Aqil Siradj Sebagai forum tertinggi, maka Muktamar NU Ke-32 di Makassar yang baru lalu telah berhasil merumuskan berbagai agenda dan program. Berbagai keputusan stretegis yang dirumuskan dalam Muktamar tersebut berisi serangkaian program dan kebijakan organisasi yang setahap demi setahap telah berupaya dilakasanakan oleh PBNU saat ini. Persoalan dasar yang menjadi tuntutan masyarakat saat ini adalah agar NU semakin meningkatkan khidmah dan kiprah dalam kehidupan berbangsa ini. Di tengah bangsa yang sedang mencari orientasi, sedang gelisah menghadapi krisis yang tidak kunjung selesai. Untuk menjawab persoalan ini bukan kemampuan teknis manajerial yang dibutuhkan oleh bangsa ini dari NU, tetapi adalah kepeloporan dan kepemimpinan di bidang moral. Dalam arti memberi arah dan memberi spirit dalam menjalankan kehidupan berbangsa. Harapan itu sangat bisa dipahami, sebab selama ini dengan kemampuan yang ada NU telah memberikan kontribusi pada bangsa ini, sehingga hasilnya sudah mereka rasakan. Apalagi di tengah kelangkaan kepemimpinan dan keteladanan saat ini NU diharapkan tampil memberikan arah dan bimbingan. Sebagai organisai yanag memiliki sikap tawasuth, tawazun NU diharapkan selalu dapat menempatkan diri secara proporsional di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, karena itu ketika dalam situasi konflik NU selalu menjadi penengah dan penyeimbang, sehingga berhasil menjaga kerukunan bagi semua pihak. Tentu saja tugas itu semakin berat seiring dengan semakin kompleksnya kehidupan masyarakat dewasa ini. Tantangan baru dan tugas baru membutuhkana jawaban baru dan langkah baru. Di situlah penguatan organisasi menjadi sangat diperlukan. Mengingat kebutuhan itu maka Muktamar ini telah berhasil merumuskan berbagai agenda strategis mulai dari penataan organisai di mana telah dilakukan berbagai perubahan mendasar dari AD/ART sebagai langkah antisipasi dalam menghadapi perkembangan dan perubahan zaman. Dengan demikian diharapkan NU akan tetap relevan dan selalu bisa mengambil peran menentukan dalam semua aspek kehidupan, sehingga peran NU akan selau tercatat dalam sejarah Nasional, sebab seluruh kiprah NU adalah bentuk khidmah NU pada masyarakat dan bangsa Indonesia. Kecermatan para Muktamarin dalam mengantisipasi perkembangan zaman menjadikan setiap Muktamar sebagai tonggak sejarah dalam NU, ini akan VI

kelihatan jelas kalau kita tinjau pelaksanaan Muktamar yang ada. Muktamar Sitobondo sangat bersejarah karena pada momen itu NU bertekad Kembali ke khittah, Muktamar Cipasung memantapkan kemandirian NU di tengah politik Orde Baru yang totaliter, Muktamar Kediri menekankan Penataan Organisasi, Muktamar Solo Peningkatan peran Internasional NU dan Muktamar Makassar sebagai menguatan Karakter NU di tengah globalisasi, dengan penegasan kembali ajaran Aswaja dan komitmen kebangsaan yang dibingkai dalam Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, yang menjadi karakter dasar bangsa ini. Sejak awal NU menguntegrasikan dirinya dengan kekuatan bangsa yang lain dan bahu membahu membangun negeri ini. Sehingga bisa dilukiskan bahwa hari depan NU adalah hari depan Bangsa, demikian juga hari depan bangsa adalah hari depan NU. Dengan penegasan itu NU menjadi organisai yang disegani, sehingga menjadi pertimbangan dalam menetapkan berbagai keputusan sosial, politik, ekonomi dan kenegaraan. Dalam Muktamar Makassar ini, walaupun tempatnya relatif jauh tetapi terlihat antusiasme masyarakat sangat tinggi untuk hadir. Bagi kadernu baik yang ada di dalam kepengurusan, termasuk mereka yang berkiprah di Luar, hadir ke acara ini sebagai sebuah keharusan untuk memperkuat ukhuwah kenuan (Ukhuwah Nahdliyah). Berbagai elemen masyakat dari luar NU hadir bahkan, hampir semua kekuatan politik baik nasional maupun internasional juga tidak ketinggalan mengikuti momen bersejarah NU ini. Posisi NU sebagai ummatan wasathon, organisasi yang moderat, telah disaksikan umat manusia Syuhada a alan nas. Disaksikan dalam arti dirasakan manfaatnya sebagai penyangga keutuhan bangsa. Walaupun kiprah NU belumlah maksimal, tetapi masyarakat internasional juga telah mengakuinya. Bahkan selau melibatkan dan meminta kontribusi NU dalam menyelesaian permaslahan internsional, baik di Asia, Afrika maupun Eropa. Harapan mereka terhadap NU sebagai representasi dari Islam Ahlussunnah waljamaah yang membawa nilai-nilai moderat mampu menyerap berbagai apirasi berbagai kekuatan budaya lokal(tradisi) dan sekaligus mampu menyerap kebudayaan modern dan menjadikan budaya Islam yang utuh itu merupakan daya tarik bagi mereka, sehingga mereka ingin belajar banyak terhadap strategi kebudayaan NU ini. Maka dalam hal ini NU tidak hanya mereka akui sebagai syuhud tsaqafi (penggerak intelektual) dan sekaligus sebagai syuhud hadlori (penggerak peradaban). Ini tidaklain merupakan strategi kebudyaan yang diajarkan oleh para Wali dan dilanjutkan oleh para ulama Nu hingga saat ini. NU menggerakkan semua ini dengan penuh rendah hati, walaupun dibawah berbagai kritik dan celaan, sebagai organisasi yang konservatif, tradisional, tetapi VII

berbekal kepercaayaan diri terhadap kebenaran dan strategi yang diyakini, maka keteguhan dan konsistensi terhadap paradigmanya sendiri itu maka semakin menegaskan karakter atau kepribadian NU, dan berjalan sesuai dengan prinsip sendiri itu terbukti membawa hasil yang besar. Justeru di tengah pudarnya kebudayaan modern ini NU mampu meberikan alternatif yang memadai. Walaupun sistem pengkaderan belum berjalan maksimal, tetapi di NU ternyata tersedia kader- kader yang mumpuni sehingga, saat ini kader NU tersebar ke berbagai posisi strategis dalam bangsa ini. Diseminasi kader NU ke berbagai sektor strategis baik dipemerintahan, di parlemen, di perguruan tinggi dan lembaga-lembaga profesi itu juga akan menambah besarnya kiprah kebangsaan NU. Dalam iklim yang terbuka seperti saat ini terbukti mereka bisa besaing secara fair dan dewasa, sehingga mampu menseleksi dan memilih pemimpin yang benar-benar dikehendaki oleh warga Nahdliyin untuk memimpin mereka dalam mengarungi kehidupan duniawi dan ukhrawi. NU sebagai cermin bangsa Indonesia dan umat Islam Indonesia, sehingga untuk melihat dinamika Islam Nusantara bahkan Islam non Arab NU, maka yang menjadi erhatian adalah NU. Para ulama internasioanl mulai menaruh simpati pada NU bahkan banyak di antaranya yang mulai mempelajari pemikiran keagamaan model NU dan Pesantren Nusantara. Sebuah bentuk Islam Non Arab yang otentik tetapi dinamis. Para ulama Timur Tengah sendiri tertarik mempelajari keislamanmodel NU, Bahkan mulai mereka terapakan di negara mereka masing-masing. Sebagai organisai besar yang bersakala nasional, tetapi juga memiliki pngaruh internasional. NU perlu merumuskan pikiran-pikiran strategis, sehingga NU bisa menjalankan perannya secara makasimal baik dalam kancah nasional maupun di panggung internasional. Kerja keras dan kecermatan sangat diharapkana dalam menentukan langkah ke depan,karena penerbitan buku hasil Muktamar ini penting sebagai panduan untuk melangkah ke depan. Sebuah langkah yang programmatis, sehingga kita bekerja secara tepat dan by planning (berdasarkan perencanaan) sendiri bukan by order (berdasarkan pesanan) dari pihak lain. Dengan demikian karakter dan harga diri kita semakin besar. Jakarta, Juli 2010 VIII

Rais Aam PBNU KH A.M. Sahal Mahfudh memberikan sambutan pada pembukaan Muktamar XXXII di Makassar IX

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono membuka muktamar ke XXXII Nahdlatul Ulama di Makassar X

Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono melakukan pemukulan bedug sebagai pertanda dibukanya muktamar ke XXXII Nahdlatul Ulama di Makassar XI

XII Pidato Rais Aam PBNU Pada Pembukaan Muktamar ke-32 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Yang terhormat Presiden RI H Susilo Bambang Yudhoyono dan seluruh jajaran kementriannya. Yang terhormat Ketua DPR bersama seluruh anggotanya. Yang mulia para Duta Besar dan Kepala Perwakilan negara-negara sahabat. Yang saya muliakan para Alim Ulama, khususnya para ulama dan cendekiawan muslim dari negara-negara sahabat. Yang terhormat Gubernur Kepala Daerah Propinsi Sulawesi Selatan bersama seluruh jajarannya selaku tuan rumah dalam muktamar ke-32 ini. Para muktamirin dan para undangan yang berbahagia. Pertama-tama saya ingin mengajak kita semua untuk bersama-sama bersyukur kehadirat Allah SWT, karena atas perkenan dan ridha-nya, maka kita bisa hadir di dalam forum tertinggi organisasi Nahdlatul Ulama, yaitu Muktamar NU ke- 32 ini. Shalawat dan taslim kita peruntukkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, nabi pembawa rahmat untuk alam semesta. Hadirin yang berbahagia Kehadiran NU sebagai organisasi keagamaan sekaligus oraganisasi kemasyarakatan terbesar dalam lintasan sejarah bangsa Indonesia, mempunyai makna penting dan ikut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. NU lahir dan berkembang dengan corak dan kulturnya sendiri. Sebagai organisasi berwatak keagamaan ahlussunnah wal jama ah, maka NU menampilkan sikap akomodatif terhadap berbagai madzhab keagamaan yang ada di sekitarnya. NU tidak pernah berfikir untuk menyatukan apalagi menghilangkan madzhab-madzhab keagamaan yang ada. Dan sebagai organisasi kemasyarakatan, NU menampilkan sikap toleransi terhadap nilai-nilai lokal. NU berakulturasi dan berinteraksi positif dengan tradisi dan budaya masyarakat lokal. Dengan demikian, NU memiliki wawasan multikultural, dalam arti kebijakan sosialnya bukan melindungi tradisi atau budaya setempat, tetapi mengakui manifestasi tradisi dan budaya setempat yang memiliki hak hidup di republik tercinta ini.

Sikap ini sesuai dengan inti faham keislaman NU yang sejalan dengan hadis Nabi: Al-hikmatu dlaallatul mu min, fahaitsu wajadaha fa huwa ahaqqu biha. Hikmah atau nilai-nilai positif untuk umat Islam, darimanapun asalnya ambillah karena itu miliknya umat Islam. Proses akulturasi tersebut telah menampilkan wajah Islam yang berkeindonesiaan, wajah yang ramah terhadap nilai budaya lokal dan terbuka dengan nilai-nilai universal yang positif. NU juga menghargai perbedaan agama, tradisi, dan kepercayaan, yang merupakan warisan budaya Nusantara. Sikap yang demikian inilah yang memudahkan NU diterima di semua lapisan masyarakat di seluruh kepulauan Nusantara. Konsekwensi NU memilih kembali ke khittah 1926, maka NU memilih jarak sosial yang netral dengan kekuatan politik dan pemerintah. NU menempatkan diri sebagai organisasi keagamaan yang mandiri dan independen. NU memiliki sikap politik ada di mana-mana tetapi tidak ke mana-mana. Artinya NU mempersilahkan wargannya memilih dan menyalurkan aspirasi politiknya kepada parpol manapun, atau memilih jalur profesi apapun, yang penting mereka selalu sadar bahwa dirinya sebagai warga nahdhiyin. Dalam hal tertentu NU bisa bersikap tawaquf atau mendukung kebijakan pemerintah, namun dalam hal lain NU bersikap kritis terhadap setiap kebijakan yang dianggap tidak sejalan dengan visi kebangsaan yang telah dirumuskan bersama. Hadirin yang berbahagia Tantangan warga NU ke depan semakin berat seiring dengan berkembangnya kompleksitas masalah yang muncul di dalam masyarakat. Masa depan datang lebih awal begitu cepat, melampaui kecepatan kita menyiapkan diri. Kita tidak ingin dengan kenyataan ini umat dan warga bangsa kehilangan identitas dan karakter, yang pada gilirannya akan melemahkan sendi-sendi kehidupan kita, baik sebagai umat maupun sebagai warga bangsa. Sadar akan kenyataan ini maka NU sebagai ormas Islam terbesar di republik ini merasa berkewajiban untuk mengambil bagian di dalam mengokohkan strategi budaya dan peradaban bangsa. Wujud masyarakat masa depan seperti apa yang kita idealkan, sangat ditentukan oleh strategi budaya dan peradaban yang kita pilih saat ini. Dalam menentukan strategi budaya dan peradaban, warga NU selalu berpijak pada perinsip ahlu XIII

sunnah waljamaah yang paralel dengan kondisi obyektif bangsa Indonesia yang pluralistik, sebagaimana tertuang di dalam falsafah bangsa, Bhinneka Tunggal Ika. Di dalam menghadapi perkembangan dan dialektika zamannya, NU berpegang kepada prinsip: Al-muhafadhatu alal qadimis shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah, mempertahankan nilai-nilai lama yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. NU memilih reformasi yang terukur di dalam melaksanakan garis perjuangannya. NU tidak menolerir menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Reformasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pergerakan NU, namun NU tidak setuju jika atas nama reformasi kesantunan dan keadaban sosial dinjakinjak. Atas nama demokrasi akhlakul karimah disingkirkan, atas nama transparansi aib orang lain dibuka dengan bebas, atas nama HAM kehidupan homoseksual dan lesbi dilegalkan, atas nama kebasan beragama dasar-dasar agama orang lain dinodai, dan untuk kepentingan pariwisata dan industri seksualitas ditolerir. Dalam melakukan pembaharuan dan kritik sosial, NU memiliki cara pandang dan metodologi tersendiri yang dikenal dengan fikrah nahdliyyah, yaitu suatu landasan berfikir bagi warga NU yang mengacu kepada prinsip moderat (fikrah tawasuthiyyah), tolerans (fikrah tasamuhiyyah), reformasi (fikrah ishlahiyyah), dinamis (fikrah tathawwuriyyah), dan metodologis (fikrah manhajiyyah). Konsepsi ini menjadi ciri khas warga NU di dalam mengukur dan menyelesaikan setiap persoalan. Idealnya konsepsi ini ditingkatkan menjadi konsepsi kebangsaan (fikrah wathaniyyah), kalau perlu menjadi konsepsi global (fikrah alamiyyah). NU berkeyakinan bahwa jika fikrah-fikrah ini dapat diimplementasikan di tanah air, maka tidak tertutup kemungkinan pusat peradaban dunia Islam masa depan akan bergeser ke Indonesia. Hadirin yang berbahagia NU lahir sebelum bangsa ini terbentuk, karena itu kehadirannya ikut serta mengawal proses lahir dan berkembangnya bangsa ini. Kebangsaan (wathaniyah) tidak perlu diragukan. Kepedulian dan komitmennya dalam memperkokoh imajinasi umat Islam Nusantara tentang bangsa yang merdeka telah ditunjukkan sejak Muktamar NU di Banjarmasin tahun 1936. XIV

Resolusi Jihad tahun 1945, pengukuhan Kepala Negara Republik Indonesia sebagai waliy al-amri al-dharuri bi al-syaukah (pemegang pemerintahan dlaruri dengan kekuatan dan kekuasaan), hingga penerimaan Pancasila dan NKRI sebagai tujuan akhir perjuangan umat Islam, semunya menjadi bukti kongkrit kontribusi NU di dalam membangun bangsa Indonesia. Peran penting para ulama tak bisa dilupakan dalam meraih loyalitas masyarakat dalam upaya membangun keutuhan bangsa ini. Ciri dan peran utama di dalam membangun bangsa ialah kehadirannya sebagai faqih fi mashalihil khalqi (memahami dan mengenal dengan baik kemaslahatan makhluk termasuk manusia). Mereka berfungsi sebagai motivator, sumber inspirasi, sekaligus sebagai pelopor di dalam menumbuhkan dinamika yang tinggi di dalam masyarakat. Sehubungan dengan ini, saya ingin mengingatkan kembali para ulama agar memahami sejarah para pendahulu, the founding fathers bangsa kita. Konsekwensi kembali ke khittah 1926, maka para ulama tidak selayaknya lagi menyeret atau melibatkan atribut-atribut NU ke dalam wilayah politik praktis. Jika hal itu dilakukan, maka akibatnya bukan hanya akan mencabik-cabik sesame warga NU tetapi juga wibawa organisasi akan kehilangan pamor. Corak keagamaan dan watak kebangsaan NU belakangan ini kembali terusik dengan banyaknya godaan para ulama NU untuk terlibat dalam politik praktis, baik dalam memerebutkan kursi DPR maupun Pilkada. Padahal peran ulama sebagai faqih fi mashalihil khalqi seharusnya menjadi pendorong dan memberi semangat dan arah bagi dinamika perkembangan politik, ekonomi dan sosial budaya. Ulama akan lebih terhormat manakala tampil sebagai sumber inspirasi dalam menjawab tantangan dan menyelesaikan persoalan-persoalan kebangsaan. Namun demikian, komitmen ulama juga harus diikuti dengan komitmen umara atau pemerintah. Umara tidak selayaknya menjadikan ulama hanya sebagai pemadam kebakaran, yang hanya diperlukan pada saat munculnya masalah. Akan tetapi ulama selayaknya juga diikutkan di dalam merumuskan perencanaan pembangunan masa depan bangsa. Bagaimana mungkin para ulama diminta menyelesaikan suatu akibat, sementara sebab yang menyebabkan lahirnya akibat itu tidak pernah dilibatkan. Dengan bahasa lain, idealnya para ulama tidak hanya diundang oleh Kementerian Sosial tetapi juga oleh perencana pembangunan seperti Bappenas. Dengan demikian, ulama dan umara sama-sama terlibat dan bertanggungjawab penuh untuk kelangsungan bangsa dan negara tercinta ini. XV

Akhirnya kepada semua pihak baik pemerintah maupun swasta, yang telah memberikan bantuan, dukungan dan partisipasinya pada penyelenggaraan Muktamar ke-32 NU ini, kami atas nama PBNU menyampaikan ucapan terima kasih banyak beserta ucapan do a jazakumullah khairal jaza was-tsawab. Secara khusus kami ucapkan terima kasih kepada Presiden Republik Indonesia H Susilo Bambang Yudhoyono dan sekaligus kami memohon kesediaannya untuk memberikan pengarahan sekaligus membuka Muktamar ke-32 NU ini. Mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan. Wallahul Muwaffiq ilaa Aqwamith Thariq Wassalamu alaikum warahmatulahi wabarakatuh Rais Aam PBNU KH A.M. Sahal Mahfudh XVI

KEPUTUSAN MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA NOMOR : I/MNU-32/III/2010 TENTANG JADWAL ACARA DAN PERATURAN TATA TERTIB MUKTAMAR ب س م الل ه الر ح م ن الر ح يم MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA Menimbang Mengingat Memperhatikan : a. Bahwa Muktamar sebagai lembaga permusyawaratan tertinggi dalam Nahdlatul Ulama perlu diselenggarakan dengan tertib dan lancar; b. Bahwa untuk terjamin terselenggaranya ketertiban dan kelancaran jalannya Muktamar perlu ditetapkan peraturan Tata tertib muktamar yang disepakati oleh seluruh muktamirin. : a. Pasal 17 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama hasil Muktamar XXXI NU b. Pasal 9 ayat (2) dan pasal 50 Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama hasil Muktamar XXXI; c. Keputusan Muktamar XXVII Nahdlatul Ulama Nomor 002/MNU-27/1984 jo. Keputusan Munas Alim Ulama Nomor II/MAUNU/1401/4/1983 tentang Pemulihan Khittah Nahdlatul Ulama 1926; : a. Amanat Presiden Republik Indonesia dan Khutbah Iftitah Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada pembukaan Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama tanggal 7 R.Akhir 1431 H/ 23 Maret 2010 M; b. Ittifak Sidang Pleno I Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama pada tanggal 7 Rabiul Akhir 1431 H / 23 Maret 2010 M; Dengan senantiasa memohon taufiq, hidayah serta ridlo Allah SWT : 1

M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA TENTANG JADWAL ACARA DAN TATA TERTIB MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA, SEBAGAIMANA TERLAMPIR; Ditetapkan di Pada tanggal : Asrama Haji Sudiang Makassar : 7 Rabiul Akhir 1431 H/ 23 Maret 2010 M MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA PIMPINAN SIDANG PLENO I Drs. KH. Hafizh Utsman Drs. H. Taufik R. Abdullah Ketua Sekretaris 2

JADWAL ACARA MUKTAMAR XXXII NAHDLATUL ULAMA DI ASRAMA HAJI SUDIANG, MAKASSAR, SULAWESI SELATAN 22 S/D 28 MARET 2010 HARI / KEGIATAN KETERANGAN TANGGAL Senin, 22 Maret 2010 08.00-19.30 Registrasi Peserta / Chek in Tim Registrasi 14.00-16.30 Pertemuan dengan para Mufti 19.00-22.00 Rapat Pleno PBNU PBNU Selasa, 23 Maret 2010 08.00-10.00 Silaturahim PBNU, PWNU, PCNU dan PCI TIM NU 10.00-12.15 Persiapan Pemberangkatan ke Lokasi Sie Transportasi Pembukaan 12.15-14.00 Persiapan Pembukaan Seksi Acara 14.00-16.00 Pembukaan Seksi Acara 1. Pembukaan 2. Pembacaan ayat suci Al-Qur an dilanjutkan sholawat 3. Indonesia Raya 4. Laporan Ketua Panitia 5. Sambutan Gubernur Sulawesi Selatan 6. Khutbah iftitah Rais Aam 7. Amanat Presiden RI Dilanjutkan pembukaan muktamar ke-32 NU Doa penutup 16.00-17.30 Dialog Khusus antara Mufti, Presiden Republik Indonesia Beserta Undangan Khusus 17.30-18.00 Peserta Menuju Ke Asrama Haji Sudiang Sie Transportasi 18.00-19.30 Istirahat 19.30-22.00 Pengesahan dan Pembahasan Tata Tertib dan Acara Muktamar Rabu, 24 Maret 2010 08.00-10.00 Dialog Narasumber Seksi Acara / Persidangan 1. Menteri Agama RI 2. Menteri Pendidikan RI

10.00-10.15 Istirahat (snack) Seksi Konsumsi 10.15-12.15 Dialog Narasumber 1. Menteri Tenaga Kerja RI 2. Menteri PPDT RI 12.15-14.15 Istirahat Seksi Konsumsi 14.15-16.15 Dialog Narasumber 1. Menteri UKM RI 2. Menteri Kesehatan RI 16.15-19.30 Istirahat Seksi Konsumsi 19.30-22.30 Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama masa khidmat 2004-2010 PBNU Kamis, 25 Maret 2010 08.00-10.00 Pandangan Umum Laporan Sie Persidangan Pertanggungjawaban PBNU 10.00-10.15 Istirahat Seksi Konsumsi 10.15-12.15 Pandangan Umum Laporan Pertangungjawaban PBNU 12.15-14.15 Istirahat Seksi Konsumsi 14.15-16.15 Pandangan Umum Laporan Pertanggungjawaban PBNU 16.15-19.30 Istirahat Seksi Konsumsi 19.30-22.30 Jawaban atas Pemandangan Umum Jumat, 26 Maret 2010 08.00-10.00 Sidang-sidang Komisi 1. Komisi- A Maudlu iyyah : Membahas Masail Diniyah (Ahkam) 2. Komisi- B Waqi iyyah : Membahas Masail Diniyah (Tematik) 3. Komisi- C Qonuniyyah : Membahas Masail Diniyah (Perundangundangan) 4. Komisi- D Organisasi : Membahas Materi AD/ART 5. Komisi- E Program : Membahas Materi Program 6. Komisi- F Rekomendasi : Membahas Materi Umum/Rekomendasi 10.00-10.15 Istirahat Seksi Konsumsi 10.15-12.15 Lanjutan Sidang-sidang Komisi 12.15-14.15 Istirahat Seksi Konsumsi 14.15-16.15 Lanjutan Sidang-Sidang Komisi 16.15-19.30 Istirahat Seksi Konsumsi 19.30-22.30 Lanjutan Sidang-sidang Komisi

Sabtu, 27 Maret 2010 08.00-10.00 Lanjutan Sidang- Sidang Komisi Sie Persidangan 10.00-10.15 Istirahat Seksi Konsumsi 10.15-12.15 Lanjutan Sidang Sidang Komisi Sie Persidangan 12.15-14.15 Istirahat Seksi Konsumsi 14.15-16.15 Pengesahan hasil Sidang Komisi Sie Persidangan 16.15-19.30 Istirahat 19.30-22.30 Pemilihan Pengurus PBNU 2010-2015 Sie Persidangan Ahad, 28 Maret 2010 08.00-10.00 Persiapan Penutupan 10.00-13.00 Penutupan 1. Pembukaan 13.00-selesai 2. Pembacaan ayat suci al-qur an dilanjutkan sholawat 3. Indonesia Raya 4. Laporan Ketua Panitia 5. Sambutan Rais Aam terpilih 6. Amanat Wakil Presiden RI Dilanjutkan penutupan Muktamar ke-32 NU Doa penutup Chek Out Catatan : Khusus mengenai narasumber masih bersifat tentatif dan memungkinkan terjadi perubahan

Tata Tertib Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama Asrama Haji Sudiang, Makassar ب س م الل ه الر ح م ن الر ح يم BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dengan Muktamar dalam Peraturan Tata Tertib ini adalah Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada tanggal 7-12 Rabiul Akhir 1431H, bertepatan dengan tanggal 23 28 Maret 2010 M, bertempat di Asrama Haji Makassar, Sulawesi Selatan, selanjutnya disebut Muktamar. Pasal 2 Yang dimaksud dengan Panitia Muktamar adalah Panitia Pelaksana yang dibentuk oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). BAB II KORUM Pasal 3 1. Muktamar sebagai permusyawaratan tertinggi Nahdlatul Ulama dianggap sah penyelenggaraannya jika dihadiri sedikitnya 2/3 (dua pertiga) dari jumlah Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa NU yang sah. 2. Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa yang sah ditetapkan dalam Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. BAB III UTUSAN Utusan Muktamar terdiri dari : a. Peserta. b. Peninjau. Pasal 4 6

1. Peserta Muktamar terdiri dari: a. Pengurus Besar b. Pengurus Wilayah yang sah c. Pengurus Cabang yang sah Pasal 5 d. Pengurus Cabang Istimewa yang sah 2. Jumlah Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal 5 Peraturan ini ditentukan oleh PBNU. Pasal 6 Peninjau terdiri dari: a. Mereka yang ditentukan oleh PBNU dengan mempertimbangkan Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa yang sah. b. Mereka yang mendapat undangan khusus dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Pasal 7 Setiap utusan dinyatakan sah apabila membawa undangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan atau surat mandat dari pengurus yang diwakilinya, dan telah mendaftarkan diri kepada Panitia Muktamar. Pasal 8 Setiap Utusan berkewajiban: a. Menaati peraturan Tata Tertib, serta ketentuan-ketentuan yang berlaku selama Muktamar. b. Menghadiri Sidang-Sidang tepat pada waktunya. c. Memelihara ketertiban yang diperlukan bagi kelancaran dan keberhasilan Muktamar. Pasal 9 1. Setiap peserta berhak mengemukakan saran dan pendapat terhadap masalah-masalah yang berkembang dalam Sidang. 2. Setiap Peninjau dapat memberikan saran dan pendapat tentang masalahmasalah yang berkembang dalam Sidang dan tidak mempunyai hak suara.

Pasal 10 1. Setiap utusan diberikan tanda pengenal dan wajib mengenakannya selama menghadiri Sidang-Sidang Muktamar. 2. Panitia berhak menolak kehadiran seorang utusan masuk dalam Persidangan manakala tidak memakai tanda pengenal dan atau tidak jelas identitasnya BAB IV PERSIDANGAN Pasal 11 Sidang-sidang Muktamar terdiri atas: a. Sidang Pleno. b. Sidang Komisi-komisi. Pasal 12 1. Sidang Pleno dihadiri oleh utusan Muktamar, dan dinyatakan sah apabila telah dihadiri oleh sekurang-kurangnya separuh lebih satu dari utusan Muktamar. 2. Sidang Pleno membahas dan mengesahkan Acara Persidangan, Peraturan Tata Tertib Muktamar, Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar, Laporan Perumusan Hasil seluruh Sidang Komisi dan pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum. 3. Sidang Pleno dapat diisi dengan penyampaian pokok-pokok pikiran dari para pejabat negara atau pakar yang diundang untuk itu. Pasal 13 1. Sidang sidang Komisi dihadiri oleh seluruh utusan secara rata yang ditentukan oleh Panitia Muktamar dan proporsional berdasarkan usulan PBNU, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa NU. 2. Sidang Komisi dinyatakan sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya separuh lebih dari satu jumlah anggota Komisi yang bersangkutan. 3. Sidang Komisi terdiri dari : a. Komisi Diniyyah Waqi iyyah (Komisi A) 8

b. Komisi Diniyyah Maudlu iyyah (Komisi B) c. Komisi Diniyyah Qonuniyyah (Komisi C). d. Komisi Organisasi (Komisi D). e. Komisi Program (Komisi E) f. Komisi Rekomendasi (Komisi F). 4. Untuk menyelesaikan perumusan suatu masalah, Komisi-Komisi dapat membentuk Tim Perumus. BAB V PIMPINAN SIDANG Pasal 14 Pimpinan Sidang Pleno ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, dan dalam hal Pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Sidang Pleno dipimpin oleh 3 (tiga) orang Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama. Pasal 15 Pimpinan Sidang Komisi ditentukan oleh PBNU dengan didampingi oleh 2 orang anggota Komisi yang bersangkutan. Pasal 16 Jumlah Pimpinan Sidang Pleno, dan Sidang Komisi sekurang-kurangnya terdiri dari seorang Ketua, seorang Wakil Ketua dan seorang Sekretaris yang selanjutnya bertindak sebagai pelapor. Pimpinan Sidang berkewajiban: Pasal 17 a. Memimpin Sidang dan menjaga ketertiban. b. Menjaga agar Peraturan Tata Tertib Muktamar ditaati dengan seksama oleh setiap Peserta Sidang. c. Memberi izin kepada Peserta untuk berbicara dan menjaga agar pembicara dapat mengemukakan pendapatnya dan tidak menyimpang dari materi yang sedang dibahas.

d. Menyimpulkan persoalan yang diputuskan dan menandatanganinya. e. Pada setiap persidangan Pimpinan Sidang berkewajiban mengumumkan bahwa korum telah terpenuhi. f. Apabila waktu Sidang dimulai ternyata korum belum terpenuhi maka Pimpinan Sidang dapat membuka Sidang dan kemudian menunda (skors) paling lama 30 menit. g. Apabila waktu penundaan sudah lewat dan korum belum terpenuhi juga, maka Sidang dapat diteruskan dan dinyatakan sah tanpa memperhitungkan korum. BAB VI PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 18 1. Keputusan Muktamar diambil berdasarkan musyawarah mufakat. 2. Apabila ayat (1) dalam pasal ini tidak dapat tercapai, maka keputusan diambil berdasarkan pemungutan suara. 3. Apabila hasil pemungutan suara berimbang, maka diadakan pemungutan suara ulang, dan apabila dalam pemungutan suara ulang tetap berimbang, maka mekanisme pengambilan keputusan diserahkan kepada Pimpinan Sidang. 4. Pemungutan suara mengenai semua masalah diambil secara terbuka, sedang pemungutan suara yang menyangkut orang dilakukan secara rahasia. Pasal 19 Didalam setiap pemungutan suara, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa masing-masing mempunyai hak 1 (satu) suara. BAB VII PEMILIHAN ROIS AAM DAN KETUA UMUM 1. Pasal 20 Pemilihan Rais Aam dan Ketua Umum dilakukan di dalam Sidang Pleno yang diadakan secara khusus untuk itu. 10

2. 3. Rois Aam dan Ketua Umum dipilih oleh Peserta Muktamar yang menjadi utusan PWNU, PCNU dan PCINU yang sah Sebelum acara pemilihan dilakukan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) pasal ini, Pimpinan Sidang terlebih dahulu meminta Pengurus Besar masa khidmat tahun 2004 2009 untuk menyatakan diri demisioner. Pasal 21 1. Pimpinan Sidang meneliti jumlah peserta dari Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, dan Pengurus Cabang Istimewa yang hadir dengan cara mendata dalam rangka menentukan korum bagi sahnya pemilihan. 2. Pemilihan sebagaimana dimaksud pada pasal 20 Peraturan ini dilakukan sebanyak 2 (dua) tahap, yaitu tahap penetapan calon dan tahap pemilihan. Pasal 22 1. Pemilihan calon Rois Aam atau Ketua Umum dilakukan secara langsung, bebas dan rahasia dengan menulis nama calon dalam kartu suara yang disediakan untuk itu oleh Panitia dengan berstempel Pengurus Besar.. 2. Seorang calon harus sudah aktif menjadi Pengurus Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun. 3. Seorang calon tidak sedang menjabat sebagai Pengurus Harian Partai Politik dan atau organisasi yang bertentangan dengan aqidah Ahlussunnah wal Jama ah, tidak merupakan Syiah dan atau Jaringan Islam Liberal. 4. Seorang calon yang sedang menjabat sebagai Pengurus Harian Partai Politik harus menyatakan mundur secara tertulis sebelum pemilihan berlangsung. Pasal 23 1. Setelah kartu suara hasil pemungutan terkumpul, dihitung jumlahnya dan disesuaikan dengan jumlah hak suara yang hadir dan sah serta membaca nama yang tertulis di kartu suara satu demi satu yang disaksikan oleh 3 (tiga) orang saksi, dan menuliskannya di papan tulis. 2. Seorang calon dinyatakan sah apabila mendapatkan dukungan 99 (sembilan puluh sembilan) suara. 3. Apabila jumlah nama calon yang sah hanya 1 (satu) orang, Pimpinan 11

Sidang dapat menawarkan kepada Peserta Sidang untuk disahkan secara bulat (aklamasi) sebagai Rois aam atau Ketua umum sesuai dengan sesi pencalonannya. Pasal 24 1. Pemilihan Rois Aam dan Ketua Umum dilakukan secara langsung, bebas dan rahasia dengan menulis nama calon dalam kartu suara yang disediakan untuk itu oleh Panitia. 2. Setelah kartu suara hasil pemungutan terkumpul, dihitung jumlahnya dan disesuaikan dengan jumlah hak suara yang hadir dan sah serta membaca nama yang tertulis di kartu suara satu demi satu yang disaksikan oleh 3 (tiga) orang saksi, dan menuliskannya di papan tulis. 3. Seorang calon dapat dinyatakan terpilih apabila mendapat suara terbanyak. 4. Pimpinan Sidang mengumumkan hasilnya dan menetapkan calon terpilih sebagai Rois Aam atau Ketua umum sesuai dengan sesi pemilihannya. Pasal 25 Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama diatur sebagai berikut: a. Rais Aam dipilih secara langsung oleh Muktamar. b. Wakil Rais Aam ditunjuk oleh Rais Aam terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang dalam Muktamar dan mengumumkannya dalam sidang formatur. c. Ketua Umum dipilih secara langsung oleh Muktamar dengan terlebih dahulu calon mendapat persetujuan dari Rois Aam terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang dalam Muktamar. d. Wakil ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih setelah mempertimbangkan aspirasi yang berkembang dalam Muktamar dan mengumumkannya dalam sidang formatur. e. Rais Aam terpilih dan Ketua Umum terpilih bertugas melengkapi Susunan Pengurus Harian Syuriyah dan Pengurus Harian Tanfidziyah dengan dibantu oleh 5 (lima) anggota Mede Formatur yang dipilih dari dan oleh Peserta Muktamar selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah selesai Muktamar. 12

f. Pengisian jabatan-jabatan lain untuk melengkapi Susunan Pengurus ditetapkan oleh Pengurus Harian Syuriyah dan Pengurus Harian Tanfidziyah. BAB VIII PENUTUP Pasal 26 Hal-hal yang belum diatur dan atau belum cukup diatur dalam Peraturan Tata Tertib ini, akan diatur lebih lanjut oleh Pimpinan Sidang dengan persetujuan Sidang. Ditetapkan di Makassar Pada Tanggal 7 Rabiul Akhir 1431 H/23 Maret 2010 M SIDANG PLENO I PIMPINAN SIDANG Drs. KH. A. Hafidz Usman Ketua Drs. H. Taufiq R. Abdullah Sekretaris 13

KEPUTUSAN MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA NOMOR : II/MNU-32/III/2010 TENTANG ANGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA NAHDLATUL ULAMA ب س م الل ه الر ح م ن الر ح يم MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA Menimbang : a. Bahwa Nahdlatul Ulama sebagai Jam iyah Diniyah Islamiyah dalam sejarahnya selama ini mampu mengikat para anggotanya menjadi perkumpulan kekuatan sosial keagamaan yang besar dan tangguh dan oleh karenanya perlu memelihara dan meningkatkan hidmahnya sesuai dengan tujuan didirikannya yang dirumuskan dalam khittah 1926; b. Bahwa Nahdlatul Ulama yang bertujuan untuk memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah menurut salah satu madzhab empat untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kesejahteraan umat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; c. Bahwa untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan Nahdlatul Ulama, diperlukan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sebagai dasar dan pedoman yang mengikat kepada pengurus dan warga Nahdlatul Ulama dalam menjalankan hidmatnya; Mengingat : a. Keputusan Muktamar XXXI Nahdlatul Ulama Nomor I/ MNU-31/XI/2004 tentang Jadwal Acara dan Peraturan Tata Tertib Muktamar XXXI b. Keputusan Muktamar XXVII Nahdlatul Ulama Nomor 002/MNU-27/1984 jo. Keputusan Munas Alim Ulama Nomor II/MAUNU/1401/4/1983 tentang Pemulihan 14

Memperhatikan: a. Khittah Nahdlatul Ulama 1926; Amanat Presiden Republik Indonesia dan Khutbah Iftitah Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada pembukaan Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama tanggal 7 R.Akhir 1431 H/ 23 Maret 2010 M b. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2004-2009 pada Sidang Pleno III Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama tanggal 8 R.Akhir 1431 H/ 24 Maret 2010 M c. Laporan dan pembahasan Hasil Sidang Komisi Organisasian yang disampaikan pada Sidang Pleno VII Muktamar 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M; d. Ittifak Sidang Pleno VII Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama pada tanggal 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M Dengan senantiasa memohon taufiq, hidayah serta ridlo Allah SWT : M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MUKTAMAR Ke 32 NAHDLATUL ULAMA TENTANG ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA NAHDLATUL ULAMA Pertama : Isi beserta uraian perincian sebagaimana dimaksud oleh keputusan ini terdapat dalam naskah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama beserta Muqaddimah Al-Qanuunil Asaasy sebagai pedoman untuk melaksanakan tata organisasi dalam mencapai tujuan dan cita-cita Nahdlatul Ulama; Kedua : Mengamanatkan kepada Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama, Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama, Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama untuk menaati segala 15

peraturan yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama ini; Ketiga : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan adanya Keputusan baru yang ditetapkan oleh permusyawaratan setingkat. Ditetapkan di : Asrama Haji Sudiang Makssar Pada tanggal : 11 Rabiul Akhir 1431 H/27 Maret 2010 M MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA PIMPINAN SIDANG PLENO VI Tertanda Tertanda Drs. KH.A. Hafizh Utman Ketua Drs. H.Taufiq R.Abdullah Sekretaris 16

DAFTAR ISI AD/ART ANGGARAN DASAR Muqaddimah BAB I Nama, Kedudukan dan Status BAB II Pedoman, Aqidah dan Asas BAB III Lambang BAB IV Tujuan dan Usaha BAB V Keanggotaan, Hak dan Kewajiban BAB VI Struktur dan Perangkat Organisasi BAB VII Kepengurusan dan Masa Khidmat BAB VIII Tugas dan Wewenang BAB IX Permusyawaratan BAB X Rapat-Rapat BAB XI Keuangan dan Kekayaan BAB XII Perubahan BAB XIII Pembubaran Organisasi BAB XIV Penutup 17

ANGGARAN RUMAH TANGGA BAB I Keanggotaan BAB II Tatacara Penerimaan dan Pemberhentian Keanggotaan BAB III Kewajiban dan Hak Anggota BAB IV Tingkatan Kepengurusan BAB V Perangkat Organisasi BAB VI Susunan Pengurus Besar BAB VII Susunan Pengurus Wilayah BAB VIII Susunan Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa BAB IX Susunan Pengurus Majelis Wakil Cabang BAB X Susunan Pengurus Ranting BAB XI Susunan Pengurus Anak Ranting BAB XII Susunan Pengurus Badan Otonom BAB XIII Syarat Menjadi Pengurus BAB XIV Pemilihan dan Penetapan Pengurus BAB XV PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU BAB XVI 18

Rangkap Jabatan BAB XVII Pengesahan dan Pembekuan Pengurus BAB XVIII Wewenang dan Tugas Pengurus BAB XIX Kewajiban dan Hak Pengurus BAB XX Permusyawaratan Tingkat Nasional BAB XXI Permusyawaratan Tingkat Daerah BAB XXII Permusyawaratan Badan Otonom BAB XXIII Rapat-Rapat BAB XXIV Keuangan dan Kekayaan BAB XXV Laporan Pertanggungjawaban BAB XXVI Ketentuan Penutup 19

ANGGARAN DASAR NAHDLATUL ULAMA 2010 20

ANGGARAN DASAR NAHDLATUL ULAMA 2010 ب س م الل ه الر ح م ن الر ح يم MUQADDIMAH Bahwa agama Islam merupakan rahmatan lil alamin (rahmat bagi semesta alam) dengan ajaran yang mendorong terwujudnya kemaslahatan dan kesejahteraan hidup bagi segenap umat manusia di dunia dan akhirat. Bahwa para ulama Ahlussunnah wal Jama ah Indonesia terpanggil untuk melanjutkan dakwah Islamiyah dan melaksanakan amar ma ruf nahi munkar dengan mengorganisasikan kegiatan-kegiatannya dalam suatu wadah organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama, yang bertujuan untuk mengamalkan ajaran Islam menurut faham Ahlussunnah wal Jama ah. Bahwa kemaslahatan dan kesejahteraan warga Nahdlatul Ulama menuju Khaira Ummah adalah bagian mutlak dari kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Maka dengan rahmat Allah Subahanahu wa Ta ala, dalam perjuangan mencapai masyarakat adil dan makmur yang menjadi cita-cita seluruh masyarakat Indonesia, Perkumpulan/Jam iyah Nahdlatul Ulama beraqidah/berasas Islam menganut faham Ahlusunnah wal Jama ah dalam bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy ari dan Imam Abu Mansur al-maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi i, dan Hanbali); dan dalam bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al- Junaid al-bagdadi dan Abu Hamid al-ghazali. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Nahdlatul Ulama berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bahwa Ketuhanan yang Maha Esa dalam Pancasila bagi umat Islam adalah keyakinan tauhid bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Subhanahu wa Ta ala. Bahwa cita-cita bangsa Indonesia dapat diwujudkan secara utuh apabila seluruh potensi nasional diberdayakan dan difungsikan secara baik, dan Nahdlatul Ulama 21

berkeyakinan bahwa keterlibatannya secara penuh dalam proses perjuangan dan pembangunan nasional merupakan suatu keharusan. Bahwa untuk mewujudkan hubungan antar bangsa yang adil, damai dan manusiawi menuntut saling pengertian dan saling memerlukan, maka Nahdlatul Ulama bertekad untuk mengembangkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah insaniyah yang mengemban kepentingan nasional dan internasional dengan berpegang teguh pada prinsip-prinsip al-ikhlash (ketulusan), al- adalah (keadilan), at-tawassuth (moderasi), at-tawazun (keseimbangan) dan at-tasamuh (toleransi). Bahwa Perkumpulan/Jam iyyah Nahdlatul Ulama tetap menjunjung tinggi semangat yang melatarbelakangi berdirinya dan prinsip-prinsip yang ada dalam Qanun Asasi. Menyadari hal-hal di atas, Perkumpulan/Jam iyah sebagai suatu organisasi maka disusunlah Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama sebagai berikut: BAB I NAMA, KEDUDUKAN DAN STATUS Pasal 1 (1) Perkumpulan/Jam iyah ini bernama Nahdlatul Ulama disingkat NU. (2) Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 H bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M untuk waktu yang tak terbatas. Pasal 2 Nahdlatul Ulama berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara Republik Indonesia yang merupakan tempat kedudukan Pengurus Besarnya. Pasal 3 (1) Nahdlatul Ulama sebagai Badan Hukum Perkumpulan bergerak dalam bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial. (2) Nahdlatul Ulama memiliki hak-hak secara hukum sebagai Badan Hukum Perkumpulan termasuk di dalamnya hak atas tanah dan aset-aset lainnya. 22

BAB II PEDOMAN, AQIDAH DAN ASAS Pasal 4 Nahdlatul Ulama berpedoman kepada Al-Qur an, As-Sunnah, Al-Ijma, dan Al- Qiyas. Pasal 5 Nahdlatul Ulama beraqidah Islam menurut faham Ahlusunnah wal Jama ah dalam bidang aqidah mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy ari dan Imam Abu Mansur al-maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi i, dan Hanbali); dan dalam bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al-junaid al-bagdadi dan Abu Hamid al-ghazali. Pasal 6 Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Nahdlatul Ulama berasas kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. BAB III LAMBANG Pasal 7 Lambang Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yang dilingkari tali tersimpul, dikitari oleh 9 (sembilan) bintang, 5 (lima) bintang terletak melingkari di atas garis khatulistiwa yang terbesar di antaranya terletak di tengah atas, sedang 4 (empat) bintang lainnya terletak melingkar di bawah garis khatulistiwa, dengan tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yang melintang dari sebelah kanan bola dunia ke sebelah kiri, semua terlukis dengan warna putih di atas dasar hijau. BAB IV TUJUAN DAN USAHA Pasal 8 (1) Nahdlatul Ulama adalah perkumpulan/jam iyyah diniyyah islamiyyah ijtima iyyah (organisasi sosial keagamaan Islam) untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa, dan ketinggian harkat dan martabat manusia. 23

(2) Tujuan Nahdlatul Ulama adalah berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal Jama ah untuk terwujudnya tatanan masyarakat yang berkeadilan demi kemaslahatan, kesejahteraan umat dan demi terciptanya rahmat bagi semesta. Pasal 9 Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana Pasal 8 di atas, maka Nahdlatul Ulama melaksanakan usaha-usaha sebagai berikut: a. Di bidang agama, mengupayakan terlaksananya ajaran Islam yang menganut faham Ahlusunnah wal Jama ah. b. Di bidang pendidikan, pengajaran dan kebudayaan mengupayakan terwujudnya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran serta pengembangan kebudayaan yang sesuai dengan ajaran Islam untuk membina umat agar menjadi muslim yang taqwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas dan terampil, serta berguna bagi agama, bangsa, dan negara. c. Di bidang sosial, mengupayakan dan mendorong pemberdayaan di bidang kesehatan, kemaslahatan dan ketahanan keluarga, dan pendampingan masyarakat yang terpinggirkan (mustadl afin). d. Di bidang ekonomi, mengupayakan peningkatan pendapatan masyarakat dan lapangan kerja/usaha untuk kemakmuran yang merata. e. Mengembangkan usaha-usaha lain melalui kerjasama dengan pihak dalam maupun luar negeri yang bermanfaat bagi masyarakat banyak guna terwujudnya Khaira Ummah. BAB V KEANGGOTAAN, HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 10 (1) Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari anggota biasa, anggota luar biasa, dan anggota kehormatan. (2) Ketentuan untuk menjadi anggota dan pemberhentian keanggotaan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. Pasal 11 Ketentuan mengenai hak dan kewajiban anggota serta lain- lainnya diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. 24

BAB VI STRUKTUR DAN PERANGKAT ORGANISASI Pasal 12 Struktur Organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. 6. Pengurus Besar. Pengurus Wilayah. Pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa. Pengurus Majelis Wakil Cabang. Pengurus Ranting. Pengurus Anak Ranting Pasal 13 Untuk melaksanakan tujuan dan usaha-usaha sebagaimana dimaksud Pasal 8 dan 9, Nahdlatul UIama membentuk perangkat organisasi yang meliputi: Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan organisasi Jam iyah Nahdlatul Ulama. BAB VII KEPENGURUSAN DAN MASA KHIDMAT Pasal 14 (1) Kepengurusan Nahdlatul Ulama terdiri dari Mustasyar, Syuriyah dan Tanfidziyah. (2) Mustasyar adalah penasehat yang terdapat di Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang/ Pengurus Cabang Istimewa, dan pengurus Majelis Wakil Cabang. (3) Syuriyah adalah pimpinan tertinggi Nahdlatul Ulama. (4) Tanfidziyah adalah pelaksana. (5) Ketentuan mengenai susunan dan komposisi kepengurusan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. Pasal 15 (1) Pengurus Besar Nadhlatul Ulama terdiri dari : 25

a. Mustasyar Pengurus Besar b. Pengurus Besar Harian Syuriyah c. Pengurus Besar Lengkap Syuriyah d. Pengurus Besar Harian Tanfidziyah e. Pengurus Besar Lengkap Tanfidziyah f. Pengurus Besar Pleno (2) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama terdiri dari : a. Mustasyar Pengurus Wilayah b. Pengurus Wilayah Harian Syuriyah c. Pengurus Wilayah Lengkap Syuriyah d. Pengurus Wilayah Harian Tanfidziyah e. Pengurus Wilayah Lengkap Tanfidziyah f. Pengurus Wilayah Pleno (3) Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama terdiri dari : a. Mustasyar Pengurus Cabang b. Pengurus Cabang Harian Syuriyah c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah f. Pengurus Cabang Pleno (4) Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama terdiri dari: a. Mustasyar Pengurus Cabang b. Pengurus Cabang Harian Syuriyah c. Pengurus Cabang Lengkap Syuriyah d. Pengurus Cabang Harian Tanfidziyah e. Pengurus Cabang Lengkap Tanfidziyah f. Pengurus Cabang Pleno (5) Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama terdiri atas: a. Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang b. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Syuriyah c. Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Syuriyah d. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Tanfidziyah 26

e. Pengurus Majelis Wakil Cabang Lengkap Tanfidziyah f. Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno (6) Pengurus Ranting Nadhlatul Ulama terdiri atas: a. Pengurus Ranting Harian Syuriyah b. Pengurus Ranting Lengkap Syuriyah c. Pengurus Ranting Harian Tanfidziyah d. Pengurus Ranting Lengkap Tanfidziyah e. Pengurus Ranting Pleno (7) Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama terdiri dari: a. Pengurus Anak Ranting Harian Syuriyah b. Pengurus Anak Ranting Lengkap Syuriyah c. Pengurus Anak Ranting Harian Tanfidziyah d. Pengurus Anak Ranting Lengkap Tanfidziyah e. Pengurus Anak Ranting Pleno (8) Ketentuan mengenai susunan dan komposisi pengurus diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. Pasal 16 (1) Masa Khidmat Kepengurusan sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 adalah lima tahun dalam satu periode di semua tingkatan, kecuali Pengurus Cabang Istimewa selama 2 (dua) tahun. (2) Masa jabatan pengurus Lembaga dan Lajnah disesuaikan dengan masa jabatan Pengurus Nahdlatul Ulama di tingkat masing-masing. (3) Masa Khidmat Ketua Umum Pengurus Badan Otonom adalah 2 (dua) periode, kecuali Ketua Umum Pengurus Badan Otonom yang berbasis usia adalah 1 (satu) periode. BAB VIII TUGAS DAN WEWENANG Pasal 17 Mustasyar bertugas dan berwenang memberikan nasehat kepada Pengurus Nahdlatul Ulama menurut tingkatannya baik diminta ataupun tidak. 27

Pasal 18 Syuriyah bertugas dan berwenang membina dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya. Pasal 19 Tanfidziyah mempunyai tugas dan wewenang menjalankan pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi sesuai tingkatannya. Pasal 20 Ketentuan tentang rincian wewenang dan tugas sesuai pasal 17, 18, dan 19 diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. BAB IX PERMUSYAWARATAN Pasal 21 (1) Permusyawaratan adalah suatu pertemuan yang dapat membuat keputusan dan ketetapan organisasi yang diikuti oleh struktur organisasi di bawahnya. (2) Permusyawaratan di lingkungan Nahdlatul Ulama meliputi Permusyawaratan Tingkat Nasional dan Permusyawaratan Tingkat Daerah. Pasal 22 Permusyawaratan tingkat nasional yang dimaksud pada pasal 21 terdiri dari: 28 a. Muktamar b. Muktamar Luar Biasa c. Musyawarah Nasional Alim Ulama d. Konferensi Besar Pasal 23 Permusyawaratan tingkat daerah yang dimaksud pada pasal 21 terdiri: a. Konferensi Wilayah b. Musyawarah Kerja Wilayah

c. Konferensi Cabang/Konferensi Cabang Istimewa d. Musyawarah Kerja Cabang/Musyawarah Kerja Cabang Istimewa e. Konferensi Majelis Wakil Cabang f. Musyawarah Majelis Wakil Cabang g. Musyawarah Ranting h. Musyawarah Anak Ranting Pasal 24 (1) Permusyaratan di lingkungan Badan Otonom Nahdlatul Ulama meliputi permusyawaratan Tingkat Nasional dan Tingkat Daerah. (2) Permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) pasal ini terdiri dari: a. Kongres b. Rapat kerja (3) Permusyawaratan Badan Otonom merujuk kepada dan tidak boleh bertentangan dengan Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga, Peraturan- Peraturan Organisasi Nahdlatul Ulama dan Peraturan-Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. (4) Badan Otonom harus meratifikasi hasil permusyawaratan Nahdlatul Ulama. Pasal 25 Ketentuan lebih lanjut mengenai permusyawaratan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. BAB X RAPAT-RAPAT Pasal 26 Rapat adalah suatu pertemuan yang dapat membuat keputusan dan ketetapan organisasi yang dilakukan di masing-masing tingkat kepengurusan. Pasal 27 Rapat-rapat di lingkungan Nahdlatul Ulama terdiri dari: 29

1. Rapat Pleno 2. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah 3. Rapat Harian Syuriyah 4. Rapat Harian Tanfidziyah 5. Rapat-rapat lain yang dianggap perlu Pasal 28 Ketentuan lebih lanjut tentang rapat-rapat sebagaimana tersebut pada pasal 27 akan diatur dalam Anggaran Rumah Tangga. BAB XI KEUANGAN DAN KEKAYAAN Pasal 29 (1) Keuangan Nahdlatul Ulama digali dari sumber-sumber dana di lingkungan Nahdlatul Ulama, umat Islam, maupun sumber-sumber lain yang halal dan tidak mengikat. (2) Sumber dana Nahdlatul Ulama diperoleh dari: a. Uang pangkal b. Uang i anah syahriyah c. Sumbangan d. Usaha-usaha lain yang halal (3) Ketentuan penerimaan dan pemanfaatan keuangan yang termaktub dalam ayat 1 (satu) dan ayat 2 (dua) pasal ini diatur lebih lanjut dalam Anggaran Rumah Tangga. Pasal 30 Kekayaan organisasi adalah inventaris dan aset organisasi yang berupa harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak yang dimiliki/dikuasai oleh Organisasi/Perkumpulan Nahdlatul Ulama. BAB XII PERUBAHAN Pasal 31 (1) Anggaran Dasar ini hanya dapat diubah oleh Keputusan Muktamar yang 30

sah yang dihadiri sedikitnya dua pertiga dari jumlah Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang/Pengurus Cabang Istimewa yang sah dan sedikitnya disetujui oleh dua pertiga dari jumlah suara yang sah. (2) Dalam hal Muktamar yang dimaksud ayat 1(satu) pasal ini tidak dapat diadakan karena tidak tercapai quorum, maka ditunda selambat-lambatnya 1 (satu) bulan dan selanjutnya dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang sama Muktamar dapat dimulai dan dapat mengambil keputusan yang sah. BAB XIII PEMBUBARAN ORGANISASI Pasal 32 (1) Pembubaran Perkumpulan/Jam iyah Nahdlatul Ulama sebagai suatu organisasi hanya dapat dilakukan apabila mendapat persetujuan dari seluruh anggota dan pengurus di semua tingkatan. (2) Apabila Nahdlatul Ulama dibubarkan, maka segala kekayaannya diserahkan kepada organisasi atau badan amal yang sefaham dengan persetujuan dari seluruh anggota dan pengurus di semua tingkatan. BAB XIV PENUTUP Pasal 33 Muqaddimah Qanun Asasy oleh Rais Akbar Hadratus Syaikh Kiai Haji Muhammad Hasyim Asy ari dan naskah Khittah Nahdlatul Ulama merupakan bagian tak terpisahkan dari Anggaran Dasar ini. 31

ANGGARAN RUMAH TANGGA NAHDLATUL ULAMA 2010 32

ANGGARAN RUMAH TANGGA NAHDLATUL ULAMA 2010 ب س م الل ه الر ح م ن الر ح يم BAB I KEANGGOTAAN Pasal 1 Keanggotaan Nahdlatul Ulama terdiri dari: a. b. c. Anggota biasa adalah setiap warga negara Indonesia yang beragama Islam, baligh, dan menyatakan diri setia terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga organisasi. Anggota luar biasa, adalah setiap orang yang beragama Islam, menganut faham Ahlusunnah wal Jamaah dan menurut salah satu Mazhab Empat, sudah aqil baligh, menyetujui aqidah, asas, tujuan dan usaha-usaha Nahdlatul Ulama, namun yang bersangkutan berdomisili secara tetap di luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Anggota kehormatan adalah setiap orang yang bukan anggota biasa atau anggota luar biasa yang dinyatakan telah berjasa kepada Nahdlatul Ulama dan ditetapkan dalam keputusan Pengurus Besar. BAB II TATACARA PENERIMAAN DAN PEMBERHENTIAN KEANGGOTAAN 1. 2. 3. 4. Pasal 2 Anggota biasa diterima melalui Pengurus Ranting atas rekomendasi Pengurus Anak Ranting setempat. Anggota biasa yang berdomisili di luar negeri diterima melalui Pengurus Cabang Istimewa. Apabila tidak ada Pengurus Ranting di tempat tinggalnya maka pendaftaran anggota dilakukan di Ranting terdekat. Anggota biasa disahkan oleh Pengurus Cabang. 1. Pasal 3 Anggota luar biasa di dalam negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama setempat. 33

2. 3. 1. 2. 3. 1. 2. 3. Anggota luar biasa yang berdomisili di luar negeri diterima dan disahkan oleh Pengurus Cabang Istimewa. Apabila tidak ada Pengurus Cabang Istimewa di tempat tinggalnya maka penerimaan dan pengesahan dilakukan di Pengurus Cabang Istimewa terdekat. Pasal 4 Anggota kehormatan diusulkan oleh pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa atau Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar. Pengurus Besar menilai dan mempertimbangkan usulan sebagaimana tersebut dalam ayat 1 pasal ini untuk memberikan persetujuan atau penolakan. Dalam hal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan persetujuan, maka kepada yang bersangkautan diberikan surat keputusan sebagai anggota kehormatan. Pasal 5 Anggota biasa maupun anggota luar biasa berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama (KARTANU). Anggota Kehormatan berhak mendapatkan Kartu Tanda Anggota Nahdlatul Ulama Khusus. Ketentuan tentang prosedur penerimaan anggota diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi. Pasal 6 1. Seseorang dinyatakan berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena: a. permintaan sendiri b. diberhentikan 2. Seseorang berhenti dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena permintaan sendiri yang diajukan kepada Pengurus Ranting secara tertulis dengan tembusan kepada Pengurus Anak Ranting. 3. Seseorang diberhentikan dari keanggotaan Nahdlatul Ulama karena dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya sebagai anggota atau melakukan perbuatan yang mencemarkan dan menodai nama baik Nahdlatul Ulama. 4. Ketentuan mengenai prosedur pemberhentian keanggotaan diatur dalam Peraturan Organisasi. 34

BAB III KEWAJIBAN DAN HAK ANGGOTA Pasal 7 Anggota Nahdlatul Ulama berkewajiban: a. Setia, taat, dan menjaga nama baik Organisasi. b. c. d. Bersungguh-sungguh mendukung dan membantu segala langkah Organissi serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang diamanahkan kepadanya. Membayar i anah yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Memupuk dan memelihara Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Wathoniyah dan Ukhuwah Insaniyah serta persatuan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasal 8 1. Anggota biasa berhak: a. Menghadiri Musyawarah Anggota, mengemukakan pendapat dan memberikan suara. b. c. d. e. Memilih dan dipilih menjadi pengurus atau menduduki jabatan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh Organisasi pada tingkatannya. Memberikan usulan dan masukan sesuai ketentuan yang berlaku. Membela diri dan mendapatkan pembelaan, perlindungan dan pelayanan Organisasi. 2. Anggota luar biasa dan anggota kehormatan mempunyai hak sebagaimana hak anggota biasa kecuali hak memilih dan dipilih. 3. Anggota Biasa dan Luar Biasa Nahdlatul Ulama tidak diperkenankan merangkap menjadi anggota organisasi sosial keagamaan lain yang mempunyai aqidah, asas, dan tujuan yang berbeda atau merugikan Nahdlatul Ulama. BAB IV TINGKATAN KEPENGURUSAN Pasal 9 Tingkatan kepengurusan dalam organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari: 35

a. b. c. d. e. f. g. Pengurus Besar (PB) untuk tingkat Nasional dan berkedudukan di Jakarta, Ibukota Negara. Pengurus Wilayah (PW) untuk tingkat Propinsi dan berkedudukan di wilayahnya. Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat Kabupaten / Kota dan berkedudukan di wilayahnya. Pengurus Cabang Istimewa (PCI) untuk Luar Negeri dan berkedudukan di wilayah negara yang bersangkutan. Pengurus Majelis Wakil Cabang (MWC) untuk tingkat Kecamatan dan berkedudukan di wilayahnya. Pengurus Ranting (PR) untuk tingkat Kelurahan/desa. Pengurus Anak Ranting (PAR) untuk kelompok dan atau suatu komunitas. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. Pasal 10 Pembentukan Wilayah Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Pembentukan Wilayah diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama. Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan Penuh setelah melalui masa percobaan selama 2 (dua) tahun. Pengurus Wilayah berfungsi sebagai koordinator Cabang-Cabang di daerahnya dan sebagai pelaksana Pengurus Besar untuk daerah yang bersangkutan. Pasal 11 Pembentukan Cabang Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang melalui Pengurus Wilayah kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Pembentukan Cabang Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama. 36

4. 5. Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan Penuh setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun. Dalam hal-hal yang menyimpang dari ketentuan ayat (1) di atas disebabkan oleh besarnya jumlah penduduk dan luasnya daerah atau sulitnya komunikasi dan atau faktor kesejarahan, pembentukan Cabang diatur oleh kebijakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 1. 2. 3. 4. Pasal 12 Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atas permohonan sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) orang anggota. Pembentukan Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama. Pengurus Besar mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 1 (satu) tahun. 1. 2. 3. 4. 1. Pasal 13 Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Ranting melalui Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama kepada Pengurus Wilayah. Pembentukan Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama. Pengurus Wilayah mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 6 (enam) bulan. Pasal 14 Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama diusulkan oleh Pengurus Anak Ranting melalui Majelis Wakil Cabang kepada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama. 37

2. 3. 4. Pembentukan Ranting Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama. Pengurus Cabang mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 6 (enam) bulan. 1. 2. 3. 4. 5. Pasal 15 Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama dapat dilakukan jika terdapat sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) anggota. Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama diusulkan oleh anggota melalui Ranting kepada Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama. Pembentukan Anak Ranting Nahdlatul Ulama diputuskan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama memberikan Surat Keputusan masa percobaan kepada Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama. Pengurus Majelis Wakil Cabang mengeluarkan Surat Keputusan setelah melalui masa percobaan selama 3 (tiga) bulan. Pasal 16 Ketentuan mengenai syarat dan tatacara pembentukan kepengurusan Organisasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi. BAB V PERANGKAT ORGANISASI Pasal 17 Perangkat organisasi Nahdlatul Ulama terdiri dari: a. Lembaga b. Lajnah c. Badan Otonom 38

1. 2. 3. 4. 5. 6. a. b. c. d. e. f. g. Pasal 18 Lembaga adalah perangkat departementasi organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan Nahdlatul Ulama berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan. Ketua Lembaga ditunjuk langsung dan bertanggung jawab kepada pengurus Nahdlatul Ulama sesuai dengan tingkatannya. Ketua Lembaga dapat diangkat untuk maksimal 2 (dua) masa jabatan. Pembentukan dan penghapusan Lembaga ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama. Pembentukan Lembaga di tingkat Wilayah, Cabang dan Cabang Istimewa, disesuaikan dengan kebutuhan penanganan program. Lembaga sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 butir (a) dan ayat 1 Pasal ini adalah: Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama disingkat LDNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan agama Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah. Lembaga Pendidikan Maarif Nahdlatul Ulama disingkat LP Maarif NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pendidikan dan pengajaran formal. Rabithah Ma ahid al Islamiyah disingkat RMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pondok pesantren dan pendidikan keagamaan. Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama disingkat LPNU bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan ekonomi warga Nahdlatul Ulama. Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdlatul Ulama disingkat LP2NU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan pertanian, lingkungan hidup dan eksplorasi kelautan. Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama disingkat LKKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesejahteraan keluarga, sosial dan kependudukan. Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia disingkat LAKPESDAM, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengkajian dan pengembangan sumber daya manusia. 39

h. i. j. k. l. m. n. Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum disingkat LPBHNU, bertugas melaksanakan pendampingan, penyuluhan, konsultasi, dan kajian kebijakan hukum. Lembaga Seni Budaya Muslimin Indonesia disingkat LESBUMI, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan seni dan budaya. Lembaga Amil Zakat, Infaq dan Shadaqah Nahdlatul Ulama disingkat LAZISNU, bertugas menghimpun, mengelola dan mentasharufkan zakat dan shadaqah kepada mustahiqnya. Lembaga Waqaf dan Pertanahan Nahdlatul Ulama disingkat LWPNU, bertugas mengurus, mengelola serta mengembangkan tanah dan bangunan serta harta benda wakaf lainnya milik Nahdlatul Ulama. Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama disingkat LBMNU, bertugas membahas masalah-masalah maudlu iyah (tematik) dan waqi iyah (aktual) yang akan menjadi Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Lembaga Ta mir Masjid Nahdlatul Ulama disingkat LTMNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang pengembangan dan pemberdayaan Masjid. Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama disingkat LKNU, bertugas melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama di bidang kesehatan. Pasal 19 1. Lajnah adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan program Nahdlatul Ulama yang memerlukan penanganan khusus. 2. Pembentukan dan penghapusan Lajnah ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah pada masing-masing tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama. 3. Lajnah sebagaimana yang dimaksud Pasal 17 butir (b) dan ayat 1 Pasal ini adalah: a. Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama, disingkat LFNU, bertugas mengelola masalah ru yah, hisab dan pengembangan IImu Falak. b. Lajnah Ta lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama, disingkat LTNNU, bertugas mengembangkan penulisan, penerjemahan dan penerbitan kitab/buku serta media informasi menurut faham Ahlussunnah wal Jamaah. 40

c. Lajnah Pendidikan Tinggi Nahdlatul Ulama, disingkat LPTNU, bertugas mengembangkan pendidikan tinggi Nahdlatul Ulama. 4. Ketentuan lebih lanjut tentang Lajnah diatur dalam Peraturan Organisasi Pasal 20 1. Badan Otonom adalah perangkat organisasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi melaksanakan kebijakan Nahdlatul Ulama yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perorangan. 2. Pembentukan dan pembubaran Badan Otonom diusulkan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ditetapkan dalam Konferensi Besar dan dikukuhkan dalam Muktamar. 3. Badan Otonom berkewajiban menyesuaikan dengan aqidah, asas dan tujuan Nahdlatul Ulama. 4. Badan Otonom harus memberikan laporan perkembangan setiap tahun kepada Nahdlatul Ulama di semua tingkatan. 5. Badan Otonom dikelompokkan dalam katagori Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu, dan Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya. 6. Jenis Badan Otonom berbasis usia dan kelompok masyarakat tertentu adalah: a. Muslimat Nahdlatul Ulama disingkat Muslimat NU untuk anggota perempuan Nahdlatul Ulama. b. Fatayat Nahdlatul Ulama disingkat Fatayat NU untuk anggota perempuan muda Nahdlatul Ulama berusia maksimal 40 (empat puluh) tahun. c. Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama disingkat GP Ansor NU untuk anggota laki-laki muda Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 40 (empat puluh) tahun. d. Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama disingkat IPNU untuk pelajar dan santri laki-laki Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun. e. Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama disingkat IPPNU untuk pelajar dan santri perempuan Nahdlatul Ulama yang maksimal berusia 30 (tiga puluh) tahun. 7. Badan Otonom berbasis profesi dan kekhususan lainnya: 41

a. Jam iyyah Ahli Thariqah Al-Mu tabarah An-Nahdliyyah untuk anggota Nahdlatul Ulama pengamal tharekat yang mu tabar. b. Jam iyyatul Qurra Wal Huffazh, untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi Qori/Qoriah dan Hafizh/Hafizhah. c. Ikatan Sarjana Nahdlalul Ulama disingkat ISNU adalah Badan Otonom yang berfungsi membantu melaksanakan kebijakan N a h d l a t u l Ulama pada kelompok sarjana dan kaum intelektual. d. Serikat Buruh Muslimin Indonesia disingkat SARBUMUSI untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai buruh/karyawan/ tenagakerja. e. Pagar Nusa untuk anggota Nahdlatul Ulama yang bergerak pada pengembangan seni bela diri. f. Persatuan Guru Nahdlatul Ulama disingkat PERGUNU untuk anggota Nahdlatul Ulama yang berprofesi sebagai guru dan atau ustadz. 8. Ketentuan lebih lanjut berkait dengan Badan Otonom diatur dalam Peraturan Organisasi. Pasal 21 Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban membina, mengayomi dan dapat mengambil tindakan organisatoris terhadap Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom pada tingkat masing-masing. BAB VI SUSUNAN PENGURUS BESAR Pasal 22 1. Mustasyar Pengurus Besar terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan. 2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais Am, Wakil Rais Am, beberapa Rais, Katib Am dan beberapa Katib. 3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A wan. Pasal 23 1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, 42

beberapa Ketua, Sekretaris Jenderal, beberapa Wakil Sekretaris Jenderal, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara. 2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri dari Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah Pusat. Pasal 24 Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Umum Badan Otonom tingkat pusat. BAB VII SUSUNAN PENGURUS WILAYAH Pasal 25 1. Mustasyar Pengurus Wilayah terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan. 2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib. 3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A wan. Pasal 26 1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara. 2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat Wilayah. Pasal 27 Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Wilayah. 43

BAB VIII SUSUNAN PENGURUS CABANG DAN PENGURUS CABANG ISTIMEWA Pasal 28 1. Mustasyar Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan. 2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib. 3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A wan. Pasal 29 1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara. 2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat Cabang. Pasal 30 Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, pengurus lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Cabang. BAB IX SUSUNAN PENGURUS MAJELIS WAKIL CABANG Pasal 31 1. Mustasyar Pengurus Majelis Wakil Cabang terdiri dari beberapa orang sesuai dengan kebutuhan. 2. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib. 3. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A wan. Pasal 32 1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara. 44

2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga dan Lajnah tingkat Majelis Wakil Cabang. Pasal 33 Pengurus Pleno terdiri dari Mustasyar, Pengurus Lengkap Syuriyah, Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat Majelis Wakil Cabang. BAB X SUSUNAN PENGURUS RANTING Pasal 34 1. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib. 2. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A wan. Pasal 35 1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara. 2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga tingkat Ranting. Pasal 36 Pengurus Pleno terdiri dari Pengurus Lengkap Syuriyah dan Pengurus Lengkap Tanfidziyah dan Ketua Badan Otonom tingkat ranting. BAB XI SUSUNAN PENGURUS ANAK RANTING Pasal 37 1. Pengurus Harian Syuriyah terdiri dari Rais, beberapa Wakil Rais, Katib dan beberapa Wakil Katib. 2. Pengurus Lengkap Syuriyah terdiri dari Pengurus Harian Syuriyah dan A wan. 45

Pasal 38 1. Pengurus Harian Tanfidziyah terdiri dari Ketua, beberapa Ketua, Sekretaris, beberapa Wakil Sekretaris, Bendahara dan beberapa Wakil Bendahara. 2. Pengurus Lengkap Tanfidziyah terdiri atas Pengurus Harian Tanfidziyah dan Ketua Lembaga. BAB XII SUSUNAN PENGURUS BADAN OTONOM Pasal 39 1. Pengurus Badan Otonom terdiri dari Ketua Umum, beberapa Ketua, Sekretaris Umum, beberapa Sekretaris, Bendahara Umum dan beberapa Bendahara. 2. Kelengkapan susunan Pengurus Badan Otonom diatur dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom. BAB XIII SYARAT MENJADI PENGURUS Pasal 40 1. Untuk menjadi Pengurus Harian Anak Ranting Nahdlatul Ulama seseorang sudah terdaftar sebagai anggota Nahdlatul Ulama. 2. Untuk menjadi pengurus Ranting atau Majelis Wakil Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya. 3. Untuk menjadi Pengurus Cabang, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 2 (dua) tahun. 4. Untuk menjadi Pengurus Wilayah, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun. 5. Untuk menjadi Pengurus Besar, seorang calon harus sudah aktif menjadi anggota Nahdlatul Ulama atau Badan Otonomnya sekurang-kurangnya selama 4 (empat) tahun. 46

BAB XIV PEMILIHAN DAN PENETAPAN PENGURUS Pasal 41 1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sebagai berikut: a. Rais Aam dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Muktamar setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya. b. Wakil Rais Aam ditunjuk oleh Rais Aam terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi yang berkembang. c. Ketua Umum dipilih secara langsung oleh muktamirin melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Muktamar, dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya secara lisan atau tertulis dan mendapat persetujuan dari Rais Am terpilih. d. Wakil Ketua Umum ditunjuk oleh Ketua Umum terpilih dengan mempertimbangkan aspirasi yang berkembang. 2. Rais Am terpilih, Wakil Rais Am, Ketua Umum terpilih dan Wakil Ketua Umum bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Muktamar. 3. Pengisian A wan, Ketua Lembaga dan Ketua Lajnah ditetapkan oleh Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. 4. Pengurus Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dapat membentuk tim tertentu untuk menyusun kelengkapan Pengurus Lembaga dan Lajnah. Pasal 42 1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama sebagai berikut: a. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Wilayah setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya. b. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Wilayah dengan terlebih dahulu 47

menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih. 2. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Wilayah. 3. Pengurus Wilayah Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pasal 43 1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama sebagai berikut: a. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Cabang setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya. b. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih. 2. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Cabang. 3. Pengurus Cabang Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pasal 44 1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama sebagai berikut: a. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Cabang Istimewa setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya. b. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Cabang Istimewa dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih. 48

2. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Cabang Istimewa. 3. Pengurus Cabang Istimewa Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pasal 45 1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama sebagai berikut: a. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Majelis Wakil Cabang setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya. b. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Majelis Wakil Cabang dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih. 2. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Cabang. 3. Pengurus Majelis Wakil Cabang Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk lembaga dan lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. Pasal 46 1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama sebagai berikut: a. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Ranting setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya. b. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Konferensi Ranting dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih. 2. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah dengan dibantu oleh beberapa anggota mede formatur yang dipilih dari dan oleh peserta Konferensi Ranting. 49

3. Pengurus Ranting Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk Lembaga dan Lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. 50 Pasal 47 1. Pemilihan dan penetapan Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama sebagai berikut: a. Rais dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Musyawarah Anggota setelah yang bersangkutan menyampaikan kesediaannya. b. Ketua dipilih secara langsung melalui musyawarah mufakat atau pemungutan suara dalam Musyawarah Anggota dengan terlebih dahulu menyampaikan kesediaannya dan mendapat persetujuan dari Rais terpilih. 5. Rais dan Ketua terpilih bertugas melengkapi susunan Pengurus Harian Syuriyyah dan Tanfidziyah. 6. Pengurus Anak Ranting Harian Nahdlatul Ulama bertugas membentuk Lembaga dan Lajnah melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. BAB XV PENGISIAN JABATAN ANTAR WAKTU Pasal 48 1. Apabila Rais Am berhalangan tetap, maka Wakil Rais Am menjadi Pejabat Rais Am. 2. Apabila Wakil Rais Am berhalangan tetap, maka Rais Am atau Pejabat Rais Am menunjuk salah seorang Rais untuk menjadi Wakil Rais Am dengan mempertimbangan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Lengkap Pengurus Besar Syuriyah. 3. Apabila Rais Am dan Wakil Rais Am berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat Rais Aam dan Pejabat Wakil Rais Aam. 4. Apabila Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib Aam, Katib, dan A wan berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah Apabila Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib Aam, Katib, dan A wan berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan disyahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar.

Pasal 49 1. Apabila Ketua Umum berhalangan tetap, maka Wakil Ketua Umum menjadi Pejabat Ketua Umum. 2. Apabila Wakil Ketua Umum berhalangan tetap, maka Ketua Umum atau Pejabat Ketua Umum menunjuk salah seorang Ketua untuk menjadi Wakil Ketua Umum dengan mempertimbangan aspirasi yang berkembang dalam Rapat Harian Pengurus Besar Tanfidziyah. 3. Apabila Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum berhalangan tetap dalam waktu yang bersamaan, maka maka Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menetapkan Pejabat Ketua Umum dan Pejabat Wakil Ketua Umum. 4. Apabila Ketua Tanfidziyah, Sekretaris Jenderal, Sekretaris, Bendahara Umum, dan Bendahara berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui Rapat Pengurus Besar Harian Tanfidziyah Apabila Mustasyar, Rais Syuriyah, Katib Aam, Katib, dan A wan berhalangan tetap maka pengisiannya ditetapkan melalui rapat Pengurus Besar Harian Syuriyah dan disyahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar. 5. Apabila Ketua Lembaga atau Ketua Lajnah berhalangan tetap maka pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan, ditetapkan melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dan disyahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Besar. 6. Apabila anggota Pengurus Lembaga atau Lajnah berhalangan tetap maka pengisiannya diusulkan oleh Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah yang bersangkutan dan disahkan Pengurus Besar. Pasal 50 Apabila Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang, Ranting, dan Pengurus Anak Ranting berhalangan tetap maka proses pengisian jabatan tersebut disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 48 dan 49 Anggaran Rumah Tangga ini. BAB XVI RANGKAP JABATAN Pasal 51 1. Jabatan pengurus Harian Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan: 51

52 a. Jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Nahdlatul Ulama; dan atau b. Jabatan pengurus harian Lembaga dan Lajnah dan Badan Otonom; dan atau c. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik;dan atau d. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik; dan atau e. Jabatan Pengurus Harian Organisasi Kemasyarakatan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip perjuangan dan tujuan Nahdlatul Ulama. 2. Jabatan Pengurus Harian Lembaga dan Lajnah Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan Jabatan Pengurus Harian Lembaga atau Lajnah lainnya pada semua tingkat kepengurusan. 3. Jabatan Ketua Badan Otonom Nahdlatul Ulama tidak dapat dirangkap dengan: a. jabatan pengurus harian pada semua tingkat kepengurusan Badan Otonom. Dan atau b. Jabatan Pengurus Harian Partai Politik; dan atau c. Jabatan Pengurus Harian Organisasi yang berafiliasi kepada Partai Politik. 4. Rais Aam, Wakil Rais Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar; Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan Rais dan Ketua Pengurus Cabang tidak diperkenankan mencalonkan diri atau dicalonkan dalam pemilihan jabatan politik. 5. Yang disebut dengan Jabatan Politik dalam Anggaran Rumah Tangga ini adalah Jabatan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, DPR RI, DPRD Propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. 6. Apablia Rais Aam, Wakil Rais Aam, Ketua Umum, dan Wakil Ketua Umum Pengurus Besar mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus mengundurkan diri atau diberhentikan. 7. Apablia Rais dan Ketua Pengurus Wilayah dan atau Rais dan Ketua Pengurus Cabang mencalonkan diri atau dicalonkan, maka yang bersangkutan harus

mengundurkan diri atau diberhentikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 8. Ketentuan lebih lanjut mengenai rangkap jabatan dan pencalonan dalam pasal ini akan diatur dalam Peraturan Organisasi. BAB XVII PENGESAHAN DAN PEMBEKUAN PENGURUS Pasal 52 1. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama disusun dan disahkan oleh Rais Aam, Ketua Umum dan dibantu mede Formatur. 2. Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang dan Pengurus Cabang Istimewa disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 3. Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang disampaikan kepada Pengurus Besar dengan rekomendasi Pengurus Wilayah. 4. Pengajuan pengesahan Pengurus Cabang Istimewa disampaikan kepada Pengurus Besar. 5. Pengurus Majelis Wakil Cabang disahkan oleh Pengurus Wilayah dengan rekomendasi Pengurus Cabang. 6. Pengurus Ranting disahkan oleh Pengurus Cabang dengan rekomendasi Pengurus Majelis Wakil Cabang. 7. Pengurus Anak Ranting disahkan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang dengan rekomendasi Pengurus Ranting. Pasal 53 1. Pengurus Harian Lembaga dan Lajnah ditetapkan dalam Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dan disahkan dengan Surat Keputusan Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatannya. 2. Pengurus Lengkap Lajnah dan Lembaga disusun dan disahkan oleh Pengurus Harian Lajnah dan Lembaga yang bersangkutan. Pasal 54 1. Pengurus Harian Badan Otonom Pusat disahkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 53

2. Pengurus Harian Badan Otonom di tingkat Wilayah dan Cabang disahkan oleh Pengurus tingkat pusat Badan Otonom yang bersangkutan. Pasal 55 1. Pengurus Besar dapat membekukan Kepengurusan Wilayah, Kepengurusan Cabang dan Kepengurusan Cabang Istimewa melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus Besar. 2. Pengurus Cabang dapat membekukan Kepengurusan Majelis Wakil Cabang dan Kepengurusan Ranting melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Pengurus Cabang. 3. Pengurus Majelis Wakil Cabang dapat membekukan Kepengurusan Anak Ranting melalui Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah Majelis Wakil Cabang. Pasal 56 Ketentuan tentang tatacara pengesahan dan Pembekuan kepengurusan diatur dalam Peraturan Organisasi. BAB XVIII WEWENANG DAN TUGAS PENGURUS Pasal 57 1. Mustasyar mempunyai wewenang menyelenggarakan rapat internal yang dipandang perlu. 2. Mustasyar bertugas memberikan arahan, pertimbangan dan atau nasehat diminta atau tidak baik secara perorangan maupun kolektif kepada Pengurus menurut tingkatannya. Pasal 58 1. Kewenangan Rais Aam adalah: a. Merumuskan kebijakan umum Organisasi. b. Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama baik keluar maupun ke dalam yang menyangkut urusan keagamaan baik dalam bentuk konsultasi, koordinasi, maupun informasi. 54

c. Bersama Ketua Umum mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan atau pengelolaan dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh Muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan. d. Bersama Ketua Umum menandatangani keputusan-keputusan penting Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. e. Bersama Ketua Umum membatalkan keputusan perangkat organisasi yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama. 2. Tugas Rais Aam adalah: a. Mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. b. Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar Syuriyah. c. Bersama Ketua Umum memimpin pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. d. Memimpin Rapat Harian Syuriyah dan Rapat Pengurus Lengkap Syuriyah. Pasal 59 1. Kewenangan Wakil Rais Aam adalah: a. Menjalankan kewenangan Rais Aam ketika Rais Aam berhalangan. b. Bersama Rais Aam memimpin, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 2. Tugas Wakil Rais Aam adalah: a. Membantu tugas-tugas Rais Aam. b. Mewakili Rais Aam apabila berhalangan. 55

56 c. Melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan atau bersama Rais Aam. 1. Kewenangan Rais adalah: Pasal 60 a. Menjalankan wewenang Rais Aam dan atau Wakil Rais Aam ketika berhalangan b. Merumuskan pelaksanaan bidang khusus masing-masing. 2. Tugas Rais adalah: a. Membantu tugas-tugas Rais Aam dan atau Wakil Rais Aam b. Mewakili Rais Aam dan atau Wakil Rais Aam apabila berhalangan c. Melaksanakan bidang khusus masing-masing. Pasal 61 7. Kewenangan Katib Aam adalah: a. Merumuskan dan mengatur pengelolaan kekatiban Pengurus Besar Syuriyah. b. Bersama Rais Aam, Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal menandatangani keputusan-keputusan Pengurus Besar. 8. Tugas Katib Aam adalah: a. Membantu Rais Aam, Wakil Rais Aam dan Rais-Rais dalam menjalankan wewenang dan tugasnya. b. Merumuskan dan Mengatur manajemen administrasi Pengurus Besar Syuriah. c. Mengatur dan mengkordinir pembagian tugas di antara Katib. Pasal 62 1. Katib mempunyai kewenangan-kewenangan sebagai berikut: a. Melaksanakan kewenangan-kewenangan Katib Aam apabila berhalangan b. Mendampingi Rais-Rais sesuai bidang masing-masing

2. Katib mempunyai tugas-tugas sebagai berikut: a. Membantu tugas-tugas Katib Aam b. Mewakili Katib Aam apabila berhalangan c. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Katib Aam Pasal 63 1. Kewenangan A wan memberi masukan kepada Pengurus Besar Syuriyah. 2. Tugas A wan membantu pelaksanaan tugas-tugas Pengurus Besar Syuriyah. Pasal 64 1. Wewenang Ketua Umum adalah sebagai berikut: a. Mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama baik ke luar maupun ke dalam yang menyangkut pelaksanaan kebijakan organisasi dalam bentuk konsultasi, koordinasi maupun informasi. b. Merumuskan kebijakan khusus Organisasi. c. Bersama Rais Aam mewakili Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dalam hal melakukan tindakan penerimaan, pengalihan, tukar-menukar, penjaminan, penyerahan wewenang penguasaan/ pengelolaan, dan penyertaan usaha atas harta benda bergerak dan atau tidak bergerak milik atau yang dikuasai Nahdlatul Ulama dengan tidak mengurangi pembatasan yang diputuskan oleh Muktamar baik di dalam atau di luar pengadilan. d. Bersama Rais Aam menandatangani keputusan-keputusan organisasi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. e. Bersama Rais Aam membatalkan keputusan perangkat organisasi yang bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama. 2. Tugas Ketua Umum adalah sebagai berikut: a. Memimpin, mengatur dan mengkoordinasikan pelaksanaan keputusankeputusan Muktamar dan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. b. Memimpin, mengkoordinasikan dan mengawasi tugas-tugas di antara Pengurus Besar Tanfidziyah. 57

c. Bersama Rais Aam memimpin pelaksanaan Muktamar, Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar, Rapat Pleno, Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah. d. Memimpin Rapat Harian Tanfidziyah dan Rapat Pengurus Lengkap Tanfidziyah. Pasal 65 1. Kewenangan Wakil Ketua Umum adalah: a. Menjalankan kewenangan Ketua Umum ketika berhalangan. b. Membantu Ketua Umum memimpin, mengatur, dan mengawasi pelaksanaan kebijakan umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 2. Tugas Wakil Ketua Umum adalah: a. Membantu tugas-tugas Ketua Umum. b. Mewakili Ketua Umum apabila berhalangan. c. Melaksanakan bidang tertentu yang ditetapkan oleh dan atau bersama Ketua Umum. Pasal 66 1. Kewenangan Ketua-Ketua adalah: a. Menjalankan wewenang Ketua Umum dan atau Wakil Ketua Umum apabila berhalangan. b. Merumuskan dan menjalankan bidang khusus masing-masing. 2. Tugas Ketua-Ketua adalah: a. Membantu tugas-tugas Ketua Umum. b. Menjalankan tugas-tugas Ketua Umum berdasarkan pembidangan sebagai berikut: 1. Bidang Dakwah Keagamaan 2. Organisasi dan Kaderisasi 3. Bidang Ekonomi 4. Bidang Pendidikan dan Kebudayaan 58

5. Bidang Kesehatan dan Sosial 6. Bidang Hubungan Luar Negeri 7. Bidang Hukum dan Kebijakan Publik 8. Bidang Lingkungan 9. Bidang-bidang lain yang dipandang perlu. Pasal 67 1. Kewenangan Sekretaris Jenderal adalah: a. Merumuskan dan mengatur pengelolaan kesekretariatan Jenderal Pengurus Besar Tanfidziyah. b. Merumuskan naskah rancangan peraturan, keputusan, dan pelaksanaan program Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. c. Bersama Rais Aam, Ketua Umum dan Katib Aam menandatangani surat-surat penting Pengurus Besar. 2. Tugas Sekretaris Jenderal adalah: a. Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. b. Merumuskan manajemen administrasi, memimpin dan mengkoordinasikan Sekretariat. c. Mengatur dan mengkoordinir pembagian tugas di antara Sekretaris. Pasal 68 1. Kewenangan Sekretaris adalah: a. Melaksanakan kewenangan Sekretaris Jenderal apabila berhalangan b. Mendampingi Ketua-Ketua sesuai bidang masing-masing. 2. Tugas Sekretaris adalah: a. Membantu tugas-tugas Sekretaris Jenderal. b. Mewakili Sekretaris Jenderal apabila berhalangan c. Melaksanakan tugas khusus yang diberikan Sekretaris Jenderal. 59

Pasal 69 1. Kewenangan Bendahara Umum adalah: a. Mengatur pengelolaan keuangan Pengurus Besar. b. Melakukan pembagian tugas kebendaharaan dengan bendahara. c. Bersama Ketua Umum menandatangani surat-surat penting Pengurus Besar yang berkaitan dengan keuangan. 2. Tugas Bendahara Umum adalah: a. Membantu Ketua Umum, Wakil Ketua Umum dan Ketua-Ketua dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. b. Merumuskan manajemen dan melakukan pencatatan keuangan dan aset. c. Membuat Standard Operating Procedure (SOP) keuangan. d. Menyusun dan merencanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Rutin, dan anggaran program pengembangan atau rintisan Pengurus Besar. e. Menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk kepentingan auditing keuangan. Pasal 70 1. Prinsip-prinsip pokok tentang wewenang dan tugas pengurus sebagaimana diatur dalam pasal-pasal dalam bab ini berlaku secara mutatis mutandis (dengan sendirinya) untuk seluruh tingkat kepengurusan. 2. Ketentuan lebih lanjut berkait dengan wewenang dan tugas Pengurus diatur dalam Peraturan Organisasi. BAB XIX KEWAJIBAN DAN HAK PENGURUS Pasal 71 (1) Pengurus Nahdlatul Ulama berkewajiban: a. Menjaga dan menjalankan amanat dan ketentuan-ketentuan organisasi. b. Menjaga keutuhan organisasi kedalam maupun keluar. c. Menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara tertulis dalam permusyawaratan sesuai dengan tingkat kepengurusannya. 60

(2) Pengurus Nahdlatul Ulama berhak: a. Menetapkan kebijakan, keputusan dan peraturan organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. b. Memberikan arahan dan dukungan teknis kepada Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom untuk meningkatkan kinerjanya. BAB XX PERMUSYAWARATAN TINGKAT NASIONAL Pasal 72 1. Muktamar adalah forum permusyawaratan tertinggi di dalam organisasi Nahdlatul Ulama. 2. Muktamar membicarakan dan menetapkan: a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis; b. Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga; c. Garis-garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama 5 (lima) tahun; d. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan; e. Rekomendasi Organisasi; f. Memilih Rais Aam dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 3. Muktamar dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun. 4. Muktamar dihadiri oleh : a. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. b. Pengurus Wilayah. c. Pengurus Cabang/Cabang Istimewa. 5. Muktamar adalah sah apabila dihadiri oleh dua pertiga jumlah Wilayah dan Cabang/Cabang Istimewa yang sah. 61

Pasal 73 1. Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan apabila Rais Aam dan atau Ketua Umum Pengurus Besar melakukan pelanggaran berat terhadap ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. 2. Muktamar Luar Biasa dapat diselenggarakan atas usulan sekurangkurangnya 50 persen plus satu dari jumlah Wilayah dan Cabang. 3. Muktamar Luar Biasa dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 4. Ketentuan tentang peserta dan keabsahan Muktamar Luar Biasa merujuk kepada ketentuan Muktamar. Pasal 74 1. Musyawarah Nasional Alim Ulama merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar. 2. Musyawarah Nasional Alim Ulama membicarakan masalah-masalah keagamaan yang menyangkut kehidupan umat dan bangsa. 3. Musyawarah Nasional Alim Ulama dihadiri oleh anggota Pengurus Besar Pleno dan Pengurus Syuriyah Wilayah. 4. Musyawarah tersebut dapat mengundang Alim Ulama, pengasuh Pondok Pesantren dan Tenaga Ahli, baik dari dalam maupun dari luar Pengurus Nahdlatul Ulama sebagai perserta. 5. Musyawarah Nasional Alim Ulama juga dapat diselenggarakan atas permintaan sekurang-kurangnya separuh dari jumlah Wilayah yang sah. 6. Musyawarah Nasional Alim Ulama tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru. 7. Musyawarah Nasional Alim Ulama diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Besar. Pasal 75 1. Konferensi Besar merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Muktamar yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Besar. 2. Konferensi Besar membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan 62

Muktamar, mengkaji perkembangan dan memutuskan Peraturan Organisasi. 3. Konferensi Besar dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah. 4. Konferensi Besar tidak dapat mengubah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, keputusan Muktamar dan tidak memilih Pengurus baru. 5. Konferensi Besar adalah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Wilayah. 6. Konferensi Besar diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Besar. BAB XXI PERMUSYAWARATAN TlNGKAT DAERAH Pasal 76 1. Konferensi Wilayah adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Wilayah. 2. Konferensi Wilayah membicarakan dan menetapkan: a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis; b. Pokok-Pokok Program Kerja Wilayah 5 (lima) tahun merujuk kepada Garis-Garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama; c. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan; d. Rekomendasi Organisasi; e. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Wilayah. 3. Konferensi Wilayah dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun. 4. Konferensi Wilayah dihadiri oleh : a. Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama. b. Pengurus Cabang. 5. Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi Konferensi Wilayah dapat dihadiri oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang. 63

6. Konferensi Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Cabang di daerahnya. Pasal 77 1. Musyarawah Kerja Wilayah merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Wilayah yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah. 2. Musyarawah Kerja Wilayah membicarakan pelaksanaan keputusankeputusan Konferensi WIlayah dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat. 3. Musyarawah Kerja Wilayah dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang. 4. Musyarawah Kerja Wilayah sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 jumlah Cabang. 5. Musyarawah Kerja Wilayah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam masa jabatan Pengurus Wilayah. 6. Musyawarah Kerja Wilayah tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus. Pasal 78 1. Konferensi Cabang adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Cabang 2. Konferensi Cabang membicarakan dan menetapkan: 64 a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis. b. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Pokok- Pokok Program Kerja Wilayah dan Garis-Garis Besar Program Kerja Nahdlatul Ulama. c. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya d. Rekomendasi Organisasi e. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Cabang. 3. Konferensi Cabang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun.

4. Konferensi Cabang dihadiri oleh : a. Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama. b. Pengurus Majelis Wakil Cabang. 5. Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi konferensi Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Ranting. 6. Konferensi Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Majelis Wakil Cabang di daerahnya. Pasal 79 1. Musyarawah Kerja Cabang merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Cabang. 2. Musyarawah Kerja Cabang membicarakan pelaksanaan keputusankeputusan Konferensi Cabang dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat. 3. Musyarawah Kerja Cabang dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang. 4. Musyarawah Kerja Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Majelis Wakil Cabang. 5. Musyarawah Kerja Cabang diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) kali dalam masa jabatan pengurus Cabang. 6. Musyawarah Kerja Cabang tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus. Pasal 80 1. Konferensi Majelis Wakil Cabang adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Majelis Wakil Cabang 2. Konferensi Majelis Wakil Cabang membicarakan dan menetapkan: a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis; b. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk Pokok-Pokok Program Kerja Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang; c. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan pada umumnya; 65

d. Rekomendasi Organisasi; e. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Majelis Wakil Cabang. 3. Konferensi Majelis Wakil Cabang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun. 4. Konferensi Majelis Wakil Cabang dihadiri oleh : a. Pengurus Majelis Wakil Cabang. b. Pengurus Ranting. 5. Untuk meningkatkan pembinaan dan pengembangan organisasi Konferensi Majelis Wakil Cabang dapat dihadiri oleh Pengurus Anak Ranting. 6. Konferensi Majelis Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah Ranting di daerahnya. Pasal 81 1. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Majelis Wakil Cabang yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Majelis Wakil Cabang. 2. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang membicarakan pelaksanaan keputusan-keputusan Konferensi Majelis Wakil Cabang dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat. 3. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang dihadiri oleh anggota Pengurus Majelis Wakil Cabang Pleno dan Pengurus Ranting. 4. Musyarawah Kerja Majelis Wakil Cabang sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini. Pasal 82 1. Konferensi Ranting adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Ranting. 2. Konferensi Ranting membicarakan dan menetapkan: a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis 66

b. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Poko- Pokok Program Kerja Pengurus Cabang dan Majelis Wakil Cabang. c. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan. d. Rekomendasi Organisasi e. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Ranting. 3. Konferensi Ranting dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun. 4. Konferensi Ranting dihadiri oleh : a. Pengurus Ranting Nahdlatul Ulama. b. Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama. 5. Konferensi Ranting sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anak Ranting di daerahnya. Pasal 83 1. Musyarawah Kerja Ranting merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Konferensi Ranting yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Ranting. 2. Musyarawah Kerja Ranting membicarakan pelaksanaan keputusankeputusan Konferensi Ranting dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat. 3. Musyarawah Kerja Ranting dihadiri oleh anggota Pengurus Ranting Pleno dan utusan Pengurus Anak Ranting. 4. Musyarawah Kerja Ranting sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta sebagaimana dimaksud ayat (3) Pasal ini. 5. Musyarawah Kerja Ranting diadakan sekurang-kurangnya 4 (empat) kali dalam masa jabatan pengurus Ranting. 6. Musyawarah Kerja Ranting tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus. Pasal 84 1. Musyawarah Anggota adalah forum permusyawaratan tertinggi untuk tingkat Anak Ranting. 67

2. Musyawarah Anggota membicarakan dan menetapkan: a. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama yang disampaikan secara tertulis; b. Pokok-Pokok Program Kerja 5 (lima) tahun merujuk kepada Pokok- Pokok Program Kerja Pengurus Majelis Wakil Cabang dan Ranting; c. Masalah-masalah keagamaan dan kemasyarakatan; d. Rekomendasi Organisasi; e. Memilih Rais dan Ketua Pengurus Anak Ranting. 3. Musyawarah Anggota dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting Nahdlatul Ulama sekali dalam 5 (lima) tahun. 4. Musyawarah Anggota dihadiri oleh : a. Pengurus Anak Ranting. b. Anggota Nahdlatul Ulama. 5. Musyawarah Anggota sah apabila dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota di wilayahnya. Pasal 85 1. Rapat Kerja Anak Ranting merupakan forum permusyawaratan tertinggi setelah Musyawarah Anggota yang dipimpin dan diselenggarakan oleh Pengurus Anak Ranting. 2. Rapat Kerja Anak Ranting membicarakan pelaksanaan keputusankeputusan Musyawarah Anggota dan mengkaji perkembangan organisasi serta peranannya di tengah masyarakat. 3. Rapat Kerja Anak Ranting dihadiri oleh anggota Pleno Pengurus Anak Ranting. 4. Rapat Kerja Anak Ranting sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah anggota. 5. Rapat Kerja Anak Ranting diadakan sekurang-kurangnya lima kali dalam masa jabatan pengurus Anak Ranting. 6. Rapat Kerja Anak Ranting tidak dapat melakukan pemilihan Pengurus. 68

BAB XXII PERMUSYAWARATAN BADAN OTONOM Pasal 86 Permusyawaratan Badan Otonom diatur tersendiri dan dimuat dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga Badan Otonom yang bersangkutan. BAB XXIII RAPAT-RAPAT Pasal 87 1. Rapat Pleno adalah rapat yang dihadiri oleh Mustasyar, Pengurus Harian Syuriyah, Pengurus Harian Tanfidziyah, Ketua Lajnah, Ketua Lembaga dan Ketua Badan Otonom. 2. Rapat Pleno diadakan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali. 3. Rapat Pleno membicarakan pelaksanaan program kerja. Pasal 88 1. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Besar Harian Syuriyah dan Pengurus Besar Harian Tanfidziyah. 2. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah diadakan sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali. 3. Rapat Harian Syuriyah dan Tanfidziyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja. Pasal 89 1. Rapat Harian Syuriyah dihadiri oleh Pengurus Harian Syuriyah dengan mengikutsertakan Mustasyar. 2. Rapat Harian Syuriyah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali. 3. Rapat Harian Syuriyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja. Pasal 90 1. Rapat Harian Tanfidziyah dihadiri oleh Pengurus Harian Tanfidziyah. 69

2. Rapat Harian Tanfidziyah diadakan sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali. 3. Rapat Harian Tanfidziyah membahas kelembagaan Organisasi, pelaksanaan dan pengembangan program kerja. Pasal 91 Rapat-rapat lain yang dianggap perlu adalah rapat-rapat yang diselenggarakan sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Pasal 92 Ketentuan mengenai rapat-rapat diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi. BAB XXIV KEUANGAN DAN KEKAYAAN Pasal 93 Sumber keuangan Nahdlatul Ulama diperoleh dari: a. Uang pangkal adalah uang yang dibayar oleh seseorang pada saat mendaftarkan diri menjadi anggota. b. Uang i anah syahriyah adalah uang yang dibayar anggota setiap bulan. c. Sumbangan adalah uang atau barang yang berupa hibah, hadiah dan sedekah yang diperoleh dari anggota Nahdlatul Ulama dan atau simpatisan. d. Usaha-usaha lain adalah badan-badan usaha Nahdlatul Ulama dan atau atas kerjasama dengan pihak lain. Pasal 94 1. Kekayaan Nahdlatul Ulama dan perangkat organisasinya berupa dana, harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak harus dicatatkan sebagai kekayaan organisasi Nahdlatul Ulama sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum. 2. Perolehan, pengalihan, dan pengelolaan kekayaan serta penerimaan dan pengeluaran keuangan Nahdlatul Ulama diaudit setiap tahun oleh akuntan publik. 3. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dapat memberikan kuasa atau 70

kewenangan secara tertulis kepada Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, Pengurus Cabang Istimewa, Pengurus Majelis Wakil Cabang, Lembaga, Lajnah, Badan Otonom dan atau Badan Usaha yang dibentuk untuk melakukan penguasaan dan atau pengelolaan kekayaan baik berupa harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak. 4. Segala kekayaan Nahdlatul Ulama baik yang dimiliki atau dikuasakan secara langsung atau tidak langsung kepada lembaga, lajnah, badan otonom, badan usaha atau perorangan yang ditunjuk atau dikuasakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama hanya dapat dipergunakan untuk kepentingan dan kemanfaatan Nahdlatul Ulama dan atau Perangkat Organisasinya. 5. Kekayaan Nahdlatul Ulama yang berupa harta benda yang bergerak dan atau harta benda yang tidak bergerak tidak dapat dialihkan hak kepemilikannya kepada pihak lain kecuali atas persetujuan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 6. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama tidak dapat mengalihkan harta benda bergerak dan atau harta benda tidak bergerak yang diperoleh atau yang dibeli oleh perangkat organisasi NU tanpa persetujuan pengurus perangkat organisasi yang bersangkutan. 7. Apabila karena satu dan lain hal terjadi pembubaran atau penghapusan perangkat organisasi NU maka seluruh harta bendanya menjadi milik organisasi/perkumpulan Nahdlatul Ulama. Pasal 95 1. Uang pangkal dan uang i anah syahriyah yang diterima dari anggota Nahdlatul Ulama digunakan untuk membiayai kegiatan organisasi/ perkumpulan dan dimanfaatkan dengan perimbangan sebagai berikut: a. 40% untuk membiayai kegiatan Anak Ranting b. 20% untuk membiayai kegiatan Ranting. c. 15% untuk membiayai kegiatan Majelis Wakil Cabang. d. 10% untuk membiayai kegiatan Cabang/Cabang Istimewa. e. 10% untuk membiayai kegiatan Wilayah. f. 5% untuk membiayai kegiatan Pusat. 71

2. Uang dan barang yang berasal dari sumbangan dan usaha-usaha lain dipergunakan untuk kepentingan organisasi/perkumpulan. 3. Kekayaan organisasi/perkumpulan yang berupa inventaris dan aset dipergunakan untuk kepentingan organisasi/perkumpulan. Pasal 96 Ketentuan mengenai keuangan dan kekayaan organisasi/perkumpulan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi. BAB XXV LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN Pasal 97 1. Pengurus Nahdlatul Ulama di setiap tingkatan membuat laporan pertanggungjawaban secara tertulis di akhir masa khidmahnya yang disampaikan dalam permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya. 2. Laporan pertanggungjawaban Pengurus Nahdlatul Ulama memuat: a. Capaian pelaksanaan program yang telah diamanatkan oleh permusyawaratan tertinggi pada tingkatannya. b. Pengembangan kelembagaan Organisasi. c. Keuangan organisasi d. inventaris dan aset organisasi. Pasal 98 1. Pengurus Besar menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala dalam Musyawarah Nasional Alim Ulama, Konferensi Besar dan Rapat Pleno. 2. Pengurus Wilayah menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada: a. Pengurus Besar. b. Musyawarah Kerja Wilayah dan Rapat Pleno 72

3. Pengurus Cabang menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada: a. Pengurus Besar dan Pengurus Wilayah. b. Musyawarah Kerja Cabang dan Rapat Pleno. 4. Pengurus Majelis Wakil Cabang menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada: a. Pengurus Wilayah dan Pengurus Cabang. b. Musyawarah Kerja Majelis Wakil Cabang dan Rapat Pleno. 5. Pengurus Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada: a. Pengurus Cabang dan Pengurus Majelis Wakil Cabang. b. Musyawarah Kerja Ranting dan Rapat Pleno. 6. Pengurus Anak Ranting menyampaikan laporan perkembangan organisasi secara berkala kepada Rapat Anggota, Pengurus Ranting dan Majelis Wakil Cabang. Pasal 99 Pengurus Lajnah, Lembaga dan Badan Otonom menyampaikan laporan pelaksanaan program setiap akhir tahun kepada Pengurus Nahdlatul Ulama pada tingkatan masing-masing. BAB XXVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 100 1. Ketentuan pasal 20 ayat 6 tentang batasan usia berlaku setelah permusyawaratan tertinggi Badan Otonom terdekat. 2. Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan Organisasi, Peraturan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan atau Surat Keputusan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. 3. Anggaran Rumah Tangga ini hanya dapat diubah dalam Muktamar. 73

TIM PERUMUS KOMISI ORGANISASI: 1. KH. A. Hafidz Usman (Ketua) 1. 2. H. A. Malik Haromain (Sekretaris) 2. 3. H. Miftah Faqih (Anggota) 3. 4. H. Taufiq R. Abdullah (Anggota) 4.. 5. Hj. Hizbiyah Rochim (Anggota) 5.. 6. H. Sholeh Hayat (Anggota) 6.. 7. H. Amas Muda Siregar (Anggota) 7.. 74

QANUN ASASI RAIS AKBAR JAM IYAH NAHDLATUL ULAMA KH M. HASYIM ASY ARI 75

76 MUQADDIMAH QANUN ASASI Rais Akbar Jam iyah Nahdlatul Ulama KH M. Hasyim Asy ari (Diterjemahkan oleh KH.A. Mustofa Bisri, Rembang) Menjelang Muktamar ke-27 NU Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Al Qur an kepada hambanya agar menjadi pemberi peringatan kepada sekalian umat dan menganugerahinya hikmat serta ilmu tentang sesuatu yang Ia kehendaki. Dan barangsiapa dianugerahi hikmah, maka benar-benar mendapat keberuntungan yang melimpah. Allah ta ala berfirman (yang artinya) : Wahai nabi, aku utus engkau sebagai saksi, pemberi kabar gembira dan penyeru kepada (agama) Allah serta sebagai pelita yang menyinari. Serulah ke jalan Tuhanmu dengan bijaksana, peringatan yang baik dan bantulah mereka dengan yang lebih baik. Sungguh tuhanmulah yang mengetahui siapa yang sesat dari jalannya dan Dia Maha Mengetahui orang-orang yang mendapat hidayah. Maka berilah kabar gembira hamba-hambaku yang mendengarkan perkataan dan mengikuti yang paling baik darinya. Merekalah orang-orang yang diberi hidayah oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal. Dan katakanlah: Segala puji bagi Allah yang tak beranakan, seorang anakpun, tak mempunyai sekutu penolong karena ketidakmampuan. Dan agungkanlah seagung-agungnya. Dan sesungguhnya inilah jalanku (AgamaKu) yang lurus. Maka ikutilah. Dia dan jangan ikuti berbagai jalan (yang lain) nanti akan mencerai-beraikan kamu dari jalannya. Demikianlah Allah memerintahkan agar kami semua bertaqwa. Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul; serta ulil amri diantara kamu, kemudian jika kamu berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah perkara itu kepada Allah dan Rasul kalau kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih bagus dan lebih baik kesudahannya. Maka orang-orang yang beriman kepadanya (kepada Rasulullah), maka

memuliakannya, membantunya dan mengikuti cahaya (Al-Qur an) yang diturunkan kepadanya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansor) pada berdo a : Ya Tuhan ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami kedengkian terhadap orang-orang yang beriman; Ya tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Wahai manusia, sesungguhnya aku telah menciptakan kamu dari seorang lelaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah diantara kamu semua. Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hambanya hanyalah ulama. Diantara orang-orang yang mukmin ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah. Lalu diantara mereka ada yang gugur dan diantara mereka ada yang menunggu mereka sama sekali tidak berubah (janjinya). Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan beradalah kamu bersama orang-orang yang jujur. Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepadaku. Maka bertanyalah kamu kepada orang-orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui. Janganlah kami mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Adapun orang-orang yang dalam hati mereka terdapat kecenderungan menyeleweng, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mustasyabihat dari padanya untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya, padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Sedang orang-orang yang mendalam ilmunya mereka mengatakan, Kami beriman kepada ayat-ayat mustasyabihat itu, semuanya dari sisi Tuhan kami, Dan orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran (dari padanya). Barang siapa menentang rasul setelah petunjuk jelas padanya dan dia mengikuti selain ajaran-ajaran orang mukmin, maka Aku biarkan ia menguasai kesesatan 77

yang telah dikuasainya (terus bergeming dalam kesesatan) dan aku masukkan ke neraka jahanam. Dan neraka jahanam itu adalah seburuk-buruknya tempat kembali. Takutlah kamu semua akan fitnah yang benar-benar tidak hanya khusus menimpa orang-orang dzalim diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah sangat dahsyat siksanya. Janganlah kamu bersandar kepada orang-orang zalim, maka kamu akan disentuh api neraka. Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri-diri kamu dan keluarga kamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, diatasnya berdiri malaikat-malaikat yang kasar, keras tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkannya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan kepada mereka. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang mengatakan, Kami mendengar, padahal mereka tidak mendengar. Sesungguhnya seburuk-buruk makhluk melata, menurut Allah ialah mereka yang pelak (tidak mau mendengar kebenaran) dan bisu (Tidak mau bertanya dan menuturkan kebenaran) yang tidak berfikir. Dan hendaklah ada diantara kamu, segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah kemungkaran. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan saling tolong menolong kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa; janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat dahsyat siksanya. Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu serta berjaga-jagalah (menghadapi serangan musuh diperbatasan). Dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu mendapat keberuntungan. Dan berpegang teguhlah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan jangan kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah yang dilimpahkan kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan lalu Allah merukunkan diantara hati-hati kami, kemudian kamupun (karena ni matnya) menjadi orang-orang yang bersaudara. 78

Dan janganlah kamu saling bertengkar, nanti kamu juga gentar dan hilang kekuatanmu dan tabahlah kamu, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang tabah. Sesungguhnya orang-orang itu bersaudara, maka damaikanlah diantara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu dirahmati. Kalau mereka melakukan apa yang dinasihatkan kepada mereka, niscaya akan lebih baik bagi mereka dan memperkokoh (iman mereka). Dan kalau memang demikian, niscaya Aku anugerahkan kepada mereka pahala yang agung dan Aku tunjukkan kepada jalan yang lempeng. Dan orang-orang yang berjihad dalam (mencari) keridhoanku, pasti aku tunjukkan kepada jalanku, sesungguhnya Allah benar-benar bersama orangorang yang berbuat baik. Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat bershalawat untuk nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawatlah kamu untuknya dan bersalamlah dengan penuh penghormatan. Dan (apa yang ada di sisi Allah lebih baik dan lebih kekal juga bagi) orang-orang yang mematuhi seruan Tuhan mereka, mendirikan shalat dan urusan mereka (mereka selesaikan) secara musyawarah antara mereka serta terhadap sebagian apa yang aku rizkikan, mereka menafkahkannnya. Dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka (Muhajirin dan Anshor) dengan baik, Allah ridha kepada mereka. Amma Ba du Sesungguhnya pertemuan dan saling mengenal persatuan dan kekompakan adalah merupakan yang yang tidak seorangpun tidak mengetahui manfaatnya. Betapa tidak. Rasulullah SAW benar-benar telah bersabda yang artinya : Tangan Allah bersama jama ah. Apabila diantara jama ah itu ada yang memencil sendiri, maka syaitanpun akan menerkamnya seperti halnya serigala menerkam kambing. Allah ridho kamu sekalian menyembahnya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun. Kami sekalian berpegang teguh kepada tali (agama) Allah seluruhnya dan tidak bercerai-berai; 79

Kamu saling memperbaiki dengan orang yang dijadikan Allah sebagai pemimpin kamu: Dan Allah membenci bagi kamu; Saling membantah; Banyak tanya, dan Menyia-nyiakan harta benda Jangalah kamu saling dengki, saling menjerumuskan, saling bermusuhan, saling membenci dan janganlah sebagian kamu menjual atas kerugian jualan sebagian yang lain dan jadilah kamu, hamba-hamba Allah, bersaudara. Suatu umat bagaikan jasad lainnya. Orang-orangnya ibarat anggota-anggota tubuhnya Setiap anggota punya tugas dan perannya. Seperti dimaklumi, manusia tidak dapat bemasyarakat, bercampur dengan yang lain; sebab seorangpun tak mungkin sendirian memenuhi segala kebutuhankebutuhannya. Dia mau tidak mau dipaksa bermasyarakat, berkumpul yang membawa kebaikan bagi umatnya dan menolak kebutuhan dan ancaman bahaya dari padanya. Karena itu, persatuan, ikatan batin satu dengan yang lain, saling bantu menangani satu perkara dan seia sekata adalah merupakan penyebab kebahagiaan yang terpenting dan faktor paling kuat bagi menciptakan persaudaraan dan kasih sayang. Berapa banyak negara-negara yang menjadi makmur, hamba-hamba menjadi pemimpin yang berkuasa, pembangunan merata, negeri-negeri menjadi maju, pemerintah ditegakkan, jalan-jalan menjadi lancar. Perhubungan menjadi ramai dan masih banyak manfaat-manfaat lain dari hasil persatuan merupakan keutamaan yang paling besar dan merupakan sebab dan sarana paling ampuh. Rasulullah SAW telah mempersaudarakan sahabat-sahabatnya sehingga mereka (saling kasih, saling menyayangi dan saling menjaga hubungan) tidak ubahnya satu jasad; apabila salah satu anggota tubuh mengeluh sakit, seluruh jasad ikut merasa demam dan itdak dapat tidur. Itulah sebabnya mereka menang atas musuh mereka, kendati jumlah mereka sedikit. Mereka tundukkan raja-raja, mereka taklukkan negara-negara. Mereka 80

buka kota-kota. Mereka bentangkan payung-payung kemakmuran. Mereka bangun kerajaan-kerajaan. Dan mereka lancarkan jalan-jalan. Firman Allah, Wa aatainnahu min kulli sya in sababa. Dan aku telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu. Benarkah kata penyair yang mengatakan dengan bagusnya: Berhimpunlah akan-anakku bila Kegentingan datangmelanda Jangan cerai-berai sendiri-sendiri Cawan-cawan enggan pecah bila bersama Ketika bercerai Satu-satu pecah berderai. Sayyidina Ali karramallahu wajhah berkata: Dengan perpecahan tak ada satu kebaikan dikaruniakan Allah kepada seseorang baik dari orang-orang terdahulu maupun orang-orang yang datang belakangan. Sebab satu kamu apabila hati-hati mereka berselisih dan hawa nafsu mereka mempermainkan mereka, maka mereka tidak akan melihat sesuatu tempat pun bagi kemaslahatan bersama. Mereka bukanlah bangsa yang bersatu, tapi hanya individu-individu yang berkumpul dalam arti jasmani belaka. Hati dan keinginankeinginan mereka saling berselisih. Engkau mengira mereka menjadi satu, padahal hati mereka berbeda-beda. Mereka telah menjadi seperti kata orang kambing-kambing yang berpencaran di padang terbuka. Berbagai binatang buas telah mengepungnya. Kalau sementara mereka tetap selamat, mungkin karena binatang buas belum sampai kepada mereka (dan pasti suatu saat akan sampai kepada mereka), atau karena saling berebut, telah menyebabkan binatang-binatang buas itu saling berkelahi sendiri antara mereka. Lalu sebagian mengalahkan yang lain. Dan yang menangpun akan menjadi perampas, yang kalah menjadi pencuri. Si kambingpun jatuh antara si perampas dan si pencuri. Perpecahan adalah penyebab kelemahan, kekalahan dan kegagalan di sepanjang zaman. Bahkan pangkal kehancuran dan kemacetan, sumber keruntuhan dan kebinasaan, dan penyebab kehinaan dan kenistaan, Betapa banyak keluarga-keluarga besar, semula hidup dalam keadaan makmur 81

rumah-rumah penuh dengan penghuni, sampai satu ketika kalajengking perpecahan merayapi mereka, bisanya menjalar, meracuni hati mereka dan syaitanpun melakukan peranannya. Mereka kucar-kacir tak karuan. Dan rumahrumah mereka runtuh berantakan. Sahabat Ali karamallahu wajhah berkata dengan fasihnya: Kebenaran dapat menjadi lemah karena perselisihan dan perpecahan dan kebathilan sebaliknya dapat menjadi kuat dengan persatuan dan kekompakan. Pendek kata siapa yang melihat pada cermin sejarah, membuka lembaran yang tidak sedikit dari ikhwal bangsa-bangsa dan pasang surut zaman serta apa saja yang terjadi pada mereka hingga pada saat-saat kepunahannya, akan mengetahui bahwa kekayaan yang pernah menggelimang mereka, kebanggaan yang pernah mereka sandang, dan kemuliaan yang pernah mereka jadikan perhiasan mereka, tidak lain adalah karena berkat apa yang secara kukuh mereka pegang, yaitu mereka bersatu, dalam cita-cita seia sekata, searah setujuan, dan pikiran-pikiran mereka seiriang. Maka inilah faktor paling kuat yang mengangkat martabat dan kedaulatan mereka, dan benteng paling kokoh bagi menjaga kekuatan dan keselamatan ajaran mereka. Musuh-musuh mereka tak dapat berbuat apa-apa terhadap mereka, malahan menundukkan kepada, menghormati mereka karena wibawa mereka. Dan merekapun mencapai tujuan-tujuan mereka dengan gemilang. Itulah bangsa yang mentarinya dijadikan Allah tak pernah terbenam senantiasa memancar gemilang. Dan musuh-musuh mereka tak dapat mencapai sinarnya. Wahai ulama dan para pemimpin yang beraqwa di kalangan ahlusunnah wal jama ah dan keluarga mazhab imam empat; anda sekalian telah menimba ilmuilmu dari orang-orang sebelum anda, orang-orang sebelum anda menimba dari orang-orang sebelum mereka, dengan jalan sanad yang bersambung sampai kepada anda sekalian. Dan anda menjadi selalu meneliti dari siapa anda menimba ilmu agama anda itu. Maka dengan demikian, anda sekalian penjaga-penjaga ilmu dan pintu gergang ilmu-ilmu itu, rumah-rumah tidak dimasuki kecuali dari pintu-pintu. Siapa yang memasukinya tidak lewat pintunya, disebut pencuri. Sementara itu, segolongan orang yang terjun ke dalam lautan fitnah; memilih bid ah dan bukan sunah-sunah rasul dan kebanyakan orang mukmin yang benar 82

hanya terpaku. Maka para ahli bid ah itu seenaknya memutar balikkan kebenaran, memungkarkan makruf dan memakrufkan kemungkaran. Mereka mengajak kepada kitab Allah, padahal sedikitpun mereka tidak bertolak dari sana. Mereka tidak berhenti sampai disitu, malahan mereka mendirikan perkumpulan pada perilaku mereka tersebut. Maka kesesatanpun semakin jauh. Orang-orang yang malang pada memasuki perkumpuan itu. Mereka tidak mendengar sabda Rasulullah SAW. Fandhuru amman ta khuzuuna dienakum Maka lihat dan telitilah dari siapa kamu menerima ajaran agamamu itu Sesungguhnya menjelang hari kiamat, muncul banyak pendusta. Jangalah kau menangisi agama ini bila ia berada dalam kekuasaan ahlinya. Tangisilah agama ini bila ia berada di dalam kekuasaan bukan ahlinya. Tepat sekali sahabat Umar bin Khattab Radhiallahu anhu ketika berkata Agama Islam hancur oleh perbuatan orang-orang munafik dengan al Qur an. Anda sekalian adalah orang-orang yang lurus yang dapat menghilangkan kepalsuan ahli kebathilan, penafsiran orang-orang bodoh dan penyelewengan orang-orang yang over acting; dengan hujjah Allah, tuhan semesta alam, yang diwujudkan melalui lisan orang-orang yang dikehendaki. Dan anda sekalian, kelompok yang disebut dalam sabda Rasululllah SAW: Anda sekelompok dari umatku yang tak pernah tergerser selalu berdiri tegak di atas kebenaran tak dapat dicederai oleh orang yang melawan mereka, hingga datang putusan Allah. Marilah anda semua dan segenap pengikut anda dari golongan para fakir miskin, para hartawan, rakyat jelata dan orang-orang kuat, berbondong-bondonglah masuk jam iyah yang diberi nama Jam iyah Nahdlatul Ulama ini. Masuklah dengan penuh kecintaan, kasih sayang, rukun, bersatu, dan dengan ikatan jiwa raga. Ini adalah jam iyah yang lurus, bersifat memperbaiki dan menyantuni. Ia manis terasa di mulut orang-orang yang baik dan bengkal (jiwa kolot) di tenggorokan 83

orang-orang yang tidak baik. Dalam hal ini hendaklah anda anda sekalian saling mengingatkan dengan kerjasama yang baik, dengan petunjuk yang memuaskan dan ajakan memikat serta hujjah yang tak terbantah. Sampaikan secara terang-terangan apa yang diperintahkan Allah kepadamu, agar bid ah-bid ah terberantas dari semua orang. Rasulullah SAW bersabda : Apabila fitnah-fitnah dan bid ah-bid ah muncul dan sahabat-sahabatku dicaci maki, maka hendaklah orang-orang alim menampilkan ilmunya. Barang siapa tidak berbuat begitu, maka dia akan terkena laknat Allah, laknat malaikat dan semua orang. Allah SWT telah berfirman: Wa ta awanuu alalbirri wat taqwa. Dan saling tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa kepada Allah. Sayyidina Ali karrmallahu wajhah berkata: Tak seorangpun (betapapun lama ijtihadanya dalam amal) mencapai hakikat taat kepada Allah yang semestinya. Namun termasuk hak-hak Allah yang wajib atas hamba-hambanya adalah nasihat dengan sekuat tenaga dan saling bantu dalam menegakkan kebenaran diantara mereka. Tak seorangpun (betapapun tinggi kedudukannya dalam kebenaran, dan betapapun luhur derajat keutamaannya dalam agama) dapat melampui kondisi membutuhkan pertolongan untuk memikul hak Allah yang dibebankan kepadanya. Dan tak seorangpun (betapa kerdil jiwanya dan pandangan-pandangan mata merendahkannya) melampaui kondisi dibutuhkan bantuannya dan dibantu untuk itu. (Artinya tak seorangpun betapa tinggi kedudukannya dan hebat dalam bidang agama dan kebenaran yang dapat lepas tidak membutuhkan bantuan dalam pelaksanaannya kewajibannya terhadap Allah, dan tak seorangpun betapa rendahnya, tidak dibutuhhkan bantuannya atau diberi bantuan dalam melaksanakan kewajibannya itu. Pent) Tolong menolong atau saling bantu pangkal keterlibatan umat-umat. Sebab kalau tidak ada tolong menolong. Niscaya semangat dan kemauan akan lumpuh karena mereka tidak mampu mengejar cita-cita. 84

Barang siapa mau tolong menolong dalam persoalan dunia dan akhiratnya, maka akan sempurnalah kebahagiaannya, nyaman dan sentosa hidupnya. Sayyidina Ahmad bin Abdillah as Saqqaf berkata: Jam iyah ini adalah perhimpunan yang telah menampakkan tanda-tanda menggembirakan, daerah-daerah menyatu, bangunan-bangunannya telah berdiri tegak, lalu kemana kamu akan pergi? Kemana?. Wahai orang-orang yang berpaling, jadilah kamu orang-orang yang pertama, kalau tidak, orang-orang yang meyusul (termasuk jam iyah ini). jangan sampai ketinggalan, nanti suara penggoncang akan menyerumu dengan goncangangoncangan : Mereka (orang-orang munafik itu) puas bahwa mereka ada bersama orangorang yang ketinggalan (tidak masuk ikut serta memperjuangkan agama Allah). Hati mereka telah dikunci mati, maka merekapun tidak bisa mengerti. Tiada yang merasa aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. Ya tuhan kami, janganlah engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah engkau memberi hidayat kepada kami. Anugerahkanlah kepada kami rahmat dari sisimu; sesungguhnya engkau maha penganugerah. Yaa Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami, hapuskanlah dari diri-diri kami kesalahan-kesalahan kami dan wafatkanlah kami bersama orang-orang yang berbakti. Ya tuhan kami, karuniakanlah kami apa yang engkau janjikan kepada kami melalui utusan-utusanmu dan jangan hinakan kami dari hari kiamat. Sesungguhnya engkau tidak pernah menyalahi janji. Diterjemahkan oleh KH. A. Musthofa Bisri, Rembang menjelang Muktamar ke-27 85

Keputusan Muktamar XXXII NU Nomor III/MNU-32/III/2010 TENTANG PROGRAM KERJA LIMA TAHUN NAHDLATUL ULAMA PERIODE 2010-2015 86

Keputusan Muktamar XXXII NU Nomor III/MNU-32/III/2010 TENTANG PROGRAM KERJA LIMA TAHUN NAHDLATUL ULAMA PERIODE 2010-2015 ب س م الل ه الر ح م ن الر ح يم MUKTAMAR XXXII NAHDLATUL ULAMA Menimbang : a. bahwa menjadi tugas Muktamar sebagai instansi tertinggi dalam organisasi Nahdlatul Ulama untuk menetapkan Program Lima Tahun Nahdlatul Ulama yang merupakan pedoman kerja Nahdlatul Ulama dalam berkhidmat kepada umat sesuai dengan khittah dan tujuan didirikannya Perkumpulan atau Jam iyyah Nahdlatul Ulama; b. bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam dan ajarannya mendorong kegiatan pemeluknya untuk mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat; c. bahwa Nahdlatul Ulama sebagai bagian dari masyarakat bangsa Indonesia sejak kelahirannya bertekad memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah menurut salah satu madzhab empat untuk mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kesejahteraan umat; d. bahwa Nahdlatul Ulama sebagai Perkumpulan atau Jam iyyah Diniyyah Islamiyyah yang bergerak di bidang agama, pendidikan, sosial, kesehatan, pemberdayaan ekonomi umat dan berbagai bidang yang mengarah kepada terbentuknya Khaira Ummah, perlu secara terus menerus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas dan kuantitas khidmahnya; e. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a, b, c, dan d tersebut di atas Muktamar XXXII perlu menetapkan Program Lima Tahun Nahdlatul Ulama periode 2010 2015; 87

Mengingat : a. Keputusan Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama Nomor I/MNU-32/III/2010 tentang Jadwal Acara dan Peraturan Tata Tertib Muktamar XXXII; b. Keputusan Muktamar XXVII Nahdlatul Ulama Nomor 002/MNU-27/1984 jo. Keputusan Munas Alim Ulama Nomor II/MAUNU/1401/4/1983 tentang Pemulihan Khittah Nahdlatul Ulama 1926; Memperhatikan : a. Amanat Presiden Republik Indonesia dan Khutbah Iftitah Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada pembukaan Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama tanggal 13 Rabiul Akhir 143 H/ 23 Maret 2010 M; b. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2004 2009 pada Sidang Pleno V Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama tanggal 14 Rabiul Akhir 1432 H/ 24 Maret 2010 M; c. Laporan dan pembahasan Hasil Sidang Komisi E Program yang disampaikan pada Sidang Pleno IV Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama pada tanggal 16 Rabiul Akhir 1431 H/ 25 Maret 2010 M; d. Ittifak Sidang Pleno V Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama pada tanggal 17 Rabiul Akhir 1431 H/ 26 Maret 2010 M; Dengan senantiasa memohon taufiq, hidayah serta ridlo Allah SWT : M E M U T U S K A N Menetapkan : KEPUTUSAN MUKTAMAR XXXI NAHDLATUL ULAMA TENTANG PROGRAM LIMA TAHUN NAHDLATUL ULAMA PERIODE 2010-2015 88

Pasal 1 Untuk dapat memperoleh yang menyeluruh maka ruang lingkup Program Lima Tahun Nahdlatul Ulama disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut : Bab I Pendahuluan Bab II Landasan Pengembangan Program Nahdlatul Ulama Bab III Pokok-Pokok Program Lima Tahun Nahdlatul Ulama periode 2010-2015 Bab IV Penutup Pasal 2 Isi beserta uraian perincian sebagaimana dimaksud pada pasal 1 di atas terdapat dalam naskah Program Lima Tahun Nahdlatul Ulama periode 2010 2015 sebagai pedoman dan arah perjuangan Nahdlatul Ulama dalam lima tahun mendatang dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Keputusan ini; Pasal 3 Dengan adanya keputusan ini materi yang belum tertampung dalam dan tidak bertentangan dengan Program Lima Tahun Nahdlatul Ulama Periode 2010 2015 ini, dapat diatur melalui permusyawaratan sesuai ketentuan yang diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama; Pasal 4 Mengamanatkan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010 2015 untuk memimpin dan mengkoordinasikan usaha dan ikhtiar Nahdlatul Ulama dalam mengemban dan melaksanakan keputusan ini bersama-sama dengan seluruh kepengurusan Nahdlatul Ulama dan perangkatnya di semua tingkatan, dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban atas pelaksanaannya dalam Muktamar XXXII Pasal 5 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan sampai dengan adanya Keputusan baru yang ditetapkan oleh permusyawaratan setingkat. 89

Ditetapkan di Asrama Haji Makasar, Sulawesi Selatan Pada tanggal 10 Rabiul Akhir 1431 H/ 26 Maret 2010 M MUKTAMAR XXXII NAHDLATUL ULAMA PIMPINAN SIDANG PLENO VI KH. Hafidz Usman Ketua Drs. H. Taufik R Abdullah Sekretaris 90

PROGRAM KERJA PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA PERIODE 2010-2015 91

PROGRAM KERJA PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA (Periode 2010-2015) BAB I PENDAHULUAN Program Kerja Lima Tahunan ini adalah amanat Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama untuk dilaksanakan oleh pengurus PBNU pereode 2010-2014. Program kerja ini diajukan ke Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama, dibahas dan ditetapkan menjadi pedoman kerja Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) untuk satu periode kepengurusan. Program kerja ini merupakan perwujudan dari upaya untuk mencapai visi dan misi yang dituju oleh NU. Jika program kerja ini dilakukan maka cita-cita dan tujuan NU akan tercapai. Jika program ini tidak dilaksanakan maka visi dan misi NU tidak tercapai. Program kerja berfungsi sebagai acuan bagi kegiatan-kegiatan NU yang dilaksanakan oleh NU secara nasional. Program-program yang dilaksanakan oleh institusi NU di semua tingkatan seyogyanya mengacu kepada program kerja ini. Pelaksanaan program ini bisa menjadi tolak ukur bagi keberhasilan NU selama 5 tahun khidmah kepada umat. Program ini dijalankan oleh keseluruhan kepengurusan NU, Badan Otonom, Lembaga, dan lajnah dari tingkat tertinggi hingga tingkat kepengurusan terendah. Adapun proses penyusunannya dilakukan melalui pendekatan Strategic Planning. Sebelum menjadi konsep yang dibahas dalam Muktamar, perumusan program kerja ini telah dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama diselenggarakan sejumlah pertemuan dan rapat-rapat komisi program yang juga menghadirkan pakar dan aktivis NU untuk mendapatkan masukan. Komisi Program Kerja juga menerima masukan-masukan berupa rumusan dari berbagai pihak, baik dari institusi-institusi di lingkungan NU maupun kalangan generasi muda pesantren. Dari tahap ini dihasilkan draft program kerja. Kedua kegiatan tersebut dilanjutkan dengan pembahasan draft tersebut dalam Lokakarya Pra Muktamar dengan tema Evaluasi dan Perumusan Rencana Program NU yang diadakan di Jakarta pada tanggal 18-20 Agustus 2009. Lokakarya ini dihadiri oleh PWNU se-jawa dan Sulawesi Selatan, PBNU, Banom, Lembaga, dan Lajnah. Lokakarya ini dibagi menjadi dua bagian, bagian pertama, merupakan seminar untuk mengantarkan peserta menyusun perencanaan. Bagian kedua, 92

proses perencanaan itu sendiri, dengan proses yang dibagi dalam beberapa tahapan. Tahap pertama, penyusunan visi dan misi NU untuk lima tahun ke depan dengan rincian tahapan sebagai berikut: (1) Mendefinisikan kembali NU; (2) Menganalisis situasi tanah air (Indonesia) dari perspektif agama, politik, hukum, sosial, budaya dan keamanan; (3) Merumuskan tujuan NU (berdasarkan analisis situasi saat ini); (4) Menentukan upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan tujuan yang telah dirumuskan; (5) Merumuskan nilai-nilai yang dijunjung tinggi (acuannya Khittah NU 1926, Qanun Asasy dan ajaran Aswaja); (6) Merumuskan ciri NU yang membuatnya berbeda dengan organisasi sejenis lainnya; dan (7) Berdasarkan analisis (1) s/d (6), maka dilakukan perumusan visi (kondisi yang diidamkan dan ingin diwujudkan) dan merumuskan misi (tugas besar yang diemban untuk mewujudkan visi tersebut). Tahap kedua, peserta merumuskan isu-isu strategis yang dikembangkan untuk mengemban misi tersebut. Untuk merumuskan isu strategis, dilakukan analisis kekuatan dan kelemahan, peluang dan ancaman NU serta keberhasilan dan kegagalan NU selama ini. Isu-isu strategis ini menjadi dasar perumusan pokok-pokok program NU yang kemudian dijabarkan dalam bentuk program aksi. Sedangkan program aksi akan dijabarkan lagi dalam bentuk-bentuk kegiatan kongkrit oleh PB NU sendiri, Kepengurusan NU di setiap tingkatan, Banom, Lembaga dan Lajnah. Adapun sistematika rumusan Program Kerja NU untuk periode 2010-2014 adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Bab II Identifikasi Masalah Bab III Analisa Obyektif Bab IV Visi dan Misi NU Bab V Program Dasar NU periode 2010-2014 Bab VI Penutup 93

A. KONTEKS GLOBAL BAB II IDENTIFIKASI MASALAH 1. Islam sebagai agama rahmat bagi dunia, untuk kemaslahatan manusia dan lingkungannya (rahmatan lil alamin) semakin dibutuhkan kontribusinya bagi penyelesaian masalah-masalah global. 2. Penguasaan dan pemaksaan kepentingan negara maju telah menempatkan negara sedang berkembang khususnya negara berpenduduk Muslim dalam posisi tertekan dan tergantung. 3. Perbedaan pemahaman tentang ajaran Islam dan praktek keagamaan internal kaum muslimin tidak jarang menyebabkan konflik yang memicu kekerasan sesama Muslim. 4. Semangat menjalin dan meningkatkan dialog antara dunia Islam dengan dunia Barat telah mengemuka kembali. Dalam hal ini dialog lintas agama akan memberikan pengaruh positif terhadap perbedaan pemahaman dan mendorong terciptanya kedamaian, keadilan dan kesejahteraan masyarakat dunia. 5. Kerusakan lingkungan, perubahan iklim, dan pemanasan global telah melahirkan ancaman bagi manusia antara lain meningkatnya bencana alam serta melemahnya upaya-upaya internasional dalam peningkatan kualitas kehidupan penduduk bumi seperti Millenium Development Goals (MDGs). 6. Perdagangan bebas telah melahirkan pemiskinan di negara-negara berkembang. 7. Gerakan Islam transnasional telah masuk ke Indonesia dan menyebabkan muncul dan maraknya kelompok-kelompok dengan pemahaman Islam yang menghalalkan kekerasan. 8. Konsumerisme dan hedonisme ala Barat yang disebarkan melalui media cetak dan elektronik telah menggerogoti nilai-nilai ke-indonesia-an dan nilai-nilai Aswaja. B. KONTEKS NASIONAL 1. Faham Islam Ahlussunah wal Jamaah (ASWAJA) yang moderat yang dianut mayoritas bangsa Indonesia mempunyai peran penting dalam 94

mengembangkan dialog antar agama dan penyelesaian berbagai jenis konflik antar sesama anak bangsa. 2. PANCASILA sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejalan dengan spirit Islam sebagai rahmat bagi semesta (rahmatan lil alamin). 3. Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan muslim terbesar di Indonesia dengan jumlah anggota kurang lebih 60 juta jiwa yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan jangkar yang kuat bagi Islam Nusantara yang berciri cinta perdamaian (peaceful Islam), menjunjung tinggi patriotisme dan menghormati kebhinnekaan. 4. Nahdlatul Ulama dibangun dengan 4 prinsip nilai; tawassut (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (harmoni) dan I tidal (konsisten). Prinsip ini menghargai nilai dan tradisi serta budaya sendiri serta sangat menghargai kemanusiaan. 5. Sebagai organisasi sosial keagamaan, Nahdlatul Ulama dibangun tahun 1926 dengan tujuan untuk melaksanakan dan mempertahankan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah dan untuk membawa kedamaian dan kesejahteraan bagi anggotanya serta masyarakat umumnya. 6. Gerakan reformasi, demokratisasi, perbaikan produk perundangundangan, gerakan ekonomi rakyat dan anti korupsi terus berlangsung di negeri ini dan perlu dukungan penuh dari NU. 7. Bencana, Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim Ekstrim juga menjadi masalah di Indonesia. Kerusakan lingkungan yang meluas, perubahan iklim yang ekstrim dan bencana dengan skala besar mempengaruhi terhambatnya perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. 8. Melemahnya kadar etika, moral, akhlak dan spiritual rakyat Indonesia meneguhkan NU untuk tetap eksis sebagai benteng moral dan benteng spiritual bangsa. 95

A. ANALISA SWOT I. KEKUATAN NU BAB III ANALISA OBYEKTIF 1. NU memiliki jamaah yang tersebar di seluruh tanah air, bahkan di luar negeri, sebagian besar ada di pedesaan, sebagian lagi berada di perkotaan. 2. Warga NU mudah mengikuti pimpinannya atau imamnya. 3. Ajaran NU mudah diterima masyarakat. 4. Banyak warga NU, pengurus NU dan kiyai NU yang memiliki dan mengelola lembaga pendidikan. 5. NU yang bersifat moderat memiliki kelenturan dalam bersinggungan dengan tradisi dan budaya lokal yang memungkinkan mudah diterima oleh masyarakat. 6. Kepemimpinan di NU lebih bersifat kharismatik dan ketauladanan. 7. NU memayungi secara kultural lembaga pendidikan pesantren yang menjadi basis NU yang tetap eksis mempertahankan khasanah keilmuan NU dan kemandirian ekonomi, politik dan kebudayaan. 8. Berkembangnya pemikiran segar dan maju di kalangan generasi muda NU yang tetap berpijak kepada tradisi keilmuan NU. 9. Wacana HAM, anti korupsi, pluralisme dan demokrasi yang dikembangkan NU telah memperoleh simpati dan dukungan dari semua pihak. 10. Jumlah massa NU diperkiarakan 60 juta jiwa tersebar seluruh Indonesia di bawah kepengurusan 33 wilayah dan 457 cabang serta ribuan anak cabang dan ranting, serta yang bernaung pada 14 Pengurus Cabang Istimewa NU di luar negeri: Saudi Arabia, Mesir, Syiria, Sudan, Inggris, Malaysia dan Australia/New Zealand dan lain-lain yang merupakan potensi bangsa yang sangat besar. 11. NU dikenal sebagai kekuatan moderat yang dapat memayungi serta melindungi hak-hak kaum minoritas. Hal ini membawa dukungan dari jaringan agama dan kelompok masyarakat lainnya kepada NU. 96

12. Sebagai organisasi, NU mempunyai pengalaman sosial politik yang panjang sejalan dengan perkembangan politik, sosial dan ke-negaraan di Indonesia sebelum kemerdekaan hingga saat ini. 13. NU memiliki komitmen kebangsaan yang kuat yang akan membuka peluang kerjasama dengan pihak lain untuk terus membangun Indonesia menuju cita-cita kemerdekaan. 14. Keikhlasan dan kerelawanan kaum Nahdliyin masih kuat untuk menjalankan dan mempertahankan ajaran NU dan amanahamanahnya. 15. Orientasi ibadah, amal sholih dan nilai-nilai spiritualitas masih dipegang teguh oleh warga NU. II. KELEMAHAN NU 1. Dalam kepengurusan NU terdapat kesenjangan yang cukup signifikan antara pelaksanaan program dan rencana yang telah dirumuskan. Kesenjangan tersebut disebabkan oleh lemahnya sikap profesionalitas dan manajemen organisasi. 2. Lemahnya sistem rekruitmen dalam kepengurusan NU tidak lepas dari kurang berkembangnya pengembangan kemampuan fungsionaris NU dalam proses kaderisasi dan tidak tepatnya cara dan perolehan rekruitmen personal pengurus pada masa lalu. 3. Sebagai organisasi sosial, NU belum mempunyai rumusan visi sosial yang operasional dan jelas, yang dipahami dan disepakati oleh setiap pemimpin NU di semua level untuk diperjuangkan di semua kesempatan. 4. Adanya keragaman orientasi politik kader NU mengakibatkan NU rawan konflik kerena pendekatan kekuasaan semata-mata dan orientasi menang-kalah. 5. Untuk melaksanakan semua program-programnya, NU tidak memiliki sumber dana yang cukup yang dapat diperoleh secara terencana, karena system penggalian dana (fund rising) tidak berkembang dan kurang memperoleh perhatian secara maksimal. 6. Organisasi NU belum mencerminkan sebuah organisasi modern, di mana tata laksana organisasi tidak berjalan dan lemahnya kebijakan financial serta pengelolaannya yang belum transparan. 97

7. Model kepemimpinan NU sangat sentralistik dan berpusat ada satu orang figur kurang mendorong dinamika dan pertumbuhan organisasi dalam jangka panjang. 8. NU masih terlihat gamang dalam merespon persoalan sosial, politik dan ekonomi yang berkembang seperti kasus Lumpur Lapindo maupun berbagai kebijakan yang merugikan rakyat. 9. Mekanisme organisasi dalam rangka konsolidasi-koordinasisinergisme Lembaga, Lajnah dan Banom belum berjalan dengan baik. 10. Sumber daya NU terbatas sehingga menghambat kemandiriannya sebagai organisasi masyarakat keagamaan yang besar. 11. Aset NU belum terkelola dengan baik dalam pencatatan maupun penggunaannya atau pengelolaannya dan sangat kurangnya tenaga profesional di kalangan NU yang mampu mengembangkannya. 12. Posisi tawar warga NU masih lemah sehingga lebih banyak dimanfaatkan sebagai politik kepentingan sesaat oleh elit politik yang mengaku membawa kepentingan kaum Nahdliyin. 13. Belum adanya kontribusi dan manfaat yang kongkrit dari kehadiran Partai Politik yang mengaku menyalurkan aspirasi warga NU. 14. Mayoritas warga NU hidup dalam keterbelakangan dan kemiskinan 15. Kesadaran orang NU dalam membiayai organisasi NU masih kurang 16. Mayoritas warga NU berpendidikan ilmu-ilmu agama dan sosial sehingga kurangnya tenaga profesional di luar bidang tersebut. 17. Sistem kaderisasi formal belum terlaksana dengan baik sehingga pengkaderan tertumpu pada kaderisasi alamiah di pesantren. III. PELUANG 1. Kecenderungan dunia Internasional mendukung berkembangnya pengetahuan masyarakat sipil. 2. Sistem politik dengan memberikan hak kepada setiap warga Negara untuk menentukan pilihan politiknya menempatkan NU pada posisi strategis dan memiliki daya tawar yang tinggi. 3. NU sebagai organisasi sosial yang memiliki tingkat kohesif tinggi 98

IV. sangat mungkin dikelola dengan baik untuk menentukan pemimpin nasional dan lokal agar otoritas Negara yang berpihak kepada umat dapat dinikmati oleh masyarakat NU. 4. Kehadiran NU sebagai ormas Islam yang berciri moderat sangat dibutuhkan oleh negara yang sedang menghadapi ancaman terorisme. 5. Mengemukanya wacana ekonomi kerakyatan memberi peluang bagi dikembangkannya system ekonomi yang berorientasi pemerataan dan kesejahteraan. 6. Adanya potensi dukungan dan kemitraan terhadap NU sebagai organisasi sosial keagamaan baik dari pemerintah maupun lembaga non-pemerintah serta lembaga donor internasional. 7. Adanya dorongan bersama untuk membangun koalisi strategis dalam memperjuangkan moderasi, pluralitas, persamaan hak azasi, terutama hak-hak kelompok minoritas, perempuan, anak dan masyarakat terpinggirkan. 8. Adanya kesadaran dunia akan perlunya dialog lintas agama dan mengurangi kesalahpahaman antar Barat-Timur, Islam-Kristen, yang akan membawa pada dunia yang berkeadilan, aman dan sejahtera. 9. Adanya dukungan terhadap NU sebagai organisasi Islam Sunni terbesar di dunia untuk lebih berperan dalam mengatasi/resolusi konflik, jembatan pemahaman antar agama dalam menciptakan perdamaian dunia. 10. Program-program pemerintah seperti PNPM, LM3 KUR dan sebagainya. ANCAMAN/TANTANGAN 1. Modernisasi dan globalisasi yang membawa nilai-nilai baru, penguasaan asing terhadap sumber daya alam yang mempengaruhi perilaku, moralitas dan ideologi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah. Modernisasi misalnya, berdampak pada sikap individualistik dan persaingan ketat dalam mempengaruhi sistem hubungan sosial. 2. Globalisasi ekonomi menjadikan negara berkembang seperti Indonesia berada dalam posisi yang lemah. 99

100 3. Berkembangnya petualang politik dengan dukungan dana yang besar dapat memobilisasi simpati dan dukungan dari massa. 4. Munculnya sekolah-sekolah Islam terpadu yang modern semakin membuat sekolah pesantren-pesantren NU terlihat tertinggal di belakang. 5. Masuknya budaya luar baik dari Barat maupun dari Timur Tengah seperti gerakan Islam transnasional, sistem birokrasi yang neolib, UU SDA, UU penanaman modal, perpres uji konstruksi, merupakan tantangan atas prinsip NU yang sangat menghormati tradisi budaya lokal dan perbedaan dalam beragama. 6. Kondisi ekonomi dunia yang kurang baik berdampak pada sulitnya Indonesia mengatasi dampak krisis terdahulu yang akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan warga Nahdliyin secara keseluruhan. 7. Semakin menguatnya gerakan-gerakan Islam Politik yang cenderung tidak toleran dan menodai wajah Islam yang damai dan kerahmatan bagi semesta. B. IDENTIFIKASI ISU-ISU STRATEGIS Berdasarkan analisa kekuatan, kelemahan yang dimiliki NU, serta peluang dan ancaman yang ada di luar, serta mempertimbangkan keterbatasan waktu, maka untuk mangemban misinya, NU melihat ada 16 issue strategis yang perlu memperoleh perhatian serius selama lima tahun ke depan. Isu-isu tersebut selanjutnya dikembangkan menjadi beberapa mata program NU, yaitu: 1. Penguatan Paham ke-nu-an 2. Penguatan Dan Penataan Kelembagaan 3. Pengembangan Media Dan Teknologi Informasi 4. Pemberdayaan Ekonomi Umat 5. Penataan dan Peningkatan Kualitas Pendidikan 6. Pengembangan dan Pelayanan Kesehatan 7. Pelayanan Sosial dan Kependudukan 8. Perlindungan Tenaga Kerja dan Buruh 9. Penguatan Jaringan Kerja Nasional dan Internasional

10. Pemberdayaan Hukum dan Penegakan Keadilan 11. Pemberdayaan Politik Warga 12. Pengembangan Dakwah dan Pemikiran Keagamaan 13. Mobilisasi Dana dan Pengelolaannya 14. Kaderisasi 15. Peningkatan Kualitas Lingkungan, Adaptasi Perubahan Iklim dan Penanggulangan Bencana 16. Pengembangan Kebudayaan NU 101

I. VISI BAB IV VISI DAN MISI Terwujudnya NU sebagai jam iyyah diniyyah ijtimaiyyah Ahlussunnah wal Jama ah yang mashlahat bagi umat menuju masyarakat yang sejahtera, berkeadilan, demokratis dan mandiri. II. MISI 1. Melaksanakan dakwah islamiyah Ahlussunnah wal Jamaah dalam membimbing umat menuju masyarakat mutamaddin 2. Memberdayakan lembaga pendidikan dan pesantren untuk meningkatkan kualitas sumber daya insani yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta berakhlakul karimah 3. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan ekonomi umat 4. Meningkatkan kesadaran masyarakat dalam penegakan hukum yang berkeadilan 5. Menumbuhkembangkan budaya demokrasi yang jujur dan adil 6. Mendorong kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara 102

BAB V PROGRAM DASAR 1. PENGUATAN PAHAM KE-NU-AN a) Penguatan pemahaman dan sosialisasi Fikrah Nahdliyah b) Penguatan pemahaman dan sosialisasi nilai-nilai dasar Islam Aswaja c) Menjadikan Fikrah Nahdliyah dan Islam Aswaja sebagai ruh gerakan organisasi NU d) Menanamkan pemahaman Fikrah Nahdliyah dan Islam Aswaja menjadi pola pikir Nahdliyin e) Penguatan pemahaman Fikrah Nahdliyah dan Islam Aswaja melalui pendidikan dan kaderisasi di lingkungan NU. 2. PENGUATAN DAN PENATAAN KELEMBAGAAN a) Mensosialisasikan hasil-hasil muktamar dan melengkapi aturan-aturan organisasi yang dilaksanakan sesuai mekanisme organisasi yang berlaku. b) Mengawal pelaksanaan hasil-hasil muktamar secara optimal. c) Membangun dan mengembangkan managemen dan kinerja organisasi dan membuat pedoman pengelolaan keuangan secara terpadu dan seragam. d) Mengoptimalkan tindakan konsolidasi dan koordinasi dengan Badan Otonom, Lembaga maupun Lajnah. e) Melakukan pembagian fungsi secara jelas antar Badan Otonom, antar Lembaga dan semua perangkat NU. f ) Pendataan dan pengembangan sistem database warga NU, kelembagaan dan aset NU. g) Pemeliharaan dan perlindungan aset NU secara fungsional dengan sertifikasi. h) Mendorong sosialisasi dan pelaksanaan labelisasi lembaga-lembaga yang dikelola jam iyyah dan jamaah NU. i) Merintis adanya Anak Ranting yang berbasis musholla, masjid dan madrasah-madrasah. 103

3. PENGEMBANGAN MEDIA DAN TEKNOLOGI INFORMASI a) Pemasyarakatan pengetahuan dan pemanfaatan teknologi informasi di kalangan pengurus struktural dan di kalangan kaum Nahdliyin. b) Menyediakan pendidikan tentang tekhnologi informasi di kalangan masyarakat NU. c) Membangun dan mengembangkan media informasi ke-nu-an dan mengupayakan terwujudnya sarana dan prasarana Teknologi Informasi. d) Mengembangkan penyiaran (broad casting) dan merintis televisi NU. 4. PEMBERDAYAAN EKONOMI UMMAT 104 a) Mengembangkan konsep dan sistem (blue print) ekonomi umat yang mandiri. b) Melakukan pembinaan dan pendampingan terhadap petani dan nelayan untuk mampu meningkatkan kualitas produk-produk mereka. c) mengembangkan kelompok-kelompok usaha di pedesaan yang dapat mengakses sumber-sumber modal yang tersedia. d) Memfasilitasi pemanfaatan fasilitas-fasiliatas ekonomi yang tersedia bagi petani, nelayan, pengrajin dan usaha kecil melalui terwujudnya sarana dan prasarana pasar tradisional dan swalayan NU e) Membangun jaringan pemasaran produksi pertanian, kerajinan dan industri kecil dari pedesaan dalam satu kabupaten untuk selanjutnya dalam satu propinsi. f ) Memperjuangkan kebijakan-kebijakan perekonomian yang pro rakyat di tingkat daerah maupun tingkat pusat g) Mendorong tumbuh dan berkembangnya koperasi berazaskan kemandirian, kebersamaan, demokrasi dan keadilan. h) Memfasilitasi warga NU untuk memanfaatkan, mengelola dan mengontrol program-program pemerintah tentang pemberdayaan ekonomi umat. i) Merintis jaringan ekonomi NU di tingkat nasional dan internasional. j) Mendorong dan memediasi pemanfaatan lahan dalam kawasan untuk usaha-usaha pertanian (acces reform).

k) Mengembangkan lembaga-lembaga keuangan NU dari pusat hingga daerah dengan sistem syariah. 5. PENATAAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN a) Mengembangkan sistem pendidikan yang dapat mengembangkan potensi peserta didik serta mengembangkan akhlakul karimah. b) Melakukan penataan dan pengembangan terhadap institusi-institusi pendidikan di lingkungan NU. c) Revitalisasi pesantren sebagai lembaga tafaquh fiddin yang menghasilkan ulama d) Membangun jaringan kerja sama antar lembaga pendidikan antar lingkungan NU maupun dengan pihak luar e) Membangun program beasiswa pendidikan dalam dan luar negeri. f ) Memfasilitasi terseleggaranya perpustakaan yang memadai di lingkungan lembaga pendidikan NU. g) Membangun sekolah percontohan. h) Mengembangkan kurikulum pendidikan Aswaja dan ke-nu-an di setiap tingkatan. i) Mendorong mengusahakan dan memfasilitasi pendirian/pembukaan universitas NU di setiap propinsi. j) Perlu standarisasi lembaga pendidikan NU k) Membangun lembaga pendidikan keterampilan (Balai Latihan Kerja). 6. PENGEMBANGAN DAN PELAYANAN KESEHATAN a) Melakukan kampanye hidup sehat secara berkesinambungan b) Mengupayakan dan meningkatkan layanan kesehatan. c) Meningkatkan kualitas sarana dan prasarana kesehatan. d) Mengembankan informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi. e) Advokasi dan pendampingan akses terhadap Jaminan Kesehatan masyarakat ( Jamkesmas) 105

f ) Melakukan inisisasi untuk pembangunan Rumah Sakit dan balai pengobatan NU. 7. PELAYANAN SOSIAL DAN KEPENDUDUKAN a) Pendampingan dan advokasi terhadap sistem jaminan sosial. b) Meningkatkan KIE (komunikasi, informasi dan edukasi) sebagai gerakan pembangunan kepedudukan di lingkungan NU. c) Penguatan dan pengembangan konsep keluarga maslahat/keluarga Berencana/keluarga sakinah d) Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat rentan. 8. PERLINDUNGAN TENAGA KERJA DAN BURUH a) Melakukan pembinaan, advokasi dan kontrol terhadap ketenagakerjaan dan perburuhan. b) Advokasi dan perlindungan serta pemberdayaan terhadap TKI c) Perlu ada advokasi terhadap kebijakan layanan Kesehatan TKI. 9. PENGUATAN JARINGAN KERJA NASIONAL DAN INTERNASIONAL a) Memperkenalkan organisasi NU dan programnya kepada organisasi lain baik melalui pengiriman brosur, profil organisasi, pengiriman delegasi pada setiap kesempatan yang tersedia. b) Menawarkan kerjasama bidang-bidang tertentu kepada pihak lain baik dengan lembaga-lembaga dalam maupun luar negeri. c) Menjaga, memelihara dan mengembangkan hubungan kerjasama yang telah dibangun oleh pengurus NU maupun lembaga-lembaga perangkat NU dengan cara menjaga kepercayaan pihak luar. d) Menjaga konsistensi dalam menjalankan program atau kesepakatan dan memperlancar komunikasi dan pemberian informasi tentang perkembangan organisasi NU terkini. e) Melakukan tukar informasi dan tukar pegalaman antara NU dan organisasi lain baik di dalam maupun di luar negeri. 106

f ) Mengajak organisasi lain untuk menangani masalah yang menjadi kepedulian bersama seperti pelanggaran hak-hak azasi manusia, pengembangan pemikiran keagamaan dan lain-lain. 10. PEMBERDAYAAN HUKUM DAN PENEGAKAN KEADILAN a) Melakukan kampanye hukum dalam kehidupan sosial dan penyelenggaraan negara. b) Melakukan kajian-kajian terhadap isi dan impelementasi hukumhukum yang berdampak negatif bagi masyarakat. c) Melakukan advokasi untuk korban pelanggaran hak azasi manusia, perampasan hak (misalnya penggusuran tanah, pelanggaran menangkap ikan di pantai) dan untuk keadilan dan kesetaraan gender. d) Melakukan kampanye dan membangun atau terlibat dalam jaringan anti korupsi anti pelanggaran hak-hak azasi manusia dan anti kekerasan. e) Melakukan pendidikan hak-hak azasi manusia di lembaga pendidikan di lingkungan NU dan organisasi. f ) Melakukan pemberdayaan perempuan dengan berbagai program seperti pendidikan politik untuk perempuan, peningkatan pendapatan keluarga dengan melibatkan perempuan dst. g) Mengoptimalkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) NU yang telah ada untuk mengadvokasi masyarakat yang memerlukan bantuan hukum. 11. PEMBERDAYAAN POLITIK WARGA a) Bela Negara dan Keamanan. b) Menysusun konsep pendidikan politik, panduan dan melakukannya di berbagai tingkat organisasi dan di lembaga-lembaga pendidikan NU. c) Memfasilitasi pemantauan kinerja dewan perwakilan dari tingkat daerah hingga ke tingkat pusat. d) Mengembangkan sikap kritis warga NU terhadap kinerja dan manajemen pemerintahan. e) Melakukan counter hegemoni terhadap wacana yang menyesatkan. 107

f ) Mendorong dan melakukan penguatan institusi demokrasi dari tingkat daerah sampai pusat. g) Mengusahakan terwujudnya rekonsiliasi nasional dan menciptakan kerukunan sosial antar kelompok, antar desa, antar wilayah, antar ras dan antar agama dalam bingkai kebangsaan Indonesia h) Melakukan studi kebijakan pemerintah di berbagai tingkatan i) Menjalin kerjasama untuk penyaluran aspirasi warga NU dengan semua komponen politik yang anfa (bermanfaat) terhadap NU. j) Perlu membentuk pusat kajian untuk kebijakan publik baik di tingkat pusat maupun daerah. 12. PENGEMBANGAN DAKWAH DAN PEMIKIRAN KEAGAMAAN a) Mensosialisasikan dakwah Ahlussunnah wal Jama ah di masyarakat luas. b) Melakukan, mendorong dan memfasilitasi berlangsungnya forum-forum diskusi keagamaan yang bersifat pemikiran konsepsional dan filosofis di lingkungan Nahdliyin dengan mewujudkan universitas tanpa kelas. c) Melakukan, mendorong dan memfasilitasi berlangsungnya forum kajian keagamaan yang bersifat praktis, seperti pemecahan masalah, perumusan operasional (kaifiyah) ajaran agama dalam mashlahatul ammah. d) Melakukan berbagai seminar dan diskusi-diskusi keagamaan baik secara nasional maupun internasional dengan topik bahasan yang aktual bagi pemahaman kajian e) Membukukan dan menyebarkan hasil pemikiran keagamaan yang kritis dan interpretatif di kalangan Nahdliyin, dari hasil seminar dan kajian f ) Melakukan dan mendorong berlangsungnya kajian-kajian kritis terhadap berbagai pemahaman ajaran dan pemikiran agama yang dihasilkan oleh pendiri dan pengikut Madzahibul Arbaah dan luarnya. g) Melakukan pembinaan dan kaderisasi terhadap para dai agar memiliki pemahaman yang komprehensif terhadap persoalan umat 13. MOBILISASI DANA DAN PENGELOLAANNYA 108 a) Menumbuhkan partisipasi anggota jam iyyah dalam pembiayaan

denan melibatkan anggota dalam perencanaan kegiatan organisasi, mengedarkan kartu infaq maupun iuran. b) Melakukan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan dana secara halal, seperti lelang barang-barang berharga para pemimpin organisasi, menyelenggarakan bulan dana dan bazar pada peristiwa-peristiwa penting. c) Menjaring dan menjalin hubungan dan kerjasama dengan lembagalembaga funding melalui pembiayaan kegiatan maupun proyek-proyek NU. d) Mengembangkan dana yang tersedia melalui usaha-usaha ekonomi yang halal dan menguntungkan. e) Menyusun rencana anggaran dan menentukan prioritasnya. f ) Mempertanggungjawabkan seluruh penggunaan dana organisasi secara jujur, sah dan terbuka bagi pemeriksaan publik kepada para penyumbang dana dan pendukung organisasi. 14. KADERISASI a) Menyempurnakan sistem, pedoman dan kurikulum pendidikan kader NU. b) Membangun dan mengembangkan sistem dan pola rekruitmen pengurus NU yang menjamin terjadinya peningkatan kemampuan, kematangan sikap, keluasan pandangan, kesiapan bekerjasama dan kerelaan bekerja di semua tingkatan kepengurusan dan lembaga perangkatnya. c) Mengintensifkan pendidikan kader di pesantren-pesantren dan lembagalembaga pendidikan NU untuk semua jenjang pengkaderan NU. d) Di sekolah atau madrasah milik NU maupun warga NU diberikan pelajaran ke-nu-an 15. PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN, ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DAN PENANGGULANGAN BENCANA a) Mendorong pemberdayaan masyarakat dalam mengatasi isu-isu: Kesehatan lingkungan baik di pedesaan maupun di perkotaan terhadap 109

kesehatan tanah, air dan udara melalui pengurangan dampak pencemaran dan polusi serta B3 (bahan beracun dan berbahaya), serta konservasi sumber daya alam. Adaptasi perubahan iklim untuk pengurangan emisi C0 2, kajian kerentanan (sektor kesehatan masyarakat, sumberdaya alam, pesisir, laut, dan kehutanan), Manajemen resiko dan penanggulangan bencana khususnya di daerah yang rentan atau berpotensi rawan bencana. b) Melakukan penyadaran lingkungan terhadap masyarakat melalui pendidikan, aktivitas keagamaan dan dakwah. c) Mengembangkan upaya-upaya konservasi terhadap sumber daya alam dan keanekaragaman hayati dengan tetap mengambil manfaat ekologi maupun ekonomisnya. d) Menggalang berbagai elemen/multipihak untuk kerjasama strategis melakukan dalam penyelamatan lingkungan termasuk dengan lembaga korporasi melalui konsep CSR (Corporate Sosial Responsibility). e) Mencari solusi untuk menyelesaikan konflik sosial dan sumber daya alam antar masyarakat dengan pemerintah. f ) Memobilisasi sumbangan dan menyampaikannya kepada masyarakat yang mengalami konflik sosial maupun akibat bencana alam. 16. PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN NU a) Memperjuangkan kebudayaan yang tidak bertentangan dengan Islam Aswaja (baik sebagai khazanah pengetahuan, nilai, makna, norma, kepercayaan, dan ideologi suatu masyarakat; maupun terlebih sebagai praktik dan tindakan mereka dalam mempertahankan dan mengembangkan harkat kemanusiaannya, lengkap dengan produk material yang mereka hasilkan) sebagai faktor yang diperhitungkan oleh para pengambil kebijakan negara, sehingga kebudayaan dapat menjadi kekuatan yang menentukan dalam setiap kebijakan pemerintah. b) Membuka ruang kreativitas seluas mungkin bagi para seniman untuk mngembangkan seninya yang tidak bertentangan dengan Islam Aswaja, baik tradisional, modern, maupun kontemporer, yang mengalami kesulitan dalam melakukan kegiatan kesenian yang disebabkan oleh kebijakan politik dan birokrasi negara, dominasi pasar, maupun kekuatan formalisme agama. 110

c) Merumuskan dan mengembangkan strategi kebudayaan yang mampu menjaga, memelihara, menginspirasi dan memberi orientasi bagi pengembangan kreativitas masyarakat pada wilayah kebudayaan dalam rangka pemenuhan kodratnya sebagai khalifah fil ardl dan sekaligus warga masyarakatnya. d) Menjadikan pesantren sebagai pusat pengembangan seni dan budaya melalui penyelenggaraan berbagai pelatihan, festival dan event kesenian di pesantren. e) Memfasilitasi dan memberi perlindungan HKI (Hak Kekayaan Intelektual) atas berbagai karya seni para seniman NU. f ) Memberikan legitimasi syariah terhadap kesenian tradisional dan berbagai praktek tradisi yang tidak bertentangan dengan Islam Aswaja. g) Mendokumentasikan karya-karya seni para intelektual, ulama dan seniman NU. h) Mengembangkan dan mempromosikan kesenian religi baik gagasan, karya dan pelaksanaannya. i) Membuat data base yang memuat nama-nama seniman NU, karya-karya, sejarah dan prestasinya. 111

BAB VI PENUTUP Dalam melaksanakan program ini, NU harus senantiasa mendasarkan seluruh kegiatannya kepada nilai-nilai Islam Ahlussunnah wal Jama ah, Qonun Asasi dan Khittah 1926. Selain itu, komitmen NU untuk menegakkan Islam Ahlussunnah wal Jamaah, kebenaran, keadilan, demokratisasi, kesejahteraan ekonomi, dan kedaulatan serta keutuhan bangsa seyogyanya selalu menjadi api perjuangan yang menggelorakan semangat pengabdian kaum Nahdliyin kepada bangsa Indonesia. Rumusan-rumusan program yang ada dalam program kerja ini lebih merupakan rumusan-rumusan dasar (program dasar atau pokok-pokok program). Maka perlu penjabaran, baik pada tingkat satuan-satuan kegiatan (program aksi), strategi pelaksanaannya, maupun pengembangannya, dan waktu pelaksanaannya. Penjabaran program dasar seperti ini diharapkan dilakukan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, periode 2010-2014 dengan pemberdayaan dan tata kelola Lembaga, Lajnah dan Badan Otonom di lingkungan Nahdlatul Ulama dengan pembagian fungsi, tugas dan koordinasi antara Syuriah dan Tanfidziyah. Dalam penjabaran yang dimaksud diharapkan tercermin antara lain; rumusan program, bentuk kegiatan, tujuan dan hasil yang diharapkan, indikator keberhasilan, estimasi biaya dan pelaksana program. Makasar, 26 Maret 2010 112

TIM PERUMUS PROGRAM KERJA LIMA TAHUN PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA (Periode 2010-2015) Ketua : KH Abbas Mu in, MA Sekretaris merangkap anggota : Ir. Avianto Muhtadi, MM Anggota : Ir. H Musthafa Zuhad Mughni Drs. Otong Abdurrahman Drs. H Muhtar Hadyu Dra. Hj. Marhamah Mujib Dra. Hj. Azizah Aziz, M.Si Dr. H Syamsul Ma arif, MA Ir. H Suwadi D. Pranoto Drs. Imdadun Rahmat, M.Si Drs. H Herlambang (PWNU KALTIM) H M. Hatta Siregar, SH M.Si (PWNU SUMUT) H Abdul Kadir HM, MA (PWNU SULSEL) H Cucun Sumardi (PWNU DKI JAKARTA) H Ali Rusydi (PWNU JATIM) 113

Menimbang Keputusan Muktamar XXXII NU Nomor VII/MNU-32/III/2010 TENTANG REKOMENDASI MUKTAMAR KE-32 NAHDLATUL ULAMA ب س م الل ه الر ح م ن الر ح يم MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA : a. Bahwa dalam rangka pemulihan krisis multi dimensi yang melanda Indonesia telah dilakukan berbagai kebijakan politik Negara yang berbentuk peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan pemerintah, restrukturisasi dan pembentukan Lembaga Negara, amandemen terhadap Undang-undang Dasar 1945 dan telah terbentuk pemerintahan baru hasil pemilu 2009 yang dipilih langsung oleh rakyat yang memberikan harapan besar bagi pemulihan tersebut, namun hingga saat ini masih belum menunjukkan hasil yang diharapkan; b. Bahwa Muktamar perlu memberikan arahan yang positif dan kreatif sebagai rekomendasi kepada pihakpihak yang kompeten dalam proses pemulihan krisis menuju Indonesia yang bersih dan bermartabat sebagai tanggung jawab moral Nahdlatul Ulama terhadap arah perkembangan Indonesia kedepan; c. Bahwa Muktamar juga memberikan arahan yang positif dan kreatif sebagai rekomendasi untuk peningkatan kualitas hidmat Nahdlatul Ulama dalam mencapai tujuannya; Mengingat : a. Keputusan Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama Nomr I/ MNU-32/III/2010 tentang Jadwal Acara dan Peraturan Tata Tertib Muktamar Ke 32; b. Keputusan Muktamar XXVII Nahdlatul Ulama Nomor 002/MNU-27/1984 jo. Keputusan Munas Alim Ulama Nomor II/MAUNU/1401/4/1983 tentang Pemulihan Khittah Nahdlatul Ulama 1926; 114

Memperhatikan : a. Amanat Presiden Republik Indonesia dan Khutbah Iftitah Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada pembukaan Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama tangga 7 R.Akhir 1431 H/ 23 Maret 2010 M; b. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2004-2009 pada Sidang Pleno III Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama tanggal 8 R.Akhir 1431 H/ 24 Maret 2010 M; c. Laporan dan pembahasan Hasil Sidang Komisi Rekomendasi yang disampaikan pada Sidang Pleno VI Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama pada tanggal 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M; d. Ittifak Sidang Pleno I Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama pada tanggal 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M; Dengan senantiasa memohon taufiq, hidayah serta ridlo Allah SWT : M E M U T U S K A N : Menetapkan : KEPUTUSAN MUKTAMAR Ke 32 NAHDLATUL ULAMA TENTANG REKOMENDASI MUKTAMAR; Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Isi beserta uraian perincian sebagaimana dimaksud oleh keputusan ini terdapat dalam naskah rekomendasi Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama sebagai masukan terhadap pihak-pihak yang kompeten dalam menyelesaikan masalah yang dikemukakan dalam Taushiyah ini; Mengamanatkan kepada Pengurus dan warga Nahdlatul Ulama untuk melaksanakan dan atau mensosialisasikan maksud dan isi naskah Rekomendasi Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama; Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan; 115

Ditetapkan di : Asrama Haji Sudiang Makssar Pada tanggal : 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M MUKTAMAR Ke 32 NAHDLATUL ULAMA PIMPINAN SIDANG PLENO VI Drs. KH. Hafizh Utsman Ketua Drs. H. Taufik R. Abdullah Sekretaris 116

REKOMENDASI MUKTAMAR XXXII NAHDLATUL ULAMA I. MUKADIMAH Reformasi kehidupan berbangsa dan bernegara telah kita lewati selama satu dasa warsa. Sejumlah kemajuan di berbagai bidang telah kita capai tanpa kita lengah untuk senantiasa mewaspadai sisi-sisi kekurangannya. Perubahan sub-bangunan politik ke arah kehidupan yang lebih demokratis sedang berproses dalam tataran prosedural-liberalistik yang kering substansi, sehingga tidak menyentuh ranah pembangkitan kesadaran dan potensi kekuatan rakyat. Tanpa disadari, secara manifes maupun laten proses demokratisasi kita telah berada dalam jebakan oligarki sekelompok orang dan plutokrasi pihak yang berduit. Proses demokratisasi dewasa ini ternyata tidak dibarengi dengan peningkatan pendidikan dan perekonomian yang semakin baik serta menguatnya masyarakat sipil. Kalaupun masyarakat sipil tumbuh, ternyata tidak disertai dengan ketertiban sosial dan keberadaban masyarakat. Demokrasisasi juga ditandai dengan konsolidasi politik yang tidak terarah dan penyelesaian hukum masa lalu tak pernah tuntas. Perubahan sub-bangunan ekonomi bergerak tertatih-tatih. Pemerintah yang silih berganti masih belum mampu mengangkat kesejahteraan rakyat. Aset dan akses produksi makin dikuasai oleh sekelompok pemodal, sehingga dari tahun ke tahun jurang kemiskinan kian mencemaskan banyak pihak. Pemerintah tidak mampu menyediakan lapangan kerja sesuai dengan pertumbuhan angkatan kerja sehingga angka pengangguran semakin tinggi. Akar masalah pembangunan politik dan ekonomi selama ini, kiranya berpusat pada gagalnya kita menapaki sub-bangunan sosial-budaya. Nilai-nilai keagungan yang telah lama menjadi praktik kehidupan sosial semakin terkikis oleh sikap dan perilaku tak bermoral dan nir-keadilan substantif, baik dalam konteks ekonomi, politik, hukum, dan Hak Asasi Manusia. Sebagai organisasi sosial-keagamaan, Nahdlatul Ulama sejak berdirinya telah mengikatkan diri untuk berada di garis depan pembangunan sosial-budaya sebagai basis pembangunan ekonomi dan politik. Semakin banyak rakyat yang terpinggirkan karena kebijakan negara yang tidak adil, maka di sanalah NU akan tampil melakukan gerakan pembelaan, pendampingan, pemberdayaan, dan pelayanan. 117

Indonesia yang bermartabat dan berkeadaban adalah idaman NU. Kesalehan harus bergerak paralel dengan permasalahan riil yang hingga kini belum bisa dituntaskan, seperti kemiskinan, kerusakan lingkungan dan sumberdaya alam, korupsi, dan penikmatan duniawi yang berlebihan dalam masyarakat konsumtif baru. Untuk itu, menuju satu abad 2026 keberadaan NU, Mu tamar ke-32, Maret 2010 di Makassar merekomendasikan hal-hal sebagai berikut: II. AGAMA, PENDIDIKAN, DAN KESEHATAN A. Agama 1. Sejalan dengan keyakinan umat bahwa Islam itu tetap sesuai dengan semua waktu dan tempat (shâlih likull zamân wa makân), pembaruan (tajdid) pemahaman keagamaan merupakan suatu keniscayaan, karena masyarakat kini telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Ideide pembaharuan keagamaan di era reformasi ini semakin kencang dihembuskan oleh berbagai kalangan Islam, baik yang berlatarbelakang tradisionalis maupun modernis sendiri, meski kedua kelompok ini kini tidak memiliki perbedaan yang berarti. Di antara ide-ide pembaharuan itu ada yang mendukung pengunaan rasio secara bebas dan meninggalkan teks-teks (nash-nash) Al-Quran dan Hadits, termasuk yang bersifat absolut (qath i), sehingga hal ini telah mengarah pada tingkat meresahkan tokoh dan umat Islam. Oleh karena itu, Muktamar menekankan kembali, bahwa ide-ide pembaruan (tajdid) pemahaman agama merupakan suatu keharusan, tetapi pembaharuan ini seharusnya tetap sejalan dengan standar metodologi pemahaman agama yang telah menjadi konsesus ulama mayoritas (ahlussunnah wal jama ah), dengan tetap berpegang pada kaidah: al-muhâfazhah alal qadîmis shâlih wal akhdzu bil jadîdil ashlah (mempertahankan ide-ide lama yang baik dan mengambil ide-ide baru yang lebih baik). Di antara pembaharuan yang sangat dibutuhkan pada saat ini adalah pengutamaan teologi tentang pandangan hidup (world view) yang lebih dinamis dalam rangka memperkuat motivasi bagi percepatan kemajuan umat dan bangsa Indonesia. 2. Agama dan akhlak merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Semua agama menempatkan akhlak sebagai misi utamanya. Keberadaan moral dan karakter yang tangguh bagi bangsa ini sangat penting dalam konteks 118

pengelolalan negara yang baik (good governance) dan pembangunan bangsa yang maju dan beradab. Namun dalam kenyataannya, walaupun kesadaran beragama dan pendidikan sudah semakin meningkat, etika dan moral masyarakat masih mengalami persoalan yang serius. Hal ini terlihat, terutama dengan masih banyaknya perilaku warga yang bertentangan dengan ahlak (etika-moral) dan hukum yang berlaku, seperti penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, ketidakjujuran, penipuan, kekerasan, perbuatan main hakim sendiri dan sebagainya. Demikian pula, kini semakin banyak terjadi kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, perkelaian, pergaulan bebas, pornografi, pornoaksi, dan sebagainya. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar semua pihak, yang meliputi pemerintah, tokoh agama, tokoh ormas keagamaan, pendidikan dan media massa hendaknya memperhatikan persoalan akhlak dan karakter bangsa ini, melalui berbagai upaya, baik dalam bentuk dakwah, pendidikan, pemberian keteladanan maupun hukuman terhadap mereka yang melanggarnya. 3. Reformasi, yang ditandai dengan adanya kebebasan ini, membawa implikasi pula pada munculnya kebebasan dalam pemahaman dan pengamalan agama, baik yang bersifat konservatis radikal maupun liberal-sekuler, dan bahkan muncul pula kelompok-kelompok ekstrim serta aliran-aliran yang menyimpang dari ajaran Islam. Hal ini telah menimbulkan protes dari sebagian umat Islam, dan di antaranya ada yang berbentuk kekarasan. Kekerasan ini kadang-kadang juga diekspresikan sebagai protes terhadap kemaksiatan yang dilakukan secara terang-terangan. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar kebebasan ini tidak berekses negatif perlu kesadaran dan pengendalian diri dari semua pihak, baik dari sisi kelompok-kelompok yang baru muncul maupun reaksi terhadap munculnya kelompok-kelompok ini. Apapun alasannya, termasuk alasan amr ma ruf nahy munkar sekalipun, penggunaan kekerasan atau main hakim sendiri merupakan pelanggaran terhadap hukum negara dan juga ajaran Islam itu sendiri. Di samping itu, dalam hal-hal tertentu di mana ekspresi kebebasan tanpa batas dapat mengakibatkan munculnya kekerasan dan konflik dalam masyarakat perlu ada pembatasan dalam bentuk perundangundangan yang membatasinya, seperti ekspresi kebebasan beragama yang dapat menimbulkan penodaan agama tertentu. 119

4. Sebagian dari kelompok-kelompok konservatif radikal, yang sebenarnya dipengaruhi oleh gerakan transnasional, tersebut telah mengarah kepada sikap intoleran, kekerasan dan ekstrimisme dan bahkan terorisme dengan legitimasi jihad. Penyebaran ideologi kekerasan dan ektremisme ini dilakukan melalui berbagai cara, tidak hanya melalui masjid, tetapi juga melalui jalur pendidikan formal. Sebagaimana diketahui, kelompok siswa/mahasiswa merupakan salah satu kelompok yang paling rawan dipengaruhi oleh ideologi kekerasan dan ekstremisme tersebut. Hal ini tentu saja telah mengganggu kehidupan yang harmonis, kerukunan umat beragama dan bahkan integrasi bangsa. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemegang otoritas, para tokoh agama, muballigh dan pendidik: (1) menyadari bahaya dari berkembangnya paham Islam radikal terhadap kehidupan bangsa, (2) berupaya untuk makin mengintensifkan penyebaran ajaran Islam yang sejalan dengan misinya sebagai rahmatan lil âlamîn, yakni dengan mengedepankan prinsip-prinsip tasamuh (toleransi), tawassuth (moderasi), dan tawazun (seimbang) sesuai dengan kondisi objektif kemajemukan, (3) mewaspadai munculnya radikalisme dan ektremisme keagamaan ini, sehingga dapat mengambil langkahlangkah yang diperlukan. 5. Kelompok-kelompok konservatif radikal memperjuangkan untuk menggantikan NKRI menjadi Negara Agama. Perdebatan tentang hal ini sebenarnya sudah terjadi pada masa-masa persiapan kemerdekaan dan sidang-sidang Konstituante, tetapi perdebatan itu selalu macet dan akhirnya dicarikan jalan keluar dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini terjadi karena Indonesia adalah negara yang majemuk dengan perbedaan agama, etnik, dan golongan. Kemajemukan ini adalah kekayaan bangsa Indonesia yang dapat mengancam kohesi sosial jika tidak dikelola dengan baik. Bahkan sebagian dari radikalisme tersebut sudah mengarah kepada bentuk terorisme yang diklaim sebagai bentuk jihad, sehingga sebagian umat Islam di Indonesia ada yang bersimpati dan memberi dukungan kepada para pelaku terorisme sebagai pejuang agama. Padahal, Islam menentang dan menolak aksi terorisme, dan aksi ini bahkan mencederai Islam itu sendiri. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah dan semua pihak yang yang memiliki komitmen dengan NKRI harus senantiasa waspada terhadap berkembangnya paham yang mengancam 120

eksistensi NKRI dan Pancasila. Dalam konteks ini para tokoh dan organisasi keagamaan memiliki tugas besar untuk memberikan pencerahan tentang wawasan keagamaan dan kebangsaan secara moderat. Di samping itu, para tokoh agama di semua tingkatan seharusnya melakukan upaya-upaya untuk menjelaskan konsep jihad yang benar. Mereka hendaknya juga memiliki kesadaran dan kepekaan terhadap paham-paham yang berkembang di sekitar mereka yang mengarah kepada radikalisme dan ekstremisme. Dengan demikian, aparat keamanan tidak perlu mengawasi pelaksanaan dakwah atau ceramah keagamaan, tetapi para tokoh agama sendirilah yang perlu waspada terhadap aliran-aliran radikal. Para tokoh agama baru melaporkan kepada pihak yang berwenang jika radikalisme itu akan mengarah kepada kekerasan atau bahkan teror. B. Pendidikan 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada dalam rangking 117 dari 177 negara di dunia. Posisi ini merupakan yang terendah di Asia. Salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kondosi ini adalah masih rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), dan kualitas ini sangat tergantung pada kualitas pendidikan. Hal ini sudah disadari oleh para pemimpin negeri ini dengan pencatuman anggaran pendidikan mencapai 20 persen dari APBN/APBD, serta standarisasi kualitas pendidikan. Namun dalam kenyataannya, secara umum kualitas pendidikan di Indonesia masih rendah, yang terutama disebabkan oleh rendahnya kualitas guru serta minimnya sarana dan prasarana pendidikan. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar dalam rangka meningkatan IPM, di mana pencapaian SDM yang cerdas merupakan unsur yang penting, pemerintah menggunakan anggaran pendidikan secara tepat untuk peningkatan kualitas pendidikan. Pemerintah juga perlu membuat prioritas-prioritas peningkatan kualitas pendidikan ini, terutama peningkatan kualitas guru dan pemenuhan sarana dan prasarana pendidikan, baik di lingkungan lembaga pendidikan negeri maupun swasta dengan prinsip non-diskriminatif. 2. Tingkat pendidikan rata-rata penduduk Indonesia kini masih rendah, sementara wajib belajar pendidikan dasar yang telah canangkan oleh 121

pemerintah pun masih belum berjalan sebagaimana mestinya. Di antara faktor yang mempengaruhi hal ini adalah faktor kemiskinan dan budaya sebagian masyarakat yang kurang mendukung pendidikan yang tinggi. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar di satu sisi pemerintah semestinya dapat membuat kebijakan tentang pemerataan pendidikan ini, dan di sisi lain para tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya hendaknya mendorong kepada umat akan perlunya pendidikan setinggi mungkin, minimal wajib belajar pendidikan dasar. Untuk pendidikan menengah dan tinggi pemeriantah hendaknya juga mengusahakan pendidikan yang merakyat dan murah serta terjangkau oleh masyarakat luas, serta menghentikan liberalisasi dan komersalisasi pendidikan. 3. Akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi guru merupakan hal yang penting sebagai bagian dari penjaminan mutu (quality assurance) dan sekaligus pemetaan kualitas lembaga pendidikan dan peningkatan prfesionalisme guru. Namun hal ini dapat mengancam keberadaan dan keberlangsungan lembaga pendidikan swasta dan pendidikan keagamaan (termasuk pesantren salaf ) jika pemberlakuan standar nasional tidak memperhatikan konteks dan kondisi lembaga pendidikan ini. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah memberikan dukungan sepenuhnya terutama kepada lembaga pendidikan swasta yang masih tertinggal dengan prinsip affirmative actions dengan menyediakan APBN untuk penyelenggaraan akreditasi sehingga penyelenggaraan akreditasi sekolah dan madrasah swasta tidak dibebani secara finansial. Penyelenggaraan sertifikasi guru merupakan amanat UU Guru dan Dosen bagi guru PNS maupun Guru Non PNS, namun persyaratan untuk mendapat kesempatan sertifikasi guru sangat sulit bagi guru bukan PNS. Persyaratan tersebut antara lain ketentuan 24 jam mengajar tiap seminggu, Registrasi Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), Impassing Jabatan Fungsional Guru Bukan PNS. Pemerintah hendaknya menata ulang penyelenggaraan profesi secara adil dengan penyelenggaraan Impassing Jabatan Fungsional Guru Madrasah Bukan PNS oleh Kementrian Agama RI dan Penyelenggaraan Impassing Jabatan Fungsional Guru Sekolah Bukan 122

PNS oleh Kementrian Pendidikan Nasional. Di samping itu, perlu ada penjabaran operasional pelaksanaan PP No. 55 tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, melalui Peraturan Menteri Agama termasuk standar minimal pendidikan baik pendidikan diniyah maupun pendidikan Agama dan Keagamaan di sekolah, madrasah, pesantren dan lembaga pendidikan sejenis dengan tetap memperhatikan keragaman dan kondisi obyektif masing-masing lembaga pendidikan ini serta penyediaan dana secara proporsional. 4. Evaluasi pendidikan merupakan suatu keharusan bagi proses pendidikan untuk mengukur hasil dan mutu pembelajaran. Ujian Nasional (UN) merupakan salah alat yang cukup baik untuk mengukur hal ini, dan sekaligus alat motivasi guru dan anak didik untuk mengajar dan belajar secara sungguh-sungguh. Namun, pelaksanaan UN selama ini dinilai kurang menunjukkan keadilan, karena UN dianggap dijadikan sebagai satu-satunya alat untuk mengukur kelulusan. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah membuat kebijakan baru dalam penyelenggaraan evaluasi dalam bentuk Ujian Nasional dan Ujian Akhir Sekolah/Madrasah Bertaraf Nasional (US/MBN) dengan membentuk lembaga independen pengujian (Independent Examanation Agency) yang profesional dan kompeten di tingkat provinsi yang dapat dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat sehingga terhindar dari intervensi kepentingan politik dari pemerintah maupun pemerintah daerah. 5. Penyelenggaraan Pendidikan bertaraf Internasional sudah dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat baik dengan biaya APBN maupun mandiri. Di samping itu, penyelenggaraan pendidikan bertaraf internasional yang dilaksanakan oleh masyarakat kurang memiliki akses internasional baik melalui P to P (People to People) maupun G to G (Government to Government). Oleh karena itu, Muktamar merekomendasiksn agar Pemerintah membuat kebijakan yang mengharuskan lembaga pendidikan asing yang menyelenggarakan pendidikan di Indonesia mengikuti UU Sistem Pendidikan Nasional, termasuk dalam hal kurikulum yang mencakup pendidikan agama dan keagamaan. Pemerintah hendaknya juga memfasilitasi pelaksanaan kerjasama (MoU) antara lembaga pendidikan di luar negeri dengan lembaga pendidikan swasta. 123

C. Kesehatan 1. Tingkat kesehatan masyarakat Indonesia kini secara umum masih rendah. Hal ini terjadi di samping karena masih terbatasnya pelayanan kesehatan dari pemerintah, juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat pendidikan dan pendapatan warga. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh kesadaran akan budaya sehat di kalangan masyarakat yang masih rendah. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah dan para tokoh masyarakat perlu menyampaikan konsep, pengertian dan perilaku sehat ke semua tingkatan masyarakat dengan cara yang tepat dan bahasa yang dimengerti oleh mereka, termasuk dengan bahasa dan pendekatan agama. Di samping itu, pemerintah hendaknya membuat kebijakan yang tepat bagi masalah tenaga kesehatan, pengadaan, rekruitmen, kesejahteraan dan penyebarannya secara geografis serta perhatian akan relevansi kualifikasi ketenagaan yang dibutuhkan. 2. Pelayanan kesehatan secara umum masih belum terjangkau oleh warga yang berekonomi lemah, karena pelayanan kesehatan masih cenderung mengedepankan aspek komersialnya ketimbang pelayanan kepada masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya rumah sakit yang menerapkan biaya tinggi kepada masyarakat untuk tujuan bisnis semata, sementara jumlah pusat pengobatan milik pemertintah yang memberikan pelayanan murah masih sangat terbatas. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah membuat kebijakan alokasi anggaran bagi kelompok masyarakat miskin dengan juga memperhatikan cara penyalurannya. Kebijakan ini diharapkan bisa mencakup Jaminan Kesehatan Masyarakat ( Jamkesmas) terhadap orang miskin dengan memperhatikan aspek aksesibilitas, kualitas hidup, dan kelangsungan program. 3. Pelayanan kesehatan yang dilakukan pemerintah kini masih cenderung di pusatkan di kota-kota, sehingga masyarakat yang berada di pedesaan yang umumnya berpenghasilan rendah tidak dapat mengakses pelayanan kesehatan dengan baik. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir di sejumlah daerah terjadi wabah penyakit dan anak balita kekurangan gizi yang baru diketahui setalah wabah itu meluas. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah 124

memperluas layanan kesehatan di pedesaan dengan peningkatan akses dan mutu pelayanan dasar, terutama Poskesdes dan Puskesmas dengan perhatian khusus terhadap kualitas pelayanan rujukan. Di samping itu, pemerintah juga perlu melakukan pengkajian ulang terhadap peran dan fungsi Bidan Desa sesuai dengan kualifikasi dan tugas-fungsinya serta perhatian yang konkrit terhadap pengadaan dan perbaikan sarana dan pra-sarana Poskesdes. Bahkan pemerintah juga perlu memberikan perhatian terhadap revitalisasi Posyandu dengan insentif yang konkret pada kader kesehatan dan memaksimalkan peran PKK. III. EKONOMI 1. Liberalisasi ekonomi Indonesia yang dimulai awal 1980-an masih berlangsung sampai sekarang. Pemerintah Indonesia tak kuasa menolak sistem ekonomi liberal ini yang dipaksakan oleh lembaga-lembaga multilateral seperti Bank Dunia, WTO (World Trade Organisation, Organisasi Perdagangan Dunia) atau IMF (International Monetary Fund) sebagai agen paham neolib (neo-liberalisme), suatu paham yang sangat mengutamakan kebebasan dan persaingan pasar. Ciri utama praktik ekonomi tersebut adalah adanya keharusan pengurangan anggaran kesejahteraan masyarakat (anggaran sektor publik) dan mendorong terbangunnya sistem perekonomian nasional yang bertumpu pada mekanisme pasar. Akibatnya perekonomian nasional menjadi semakin bergantung pada pelaku ekonomi bermodal besar (kaum kapitalis), yang dalam sepuluh tahun terakhir ini tampak makin mengutamakan peran modal asing, dan dengan sendirinya menyingkirkan peran-peran pelaku usaha ekonomi mikro alias gurem, pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) serta usaha ekonomi dengan modal produksi tradisional seperti sektor pertanian di perdesaan. Bantuan modal dan pengembangan kelembagaan usaha yang diberikan pemerintah untuk melindungi UMKM selama ini di samping porsinya kecil juga dilakukan di luar kerangka kebijakan makro ekonomi yang sangat pro-pasar itu. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar ada langkahlangkah sebagai berikut: (1) pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) serta Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hendaknya menghindari berpikir dan bersikap ekstrem dalam membangun sistem perekonomian nasional. Kebijakan ekonomi sudah seharusnya 125

memberi kesempatan dan fasilitas serta peran yang setara terhadap semua pelaku usaha ekonomi nasional dengan catatan memberikan afirmative action policy atau kebijakan ekonomi relatif khusus bagi pelaku usaha/golongan ekonomi lemah di perkotaan maupun di perdesaan dan tidak memberikan keleluasaan berlebihan terhadap pelaku usaha/modal asing, (2) pemerintah hendaknya secara konsisten mengutamakan kepentingan nasional serta berusaha menerjemahkan dengan tepat dan sungguh-sungguh menerapkan prinsip-prinsip usaha bersama berbasis nilai-nilai kekeluargaan sebagai kerangka dasar sistem perekonomian nasional seperti yang digariskan Pasal 33 UUD 1945. 2. Khusus berkaitan dengan perekonomian perdesaan, kebijakan impor beras, gula, dan garam serta buah-buahan misalnya telah makin memperlemah daya saing produk petani yang memang tidak mampu menandingi kelebihan barang impor. Baik karena kekalahan teknologi, kelemahan manajemen usaha maupun karena kualitasnya yang kurang baik di samping karena menghadapi kendala terbatasnya lahan. Pada saat yang sama kalangan petani padi sampai saat ini belum bisa beranjak dari problem klasik dan bahkan makin terperangkap oleh ketergantungan terhadap pupuk kimia pabrikan/pestisida yang makin mahal dan dengan sendirinya menyebabkan makin tingginya biaya produksi sehingga usaha tani mereka makin mengalami disparitas yang tajam dibanding dengan komoditas yang menjadi kebutuhan hidup sehari-harinya. Semua ini telah menyebabkan ekonomi pedesaan makin mengalami kemerosotan (involusi). Kian intensifnya liberalisasi perdagangan sebagai konsekuensi dari pengikatan Indonesia terhadap pakta perjanjian perdagangan bebas seperti ASEAN-China Free Trade Agreement (AC-FTA) yang sudah berlaku per 1 Januari 2010 akan semakin memperlemah daya beli atau kemampuan ekonomi umumnya masyarakat yang bermata pencaharian di sektor pertanian. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah cq. Departemen Pertanian, Departemen Perdagangan dan instansiinstansi terkait lainnya hendaknya tidak hanya berani mempreteli semua pintu perdagangan terhadap serbuan barang impor khususnya dari sesama negara ASEAN dan China tetapi secara kongkret melipatgandakan kebijakan dan ikhtiar untuk memperkuat daya tahan dan daya saing usaha tani/ekonomi masyarakat perdesaan. Di 126

samping itu, pemerintah hendaknya makin memperkuat diversifikasi dan ketahanan pangan nasional yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia sendiri. 3. Sumber daya alam cenderung diyakini dapat menjadi konflik sosial di masa depan akibat kebijakan pemerintah yang tidak peduli dengan masyarakat setempat yang selama ini ikut menjaga dan melestarikan alam. Masyarakat bahkan dianggap sebagai penghambat kemajuan dengan menolak penebangan hutan dan penambangan untuk tujuan bisnis kelompok tertentu. Padahal eksploitasi sumber daya alam yang tak terkendali mengakibatkan kerusakan lingkungan dan pemanasan iklim global. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar kebijakan tentang eksploitasi sumber daya alam hendaknya mengindahkan aspek lingkungan hidup yang semakin tidak lestari akibat eksploitasi berlebihan untuk tujuan semata-mata bisnis dan ekonomi. Pemerintah hendaknya juga menertibkan kembali regulasi pengelolaan sumber daya alam dan pertambangan, hak adat dan komunitas atas akses kepada sumber daya alam. 4. TKI/buruh migran sesungguhnya adalah penyumbang devisa yang besar bagi negara, namun data lapangan menunjukkan selama ini banyak di antara mereka yang jadi sapi perahan bukan hanya oleh sementara perusahaan pengerah tenaga kerja tetapi juga oleh instansi pemerintah terkait. Sebagai warganegara yang mencari penghidupan di luar negeri mereka belum memperoleh penghargaan sosial (respek) maupun perlindungan hukum dan politik yang memadai. Banyak kasus TKI yang diperlakukan tidak adil, mulai dari kasus pelecehan seksual sampai penganiayaan dan pembunuhan yang tidak ditangani sungguh-sungguh oleh perwakilan pemerintah di negara yang bersangkutan. Sehingga berulang-kali muncul kasus yang nyata-nyata telah mempermalukan pemerintah karena dipandang tidak mampu berbuat dengan baik dan merendahkan harga diri bangsa Indonesia di luar negeri dan di mata rakyatnya sendiri. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah memiliki blue print kebijakan yang jelas pro buruh migran/tki, yang meliputi pelayanan dasar bagi TKI yang manusiawi, pemberian latihan kerja, dan perlindungan hukum yang tegas di negara tempat mereka 127

bekerja. Di samping itu, pemerintah hendaknya memberikan sanksi terhadap perusahaan-perusahan pengarah tenaga kerja yang sematamata hanya berorientasi mendapatkan keuntungan yang sebesarsebesarnya, dan kurang memiliki tanggung jawab akan keselamatan dan jaminan pekerja yang dikirim ke luar negeri. IV. POLITIK DAN HUKUM A. Politik Nasional 1. Sudah lebih dari satu dasa warsa sejak tumbangnya Orde Baru pada Mei 1998 bangsa Indonesia mempraktikkan kembali demokrasi sebagai sistem politik yang meletakkan rakyat dalam posisi sentral sebagai pemegang kedaulatan. Namun demokrasi yang dipraktikkan masih sebatas demokrasi prosedural dan liberalistik. Artinya proses-proses politik seperti dalam pemilihan umum atau dalam pengambilan keputusan di lembaga perwakilan rakyat dipandang cukup kalau berlangsung bebas dan memenuhi ketentuan minimal yang bersifat prosedural tanpa mempertimbangkan perlunya nilai-nilai substantif demokrasi. Pemilu legislatif 2009 menjadi contoh telanjang bagaimana demokrasi seperti itu diwarnai money politics dalam bentuk praktik suap-menyuap, jual beli suara, dll. Dan pada saat yang sama etika politik, nilai-nilai integritas dan moralitas sama sekali tidak diperdulikan. Maka politik makin menjelma menjadi arena publik yang semata untuk berburu kekuasaan yang dapat ditempuh dengan segala cara. Adalah ironis bahwa dalam kehidupan demokrasi ini rakyat bukan hanya tidak memperoleh berkah dalam bentuk kemaslahatan umum yang menjadi tujuan politik bahkan posisinya pun semakin terpinggirkan dalam proses-proses pembuatan kebijakan negara. Manfaat praktis demokrasi belum dirasakan rakyat karena demokrasi yang dikembangkan tidak memiliki keberpihakan terhadap rakyat banyak dan jauh dari keadilan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah cq. instansi-instansi terkait mengambil langkah-langkah untuk melanjutkan proses pembaharuan politik (reformasi) bersama DPR dan DPD serta kekuatan-kekuatan politik real di tengah masyarakat untuk mengambil langkah-langkah: (1) mengkaji secara seksama pelaksanaan demokrasi (demokratisasi) dalam sepuluh tahun terakhir ini, (2) membangun konsensus nasional untuk institusionalisasi 128

nilai-nilai demokrasi yang universal dalam bentuk pelembagaan politik demokrasi yang sesuai dengan kultur, karakter dan dinamika masyarakat Indonesia, tidak menjiplak habis pelembagaan demokrasi sebagaimana di negeri-negeri Barat, (3) membuka kesempatan dan fasilitasi kekuatan-kekuatan masyarakat yang dapat menjadi pilar demokrasi yang dapat menegakkan dan menjaga etika dan moralitas politik semua komponen masyarakat politik dan penyelenggara negara. 2. Amandemen UUD 1945 telah melahirkan sistem dan struktur ketatanegaraan yang tidak lagi sederhana, banyak melahirkan lembaga tinggi negara dan menghilangkan lembaga tertinggi negara. Kini negara kita menganut sistem parlemen bikameral yang menyanding DPR sebagai perwakilan politik dengan DPD sebagai perwakilan daerah. Sementara di bidang yudikatif telah lahir Mahkamah Konstitusi di samping Mahkamah Agung yang menjadi induk sistem peradilan. Sampai sejauh ini MK dan MA berjalan efektif sesuai fungsinya masingmasing tanpa memunculkan ekses benturan kelembagaan yang berarti. Kemunculan dan keberadaan Komisi Yudisial patut didukung agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of pawer) atas nama penegakan hukum oleh para hakim baik di jajaran MA maupun MK serta terjadi proses checks and balances di dalamnya. Sementara itu, keberadaan DPD belum diperankan secara berarti dalam proses legislasi nasional sehingga cenderung menjadi lembaga tinggi negara yang idle, tidak terpakai, karena DPR yang sepenuhnya jadi kepanjangan tangan partai politik tidak memiliki political will untuk berbagai peran dalam menjalankan kekuasaan legislatif. Amanademen UUD 1945 juga telah menarik bandul kekuasaan negara di tangan DPR dan mengurangi kekuasaan eksekutif (presiden). Kekuasaan DPR menjadi sentral dalam penyelenggaraan negara, yang mambayangi hampir semua kewenangan presiden yang sebenarnya tidak sesuai dengan tekad untuk menganut dan menegakkan prinsip sistem presidential. Meskipun tersembunyi, tertumpuknya kekuasaan negara di tangan DPR ini berpotensi melahirkan pemerintahan yang kurang efektif dan menyuburkan politik dagang sapi baik dalam pembentukan kabinet maupun dalam proses perumusan kebijakan negara. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah tidak boleh tinggal diam dan segera mengambil inisiatif untuk membangun solusi bersama: (1) membentuk komisi independen 129

130 dengan melibatkan para ahli konstitusi dan berbagai keahlian yang diperlukan, sebagaimana yang pernah dilakukan sesuai rekomendasi amandemen yang terakhir dan diberi kewenangan yang lebih luas; di samping melakukan me-review dan mengevaluasi hasil amandemen, juga untuk mengkaji sistem dan struktur ketatanegaraan sesuai hasil amandemen tersebut serta merancang penyempurnaan UUD 1945 (berikut hasil amandemennya) dan menyusun desain sistem dan struktur ketatanegaraan yang sesuai dengan kebutuhan bangsa ini dan sistem demokrasi yang ingin kita bangun, (2) mulai menjajagi untuk kemungkinan membangun konsensus nasional dalam rangka penataan dan penyempurnaan sistem dan struktur ketatanegaraan yang terlebih dahulu dituangkan dalam UUD 1945. 3. Menjamurnya komisi-komisi atau badan-badan negara independen (auxialary state institution/agency) yang kini jumlahnya lebih-kurang mencapai 30 lembaga, seperti Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan sebagainya, menimbulkan pertanyaan bagi warga masyarakat. Belum lagi ada beberapa UU yang merekomendasikan pembentukan lembaga semacam itu namun belum diwujudkan karena berbagai alasan. Sebagian di antara lembaga-lembaga negara tersebut dapat berfungsi dengan baik, namun sebagian besar ditengarai kurang berjalan dengan baik karena berbagai alasan. Sebagian lembaga tersebut digagas sesuai kebutuhan karena bidangnya bersifat multi-sektoral sehingga tidak cukup hanya ditanganinya departemen atau instansi pemerintah yang sudah ada. Namun sebagian lainnya dibentuk sebagai reaksi dari tidak berfungsi optimalnya atau terjadinya deviasi-deviasi fungsi-fungsi lembaga-lembaga atau instansi-instansi pemerintah yang ada. Banyaknya komisi-komisi negara tersebut, bukan hanya memperbesar anggaran pengeluaran negara, juga menggambarkan adanya krisis kelembagaan karena banyak instansi-instansi penting di lingkungan pemerintahan yang tidak berfungsi dengan baik, tidak memiliki kredibilitas dan tidak memperoleh kepercayaan (poblic trust) masyarakat. Dengan kata lain di balik menjamurnya komisi-komisi negara itu juga sekaligus tergambarkan adanya kedaruratan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh karena itu, Muktamar mendesak pemerintah untuk menghentikan munculnya kembali komisi-komisi negara baru sekaligus memberikan batas waktu bagi komisi-komisi tertentu yang tugas dan fungsi pokoknya sudah dapat dikembalikan kepada instansi-instansi

sebagaimana mestinya dan memperkuat komisi-komisi tertentu yang memang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan nasional. 4. Jarak antara rakyat dengan partai/wakilnya di lembaga legislatif terputus sehingga praktik politik yang dilakukan oleh para wakil rakyat tidak lagi untuk kepentingan rakyat melainkan untuk kepentingan dirinya sendiri dan partai politiknya. Rakyat hanyalah dijadikan sebagai pendulang suara dalam setiap Pemilu. Di sisi lain, komitmen partai dan wakil rakyat untuk tetap melakukan kontrol/penyeimbang terhadap kebijakan pemerintah justru dipertanyakan karena partai dan wakil rakyat lebih memilih menjadi mitra pemerintah yang cenderung tidak kritis. Akibatnya wakil rakyat hanyalah menjadi kepanjangan tangan pemerintah yang berkuasa dan sulit melakukan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan. Di sisi lain, belakangan ini, peran civil society semakin lemah untuk melakukan kontrol/penyeimbang terhadap jalannya pemerintahan. Kelompok civil society tampaknya tidak mampu membaca arah perubahan politik nasional sehingga cenderung pasif dalam merespon kebijakan politik pemerintah. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar elemen-elemen politik semakin mendekatkan dirinya dengan kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi dan partai politiknya. Mereka hendaknya juga mengambil sikap kritis dalam menyikapi kebijkan politik pemerintah. Sejalan dengan hal ini, kelompok civil society hendaknya memperkuat posisinya sebagai kekuatan penyeimbang terhadap jalannya pemerintahan. B. Politik Internasional 1. Sejak dasawarsa lalu ada skenario besar untuk membangun persepsi bahwa Islam identik dengan terorisme. Persepsi ini dibangun atas dasar terjadinya peristiwa pengeboman WTC, 11 September 2001 yang dilakukan oleh kelompok Al-Qaedah. Dalam konteks Indonesia persepsi ini dibangun dengan adanya pelaku terorisme berasal dari pesantren, sehingga muncul tudingan miring bahwa pesantren adalah tempat suburnya terorisme. Dalam konteks ini, kelompok civil society, terutama ormas Islam sebenarnya sudah dilibatkan untuk ikut memecahkan persoalan dunia, tetapi pelibatan ini masih kurang secara optimal, terutama penanggulangan ormas Islam untuk memainkan peran kontributifnya dalam pencegahan dan penanggulangan terorisme. 131

Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar dilakukan upaya pelurusan persepsi global terhadap jihad yang disalahpahami sebagai terorisme. Pemerintah hendaknya juga melibatkan peran pemuka agama dalam penyelesaikan konflik, termasuk konflik-konflik yang berbasis agama. Upaya-upaya yang dilakukan oleh ormas-ormas Islam, seperti NU melalui International Conference of Islamic Scholars (ICIS), perlu mendapatkan dukungan lebih besar lagi dari pemerintah, agar peran yang dilakukan ormas-ormas itu bisa lebih maksimal. 2. Konflik yang terjadi di belahan dunia, terutama yang terjadi di Timur Tengah dan Asia Tenggara, meski berlatarbelakang pada kepentingan politik dan ekonomi, tetapi tidak lepas dari latarbelakang pada agama dan suku. Perang etnik dan agama terjadi karena campur tangan asing dan ketidakmampuan pemerintah dalam mengelola perbedaan etnik dan agama. Adanya kecenderungan pembiaran konflik di sejumlah negara yang minoritas muslim, seperti Thailand Selatan, Philipina Selatan, Mynmar, Oigur Singjan, dll. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah aktif terlibat dalam penyelesaian konflik terutama yang melibatkan umat Islam seperti konflik Palestina-Israel, konflik di Thailand Selatan dan konflik Filipina Selatan, dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam kesederajatan dan kesetaraan sekaligus menghilangkan ego-ego sejarah, ideologi, ekonomi, dan politik. Upaya-upaya yang telah dilakukan selama ini perlu ditingkatkan, termasuk menfasilitasi ormas-ormas keagamaan untuk melakukan mediasi tersebut sebagai bagian dari second track diplomacy. C. Hukum dan HAM 1. Terjadinya inkonsistensi penyelenggaraan negara dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia diakibatkan oleh banyaknya kepentingan politik yang bermain dalam setiap penyelesaian kasus HAM. Dalam kenyatatannya, pemerintah kurang mampu sepenuhnya melindungi korban pelanggaran HAM sehingga mengakibatkan terhambatnya rehabilatasi korban pelanggaran HAM. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah segera merehabilitasi hak-hak korban pelanggaran HAM termasuk 132

hak komunitas adat dalam ekplorasi sumber daya alam, korban lumpur Lapindo, korban kejahatan HAM masa lalu dan korban sengketa tanah dan agraria. 2. Carut marut sistem penegakan hukum dan peradilan di Indonesia semakin jelas dengan banyaknya praktik mafia peradilan. Mafia ini adalah jaringan kerjasama dalam memperdagangkan perkara hukum antara oknum aparat penegak hukum dan pihak di luar peradilan, yang sebenarnya sudah menjadi persoalan hukum sejak sekitar 30 tahun yang lalu. Berkat jasa mereka tidak sedikit pelanggar hukum yang justru terbebas dari jeratan hukum, sedangkan rakyat kecil yang melakukan pelanggaran kecil saja dijebloskan ke dalam penjara. Ketidakadilan dalam penegakan hukum terjadi karena moralitas aparat penegak hukum yang mudah goyah oleh praktik suap. Jika dibiarkan terus praktik mafia peradilan ini di satu sisi makin mengikis kepercayaan masyarakat dan di sisi lain akan semakin menghancurkan kredibilitas dan kewibawaan lembaga peradilan. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar pemerintah mengerahkan segala daya upaya untuk memberantas mafia peradilan dan budaya korup di kalangan aparat penegak hukum yang selama ini memperlemah penegakan hukum di negeri ini. Sejalan dengan hal ini, Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum hendaknya tidak hanya diberi wewenang ad hoc tetapi harus menjalankan tugasnya secara sistemik. 3. Masih lemahnya birokrasi dan hukum serta besarnya orientasi kekuasaan pada pihak-pihak yang sedang memegang kekuasaan, baik lingkungan eksekutif, legislatif maupun yudikatif, di negeri ini memberi celah terhadap praktik korupsi. Sementara itu, tidak tegasnya aparat penegakkan hukum dalam menjerat pelaku korupsi semakin memberi angin segar kepada para koruptor. Oleh karena itu, Muktamar merekomendasikan agar negara memperkuat sistem kelembagaan dan kewenangan penanganan korupsi secara mandiri tetapi tetap kordinatif, seperti kemandirian KPK dan pengadilan tipikor, kejaksaan dan kehakiman, sehingga mereka bisa independent dari kekuasaan. 133

V. PENUTUP Demikianlah rekomendasi ini disusun agar dapat menjadi pertimbangan bagi pengambilan kebijakan dan program-program pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), lembaga-lembaga yidikatif, organisasi-organisai politik dan kemasyarakatan, termasuk Nahdlatul Ulama (NU). Makssar, 26 Maret 2010 TIM PERUMUS KOMISI REKOMENDASI MUKTAMAR XXXII NU Ketua Sekretaris : Prof. Dr. Masykuri Abdillah : Ahmad Baso Anggota Tim Perumus : 1. KH. Agoes Ali Masyhuri 2. Prof. Dr. Maksum 3. Drs. Ki Agos Zainal Mubarok, M.Si 4. Drs. Mabroer, M.si 5. Drs. Mukhlas Syarkun 134

BERITA ACARA PEMILIHAN PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA MASA KHIDMAT 2010-2015 Pada hari ini, Sabtu tanggal 27 Maret 2010 bertempat di Asrama Haji Sudiang Makassar, Sulawesi Selatan, telah dilaksanakan Sidang Pleno Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama dengan agenda acara Pemilihan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khdmat 2010-2015 sebagal berikut : 1. Pemilihan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang dimaksud adalah Pemilihan Rais Aam dan dilanjutkan dengan Pemilihan Ketua Umum dan Pemilihan Anggota Mede Formatur. 2. Pemilihan Rais Aam dan Pemilihan Ketua Umum menggunakan dua tahap, yakni tahap pencalonan dan tahap pemilihan. Sedangkan Pemilihan Anggota Mede Formatur dilakukan secara aklamasi berdasarkan zona wilayah. 3. Tahap Pemilihan Rais Aam dengan hasil sebagai berikut : a. Jumlah suara pada pada tahap pencalonan adalah 500 suara dan menghasilkan 14 nama, 2 suara tidak sah dan dua suara abstain, dengan rindansebagaiberikut: 1) KH. DR. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh 272 suara 2) KH. DR. Ahmad Hasyim Muzadi 180 suara 3) KH. Maimun Zubaer 29 suara 4) Habib Luthfi Yahya 4 suara 5) Abdullah Mukhtar 2 suara 6) KH. DR. Ma ruf Amin 2 suara 7) KH. Maimun Zuhri 1 suara 8) KH. Maimun Iskandar 1 suara 9) KH. Ma mun Zubair 1 suara 10) KH. Muhammad Antijil 1 suara 11) Buya Sidiq 1 suara 12) KH. Said Aqil Siraj 1 suara 13) KH. Solahuddin Wahid 1 suara 14) KH. Mustofa Bisri 1 suara 15) Tidak sah 2 suara 16) Abstain 1 suara 135

b. Berdasarkan tahap pencalonan tersebut, maka terdapat dua nama yang memenuhi syarat minimal 99 suara dukungan, yakni KH. DR. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh dengan 272 suara dan KH. DR. Ahmad Hasyim Muzadi dengan 180 suara. c. Sesuai Tata Tertib, untuk keabsahan sebagai calon Rais Aam sesorang harus menyatakan kesediaannya. Dalam hal ini, KH. DR. Ahmad Hasyim Muzadi menyatakan tidak bersedia dicalonkan sebagai Rais Aam. Dengan demikian, maka hanya terdapat satu nama calon yang memenuhi syarat, yakni KH. DR. Muhamad Ahmad Sahal Mahfudh yang secara otomatis ditetapkan terpilih secara aklamasi sebagai Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2010-2015. 4. Tahap Pemilihan Ketum dengan hasil sebagai berikut : a. Jumlah suara pada tahap pencalonan adalah 503 suara dan menghasilkan 10 nama, dengan rincian sebagai berikut 1) DR. KH. Said Aqil Siraj 178 suara 2) Drs. H. Slamet Effendi Yusuf 158 suara 3) Ir. H. Solahuddin Wahid 83 suara 4) Drs. H. Ahmad Bagja 34 suara 5) Drs. H. Ulil Absor Abdallah 22 suara 6) Prof. DR. KH. All Mashan Musa 8 suara 7) DR. H. Abdul Azis Ahmad 7 suara 8) Drs. KH. Masdar Farid Mas udi, MA 6 suara 9) DR. KH. Ahmad Hasyim Muzadi 2 suara 10)KH. Mutawakkil Alalloh 1 suara b. Berdasarkan tahap pencalonan tersebut, maka terdapat dua nama yang memenuhi syarat minimal 99 suara dukungan, yakni DR. KH. Said Aqil Siraj dengan 178 suara dan Drs. H. Siamet Effendi Yusuf, MSi dengan 158 suara. c. Sesuai Tata Tertib, untuk keabsahan sebagai calon Ketua Umum sesorang harus menyatakan kesediaannya. Dalam hal ini, dua nama, DR. KH. Said Aqil Siraj dan Drs. H. Siamet Effendi Yusuf, MSi menyatakan bersedia dicalonkan sebagai Ketua Umum. Dengan demikian, Sidang Pleno 136

dilanjutkan dengan tahap Pemilihan d. Jumlah suara pemilih pada Tahap Pemilihan adalah 496 dengan hasil sebagai berikut : 1. DR. KH. Said Aqil Siraj 294 suara 2. Drs. H. Slamet Effendi Yusuf, MSi 201 suara 3. Tidak sah 1 suara e. Berdasarkan proses pemilihan tersebut, maka DR. KH. Said Aqil Siraj, MA ditetapkan sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khldmat 2010-2015. 5. Pemilihan Anggota Mede Formatur yang bertugas bersama Rais Aam dan Ketua Umum terpilih untuk melengkapi Kepengurusan PBNU dilakukan secara aklamasi dan hasilnya adalah terpilih 6 (enam) nama sebagai berikut : a. KH. Miftahul Ahyar (Rais Syuriyah PWNU Jawa Timur) b. Drs. H. Halil Domu, MSi (Ketua PWNU Sulawesi Selatan) c. Drs. HM. Syarbani Haira, MSi (Ketua PWNU Kalimantan Selatan) d. Drs. H. Qomari, SPdi (Wakil Ketua PWNU Papua) e. Prof. DR. H. Maidir Harun Dt. Sinaro (Ketua PWNU Sumatera Barat) f. Drs. H. Abdul Kadir Makarim (Ketua PWNU Nusa Tenggara Timur) Demikian Berita Acara ini dibuat sesuai kenyataan yang sebenar-benarnya dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Makassar, 27 Maret 2009 Pimpinan Sidang Pleno Pemilihan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2010-2015 Drs. H. M. Zein Irwanto S (Ketua) Drs. H. Abdurrahman, M.Ag (Wakil Ketua) Drs. H. Abdul Kadir Husein, MPdi (Wakil Ketua) H. Makmur Masyhar (Sekretaris) 137

Suasana penghitungan suara pemilihan ketua umm PBNU periode 2010-2015 di Makassar 138

LAMPIRAN SK PBNU Nomor 351/A.II.03.d/1/2009 Tanggal 26 Muharram 1430 H/23 Januari 2009 SUSUNAN PANITIA PENYELENGGARA MUKTAMAR XXXII NAHDLATUL ULAMA 139

Penasihat Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara Komisi-komisi: LAMPIRAN SK PBNU Nomor 351/A.II.03.d/1/2009 Tanggal 26 Muharram 1430 H/23 Januari 2009 SUSUNAN PANITIA PENYELENGGARA MUKTAMAR XXXII NAHDLATUL ULAMA : DR.K.H.M.A. Sahal Mahfudh Prof. DR.K.H.Moh. Tholhah Hasan DR. KH.A.Hasyim Muzadi : Drs. KH. A. Hafizh Utsman : Prof. Dr. K.H.Sa id Aqil Siraj, MA : Prof. DR. K.H. Artani Hasbi : Prof. Dr. K.H. Abd. Mu iz Kabri : Drs. H. Taufiq R. Abdullah : Drs. H. Masrur Ainun Najih : Drs. H. Anas Thahir, MBA : Drs. H. Syaiful Bachri Anshori : KH Achmad Sadid Jauhari : H. Asmui Suhaimi, SE, MBA : Ir. H. M. Iqbal Sulam A. Komisi Bahtsul Masail Diniyah Waqi iyyah Ketua : KH Drs. Saifuddin Amsir B. Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudlu iyyah Ketua : Dr. KH. Muhammad Masyhuri Na im, MA C. Komisi Bahtsul Masail Diniyah Qanuniyyah Ketua : Prof. Dr. K.H. M. Ridwan Lubis D. Komisi Organisasi Ketua : Drs. K.H. Masdar Farid Mas udi, MA E. Komisi Program Ketua : Drs. H. Abbas Abd. Mu in, MA F. Komisi Rekomendasi Ketua : Prof. Dr. H. Masykuri Abdillah DR.K.H.M.A. Sahal Mahfudh Rais Aam DR. KH. A. Hasyim Muzadi Ketua Umum Prof. DR. H. Nasaruddin Umar, MA Katim Aam Dr. H. Endang Turmudi, MA Sekretaris Jenderal 140

Lampiran Surat Keputusan Panitia Nasional Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama Nomor: 01/Muktamar NU-32/3/2009 Tentang Susunan Komisi-Komisi dan Seksi-Seksi Panitia Nasional Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama 141

A. KOMISI-KOMISI : Lampiran Surat Keputusan Panitia Nasional Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama Nomor: 01/Muktamar NU-32/3/2009 Tentang Susunan Komisi-Komisi dan Seksi-Seksi Panitia Nasional Muktamar ke-32 Nahdlatul Ulama 1. Komisi Bahtsul Masail Diniyah Waqi iyah : Ketua : KH. Drs. Sarruddin Amsrr Sekretaris : HM. Cholil Nafis, MA. Anggota : KH. Prof. Dr. Chotibul Umam KH. Drs. Hasyim Abbas, MA KH. Drs. Adib Rofiuddin KH. Drs. Aziz Masyhuri KH. Zaki Anwar 2. Komisi Bahtsul Masail Diniyah Maudlu iyah : Ketua : KH. Dr. Mohammad Masyhuri Naim Sekretaris : KH. Drs. Arwani Faisal Anggota : KH. Makruf Amin KH. Dr. Maghfur Utsman KH. Dr. Malik Madani, MA. KH Afifuddin Muhajir Prof. Dr. H. Fatchurrahman Rauf 3. Komisi BahtsuI Masail Diniyah Qonuniyah : Ketua : KH Prof. Dr. M. Ridwan lubis Sekretaris : Drs. Zubaidi, MA. Anggota : H. FajruI Falakh, SH., MA. Dr. H. Wahiduddin Adam, SH Drs. H. Slamet Effendi Yusuf, MSi. KH. Drs. Syafruddin MA Dr. H. Syahrizal Syarif, MPh. Drs. H. Saifullah Maksum Drs. H. Helmi Muhammadiyyah 4. Komisi Organisasi : Ketua : KH. Drs. Masdar Farid Mas udi, MA. 142

Sekretaris Anggota 5. Komisi Program Ketua Sekretaris Anggota : Drs. Malik Haromain, MSi. : Drs. H. Ahmad Bagdja Dr. H. AndI Jamaro Dulung. Drs. H. Muhyiddin Arubusman. Dra. Hj. Chofifah Indarparawaansa, MSi Drs. H. Muhsin lbnu Juhan, MA. Drs. Hj. Maria Ulfah Anshor, MA. Miftah Fakih, MA Drs. Muhtadin : KH Abbas Abdul Muin, MA : Ir. H. Avianto Muhtadi : Ir. H. Mustafa Zuhad Mughni Drs. Otong Abdunahman Drs. H. Muchtar Hadyu Dra Hj. Marhamah Mujib Dra. Hj. Azizah Azis, MSi Dr. H. Syamsul Ma arif, MA Drs. H. Suwadi D. Pranoto 6. Komisi Rekomendasi Ketua : Prof. Dr. Masykuri Abdillah Drs. Hamami Zada Drs. H. Andi Muarly Sunrawa Drs. Enceng Shobirin Najmuddin Drs. H. Endin AJ Soefihara, MM Drs. Nasihin Hasan Drs. Ahmad Baso Drs. H. Aceng Abdul Aziz., MA. B. SEKSI-SEKSI : 1. Persidangan Ketua Anggota : H. Junaedi Ali, SH : Drs. Mabrur, MSi. Drs. Agus Kusnara Syam Drs. Machrus Mahfudz 143

Drs.Harianto Oghie Drs. Rusdin M. Nur Drs. Sulthonul Huda Drs. Idi Muzayyad Dra. Alfiah 2. Acara Ketua Anggota 3. Kesekretariatan Ketua Anggota 4. Perlengkapan Ketua Anggota : Drs. H. Arvin Hakim Toha : Dr. Arif Zamhari H.M. Mardini Rrs. H. Choirul Huda Basyir, Lc Umy Khusnul Khotimah Dra. Wafa Patria Umma Drs. Miftahul Huda Mahzum, MSi Muchlas Sarkhun, MA. Nirsyam Makarau, SH : Imam Pituduh,SH.MH : H. Moh. Hayat Ardiyan Novanto Dra.Margareth Aliyatul Mimunah, Msi Dedi Aril Sandi Drs. Sarmidi Mahbub Maafi Ramdhan Agus Salim Thoyib Drs. Rizal Syarifuddin Drs. Imam Syafii Staf Sekretariat PBNU : Ir. Syamsuddin Rentua : Drs. M. Kahfi Puji Atmojo Asep Ismail Fahmi Drs. Jahid Lukman Drs. Imam Buchori 5. Akomodasi dan Konsumsi Ketua : Usman Sadikin 144

Anggota : Arief Rohman, SIP, Msi H. Iis Abdul Haris, SH, M.Hum Drs. M. Mas ud Rendro Tjahjono Nani Suwarni Akhyar 6. Transportasi Ketua Anggota Ketua : Drs. Saryono Jahidi Anggota : Drs. Musri Muali Drs. Mahmud Fachrurozi Jauti Sibarani 7. Kesehatan Ketua Anggota : Dr. Bina Suhendra : dr. Wan Nedra Qomaruddin Dr. Mustafid 8. Keamanan Ketua Anggota Ketua : Drs. H. Fuad Anwar Anggota : Drs. H. Tatang Hidayat Drs. Fathurrahman 9. Pameran, Bazar dan Kesenian Ketua : Drs H. Sastro Ngatawi Anggota : Drs. Suraji Dra. Nena Muzaenah M. Dienaldo Drs. Mukhlas Anshori, MSi Drs. Ahmad Said Dra. Syahraeni 10. PubIikasi dan Pelayanan Media Ketua : Drs. Abdul Mun im DZ Anggota : Drs. H. Syukur Sabang Drs. Zis Mujahid, MSi Drs. Ahmad Mukafi Niam Drs. Syamsul Huda Nurlaila Hazami 145

13. Dokumentasi dan Pelaporan Ketua : Ir. H. Ifan Haryanto, MA. Anggota : Syatiri Ahmad Dra. Nunuk Murntazah Puji Utomo Rahmat Faisol, SH. MH. Iadil Izzah PANITIA NASIONAL KE-32 NAHDLATUL ULAMA KH Drs. Hafidz Utsman Ketua Drs. H. Taufiq R. Abdullah Sekretaris 146

SUSUNAN PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA (PBNU) PERIODE 2010-2015 147

SUSUNAN PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA (PBNU) PERIODE 2010-2015 MUSTASYAR Prof. KH. Ali Yafi Prof. Dr. KH. M. Tholchah Hasan KH. Abdul Muchit Muzadi KH. Maemun Zubair KH. Ma ruf Amin Prof. Drs. KH. Chotibul Umam KH. Ahmad Idris Marzuki KH. Endin Fakhrudin Masturo Drs. KH. Hafidz Utsman Dr. KH. Maghfur Usman Prof. Dr. KH. Abdul Muiz Kabri Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA Prof. Dr. HM. Ridwan Lubis KH. Chotib Umar KH. Dimyati Rois TG KH. M. Turmudzi Badruddin Dr. H.M. Jusuf Kalla KH. Sya roni Ahmadi KH. Abdurrahim Mustafa KH. Warsun Munawwir KH. Mahfudz Ridlwan Dr. -Ing. H. Fauzi Bowo KH. Ahmad Syatibi Syarwani KH. Hasbullah Badawi KH. Hamdan Kholid KH. Abdurrahman Latukaw Prof. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA 148

PENGURUS HARIAN SYURIYAH Rais Aam : Dr. KH. M.A. Sahal Mahfudh Wakil : Dr. KH A. Musthofa Bisri Rais : Habib Luthfi bin Hasyim bin Yahya Rais : KH AGH Sanusi Baco Rais : Dr. KH Hasyim Muzadi Rais : KH Masduqi Mahfudh Rais : KH Masdar Farid Mas udi, MA Rais : KH Mas Subadar Rais : Prof. Dr. Machasin, MA. Rais : Prof. Dr. KH Ali Musthofa Yaqub Rais : Prof. Dr. H Artani Hasbi Rais : KH Ibnu Ubaidillah Syatori Rais : KH Saifuddin Amtsir, MA Rais : KH Adib Rofiuddin Izza Rais : KH Ahmad Ishomuddin M.Ag. Katib Aam Katib Katib Katib Katib Katib Katib Katib : Dr. KH. Malik Madani : KH Drs. Ichwan Syam : KH Musthofa Aqil : KH Kafabihi Mahrus Ali : KH Yahya Staquf Cholil : Drs. KH Shalahuddin al-ayyubi, M.Si : KH Afifuddin Muhajir : KH Mujib Qolyubi M.Hum. A WAN Ir. H. Shalahuddin Wahid KH. Nurul Huda Jazuli KH. Abun Bunyamin H. Bagindo M. Letter Drs. H. Ahmad Bagdja Dr. H. Endang Turmudi, MA KH. Muadz Thahir Dr. Habib Abdul Qadir Al-Habsyi 149

Drs. H. Farid Wadjdy KH. Eep Nuruddin M.PdI KH. Muhktar Royani Drs. H. Asnawi Latif Drs. H. Cholid Mawardi H. Abdullah Syarwani, SH Drs. KH. Nuruddin Abdurrahman, SH Dr. H. Tony Wanggay Nyai Dra. Sinta Nuriyah, M.Hum Nyai Dra. Mahfudzoh Ali Ubaid Prof. Dr. Hj. Chuzaimah Tahido Yanggo Dr. Hj. Faizah Sibromalisi, MA KH. Ahmad Sadid Jauhari Dr. KH. Ambrani Hamidy PENGURUS HARIAN TANFIDZIYAH Ketua Umum Wakil Ketua Umum Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Ketua Sekretaris Jenderal Sekretaris : Dr. KH. Said Aqil Siroj, MA. : Drs. H. As ad Said Ali : Drs. H. Slamet Effendy Yusuf. M.Si. : KH. Hasyim Wahid Hasyim : HM. Abbas Abdul Mu in, MA : Dr. H. Muh. Salim Al-Jufri : Prof. Dr. H. Maksum Mahfudz : Prof. Dr. H. Maidir Harun : Drs. H. Saifullah Yusuf : Drs. M. Imam Aziz : Drs. H. Hilmi Muhammadiyah, MSi. : Drs. H. Abd. Rahman, M.Ag. : Drs. H. Arvin Hakim Thoha : Ir. HM. Iqbal Sullam : Prof. Dr. Kacung Marijan : H. Dedi Wahidi, S.Pd, M.Si. : Dr. KH. Marsudi Syuhud : Drs. H. Enceng Sobirin Nadj 150

Sekretaris Sekretaris Sekretaris Sekretaris Sekretaris Sekretaris Bendahara Umum Bendahara Bendahara Bendahara Bendahara : Drs. H. Abdul Mun im DZ : Dr. H. Aji Hermawan : Dr. H. Affandi Muchtar : dr. H. Syahrizal Syarif, MPH., Ph.D : Dr. H. Hanief Saha Ghafur : M. Imdadun Rahmat, M.Si. : Dr.-Ing. H. Bina Suhendra : Dr. H. Abidin, HH : H. Nasirul Falah Amru, SE., MM. : H. Raja Sapta Ervian, SH. M.Hum : H. Hamid Wahid Zaini, M.Ag 151

LAMPIRAN PENGURUS LEMBAGA DAN LAJNAH PBNU PERIODE 2010-2015 152

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT RABITHAH MA AHID ISLAMIYYAH (RMI) Masa Khidmat 2010-2015 153

SUSUNAN PENGURUS PUSAT RABITHAH MA AHID ISLAMIYYAH (RMI) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Dr. H. Amin Haidari : Drs. KH. Humam Suyuti, M.Ag. : Dr. H. Agus Zainal Arifin : KH. Yusuf Hudlori : KH. Syarif Muhammad : KH. Fakhrur Rozi : Dr. H. Abdul Adzim : Drs. Miftah Faqih, MA : H. Abdullah Mas ud : Taufiqurrahman Yasin, Lc : Hadi Hadiyatullah, SQ : Drs. Masrur Ainun Najih : Solakhul Am Wahib Wahab : H. Syafii Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 154

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA KEMASLAHATAN KELUARGA NAHDLATUL ULAMA (LKK NU) Masa Khidmat 2010-2015 155

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA KEMASLAHATAN KELUARGA NAHDLATUL ULAMA (LKK NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekertaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Dr. Arif Mudatsir Mandan, MA : Drs. Otong Abdurrahman : Ir. Rusdin M. Nur : Nunuk Mumtazah : Usman Sadikin : Drs. M. Andi Ilham : Muis Ali Murtadlo : Muhammad Ashadi : Umi Wahyuni : Syamsudin Rentua : Marda Astuti : Muhammad Jauti Sibarani Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 156

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA PENDIDIKAN MA ARIF NAHDLATUL ULAMA Masa Khidmat 2010-2015 157

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA PENDIDIKAN MA ARIF NAHDLATUL ULAMA Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Prof. Dr. Mansur Ramli : Prof. Dr. Soegiono : Prof. Dr. Ahmad Mujahidin : Drs. Muhsin Ibnu Juhan, M.Si : H. Abdul Ghofarrozin, M.Ed : Drs. H. Masduqi Baidlowi : Dr. Sri Mulyati : Dr. -Ing. Son Kuswadi : H. Komari, S.Pd.I : Dr. H. Mamat S. Burhanuddin, MA. : Syarifuddin, S.Ag : Dr. Najib Affandy : Drs. Endang Sobirin : Drs. Abdullah Hanif : Moh. Zamzami, Msi : Dr. Muslih Ramlan : H. Ivan Haryanto, S. Hut, MIB : Dr. H. Yulianto Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 158

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA PENGEMBANGAN PERTANIAN NAHDLATUL ULAMA (LPP NU) Masa Khidmat 2010-2015 159

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA PENGEMBANGAN PERTANIAN NAHDLATUL ULAMA (LPP NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Prof. Dr. Ahmad Dimyati : Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar, M.Sc : Dr. Tjuk Eko Hari Basuki, M.Sc : Drs. Samadikun : Ir. Sadar Subagyo : Ir. Fuad : Ir. Supriatno : Dr. Arif Rahman Rusydi : Alex Isfah Abidal Aziz : Imam Pituduh, SH, MH : Muhtar Hadyu : Ir. Fatah Yasin : Ir. Syahrizal Ahmad : Rahmat Faisol, SH, MH : Mujibur Rahman : Drs. H. Nusron Wahid : Arum Sabil : Jazim Asyari Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 160

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA PEREKONOMIAN NAHDLATUL ULAMA (LP NU) Masa Khidmat 2010-2015 161

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA PEREKONOMIAN NAHDLATUL ULAMA (LP NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Drs. H. Muhyiddin Arubusman : H. Fahmi Harsandono Matori, SE : Aryo Wijanarko : Ir. Zabadi : Ir. H. Abdul Kholiq, MM : Ir. H. Edwin Haris Nasution : Abdul Hamid Rahayaan : Drs. H. Mustholihin Madjid : Dr. Ir. Muhammad Musyaffak Fauzi SH, CN, M.Si : Ir. Moh. Suaidi : Ana Mu awanah : Ir. H. Dlohir Farisi : Erwin Aksa Mahmud : Amar Makruf : H. Ahmad Sulhan Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 162

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA DAKWAH NAHDLATUL ULAMA (LD NU) Masa Khidmat 2010-2015 163

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA DAKWAH NAHDLATUL ULAMA (LD NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretrais Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Dr. KH. Zaki Mubarok : KH. Zaki Anwar : KH. Agus Salim : Dr. Syamsul Ma arif : KH. Ibrahim Karim : KH. Yazid Romli : Drs. Nurul Yaqin : Syaifullah Amin : Dr. H. Fuad Thohari : Drs. H. Masrukhin : Sa dullah Affandi, MA : Drs. H. Harun Abdullah : H. Junaidi : Bukhori Muslim Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 164

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA TA MIR MASJID NAHDLATUL ULAMA (LTM NU) Masa Khidmat 2010-2015 165

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA TA MIR MASJID NAHDLATUL ULAMA (LTM NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : KH. Abdul Manan A. Ghani : H. Mansyur Syairozi, SE : Khoirul Huda Basyir, Lc : Muhlas Syarkun, MA. : KH. Ahmad Fathoni : Ibnu Hazen : Nur Ahmad Satria : Syamsul Huda : Jalaluddin F. Hasyim : Ir. Hari Yudiarto : H. Maman Abdurrahman, MM : Iis Mazhuri, SE, Ak, M.Si Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 166

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LAJNAH TA LIF WAN NASYR NAHDLATUL ULAMA (LTN NU) Masa Khidmat 2010-2015 167

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA TA LIF WAN NASYR NAHDLATUL ULAMA (LTN NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : H. M. Sulton Fatoni, M.Si : Makruf Asrori : Adnan Anwar, : Drs. Zaini Rahman : A. Khoirul Anam : Anis Ilahi : Ulil Hadrawi, M.Si : H. Makhrus Ali, S.Hum : Agus Susanto : Ali Zawawi, SQ : Muhammad S.Pd : Ir. Asmu i : Dawam Sukardi Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 168

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA NAHDLATUL ULAMA (LAKPESDAM NU) Masa Khidmat 2010-2015 169

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA KAJIAN DAN PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA NAHDLATUL ULAMA (LAKPESDAM NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Yahya Maksum : Marzuki Wahid, MA : Felix Wanggay : Ahmad Baso : Muntajid Billah : Prof. Dr. Mas ud Said : Drs. Ahmad Suaedi, MA : Lilis Nurul Husna : Hamami Zada, MA. : Toni Pangcu : Ahmad Miftah : Eko Agus Priono : Munif Attamimi Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 170

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA (LK NU) Masa Khidmat 2010-2015 171

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA KESEHATAN NAHDLATUL ULAMA (LK NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Dr. dr. Imam Rasyidi, Sp.OG (k) OnK : dr. Hj. Wan Nedra Kommaruddin, Sp.A : dr. Amir Fauzi, MARS : dr. HM. Zulfikar As ad, MMR : dr. H. Sibro Malisy : dr. Citra Fitri Agustina : Drs. H. Hisyam Said Budairi, MSc : Dra. Anggia Ermarini, MPd : dr. Andi Alfian Zainuddin, MPh : dr. Hanibal Hamidi : Dra. Fadilah Ahmad, MA : dr. Mustafid Dahlan : Drs. Altofurrahman : dr. H. Makki Zamzami : drg. Hj. Fauziah Dahlan, MPh Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 172

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA AMIL ZAKAT NAHDLATUL ULAMA (LAZ NU) Masa Khidmat 2010-2015 173

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA AMIL ZAKAT NAHDLATUL ULAMA (LAZ NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil bendahara : KH. Masyhuri Malik : Drs. Fathan Subchi : KH. Imam Yahya Abd. Malik : Muharrom, Lc : Muhammad Zuhdi, MA : M. Sodiq Nur : Drs. H. Amir Makruf, MA : Drs. Joko Krismiyanto, MM : Agus Salim Thoyib : Drs. Gunawan : Dra. Nurmilla Hayat. Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 174

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA WAQAF DAN PERTANAHAN NAHDLATUL ULAMA (LWP NU) Masa Khidmat 2010-2015 175

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA WAQAF DAN PERTANAHAN NAHDLATUL ULAMA (LWP NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Ahmad Fayumi, MA : Munyati Sullam, MN, SH, MA. : Mohammad Tohir, SQ : H. Hayyin Muhdlor, Lc. : H. Faza Wirda : H. Iis Abdul Haris : Muhammad Arwani MA : Dipo Nusantara, SH : Yanuar Bagdja : Muhammad Luthfi : Agus Setiawan Ak., MH Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 176

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA BAHTSUL MASA IL NAHDLATUL ULAMA (LBM NU) Masa Khidmat 2010-2015 177

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA BAHTSUL MASA IL NAHDLATUL ULAMA (LBM NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara Ditetapkan di Pada Tanggal : KH. Zulfa Musthofa : KH. Arwani Faishal : Dr. KH. Yasin Asmuni : Drs. H. Hasanuddin Imam, M.A. : Drs. Najib Hasan : H. Cholil Nafis, Lc, MA : KH. Drs. Miftahul Falah : Dr. Dedi Wahyuddin : Muhammad Harfin Zuhdi, M.A. : KH. Drs. Fathoni Muhyi : Nasrullah Jasam, MA : H. Ali Mubarok, SE, MBA. : H. Ahmad Fathir Hambali, M.A. : H. Imam Maliki : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 178

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA BANTUAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA (LBH NU) Masa Khidmat 2010-2015 179

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA BANTUAN HUKUM NAHDLATUL ULAMA (LBH NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara : H. Andi Najmi Fu ady, SH : Abu Bakar Matdoan, SH : H. Imam Anshory Sholeh, SH : Fadhlan Syah Lubis, SH : Robikin Emhas, SH : Imam Sukri, SH MH : Rofiqul Umam, SH, MH : Ahmad Rifai, SH : Syahrul Arubusman, SH : Furqoni, SH. : Zainul Mujahidin Syaichu : Muhajirin Tohir Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 180

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LAJNAH FALAKIYAH NAHDLATUL ULAMA (LF NU) Masa Khidmat 2010-2015 181

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LAJNAH FALAKIYAH NAHDLATUL ULAMA (LF NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara : KH. A. Ghozalie Masroeri : KH. Sirril Wafa, MA : KH. Muhyiddin Khozin, MA : KH. Salam Nawawi, MA : KH. Slamet Hambali, MA : KH. Imron Ismail : Hendro Setyanto, M.Si : Nahari Muslih, SH : Drs. Mahrus Mahfudz : Ahmad Qorob, S.Pd : Moh. Soleh, S.Ag. Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 182

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA SENIMAN BUDAYAWAN MUSLIMIN INDONESIA (LESBUMI) Masa Khidmat 2010-2015 183

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA SENIMAN BUDAYAWAN MUSLIMIN INDONESIA (LESBUMI) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Dr. Al-Zastrow Ngatawi : Alex Komang : Agus Sunyoto : M. Jadul Maula : Asep Zam Zam Nur : Inayah Wulandari : Habiburrahman Syairozi : Ki Entus Suswono : Ir. Suwadi D. Pranoto : H. Diyen Hasanuddin : Dienaldo : Baihaqi Saifuddin : Ray Sahetapi : Hesti Prabowo Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 184

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LAJNAH PENDIDIKAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA (LPT NU) Masa Khidmat 2010-2015 185

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LAJNAH PENDIDIKAN TINGGI NAHDLATUL ULAMA (LPT NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara Ditetapkan di Pada Tanggal DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum : Dr. H. Noor Achmad, MA : Drs. Didin Wahidin, M.Pd : Drs. Arwani Amin, MA : Drs. Muntaha Azhari, MA : Dr. Masykuri Bakri, MA : Drs. H. Afif Hasbullah, MA : Dr. Ir. Hj. Majdah M. Zain, M.Si : Dr. Syaerozi, MA : Prof. Dr. Mahmuhtarom, SH, MH : Drs. H. Mustaqim, MA : Dr. Ainurrofiq Dawam, MA : Drs. H. Aceng Abdul Aziz, M.Pd : Dr. Muhammad Zain : Drs. Sukawi, MA : Husen Saiful Insan, M.MPd : Dr. H.Mudzakir Ali, MA : Dra. Ida Nur Qosim, M.Ag : Drs. Nurul Huda, M.Ag : Akhmad Nurulhuda, S.Pd.I : Edi Kusnadi : Drs. Gatot Yusuf Effendi, MM : Siti Rozinah, S. Sos : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 186

LAMPIRAN SK PBNU Nomor: /A.II.04/6/2010 SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM NAHDLATUL ULAMA (LPBI NU) Masa Khidmat 2010-2015 187

SUSUNAN PENGURUS PUSAT LEMBAGA PENANGGULANGAN BENCANA DAN PERUBAHAN IKLIM NAHDLATUL ULAMA (LPBI NU) Masa Khidmat 2010-2015 Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Wakil Sekretaris Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara Wakil Bendahara : Ir. Avianto Muhtadi, MM : DR. H. Abdul Latif Bustomi : Arif Zamhari, Ph.D : Abdul Jamil Wahab, S.Ag, Msi : Dr. Affan Hermawan : Drs. M. Bashori, M.Si : Drs. Sultonul Huda, M.Si : Dra. Yayah Ruchyati : Drs. Syamsul Hadi, MSi : Laily Nurfarida, SAg, MPd : Bishri Adib Hattani, SS : M. Ali Yusuf, SAg, Msi : M. Ridwan Tayieb, Spd : Dra. Fitria Ariyani : Berry Jatimaihantoro, SH Ditetapkan di Pada Tanggal : Jakarta : 18 Rabiul Akhir 1431 H 1 Juni 2010 M DR. KH. M. A. Sahal Mahfudh Rais Aam DR. KH. Said Aqil Siroj, MA Ketua Umum Dr. H. Malik Madaniy, MA Katib Aam Ir. HM. Iqbal Sullam Sekretaris Jenderal 188

Pelantikan dan Ta aruf Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2010-2015 189

Hasil-Hasil Keputusan Muktamar XXXII Nahdlatul Ulama MASAIL DINIYAH Makassar 22-28 Maret / 6-12 Rabiuts Tsani 190

BAHTSUL MASA IL DINIYYAH WAQIIYAH 191

KEPUTUSAN MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA NOMOR : V/MNU-32/III/2010 TENTANG BAHTSUL MASA IL DINIYYAH WAQIIYAH NAHDLATUL ULAMA بسم اهلل الرحمن الرحيم MUKTAMAR Ke-32 NAHDLATUL ULAMA Menimbang : Mengingat: a. Bahwa menjadi tugas Muktamar sebagai instansi tertinggi dalam organisasi Nahdlatul Ulama untuk membahas masalah-masalah yang berkembang di masyarakat dari sudut pandang ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah menurut salah satu madzhab empat agar dapat menjadi pedoman dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kesejahteraan umat; b. Bahwa Nahdlatul Ulama sebagai Perkumpulan atau Jam iyyah Diniyyah Islamiyyah yang bergerak di bidang agama, pendidikan, social, kesehatan, pemberdayaan ekonomi umat dan berbagai bidang yang mengarah kepada terbentuknya Khaira Ummah, perlu secara terus menerus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas dan kuantitas khidmahnya dengan berdasarkan ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah menurut salah satu madzhab empat; c. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a dan b tersebut di atas Muktamar Ke 32 perlu menetapkan Hasil Bahtsul Masail Diniyyah Maudlu iyyah; a. Keputusan Muktamar XXVII Nahdlatul Ulama Nomor 002/ MNU-27/1984 jo. Keputusan Munas Alim Ulama Nomor II/ MAUNU/1401/4/1983 tentang Pemulihan Khittah Nahdlatul Ulama 1926; b. Keputusan Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama Nomor : I/MNU-32/ 192

Memperhatikan: III/2010 tentang Jadwal Acara dan Peraturan Tata Tertib Muktamar Ke 32 Pasal 13 ayat (3) dan pasal 5 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama a. Khutbah Iftitah Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada pembukaan Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama tanggal tanggal 7 R.Akhir 1431 H/ 23 Maret 2010 M; b. Laporan dan pembahasan Hasil Sidang Komisi Waqiiyah yang disampaikan pada Sidang Pleno VII Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama pada tanggal 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M; c. Ittifak Sidang Pleno VII Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama pada tanggal 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M; Dengan senantiasa memohon taufiq, hidayah serta ridlo Allah SWT : M E M U T U S K A N : Menetapkan: Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 KEPUTUSAN MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA TENTANG BAHTSUL MASAIL DINIYYAH WAQIIYAH; Isi beserta uraian perincian sebagaimana dimaksud oleh keputusan ini terdapat dalam naskah Hasil-hasil Bahtsul Masail Diniyyah Waqiiyah sebagai pedoman dalam memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal jamaah menurut salah satu madzhab empat dan mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kesejahteraan umat; Mengamanatkan kepada Pengurus dan warga Nahdlatul Ulama untuk menaati segala Hasil-hasil Bahtsul Masail Diniyyah Waqiiyah ini; Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan; 193

Ditetapkan di : Asrama Haji Sudiang Makssar Pada tanggal : 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA PIMPINAN SIDANG PLENO VII Drs. KH. Hafizh Utsman Ketua Drs. H. Taufik R. Abdullah Sekretaris 194

KEPUTUSAN KOMISI BAHSUL MASAIL DINIYAH WAQI IYYAH MUKTAMAR NAHDLATUL ULAMA XXXII 2010 23 SAMPAI 27 MARET 2010 I.Transaksi Via Alat Elektronik Kemajuan teknologi dan Informasi telah mengantarkan pada pola kehidupan umat manusia lebih mudah sehingga merubah pola sinteraksi antar anggota massyarakat. Pada era teknologi dan informasi ini, khususnya internet, seseorang dapat melakukan perubahan pola transaksi bisnis, baik berskala kecil mapun besar, yaitu perubahan dari paradigma bisnis konvensional menjadi paradigma bisnis elekttronikal. Paradigma baru tersebut dikenal dengan istilah Electronic Commerce, umumnya disingkat E-Commerce. Kontrak elektronik adalah sebagai perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Maka jelas bahwa kontrak elektronikal tidak hanya dilakukan melalui internet semata, tetapi juga dapat dilakukan melalui medium faksimili, telegram, telex, internet, dan telepon. Kontrak elektronikal yang menggunakan media informasi dan komunikasi terkadang mengabaikan rukun jual-beli (ba i), seperti shighat, ijab-qabul, dan syarat pembeli dan penjual yang harus cakap hukkum. Bahkan dalam hal transaksi elektronikal ini belum diketahui tingkat keaamanan proses transaksi, identifikasi pihak yang berkontrak, pembayaran dan ganti rugi akibat dari kerusakan. Bahkan akad nikah pun sekarang telah ada yang menggunakan fasilitas telepon atau Cybernet, seperti yang terjadi di Arab Saudi. Pertanyaan: 1. 2. 3. Bagaimana hukum transaksi via elektronik, seperti media telepon, e-mail atau Cybernet dalam akad jual beli dan akad nikah? Sahkah pelaksanaan akad jual-beli dan akad nikah yang berada di majlis terppisah? Bagaimana hukum melakukan transaksi dengan cara pengiriman SMS dari 195

calon pengantin pria berisi catatan pemberian kuasa hukum (wakalah) keppada seseorang yang hadir di majlis tersebut? Jawaban: 1. Hukum akad jual beli melalui alat elektronik sah apabila sebelum transaksi kedua belah pihak sudah melihat memenuhi mabi (barang yang diperjualbbelikan) atau telah dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun jual beli lainnya. Sedangkan hukum pelaksanaan akad nikah melalui alat elektronik tidak sah, karena: (a) kedua saksi tidak melihat dan mendengar secara langsung pelakssanaan akad; (b) saksi tidak hadir di majlis akad; (c) di dalam akad nikah disyaratkan lafal yang sharih (jelas) sedangkan akad melalui alat elektronik tergolong kinayah (samar). 2. Pelaksanaan akad jual-beli meskipun di majlis terpisah tetap sah, sedangkan pelaksanaan akad nikah pelaksanaan akad jual-beli dan akad nikah yang berrada di majlis terpisah di majlis terpisah tidak sah. 3. Hukum melakukan akad/transaksi dengan cara pengiriman SMS dari calon pengantin pria berisi catatan wakalah (pemberian kuasa hukum) kepada seseeorang yang hadir di majlis tersebut hukumnya sah dengan syarat aman dan sesuai dengan nafs al-amri (sesuai dengan kenyataan). Pengambilan dalil dari: 196 1. نهاية المحتاج, ج 11, ص, 280 ( و ال ظ ه ر أ ن ه ل ي ص ح ) ف ي غ ي ر ن ح و ال ف ق اع ك م ا م ر ( ب ي ع ال غ ائ ب ) و ه و م ا ل م ي ر ه ال م ت ع اق د ان أ و أ ح د ه م ا ث م ن ا أ و م ث م ن ا و ل و ك ان ح اض ر ا ف ي م ج ل س ال ب ي ع و ب ال غ ا ف ي و ص ف ه أ و س م ع ه ب ط ر يق الت و ات ر ك م ا ي أ ت ي أ و ر آه ف ي ض و ء إن س ت ر الض و ء ل و ن ه ك و ر ق أ ب ي ض ف يم ا ي ظ ه ر 2. حاشية البجيرمى على الخطيب, ج 2, ص 403. ق ال خ ض : و م ن ن ظ ائ ر ال م س أ ل ة ر ؤ ي ة ال م ب يع م ن و ر اء الز ج اج و ه ي ل ت ك ف ي ل ن ال م ط ل وب ن ف ي الض ر ر و ه و ل ي ح ص ل ب ه ا إذ الش ي ء م ن و ر اء الز ج اج ي ر ى غ ال ب ا ع ل ى خ ل ف م ا ه و ع ل ي ه ش ر ح م ر. 3. حاشية الجمل: 301/4 ( ق و ل ه ف اع ت ب ر م ا ي د ل ع ل ي ه م ن الل ف ظ ) أ ي أ و م ا ف ي م ع ن اه م م ا ه و ع ب ار ة ع ن ه ك ال خ ط أ و ق ائ م

م ق ام ه ك إ ش ار ة ال خ ر س ا ه..4 شرح الياقوت النفيس: 22 / 2 والعبرة في العقود لمعانيها ال لصور اللفاظ. وعن البيع و الش ارء بواسطة التليفون والتلكس والبرقيات, كل هذه الوسائل وأمثالها معتمدة اليوم وعليها العمل. 5. حاشية البجيرمي على الخطيب 148/10 ق و ل ه : ( و الض ب ط ) أ ي ل ل ف اظ و ل ي الز و ج ة و الز و ج ف ل ي ك ف ي س م اع أ ل ف اظ ه م ا ف ي ظ ل م ة ل ن ال ص و ات ت ش ت ب ه و ي ن ب غ ي ل لش اه د ي ن ض ب ط س اع ة ال ع ق د ل ج ل ل ح وق ال و ل د. ق و ل ه : ( و ح ض ور ش اه د ي ع د ل ) إلى أن قال : و ي ش ت ر ط ف ي ك ل م ن الش اه د ي ن أ ي ض ا الس م ع و ال ب ص ر و الض ب ط و م ع ر ف ة ل س ان ال م ت ع اق د ي ن 6. الشروانى شرح تحفة المختاج للشيخ المعروف بالشروانى ج 4 ص 221 ط/ دار احياء الت ارث العربي ( وينعقد ) البيع من غير السك ارن الذي ال يدري ; لنه ليس من أهل النية على كلم يأتي فيه في الطلق ( بالكناية ) مع النية. والكتابة ال على مائع أو هواء كناية فينعقد بها مع النية ولو لحاضر فليقبل فو ار عند علمه ويمتد خيارهما النقضاء مجلس قبوله. ( قوله : والكتابة إلخ ) ومثلها خبر السلك المحدث في هذه الزمنة فالعقد به كناية فيما يظهر. 7. حاشية البجي ارمى على الخطيب ج 10 ص 147-146 و ع ب ار ة ع ش : أ م ا إذ ا ف ه م ه ا ال ف ط ن د ون غ ي ر ه س او ت ال ك ن اي ة ف ي ص ح ن ك اح ه ب ك ل م ن ه م ا ح ي ث ت ع ذ ر ت و ك يل ه و ل ي س ل ن ا ن ك اح ي ن ع ق د ب ال ك ن اي ة إلا ب ال ك ت اب ة و إا ش ار ة ال خ ر س إذ ا اخ ت ص ب ف ه م ه ا ال ف ط ن و م ف ه وم ه أ ن ه ل و أ م ك ن ه الت و ك يل ب ال ك ت اب ة أ و ال ش ار ة ال ت ي ي خ ت ص ب ف ه م ه ا ال ف ط ن ت ع ي ن ل ص ح ة ن ك اح ه ت و ك يل ه ل ن ذ ل ك و إا ن ك ان ك ن اي ة أ ي ض ا ف ه ي ف ي الت و ك يل و ه و ي ن ع ق د ب ال ك ن اي ة ا ه 8. سنن الدارقطني الجزء الثالث صح 224 عن عائشة قالت قال رسول اهلل ص. ال بد في النكاح من أربعة الولي والزوج والشاهدين أبو الخصيب مجهول واسمه نافع بن ميسرة )رواه الدارقطنى( 9. أنظر: أنظر حاشية البجيرمى على المنهج, ج 11, ص : 476 الفوائد المختارة لسالك طريق الخرة المستفادة من كلم العلمة الحبيب زين بن إب ارهم بن سميط جمع وتقديم : علي بن حسن باهارون ص : 246 شرح الياقوت النفيس صح 356 )لمحمد بن أحمد بن عمر الشاطري: شرح الياقوت النفيس صح 365 )لمحمد بن أحمد بن عمر الشاطري(: مغني 197

المحتاج الجزء الثالث صح : 186 حاشية البجيرمي على الخطيب للشيخ سليمان بن محمد البجيرمى الجزء الثالث صح : 398 بحث لبعض النوازل الفقهية: 3-1/12(: المجموع: 9 / 169-167(: إعانة الطالبين: 103/3 (: حاشية الجمل: 259/13(. II.Sistem Bagi Hasil pada Perbankan Syarî ah Indonesia telah menetapkan Undang-undang nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankkan Syariah yang mengatur tentang legalitas perbankkan Syarîah. Ciri utama Perbankkan Syariah adalah berdasarkan bagi hasil antara pemilik harta sebagai shâhib al-mâl atau nasabah dan pihak bank sebagai pengelola atau mudllarib. Dengan kesepakatan nisbah (prosentase bagi hasil) sesuai kesepakatan para pihak. Dalam kesepakatannya, biasanya antara 70 % banding 30 %, 65 % banding 35 % atau 60 % banding 40 %. Ironisnya, pembagian bagi hasil itu selalu stabil dan di bawah prosentasi bunga bank konvensional. Antar satu bank dengan bank lainnya meskipun sama dalam memberikan nisbah-nya tetapi dalam praktiknya hasilnya berbeda. Menurut praktiknya, sistem audit, administrasi, dan penghitungannya masing-masing Perbbankkan Syariah berbeda. Pertanyaan: 1. Bagaimana hukum penghitungan dan pembagian keuntungan bagi hasil perbbankan yang tidak diketahui oleh pihak nasabah padahal dalam akad telah disebutkan nisbah-nya? 2. Bagaimana hukumnya, jika penghitungan atau audit keuangannya tidak menggunakan sistem yang islami? Jawaban: 1. Hukum penghitungan dan pembagian keuntungan bagi hasil perbankan berddasarkan prosentase nisbah tanpa sepengetahuan pihak nasabah tidak sah. Sedangkan akad mudharabah-nya tetap sah. 2. Hukum penghitungan atau audit keuangan yang tidak menggunakan sistem Islami tidak sah. Pengambilan Dalil dari kitab:. 1. بداية المجتهد ونهاية المقتصد ج 1 ص 591 وأجمع علماء الامصار على أنه لا يجوز للعامل أن يأخذ نصيبه من الربح إلا بحضرة رب 198

المال وأن حضور رب المال شرط في قسمة المال وأخذ العامل حصته وأنه ليس يكفي في ذلك أن يقسمه بحضور بينة ولا غيرها. القول في أحكام الطوارئ واختلفوا إذا أخذ المقارض حصته من غير حضور رب المال ثم ضاع المال أو بعضه. 2. أنظر: )مغني المحتاج إلى معرفة ألفاظ المنهاج 279-278(: 9/ المغنى شرح الكبير ج 5 ص : 149 كفاية الأخيار ج 1 ص 304-303 III.Hukum Sadap Telephon Akhir-akhir ini telah marak di masyarakat komunikasi menggunakan telephon, sehingga memudahkan untuk melakukan pembicaraan antar pihak. Pada saat yang sama melalui telephon dapat mengintip pembicaraan orang lain lain, baik melalui rekaman maupun secara langsung disadap. Penyadapan dapat dilakukan oleh siapapun dengan mudah, mulai dari alat yang sederhana sampai dengan alat yang super canggih. Yang marak di negeri kita adalah sadap yang dilakukan oleh para penegak hukum, seperti Komisi Pemberantan Korupsi (KPK) untuk sarana penegakan hukum. Penyadapan adalah mengintip dan mengintai pembicaraan orang lain melalui telephon untuk mengetahui isi pembicaraan orang lain yang dimaksud, baik dalam rangka tujuan baik maupun untuk tujuan jahat. Pertanyaannya: 1. Bagaimana hukum mengintai, mendengar, dan merekam pembicaraan orang lain melalui sadap telephon? 2. Sahkah saksi atas perbuatan dengan cara memutar rekaman telephon yang disadap? Jawaban: 1. Hukum mengintai, mendengar, dan merekam pembicaraan orang lain melalui sadap telephon pada dasarnya haram, karena termasuk tajassus (mencari-cari kesalahan orang), kecuali untuk kepentingan pelaksanaan amar ma ruf nahi munkar dan ada gholabatuzh zhan (dugaan kuat) atas terjadinya kemaksiaatan, bahkan wajib jika tidak ada cara yang lain. 2. Tidak sah sebagai bayyinah (alat bukti hukum), tetapi sah sebatas untuk bukti pendukung. Pengambilan dalil dari kitab: 1. تفسير الطبرى, ج 22, ص 303 199

وقوله) و ال ت ج س س وا ) يقول: وال يتتبع بعضكم عورة بعض وال يبحث عن س ارئره يبتغي بذلك الظهور على عيوبه ولكن اقنعوا بما ظهر لكم من أمره وبه فحمدوا أو ذموا ال على ما ال تعلمونه من س ارئره. وبنحو الذي قلنا في ذلك قال أهل التأويل. ذكر من قال ذلك: حدثني علي قال: ثنا أبو صالح قال: ثني معاوية عن علي عن ابن عباس قوله) و ال ت ج س س وا( يقول: نهى اهلل المؤمن أن يتتبع عو ارت المؤمن. حدثني محمد بن عمرو قال: ثنا أبو عاصم قال: ثنا عيسى; وحدثني الحارث قال: ثنا الحسن قال: ثنا ورقاء جميعا عن ابن أبي نجيح عن مجاهد قوله) و ال ت ج س س وا ) قال: خذوا ما ظهر لكم ودعوا ما ستر اهلل. حدثنا بشر قال: ثنا يزيد قال: ثنا سعيد عن قتادة قوله) ي ا أ ي ه ا ال ذ ين آم ن وا اج ت ن ب وا ك ث ير ا م ن الظ ن إ ن ب ع ض الظ ن إ ث م و ال ت ج س س وا ) هل تدرون ما التجسس أو التجسيس هو أن تتبع أو تبتغي عيب أخيك لتطلع على سر ه. 2. تحفة المحتاج في شرح المنهاج رقم الجزء: 9 رقم الصفحة: 220 و ل ي س ل ح د ال ب ح ث و الت ج س س و اق ت ح ام الد ور ب الظ ن ون, ن ع م إن غ ل ب ع ل ى ظ ن ه و ق وع م ع ص ي ة, و ل و ب ق ر ين ة ظ اه ر ة ك إ خ ب ار ث ق ة ج از ل ه, ب ل و ج ب ع ل ي ه الت ج س س إن ف ات ت د ار ك ه ا ك ال ق ت ل و الز ن ا و إا ال ف ل, 3. أنظر: إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين الجزء: 4 الصفحة: : 248 تحفة المحتاج في شرح المنهاج: 248 10/ IV.Mengakhirkan Penguburan Jenazah / Mayyit Pengurusan jenazah hukumnya Fardhu Kifayah, dan anjuran Rasulullah saw dalam hal ini adalah disegerakan. Namun kadangkala pada praktiknya muncul beberapa masalah karena berkenaan dengan kepentingan studi, penyelidikan hukum atau adat. Seperti penyelidikan terhadap pembunuhan, pelatihan medis untuk operasi bedah dan di beberapa daerah kota Bandung dengan mengakhirkan pemandian jenazah dikarenakan takut munculnya hadats dan najis berkali-kali. Program keddokteran sedang berencana melakukan pengawetan jenazah untuk kepentingan studi, di mana pihat calon mayyit telah berwasiat dan disetujui oleh keluarganya untuk menjadi bahan latihan tenaga medis. Kemudian setelah meninggal dunia jenazahnya tersebut diawetkan dalam batas waktu tertentu untuk bahan latihan para calon dokter. Setelah digunakan untuk latihan, kemudian mayyit tersebut dirapikan kembali dan dilakukan prosesi penguburan jenazah sebagaimana mesttinya menurut ajaran Islam. Dengan deminkian, otomatis hal ini menimbulkan 200

masalah tertundanya penguburan mayyit, baik karena otpsi, pengawetan mayyit atau karena ikut adat setempat. Pertanyaan: 1. Bagaimanakah hukum mengakhirkan penguburan jenazah, baik karena tujjuan otopsi, studi dan mensucikan jenazah? 2. 3. Bolehkan membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi? Berapa lama batas mengakhirkan penguburan jenazah? Jawaban: 1. Mengakhirkan penguburan jenazah pada dasarnya tidak diperbolehkan kecuaali; (a) untuk mensucikan jenazah berpenyakit menular yang menurut doktter harus ditangani secara khusus; (b) untuk dilakukan otopsi dalam rangka penegakan hukum; (c) untuk menunggu kedatangan wali jenazah dan atau menunggu terpenuhinya empat puluh orang yang akan menshalati dengan segera selama tidak dikhawatirkan ada perubahan pada jenazah. Adapun mengakhirkan penguburan jenazah untuk keperluan studi hanya boleh dillakukan pada jenazah kafir harbi, orang murtad dan zindik. 2. 3. Membedah jenazah setelah lama diawetkan untuk kepentingan studi dibolehhkan dalam kondisi darurat atau hajat. Batas mengakhirkan penguburan jenazah adalah sampai khaufut taghayur (jenazah berubah) atau sampai selesainya kebutuhan di atas. Pengambilan Dalil dari kitab: 1. )مغني المحتاج: 490/1 دار الفكر /361 مكتبة شاملة(: وال تؤخر «الصلة «لزيادة مصلين «للخبر الصحيح أسرعوا بالجنازة وال بأس بانتظار الولي عن قرب ما لم يخش تغير الميت تنبيه : شمل كلمه صورتين إحداهما إذا حضر جمع قليل قبل الصلة ال ينتظر غيرهم ليكثروا نعم قال الزركشي وغيره إذا كانوا دون أربعين فينتظر كما لهم عن قرب لن هذا العدد مطلوب فيها وفي مسلم عن ابن عباس أنه كان يؤخر الصلة لألربعين قيل وحكمته أنه لم يجتمع أربعون إال كان هلل فيهم ولي وحكم المائة كالربعين كما يؤخذ من الحديث المتقدم 201

2. الفقه السلمى الجزء الثالث ص: 522-521 دار الفكر وبناء على هذه الآل ارء المبيحة: يجوز التشريح عند الضرورة أو الحاجة بقصد التعليم لغ ارض طبية أو لمعرفة سبب الوفاة إاوثبات الجناية على المتهم بالقتل ونحو ذلك لغ ارض جنائية إذا توقف عليها الوصول فى أمر الجناية لألدلة الدالة على وجوب العدل فى الحكام حتى ال يظلم بريئ وال يفلت من العقاب مجرم أثيم 3. كاشفة السجا ص 96 وال يجب تكفين الحربى والمرتد والزندق وهو الذى ال يتمسك بشريعة ويقول بدوام الدهر وقيل هو الذى ال يؤمن بالخرة وال بوحدانيته الخالق وال يجب دفنهم بل يجوز اغ ارء الكلب عليهم لكن الولى موا ارتهم لئل يتأذى الناس ب ارئحتهم بل تجب إذا تحقق الذى منهم. 4. أنظر: فقه النوازل ج 2 ص 47-46 V.Mencampurkan Jenazah Muslim dan Non-Muslim dalam Satu Kuburan atau Satu Tempat Pemakaman Umum (TPU) Konsekuensi logis dari semakin banyaknya populasi penduduk adalah sempitnnya lahan tanah, terutama di kota-kota besar, sehingga sulit menemukan banyak lahan kosong untuk menjadi tempat pemakaman umum. Dampaknya, muncul fenomena di mana tanah yang dikhususkan untuk kuburan semakin sulit dan sempit. Hal ini mendorong beberapa pemerintah daerah / kota mengalokasikan sebidang tanah khusus untuk kuburan atau yang disebut TPU (Tempat Pemakamman Umum). Di TPU ini sering terjadi penguburun suatu jenazah di tempat jenaazah lainnya yang sudah lama dikuburkan, sehingga terjadi penumpukan jenazah baru dengan jenazah yang lama yang sudah hancur dalam satu lobang kuburan, baik antara sesama muslim maupun antara jenazah muslim dengan non muslim di satu tempat. Pertanyaan: 1. Bagaimanakah hukum mencampurkan jenazah baru dengan yang yang sudah hancur dalam satu liang kubur, baik antara sesama muslim atau dengan non- Muslim? 2. 3. Bagaimana hukum mengumpulkan kuburan jenazah muslim dengan non muslim dalam satu area Tempat Pemakaman Umum? Apa dlawâbith (batasan) berkumpul dan tidak berkumpul satu lobang? Jawaban: 202

Mencampurkan jenazah baru dengan yang sudah hancur (tulang-tulangnya) dalam satu liang kubur, baik antara sesama muslim atau dengan non-muslim hukumnya tafshil; (1) jika yang dikubur sesama muslim atau yang lama non muslim sedang yang baru muslim hukumnya boleh; (2) jika yang lama musllim dan yang baru non muslim hukumnya tidak boleh kecuali dlorurat; (3) jika masih ada tulang-belulangnya hukumnya tidak boleh kecuali penggalian tanah sudah mencapai batas layak untuk mengubur. Mengumpulkan kuburan jenazah muslim dengan non muslim dalam satu area Tempat Pemakaman Umum tidak diperbolehkan kecuali dalam keadaan darurat. Batasan berkumpul adalah sekiranya ada dua jenazah atau lebih dalam satu liang yang tanpa hajiz (batasan pemisah yang layak), seperti dinding, papan, tanah dan lain-lain. 1. )حاشية البجيرمي على الخطيب: 187/6 (: Pengambilan dalil dari kitab: 203 ( و ل ا ي د ف ن اث ن ان ) اب ت د اء ( ف ي ق ب ر و اح د ) ب ل ي ف ر د ك ل م ي ت ب ق ب ر ح ال ة ال اخ ت ي ار ل ل ات ب اع ف ل و ج م ع اث ن ان ف ي ق ب ر و ات ح د ال ج ن س ك ر ج ل ي ن و ام ر أ ت ي ن ك ر ه ع ن د ال م او ر د ي و ح ر م ع ن د الس ر خ س ي و ن ق ل ه ع ن ه الن و و ي ف ي م ج م وع ه م ق ت ص ر ا ع ل ي ه و ع ق ب ه ب ق و ل ه : و ع ب ار ة ال أ ك ث ر ين و ل ا ي د ف ن اث ن ان ف ي ق ب ر و ن از ع ف ي الت ح ر يم الس ب ك ي و س ي أ ت ي م ا ي ق و ي الت ح ر يم ( إل ا ل ح اج ة ) أ ي ل ض ر ور ة ك م ا ف ي ك ل ام الش ي خ ي ن ك أ ن ك ث ر ال م و ت ى و ع س ر إف ر اد ك ل م ي ت ب ق ب ر ف ي ج م ع ب ي ن ال اث ن ي ن و الث ل اث ة و ال أ ك ث ر ف ي ق ب ر ب ح س ب الض ر ور ة و ك ذ ا ف ي ث و ب ل ل ات ب اع ف ي ق ت ل ى أ ح د ر و اه ال ب خ ار ي. 2. )حاشية الجمل: 189/7 (: و ل ا ي ج وز د ف ن م س ل م ف ي م ق ب ر ة ال ك ف ار ح ي ث و ج د غ ي ر ه ا و ل ا ع ك س ه ف إ ن اخ ت ل ف وا أ ف ر د وا ب م ق ب ر ة ك م ا م ر و ي ج وز ج ع ل م ق ب ر ة أ ه ل ال ح ر ب أ و الذ م ة ب ع د ان د ر اس ه ا م ق ب ر ة ل ل م س ل م ين و م س ج د ا إذ م س ج د ه ع ل ي ه الص ل اة و الس ل ام ك ان ك ذ ل ك ا ه. 3. )حاشية الباجوري: 259/1(: قوله قبر واحد أي في شق واحد أو لحد كذلك بل يفرد كل ميت بشق أو لحد ولو في قبر واحد. فالمراد بالقبر هنا اللحد أو الشق لا القبر المعروف. 4. الترمسي جزء الثاني صح 465 1. 2. 3. ولو وجد عظمه قبل كمال الحفر طمه وجوبا مالم يحتج إليه أوبعده نحاه ودفن الأخر فإن ضاق بان لم يمكن دفنه إلا عليه فظاهر قولهم نحاه حرمة الدفن هنا حيث لا حاجة وليس

ببعيد لان الإيذاء أشد 5. كشاف القناع الجزء الثالث ص: 129 )ويلتزم تمييز قبورهم عن قبورنا تمييزا ظاهرا كالحياة وأولى( وذلك بأن لا يدفنوا أحدا منهم في مقابرنا )وينبغي مباعدة مقابرهم عن مقابر المسلمين وظاهره وجوبا لئلا تصير المقبرتان مقبرة واحدة لأنه لا يجوز دفنهم في مقابر المسلمين وكلما بعدت( مقابرهم )عنها كان أصلح( للتباعد عن المفسدة 6. حواشى الشروانى وابن قاسم العبادى الجزء الثالث ص: - 173 174 )دار صادر( )ولا يدفن اثنان فى قبر( أى لحد أو شق واحد من غير حاجز بناء بينهما أى يندب أن لا يجمع بينهما فيه فيكره إن اتحدا نوعا أو اختلفا ولو احتمالا كخنثيين إذا كان بينهما محرمية أو زوجية أو سيدية وإالا حرم فالنفى فى كلامه للكراهة تارة والحرمة أخرى وما فى المجموع من حرمته بين الأم وولدها ضعيف ويحرم أيضا إدخال ميت على آخر وإان اتحدا قبل بلى جميعه أى إلا عجب الذنب فإنه لا يبلى 7. أنظر: )مغني المحتاج: 338/4(: الفقه على المذاهب الأربعة الجزء الأول صح 847: تحفة المحتاج الجزء الثالث صح : 172 VI. Pencurian Ikan di Laut Acapkali kita mendengar banyak pencurian kekayaan laut Indonesia oleh nelayan luar negeri, misalnya ikan yang dicuri oleh nelayan asing di tempat dekat perbattasan. Bahkan nelayan kita mencuri ikan di laut negara tetangga Indonesia. Pertanyaan: 1. Apakah hal ini disebut pencurian sebagaimana definisi sariqah? 2. 3. Apakah hukum batas negara menjadi hukum dalam ketentuan hak milik? Bagaimana status hukum ikan curian tersebut? Jawaban: 1. Pencurian itu tidak termasuk sariqah syar an (pencurian menurut syariah), tetapi hukumnya haram karena melanggar kesepakatan antar negara. 2. 3. Batas negara tidak dapat menjadi ketentuan hukum kepemilikan, tetapi dapat menjadi ketentuan hukum dalam hak kekuasaan negara. Ikan tersebut boleh dirampas oleh negara sebagai ta zir mal (dalam konteks kekuasaan negara). 204

1. )حاشية الجمل: 471-470/14 (: Pengambilan dalil dari kitab: ( ف ر ع ) م ن الظ اه ر س م ك ال ب ر ك و ص ي د ال ب ر و ال ب ح ر و ج و اه ر ه م ا و ش ج ر ال أ ي ك ة و ث م ار ه ا ف ل ا ي ج وز ف يه ا ت ح ج ر و ل ا اخ ت ص اص و ل ا إق ط اع و ل و إر ف اق ا و ل ا أ خ ذ م ال أ و ع و ض م م ن ي أ خ ذ م ن ه ا ش ي ئ ا و ق د ع م ت ال ب ل و ى ب ه ذ ا ف ل ا ح و ل و ل ا ق و ة إل ا ب ا لل ه.ن ع م ي م ل ك ه ا ت ب ع ا ل ل ب ق ع ة إذ ا م ل ك ه ا ك م ا م ر. 2. )فيض القدير: 276/6(: - 9213 ( المسلمون على شروطهم ) الجائزة شرعا أي ثابتون عليها واقفون عندها وفي التعبير بعلى إشارة إلى علو مرتبتهم وفي وصفهم بالإسلام ما يقتضي الوفاء بالشرط ويحث عليه 3. روضة الطالبين وعمدة المفتين - )ج / 3 ص 435( وفيه مسائل: أحدها تجب طاعة الإمام في أمره ونهيه ما لم يخالف حكم الشرع سواء كان عادلا أو جائرا. 4. التشريع الجنائى الأسلامي الجزء الأول ص: 296-295 ويدخل في دار الإسلام كل ما يتبعها من جبال وصحارى وأنهار وبحيرات وأراض وجزر وما فوق هذه جميعا من طبقات الجو مهما ارتفعت 5. قرة العين للشيخ محمد بن سليمان الكردي. ص : 97-96 قلت ويشهد لجواز العقوبة بالمال فى الجملة حديث النفيل وهو قوله صلى الله عليه وسلم من وجدتموه يصيد فى حرم المدينة فخذوا سلبه الى آخر ما قاله الشيخ مياره واذا كان هذا فى الجنايات المقتضية للتعزير فما بالك فى ترك الجماعة والله اعلم بالصواب. 6. بغية المسترشدين ص 91 )مسألة ك( يجب امتثال أمر الإمام فى كل ما له فيه ولاية كدفع زكاة المال الظاهر فإن لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه والاستقلال بصرفه فى مصارفه وإان كان المأمور به مباحا أو مكروها أو حراما لم يجب امتثال أمره فيه كما قاله م ر وتردد فيه فى التحفة ثم مال إلى الوجوب فى كل ما أمر به الإمام ولو محرما لكن ظاهرا فقط وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاهرا وباطنا وإالا فظاهرا فقط أيضا والعبرة فى المندوب والمباح بعقيدة المأمور ومعنى قولهم ظاهرا أنه لا يأثم بعدم الامتثال ومعنى باطنا أنه يأثم اه قلت وقال ش ق والحاصل أنه تجب طاعة الإمام فيما أمر به ظاهرا وباطنا مما ليس بحرام أو مكروه فالواجب يتأكد والمندوب يجب وكذا المباح إن 205

كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بكراهته لأن فيه خسة بذوى الهيآت وقد وقع أن السلطان أمر نائبه بأن ينادى بعدم شرب الناس له فى الأسواق والقهاوى فخالفوه وشربوا فهم العصاة ويحرم شربه الآن امتثالا لأمره ولو أمر الإمام بشىء ثم رجع ولو قبل التلبس به لم يسقط الوجوب اه.7 الشرواني 71/3 وقولهم يجب إمتثال أمره في التسعير ان جوزناه كما هو رأي ضعيف نعم الذي يظهر ان ما امر به مما ليس فيه مصلحة عامة لايجب امتثاله إلا ظاهرا فقط إلى أن قال فعلم ان قولهم ان جوزناه قيد لوجوب امتثاله ظاهرا والا فلا إلا ان خاف فتنة كما هو ظاهر 8. أنظر: )حاشيتي قليوبي وعميرة: 461/9 (: الطرق الحكمية فى السياسة الشرعية لابن قيم الجوزية ص : 279-266 VII. Batas Usia Minim Pria dan Wanita untuk Menikah Terjadi di beberapa daerah di Indonesia, anak lelaki kecil yang masih berumur 10 tahun dan masih duduk di bangku kelas IV SD, dikawinkan dengan anak perempuan yang masih kecil pula secara agama (syar î), tetapi tidak didaftarkan ke kantor KUA. Perkawinan itu dilakukan untuk menggantung (mengikat) agar kelak dewasa tidak berjodoh dengan orang lain. Hal ini disebut Kawin Gantung. Perkawinan itu diselenggarakan secara sah dan mengadakan resepsi (walimah). Kedua pengantin kecil didandani sebagaimana tradisi pengantin dalam walimah. Pelaksanaan akad nikah dalam kawin gantung itu, ada yang secara langsung denggan ijab dan qabul yang diucapkan pengantin pria kecil didampingi pengantin perempuan kecil, ada pula yang ijab dan qabul-nya diwakilkan kepada pria dewwasa. Setelah selesai akad nikah, kedua pengantin dilarang berkumpul hingga menginjak usia dewasa. Seperti anak-anak lainnya, mereka juga kembali masuk sekolah seperti sebelumnya. Setelah keduanya dewasa dan memilki kesiapan berrumahtangga maka mereka dinikahkan kembali (tajdîdun nikah) dengan didaftaarkan ke Kantor Urusan Agama (KUA). Padahal dalam UU Perkawinan dan UU Perlindungan Anak, anak di bawah umur 16 tahun tidak boleh dikawinkan. Dan pelanggaran terhadap UU itu dikenai sanksi pidana. Pertanyaan: 1. Bagaimana hukumnya melakukan kawin gantung? 2. 3. Berapa batas usia pernikahan, baik bagi pria atau wanita? Apakah kawin gantung memiliki akibat hukum sebagimana nikah pada umu- 206

4. umnya, seperti kewajiban nafakah, kewajiban bagi istri taat kepada suami, hallalnya bersetubuh, hak waris jika salah satunya meninggal, dan sebagainya? Bagaimana hukumnya melakukan pernikahan yang diulang (tajdidun nikkah)? Jawaban: 1. Kawin gantung hukumnya sah jika terdapat maslahah dan ijab qabul dilakukkan oleh wali mujbir serta memenuhi syarat dan rukun nikah lainnya. Menurut jumhur ulama tidak ada batasan usia pernikahan dalam Islam. Akan tetapi sebaiknya pernikahan dilakukan setelah usia baligh. Kawin gantung belum memiliki akibat hukum sebagaimana nikah pada umuumnya, kecuali dalam hak waris dan pemberian nafkah menurut sebagian ulama. Sedangkan bersetubuh menunggu sampai kuat disetubuhi. Hukum tajdidun nikah adalah boleh, akan tetapi menurut Yusuf al-ardabili tajdidun nikah dihukumi sebagai ikrar bith thalaq (pengakuan cerai), wajib membayar mahar lagi dan mengurangi adaduth thalaq (bilangan talak). 1. شرح النووى على مسلم: 206 9/ ( باب جواز تزويج الب البكر الصغيرة ) Pengambilan dalil dari kitab: [ 1422 ] فيه حديث عائشة رضي اهلل عنها قالت ( تزوجني رسول اهلل صلى اهلل عليه و سلم لست سنين وبنى بي وأنا بنت تسع سنين ) وفي رواية تزوجها وهي بنت سبع سنين هذا صريح في جواز تزويج الب الصغيرة بغير اذنها لنه ال اذن لها والجد كالب عندنا. أما غير الب والجد من الولياء فل يجوز أن يزوجها عند الشافعي والثوري ومالك وبن أبي ليلى وأحمد وأبي ثور وأبي عبيد. وأعلم أن الشافعي وأصحابه قالوا يستحب أن ال يزوج الب والجد البكر حتى تبلغ ويستأذنها لئل يوقعها في أسر الزوج وهي كارهة وهذا الذي قالوه ال يخالف حديث عائشة الن م اردهم أنه ال يزوجها قبل البلوغ اذا لم تكن مصلحة ظاهرة يخاف فوتها بالتأخير كحديث عائشة فيستحب تحصيل ذلك الزوج لن الب مأمور بمصلحة ولده فل يفوتها واهلل أعلم. 2. الفقه السلمي الجزء التاسع صح 171 2. 3. 4. الصغر: أما الصغر فقال الجمهور منهم أئمة المذاهب الربعة بل ادعى ابن المنذر الجماع على جواز تزويج الصغيرة من كفء. 207

زواج النبي بعائشة وهي صغيرة فإنها قالت:»تزوجني النبي وأنا ابنة ست وبنى بي وأنا ابنة تسع«)1( وقد زوجها أبوها أبو بكر رضي اهلل عنهما. وزوج النبي صل ى اهلل عليه وسلم أيضا ابنة عمه حمزة من ابن أبي سلمة وهما صغي ارن. آثار عن الصحابة: زو ج )أي عقد( علي ابنته أم كلثوم وهي صغيرة من عروة بن الزبير وزوج عروة بن الزبير بنت أخيه من ابن أخيه وهما صغي ارن ووهب رجل بنته الصغيرة لعبد اهلل بن الحسن بن علي فأجاز ذلك علي رضي اهلل عنهما وزوجت ام أرة بنتا لها صغيرة البن المسيب بن نخبة فأجاز ذلك زوجها عبد اهلل ابن مسعود رضي اهلل عنه. 3. الفقه السلمي الجزء التاسع صح 174 وكذلك اشترط الشافعية في تزويج الصغير وجود المصلحة وفي تزويج الب الصغيرة أو الكبيرة بغير إذنها شروطا سبعة هي: )الول( أال يكون بينه وبينها عداوة ظاهرة )الثاني( أن يزوجها من كفء )الثالث( أن يزوجها بمهر مثلها )ال اربع( أن يكون من نقد البلد )الخامس( أال يكون الزوج معس ار بالمهر )السادس( أال يزوجها بمن تتضرر بمعاشرته كأعمى وشيخ هرم )السابع( أال يكون قد وجب عليها الحج فإن الزوج قد يمنعها لكون الحج على الت ارخي ولها غرض في تعجيل ب ارءتها ويجوز أن يزوج الصغير أكثر من واحدة. 4. شرح الشهاب البن حجر الجزء السابع ص 490 ما حكم التجديد النكاح هل هو جائز ام ال نعم هو جائز وال ينقص به عدد الطلق لن مجرد موافقة الزوج على صورة عقد ثان مثل ال يكون اعت ارفا بانقضأ العصمة االولى بل اوال كناية فيه وهو ظاهر النه من مجرد تجديد طلب الزوج لتجمل او االحتياط اه 5. االنوار الجزء الثانى ص 88 مكتبة التجارية ولو عقد بالسر بألف وفى العلنية بألفين وهما متفقان على بقاء العقد االول فالمهر الف الى ان قال ولو جدد رجل نكاح زوجته لزمه مهر اخر النه اق ارر بالفرقة وينتقص به الطلق ويحتاج الى التحليل فى المرة الثالثة اه 6. انظر: الجمل على النهج الجزء ال اربع ص : 245 قرة العين ص 164 VIII. Pernyataan Sighat Taklik Talak Berdasarkan keputusan Menteri Agama RI dan tertera dalam buku nikah bahwwa bagi pelaksanaan akad nikah dilakukan pembacaan Sighat Taklik Talak dan menandatanganinya. Dalam praktiknya, adakalanya penghulu dan pihak mempellai pria sepakat untuk membacanya lalu menandatanganinya setelah pelaksanaan akad nikah, dan ada pula praktiknya yang tidak membaca Sighat Taklik itu tetapi dengan pernyataam yang ditandatangani oleh mempelai laki-laki bahwa ia telah membacanya. 208

Pertanyaan: 1. Apakah Sighat Taklik Talak yang tidak dibacakan tetapi dengan pernyataan yang ditandatangani itu otomatis terjadi sesuai dengan isinya, dan dikenai sangsi jika melanggar Takliknya? 2. Bagaimana hukum meninggalkan membaca atau menandatangani Sighat Taklik yang merupakan perintah Ulil Amr? Jawaban: 1. Tidak terjadi ta liquth thalaq dan tidak dikenai sanksi. 2. Boleh meninggalkan membaca atau menandatangi Sighat Taklik. Pengambilan dalil dari kitab:.1 حاشيتا قليوبي وعميرة: 328 /3 )و ل و ك ت ب ن اط ق ط ل ق ا( ك أ ن ك ت ب ز و ج ت ي ط ال ق )و ل م ي ن و ه ف ل غ و ( و ت ك ون ك ت اب ت ه ل ت ج ر ب ة ال ق ل م أ و ال م د اد أ و غ ي ر ذ ل ك و ف ي و ج ه أ ن ال ك ت اب ة ص ر يح ة ك ال ع ب ار ة ي ق ع ب ه ا الط ل ق )و إا ن ن و اه ف ال ظ ه ر و ق وع ه ( ل ن ال ك ت اب ة ط ر يق ف ي إف ه ام ال م ر اد ك ال ع ب ار ة و ق د اق ت ر ن ت ب الن ي ة و الث ان ي لا ي ق ع ل ن ه ا ف ع ل و ال ف ع ل لا ي ص ل ح ك ن اي ة ع ن الط ل ق... و ل و ت ل ف ظ الن اط ق ب م ا ك ت ب ه و ق ع ب ه الط ل ق إلا أ ن ي ق ص د ق ر اء ة م ا ك ت ب ه ف ي ق ب ل ظ اه ر ا ف ي ال ص ح. 2. بغية المسترشدين ص : 91 دار الفكر )مسألة ك( يجب امتثال أمر المام فى كل ما له فيه والية كدفع زكاة المال الظاهر فإن لم تكن له فيه والية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه واالستقلل بصرفه فى مصارفه إاون كان المأمور به مباحا أو مكروها أو ح ارما لم يجب امتثال أمره فيه كما قاله م ر وتردد فيه فى التحفة ثم مال إلى الوجوب فى كل ما أمر به المام ولو محرما لكن ظاه ار فقط وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاه ار وباطنا إاوال فظاه ار فقط أيضا والعبرة فى المندوب والمباح بعقيدة المأمور ومعنى قولهم ظاه ار أنه ال يأثم بعدم االمتثال ومعنى باطنا أنه يأثم اه قلت وقال ش ق والحاصل أنه تجب طاعة المام فيما أمر به ظاه ار وباطنا مما ليس بح ارم أو مكروه فالواجب يتأكد والمندوب يجب وكذا المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بك ارهته لن فيه خسة بذوى الهيآت وقد وقع أن السلطان أمر نائبه بأن ينادى بعدم شرب الناس له فى السواق والقهاوى فخالفوه وشربوا فهم العصاة ويحرم شربه اآلن امتثاال لمره ولو أمر المام بشىء ثم رجع ولو قبل التلبس به لم يسقط الوجوب اه 3. انظر: شرح الياقوت النفيس صح 356 )لمحمد بن أحمد بن عمر الشاطري( 209

Makasar, 27 Maret 2010 Pimpinan Sidang Drs. KH Saifuddin Amsir Ketua, KH M. Cholil Nafis, MA Sekretaris, Tim Perumus: 1. Drs. KH Hasjim Abbas, MHi 2. KH A. Aziz Masyhuri 3. KH Achmad Zakky Mubarok 4. KH Aniq Muhammadun ( Jateng) 5. KH Yasin Asmuni ( Jatim) 6. KH A. Aminuddin Ibrahim (Banten) 7. KH Ahmad Isomuddin, MA (Lampung) 8. KH Hasanudin Imam ( Jabar/Cirebon) 9. KH Abdullah Muhtar 10. Tuan Guru H Ma arif (NTB) 11. Drs. KH Sanusi Gholoman Nasution (Sumsel) 210

BAHTSUL MASA IL DINIYYAH MAUDLU IYYAH 211

KEPUTUSAN MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA NOMOR : V/MNU-32/III/2010 TENTANG BAHTSUL MASA IL DINIYYAH MAUDLU IYYAH NAHDLATUL ULAMA 212 بسم اهلل الرحمن الرحيم MUKTAMAR Ke 32 NAHDLATUL ULAMA Menimbang : a. Bahwa menjadi tugas Muktamar sebagai instansi tertinggi dalam organisasi Nahdlatul Ulama untuk membahas masalah-masalah yang berkembang di masyarakat dari sudut pandang ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah menurut salah satu madzhab empat agar dapat menjadi pedoman dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kesejahteraan umat; b. Bahwa Nahdlatul Ulama sebagai Perkumpulan atau Jam iyyah Diniyyah Islamiyyah yang bergerak di bidang agama, pendidikan, social, kesehatan, pemberdayaan ekonomi umat dan berbagai bidang yang mengarah kepada terbentuknya Khaira Ummah, perlu secara terus menerus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas dan kuantitas khidmahnya dengan berdasarkan ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah menurut salah satu madzhab empat; c. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a dan b tersebut di atas Muktamar Ke 32 perlu menetapkan Hasil Bahtsul Masail Diniyyah Maudlu iyyah; Mengingat : a. Keputusan Muktamar XXVII Nahdlatul Ulama Nomor 002/ MNU-27/1984 jo. Keputusan Munas Alim Ulama Nomor II/ MAUNU/1401/4/1983 tentang Pemulihan Khittah Nahdlatul Ulama 1926; b. Keputusan Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama Nomor : I/MNU-32/

III/2010 tentang Jadwal Acara dan Peraturan Tata Tertib Muktamar Ke 32 Pasal 13 ayat (3) dan pasal 5 Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama Memperhatikan : a. Khutbah Iftitah Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada pembukaan Muktamarke 32 Nahdlatul Ulama tanggal tanggal 7 R.Akhir 1431 H/ 23 Maret 2010 M; b. Laporan dan pembahasan Hasil Sidang Komisi Maudluiyah yang disampaikan pada Sidang Pleno VII Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama pada tanggal 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M; c. Ittifak Sidang Pleno VII Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama pada tanggal 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M; Dengan senantiasa memohon taufiq, hidayah serta ridlo Allah SWT : M E M U T U S K A N : Menetapkan : Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 KEPUTUSAN MUKTAMAR XXXI NAHDLATUL ULAMA TENTANG BAHTSUL MASAIL DINIYYAH MAUDLU IYYAH; Isi beserta uraian perincian sebagaimana dimaksud oleh keputusan ini terdapat dalam naskah Hasilhasil Bahtsul Masail Diniyyah Maudlu iyyah sebagai pedoman dalam memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal jamaah menurut salah satu madzhab empat dan mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kesejahteraan umat; Mengamanatkan kepada Pengurus dan warga Nahdlatul Ulama untuk menaati segala Hasil-hasil Bahtsul Masail Diniyyah Maudlu iyyah ini; Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan; 213

Ditetapkan di : Asrama Haji Sudiang Makssar Pada tanggal : 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA PIMPINAN SIDANG PLENO VII Ttd,- Ttd,- Drs. KH. Hafizh Utsman Ketua Drs. H. Taufik R. Abdullah Sekretaris 214

KOMISI BAHTSUL MASAIL AD-DINIYYAH AL-MAUDLU IYYAH MUKTAMAR KE-32 NAHDLATUL ULAMA DI ASRAMA HAJI SUDIANG, MAKASSAR TANGGAL, 06 13 RABI UL AKHIR 1431 H. / 22 29 MARET 2010 M. بسم اهلل الرحمن الرحيم 1. FORMAT PENETAPAN BAHTSUL MASAIL Deskripsi Masalah Itsbatul ahkam dalam NU selama ini tidak dimaksudkan sebagai aktifitas menettapkan hukum yang secara langsung bersumber dari al-qur ân dan al-hadits, karena yang bisa melakukan hal ini adalah ulama yang masuk kategori mujtahhid. Itsbatul ahkam dalam konteks ini dimaksudkan sebagai penetapan hukum dengan cara men-tathbiq-kan (mencocokkan / menerapkan) secara tepat dan dinamis dari qaul dan ibarah terutama dalam kutub mu tamadah di lingkungan madzhab Imam Syafi i. Dalam Munas Alim Ulama di Lampung tahun 1992, Ulama NU merumuskan perkembangan penting dari sistem itsbatul ahkam. Ketika itu mulai diintrodusir ijtihad manhaji meskipun belum sepenuhnya mampu diaplikasikan dalam bahtsul masail. Dalam Munas tersebut dirumuskan prosedur dan langkah-langkah penettapan hukum. Dalam Muktamar NU ke-31 di Donohudan Solo ada perkembangan baru, yaitu sejumlah ayat al-quran dan al-hadits dicantumkan dalam setiap jawaban persoaalan hasil bahtsul masail. Tradisi demikian, nyaris tidak pernah dilakukan dalam bahtsul masail NU sebelumnya. Di samping itu, dalam Munas Alim Ulama di Surabaya tahun 2006, Ulama NU membuat pengelompokan kutub mu tamadah di semua madzhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi i dan Hanbali). Pertanyaan : 1. Apakah perlu mencantumkan ayat al-quran, al-hadits, dan dalil-dalil syara lainnya dalam jawaban bahtsul masail NU? 2. Jika memang diperlukan mencantumkan ayat al-quran, al-hadits dan dalildalil syara lainnya, bagaimana formatnya? Apakah menggunakan urutan sesu- 215

3. uai dengan tingkat kekuataannya, yaitu al-quran, al-hadits, dan dalil-dalil syara lainnya kemudian aqwalul ulama, ataukah aqwalul ulama baru kemuddian ayat al-quran, al-hadits, dan dalil-dalil syara lainnya? Sejauh mana muqaranatul madzahib diperlukan dalam bahtsul masail NU dengan menggunakan kutub mu tamadah yang telah dirumuskan dalam Munnas Alim Ulama NU di Surabaya? Jawaban: 1. Pencantuman ayat al-quran, al-hadits, dan dalil-dalil syara lainnya diperlukkan dalam setiap jawaban, karena pada hakikatnya setiap hukum pasti berddasarkan al-qur an, al-hadits dan dalil-dalil syara lainnya, dengan ketentuan bahwa ayat al-qur an, al-hadits dan dalil-dalil syara lainnya tersebut meruppakan bagian dari pendapat Ulama yang terdapat dalam kutub mu tamadah. Hal ini karena Ulama NU menyadari, bahwa yang mampu berijtihad langssung dari al-qur an, al-hadits dan dalil-dalil syara lainnya adalah para mujttahid, sebagaimana dijelaskan dalam kitab-kitab, di antaranya Tarsyihul Musttafidin. 2. 3. Aqwalul ulama didahulukan, baru kemudian dilengkapi dengan ayat al- Qur an beserta tafsirnya, al-hadits beserta syarahnya, dan dalil-dalil syara lainnya karena al-qur an, al-hadits dan dalil-dalil syara lainnya dalam panddangan Ulama NU tidak dijadikan sebagai dalil yang mandiri, tetapi meruppakan bagian dari ijtihad ulama. Muqaranatul madzahib dalam madzhab empat diperlukan untuk memperoleh عدم pendapat yang ansab (lebih sesuai) dengan tetap berpegang pada prinsip (tidak ada maksud mencari kemudahan) sejalan dengan AD NU تتبع الرخص tentang prinsip bermadzhab. 2. DLAWABITHUL MASJID Deskripsi Masalah Secara etimologi, masjid berarti tempat sujud. Selain masjid, ada istilah lain; mushalla, langgar, surau, dan sebagainya, yang digunakan untuk arti yang sama, yakni tempat untuk sholat yang identik dengan sujud. Terminologi masjid inipun di daerah tertentu memiliki banyak sebutan, misalnnya: masjid biasa (la tuqamu fihil jumu ah), masjid jami (tuqamu fihil jumu ah), masjid raya, masjid agung, dan sebagainya. 216

Meningkatnya ghirah umat Islam untuk menjalankan ibadah, melahirkan sebuah tempat yang asalnya aula, lapangan, atau tempat parkir menjadi tempat untuk sholat bahkan juga untuk sholat jum at. Belum lagi banyaknya perkantoran, hotel, mall, stasiun, terminal yang mendirikan tempat ibadah yang difungsikan sebagai masjid, misalnya untuk jum atan, i tikaf, dan sebagainya. Bahkan sekarang ini, dengan jumlah jama ah yang makin banyak, jarak antara satu masjid dengan masjid lainnya terlalu dekat dan tidak memenuhi persyaratan jarak minimal antara dua masjid sebagaimana disyaratkan oleh sebagian imam madzhab. Pertanyaan : 1. Apa kriteria suatu tempat dapat disebut masjid, sehingga tempat itu memiliki kekhususan, misalnya untuk melakukan i tikaf, dianjurkannya tahiyatul masjjid, dan larangan orang berhadats besar berdiam di dalamnya? 2. 3. Apakah shalat tahiyyatul masjid berlaku bagi musholla, langgar, dan surau? Bagaimana pandangan Islam terhadap persyaratan pendirian masjid terkait dengan Peraturan Bersama Menag dan Mendagri No. 9 dan 8, tahun 2006, di mana persyaratan minimal untuk mendirikan tempat ibadah harus ada 90 orang jama ah? Jawaban : 1. Masjid adalah sebuah tanah dan atau bangunan yang diwakafkan sebagai masjid, bukan untuk yang lain seperti madrasah atau ribath (pesantren). 2. 3. Mushala, surau atau langgar yang digunakan untuk shalat lima waktu tidak sertamerta disebut sebagai masjid sepanjang tidak diwakafkan untuk masjid. Konsekwensinya maka tidak dianjurkan shalat tahiyyatul masjid, i tikaf, dan tidak haram orang yang junub atau haidl berdiam di dalamnya. Peraturan tersebut dapat dibenarkan dan wajib ditaati apabila mengandung kemaslahatan, karena pemerintah memiliki kewenangan mengatur pembanggunan masjid sebagaimana juga pemerintah memiliki kewenangan yang sama dalam mengatur pembangunan tempat ibadah agama lain. أقوال العلماء : قال زكريا النصاري : )فرع( لو )قال جعلت هذا المكان مسجدا صار( به )مسجدا ولو لم يقل هلل( ولم يأت بشيء من 217

اللفاظ المتقدمة لشعاره بالمقصود واشتهاره فيه )ووقفته للصلة كناية( في وقفه مسجدا فيحتاج إلى نية جعله مسجدا وأما كونه وقفا بذلك فصريح ال يحتاج إلى نية )ال( إن بنى بناء ولو على هيئة المسجد وقال )أذنت في الصلة فيه( فل يصير بذلك مسجدا إاون صلى فيه ونوى جعله مسجدا قال في الكفاية تبعا للماوردي إال أن يكون البناء بموات فيصير مسجدا بالبناء والنية لن الفعل مع النية يغني عن القول أي فيما بنى في موات قال السبكي الموات لم يدخل في ملك من أحياه مسجدا إاونما احتيج للفظ لخ ارج ما كان في ملكه عنه وصار للبناء حكم المسجد تبعا قال السنوي وقياس ذلك إج ارؤه في غير المسجد أيضا من المدارس والربط وغيرهما وكلم ال ارفعي في إحياء الموات يدل له انتهى والظاهر أنه لو قال أذنت في االعتكاف فيه صار بذلك. )زكريا النصاري أسنى المطالب شرح روض الطالب القاهرة دار الكتاب السلمي ج 2 ص 463-462( قال الشرواني: قوله )مسطبة( أي أو سمر فيه دكة من خشب أو نحو سجادة م ر سم على حج ومثله ما لو فعل ذلك في ملكه ع ش وفي الكردي بعد ذكر عن فتاوى الشارح وعن النهاية في الوقف في عدم جواز وقف المنقول مسجدا ما نصه والقياس على تسمير الخشب أنه لو سمر السجادة صح وقفها مسجدا وهو ظاهر ثم أريت العناني في حاشيته على شرح التحرير لشيخ السلم قال: «إاوذا سمر حصي ار أو فروة في أرض أو مسطبة ووقفها مسجدا صح ذلك وجرى عليهما أحكام المساجد ويصح االعتكاف فيهما ويحرم على الجنب المكث فيهما وغير ذلك«. )عبد الحميد الشرواني حواشي الشرواني على تحفة المحتاج بشرح المنهاج بيروت دار الفكر ج 3 ص 465-464( قال الرملي : وما رجحه السنوي من قول بعضهم:»لو بنى فيه مسطبة ووقفها مسجدا صح«كما يصح على سطحه وج د ارنه ظاهر إاون قال الزركشي بالصحة إاون لم ي ب نها به إذ المسجد هو البناء الذي في تلك الرض ال الرض ومن هنا يعلم )صحة وقف العلو دون السفل( مسجدا كعكسه وعدم صحة وقف المنقول مسجدا كما سيأتي في كتاب الوقف. )محمد بن أحمد بن حمزة شمس الدين الرملي نهاية المحتاج إلى شرح المنهاج كتاب االعتكاف ج 10 ص 274( قال العسقلني شرحا لحديث: )أ ع ط يت خ م س ا ل م ي ع ط ه ن أ ح د م ن ا ل ن ب ي اء ق ب ل ي ن ص ر ت ب الر ع ب م س ير ة ش ه ر و ج ع ل ت ل ي ال ر ض م س ج د ا و ط ه ور ا( رواه البخاري عن جابر بن عبد اهلل: قوله»وجعلت لي الرض مسجدا«أي موضع سجود ال يختص السجود منها بموضع دون غيره ويمكن أن يكون مجا از عن المكان المبني للصلة وهو من مجاز التشبيه لنه لما جازت الصلة كانت كالمسجد في ذلك. )أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلني فتح الباري شرح صحيح البخاري المحقق عبد العزيز بن عبد اهلل بن باز بيروت دار الكتب العلمية سنة 1410 ه. / 1989 م. طبعة 1 ج 1 ص 576( وقال أيضا: 218

)قوله باب الرجم بالمصلى( أي عنده والم ارد المكان الذي كان يصلى عنده العيد والجنائز وهو من ناحية بقيع الغرقد وقد وقع في حديث أبي سعيد عند مسلم: )فأمرنا أن نرجمه فانطلقنا به إلى بقيع الغرقد( وفهم بعضهم كعياض من قوله بالمصلى أن الرجم وقع داخله وقال يستفاد منه أن المصلى ال يثبت له حكم المسجد إذ لو ثبت له ذلك الجتنب الرجم فيه لنه ال يؤمن التلويث من خلفا لما حكاه الدارمي أن المصلى يثبت له حكم المسجد ولو لم يوقف. )أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلني فتح الباري شرح صحيح البخاري المحقق عبد العزيز بن عبد اهلل بن باز بيروت دار الكتب العلمية سنة 1410 ه. / 1989 م. طبعة 1 ج 12 ص 155( قال محمد نووي الجاوي : ومثل االعتكاف صلة التحية فلو قال: أذنت في صلة التحية في هذا المحل صار مسجدا لنها ال تكون إال في المسجد ولو بنى البقعة على هيئة المسجد ال يكون البناء كناية إاون أذن في الصلة فيه إال في موات فيصير مسجدا بمجرد البناء مع النية لن اللفظ إنما احتيج إليه لخ ارج ما كان في ملكه عنه وهذا ال يدخل في ملك من أحياه مسجدا فلم يحتج للفظ وصار للبناء حكم المسجد تبعا ويجري ذلك في بناء مدرسة أو رباط وحفر بئر إاوحياء مقبرة في الموات بقصد السبيل. )نهاية الزين شرح قرة العين محمد بن عمر بن علي بن نووي الجاوي بيروت دار الفكر طبعة 1 ص )269 قال الشنقيطي: قال المصنف رحمه اهلل: ]وهو لزوم مسجد لطاعة اهلل تعالى[ الضمير )وهو( عائد للعتكاف كأنه يقول رحمه اهلل: حقيقة االعتكاف عندنا معشر الفقهاء والعلماء لزوم المسجد. هذا المسجد مفهومه: المسجد م ف ع ل من السجود والم ارد بذلك المسجد المعهود وليس الم ارد به كل موضع يسجد عليه لن النبي صلى اهلل عليه وسلم قال: )جعلت لي الرض مسجدا وطهو ار( فالم ارد بالمسجد هنا: المعهود الذهني وهو المسجد المعروف الذي إذا أطلق في الشرع انصرف إليه الحكم فل يشمل المصلى والمصلى: هو الذي تفعل فيه بعض الصلوات دون بعضها. فالمصلى ال يعتكف فيه أي: ليس محل للعتكاف ودليل ذلك قوله سبحانه: و أ ن ت م ع اك ف ون ف ي ال م س اج د ]البقرة: 187 [ فدل على أن االعتكاف يختص بالمساجد. وبناء عليه قالوا: لو كان المعتك ف مصل ى فإنه ال يعتك ف فيه إاونما يعتكف في المسجد. ثم المسجد ينقسم إلى قسمين: هناك مسجد يج م ع فيه وهناك مسجد ال يجم ع فيه. والم ارد بقولنا: )يجم ع فيه( أي: تصلى فيه صلة الجمعة فالمسجد الذي تصلى فيه الجمعة بالجماع يعتكف فيه. وأما المسجد الذي ال يجم ع فيه ففيه تفصيل: إن كان قد أوجب على نفسه أن يعتكف العشر الواخر فحينئذ ينصرف إلى مسجد يجم ع فيه والسبب في ذلك: أنه إذا نذر اعتكاف العشر الواخر أو أوجبها على نفسه فإن هذه العشرة اليام ستتخللها الجمعة قطعا وبناء على ذلك ال بد وأن يكون في موضع أو مسجد يجم ع فيه ومن هنا يقولون: إنه ال بد وأن يكون اعتكافه للعشر كاملة في مسجد يجم ع فيه لنه لو اعتكف في مسجد ال تقام فيه الجمعة فسيكون مضط ار إلى الخروج لصلة الجمعة وحينئذ يفسد اعتكافه بالخروج إذا كان قد نذر اعتكاف العشر كاملة. أما إذا كان اعتكافه اعتكاف طاعة وقربة ولم يقصد به العشر كاملة فإنه 219

يصح في المسجد الذي يجم ع فيه والمسجد الذي ال تكون فيه الجمعة لكن بشرط: أن تكون فيه جماعة لنه )الشنقيطي شرح ازد المستقنع باب االعتكاف ج 5 ص 91( قال السيوطي:»ت ص ر ف ا ل م ام ع ل ى الر ع ي ة م ن وط ب ال م ص ل ح ة«هذه القاعدة نص عليها الشافعي وقال:»م ن ز ل ة ا ل م ام م ن الر ع ي ة م ن ز ل ة ال و ل ي م ن ال ي ت يم «. قلت: وأصل ذلك ما أخرجه سعيد بن منصور في سننه قال: حدثنا أبو الحوص عن أبي إسحاق عن الب ارء بن عازب قال: قال عمر رضي اهلل عنه:»إن ي أ ن ز ل ت ن ف س ي م ن م ال اهلل ب م ن ز ل ة و ال ي ال ي ت يم إن اح ت ج ت أ خ ذ ت م ن ه ف إ ذ ا أ ي س ر ت ر د د ت ه ف إ ن اس ت غ ن ي ت اس ت ع ف ف ت «. )جلل الدين عبد الرحمن بن أبي بكر السيوطي الشباه والنظائر بيروت دار الكتب العلمية سنة 1403 ه. طبعة 1 ص 121( قال عبد الرحمن باعلوي: )مسألة ك( يجب امتثال أمر المام في كل ما له فيه والية كدفع زكاة المال الظاهر فإن لم تكن له فيه والية وهو من الحقوق الواجبة أو المندوبة جاز الدفع إليه واالستقلل بصرفه في مصارفه إاون كان المأمور به مباحا أو مكروها أو ح ارما لم يجب امتثال أمره فيه كما قاله )م ر( وتردد فيه في التحفة ثم مال إلى الوجوب في كل ما أمر به المام ولو محرما لكن ظاه ار فقط وما عداه إن كان فيه مصلحة عامة وجب ظاه ار وباطنا إاوال فظاه ار فقط أيضا والعبرة في المندوب والمباح بعقيدة المأمور ومعنى قولهم ظاه ار أنه ال يأثم بعدم االمتثال ومعنى باطنا أنه يأثم اه. قلت: وقال ش ق: والحاصل أنه تجب طاعة المام فيما أمر به ظاه ار وباطنا مما ليس بح ارم أو مكروه فالواجب يتأكد والمندوب يجب وكذا المباح إن كان فيه مصلحة كترك شرب التنباك إذا قلنا بك ارهته لن فيه خسة بذوي الهيئات وقد وقع أن السلطان أمر نائبه بأن ينادي بعدم شرب الناس له في السواق والقهاوي فخالفوه وشربوا فهم العصاة ويحرم شربه اآلن امتثاال لمره ولو أمر المام بشيء ثم رجع ولو قبل التلبس به لم يسقط الوجوب اه. )عبد الرحمن بن محمد بن حسين بن عمر باعلوي بغية المسترشدين بيروت دار الفكر ص 91( 3. DLAWABITH ITTIHADIL MAJLIS Deskripsi Masalah Secara umum, istilah Ittihadul Majlis berarti kesatuan tempat, dan itu besar sekali pengaruhnya terhadap akad / transaksi jual beli dan nikah dalam sisi ijab kabul. Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, konsep ittihadul majlis dalam jual beli mengalami pergeseran, banyak terjadi akad jual beli tidak dalam satu tempat, seperti jual beli ekspor / impor dengan menggunakan media telekomunikkasi modern, misalnya, via teleconference, telepon, faksimil, e-mail, layanan pesan singkat (SMS). Begitu juga dalam akad munakahah, menggunakan media seperti 220

yang telah disebutkan. Pada prinsipnya, setiap akad harus jelas ijab dan kabulnya, dan media komunikasi modern ternyata mampu memberikan jaminan kejelasan antara ijab dan kabul. Pertanyaan : 1. Bagaimana pandangan Islam tentang akad bai dan akad munakahat dengan menggunakan media telekomunikasi modern, misalnya, teleconference, teleppon, surat elektronik (e-mail), layanan pesan singkat (SMS) maupun faksimmili? 2. 3. Apa batasan (dhawabith) itthadil majlis, apakah satu tempat, satu waktu, atau satu session? Kapan muta aqidain (kedua pihak yang bertransaksi) dikatakan berpisah, sehhingga gugur hak khiyarul majlis? Jawaban : 1. 2. 3. Akad jual beli dengan cara tersebut di atas dianggap fi hukmi ittihadil majjlis sehingga akad jual belinya sah karena masing-masing mutabayiain saliing mengetahui serta mengetahui obyeknya (al-mabi ) sehingga tidak terjadi gharar, dengan begitu akan terealisasi ijab dan qobul yang taradlin. Sementtara itu untuk akad munakahat, ketentuan di atas tidak berlaku. Ittihadul Majlis bisa bermakna ittihad al-zaman (satu waktu), ittihad almakan (satu lokasi), dan ittihad al-haiah (satu posisi). Perbedaan tempat yang disatukan dengan media komunikasi modern, membuat dua tempat yang berjauhan itu bisa dianggap menyatu (ta addud al-makan fi manzilat ittihad al-makan). Ittihadul majlis dianggap berakhir apabila: a. Alat komunikasi yang menghubungkan muta aqidain berakhir. b. Berdasarkan urf (adat kebiasaan) dianggap berakhir, misalnya pembbicaraan beralih ke persoalan lain. أقوال العلماء : قال النووي : فرع الم ارد بالمجلس الذي يشترط فيه االعطاء مجلس التواجب وهو ما يحصل به االرتباط بين االيجاب والقبول وال نظر إلى مكان العقد. )روضة الطالبين وعمدة المفتين يحيى بن شرف 221

النووي, بيروت المكتب السلمي سنة 1405 ه. طبعة 2 ج 7 ص 381( وقال أيضا: الركن الخامس الصيغة وال بد منها ويشترط أن ال يتخلل بين اليجاب والقبول كلم أجنبي فإن تخلل كلم كثير بطل االرتباط بينهما إاون تخلل كلم يسير لم يضر على الصحيح. )روضة الطالبين وعمدة المفتين يحيى بن شرف النووي, بيروت المكتب السلمي سنة 1405 ه. طبعة 2 ج 7 ص 395( قال علء الدين الكاساني : فصل: وأما الذي يرجع إلى مكان العقد فواحد وهو اتحاد المجلس بأن كان اليجاب والقبول في مجلس واحد فإن اختلف المجلس ال ينعقد حتى لو أوجب أحدهما البيع فقام اآلخر عن المجلس قبل القبول أو اشتغل بعمل آخر يوجب اختلف المجلس ثم قبل ال ينعقد لن القياس أن ال يتأخر أحد الشطرين عن اآلخر في المجلس لنه كما وجد أحدهما انعدم في الثاني من زمان وجوده فوجد الثاني والول منعدم فل ينتظم الركن إال أن اعتبار ذلك يؤدي إلى انسداد باب البيع فتوقف أحد الشطرين على اآلخر حكما وجعل المجلس جامعا للشطرين مع تفرقهما للضرورة وحق الضرورة يصير مقتضيا ثم اتحاد المجلس فإذا اختلف ال يتوقف وهذا عندنا وعند الشافعي رحمه اهلل الفور مع ذلك شرط ال ينعقد الركن بدونه. )بدائع الصنائع في ترتيب الش ارئع علء الدين الكاساني بيروت دار الكتاب العربي سنة 1982 م. طبعة 2 ج 5 ص 137( قال عبد الرحمن الجزيري : اربعها: أن تكون الصيغة مسموعة للعاقدين فل بد أن يسمع كل من العاقدين لفظ اآلخر إما حقيقة كما إذا كانا حاضرين أو حكما كالكتاب من الغائب لن ق ارءته قامت مقام الخطاب هنا. )عبد الرحمن الجزيري الفقه على المذاهب الربعة, بيروت, دار الفكر سنة 1411 ه. / 1990 م., ط 1 دار الفكر, ج 4, ص 16( قال الستاذ الدكتور وهبة الزحيلي :»اتصال القبول باليجاب: بأن يكون اليجاب والقبول في مجلس واحد إن كان الطرفان حاضرين معا أو في مجلس علم الطرف الغائب باليجاب. ويتحقق االتصال بأن يعلم كل من الطرفين بما صدر عن اآلخر بأن يسمع اليجاب ويفهمه وبأال يصدر منه ما يدل على إع ارضه عن العقد سواء من الموجب أو من القابل. ومجلس العقد: هو الحال التي يكون فيها المتعاقدان مشتغلين فيه بالتعاقد. وبعبارة أخرى: اتحاد الكلم في موضوع التعاقد.«)الستاذ الدكتور وهبة الزحيلي الفقه السلمي وأدلته, دمشق, دار الفكر, ط 1409 3, ه. / 1989 م. ج 4, ص 106( وقال أيضا: 222

»ليس الم ارد من اتحاد المجلس كون المتعاقدين في مكان واحد لنه قد يكون مكان أحدهما غير مكان اآلخر إذا وجد بينهما واسطة اتصال كالتعاقد بالهاتف أو بالم ارسلة إاونما الم ارد باتحاد المجلس: اتحاد الزمن أو الوقت الذي يكون المتعاقدان مشتغلين فيه بالتعاقد فمجلس العقد: هو الحال التي يكون فيها المتعاقدان مقبلين على التفاوض في العقد وعن هذا قال الفقهاء»إن المجلس يجمع المتفرقات«. وعلى هذا يكون مجلس العقد في المكالمة الهاتفية: هو زمن االتصال ما دام الكلم في شأن العقد فإن انتقل المتحدثان إلى حديث آخر انتهى المجلس«. )الستاذ الدكتور وهبة الزحيلي الفقه السلمي وأدلته, دمشق, دار الفكر, ط 1409 3, ه. / 1989 م. ج 4, ص 106( 4. DLAWABITHUL KUFR Deskripsi Masalah Dewasa ini aksi pengkufuran terhadap kelompok atau golongan yang berbeda penafsiran terhadap ajaran agama semakin merebak. Padahal sebagaimana kita ketahui bahwa menuduh orang lain kufr berarti konsekuensinya menghalalkan harta benda dan darahnya. Oleh karenanya, mengkufrkan pada sesama muslim hanya karena faham dan penafsiran terhadap ajaran Islam, apalagi ajaran yang multi interpretasi perlu dihhindari. Berkaitan dengan istilah kufr ini, terdapat juga istilah bid ah yang dianggap sesat dan memiliki konsekuensi seperti kufr, berdasarkan hadits: kullu bid atin dlolâlattun wa kullu dlolâlatin finnâr, Hadits ini juga dipakai sebagai dasar untuk mellegitimasi tindakan orang-orang yang meng-kufr-kan atau mem-bid ah-kan siapa saja yang tidak sejalan dengan pemahamannya. Pertanyaan : 1. Bagaimana pengertian kufr dan klasifikasinya? 2. 3. Apa saja ukuran seseorang dikatakan kafir? Apa saja kriteria bid ah, dan apakah bid ah identik dengan kufr? Jawaban : 1. Pengertian Kufr Secara etimologi, al-kufr berarti as-satr wa ath-taghthiyah (tutup). Malam disebut juga dengan kufr (yang menutupi), karena dengan kegelapannya mennutupi segala sesuatu. Sedangkan menurut terminologi, kufr berarti mengiingkari apa yang sudah pasti dibawa Rasulullah saw (inkaru ma ulima bi adldlarurah maji u ar-rasul bihi) 223

2. Pembagan Kufr Para ulama mengklasifikasikan kufr menjadi empat macam: a. Kufr Inkar, yaitu seseorang mengingkari dan tidak mengakui Allah sama sekali, seperti kufurnya Fir aun. b. Kufr Juhud, yaitu seseorang mengakui Allah dalam hatinya hanya saja lisannya tidak pernah menyatakan pengakuannya itu, seperti kufurnya Iblis. c. Kufr Inad, yaitu seseorang mengakui Allah dalam hatinya dan mennyatakan pengakuannya tersebut dengan lisannya hanya saja tidak mau menjadikannya sebagai suatu keyakinan, seperti kufurnya Umayah bin Abi Shalt dan Abi Thalib. d. Kufr Nifaq, yaitu seseorang mengakui dengan lidahnya hanya saja hatiinya tidak mau mengakuinya. e. Kufr Ni mah 3. Ukuran seseorang dikatakan kafir adalah ingkar terhadap rukun iman, rukun Islam dan sesuatu yang diketahui secara pasti dari Rasulullah (ma ulima bidl dlarurah maji ur Rasul bihi) 4. Secara bahasa bid ah adalah suatu yang baru. Sedangkan secara istilah adalah memunculkan sesuatu yang baru sepeninggal Nabi Muhammad SAW. dalam masalah agama setelah sempurna. Ulama mengklasifikasikan bid ah menjadi dua; pertama, mahmudah (terpuji) atau hasanah (bagus); kedua, madzmumah (tercela) atau sayyiah (jelek). Bid ah mahmudah atau hasanah adalah sesuatu yang baru dan sesuai al-qur an, as- Sunnah, atsar shahabat, atau ijma sebagai sumber syari at Islam. Sedangkan bid ah madzmumah atau sayyi ah adalah sesuatu yang baru dan tidak sesuai dengan Syari at Islam. Ditinjau dari sisi hukum, bid ah ada lima macam; 1. Wajib, seperti merumuskan dalil-dalil aqli dalam bidang teologi untuk menolak pemikiran atheisme (al-mulahadah) dan semacamnya; 2. Mandub/sunnah, seperti menulis karya ilmiah, membangun gedung-geddung sekolah, perguruan tinggi, pesantren, dan sebagainya. 3. Mubah, seperti mengembangkan resep makanan, mushafahah setelah Shalat dan sebagainya. 224

4. Makruh, seperti shalat memakai pakaian yang dapat mengganggu kekhusyu an Shalat dan sebagainya. 5. Haram, seperti mengembangkan dan menyebarkan pemikiran yang berttentangan dengan syari at Islam, seperti pemikiran-pemikiran faham qaddariyyah, murji ah, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan kekufuran, tidak semua bid ah identik dengan kekufurran. Hanya bid ah yang bertentangan dengan dalil-dalil qath i saja yang menyebbabkan kekufuran. أقوال العلماء : قال الخازن : وأصل الكفر في اللغة الستر والتغطية ومنه سمي الليل كاف ار لنه يستر الشياء بظلمته قال الشاعر في ليلة كفر النجوم غمامها أي سترها والكفر على أربعة أضرب: كفر إنكار وهو أن ال يعرف اهلل أصل ككفر فرعون وهو وقوله ما علمت لكم من إله غيري وكفر جحود وهو أن يعرف اهلل بقلبه وال يقر بلسانه ككفر إبليس وكفر عناد وهو أن يعرف اهلل بقلبه ويقر بلسانه وال يدين به ككفر أمية بن أبي الصلت وأبي طالب حيث يقول في شعر له: ولقد علمت بأن دين محمد من خير أديان البرية دينا لوال الملمة أو حذار مسبة لوجدتني سمحا بذاك مبينا وكفر نفاق وهو أن يقر بلسانه وال يعتقد صحة ذلك بقلبه فجميع هذه النواع كفر. وحاصله أن من جحد اهلل أو أنكر وحدانيته أو أنكر شيئا مما أنزله على رسوله أو أنكر نبوة محمد صلى اهلل عليه وسلم أو أحدا من الرسل فهو كافر فإن مات على ذلك فهو في النار خالدا فيها وال يغفر اهلل له نزلت في مشركي العرب. )علء الدين علي بن محمد بن إب ارهيم البغدادي الشهير بالخازن تفسير الخازن / لباب التأويل في معاني التنزيل بيروت دار الفكر سنة 1399 ه. / 1979 م. ج 1 ص 32-31( قال الشربيني : ولما ذكر اهلل تعالى خاصة عباده وخاصة أوليائه بصفاتهم التي أهلتهم للهدى والفلح عقبهم بذكر أضدادهم العتاة المردة الذين ال ينفع فيهم الهدى وال تغني عنهم اآليات والنذر بقوله تعالى: إن الذين كفروا الكفر لغة ستر النعمة وأصله الكفر بالفتح وهو الستر ومنه قيل للز ارع والليل كافر ولكمام الثمر كافور وفي الشرع إنكار ما علم بالضرورة مجيء الرسول به وينقسم إلى أربعة أقسام: كفر إنكار وكفر جحود وكفر عناد وكفر نفاق فكفر النكار هو أن ال يعرف اهلل أصل وال يعترف به وكفر الجحود هو أن يعرف اهلل بقلبه وال يقر بلسانه ككفر إبليس واليهود قال اهلل تعالى: فلما جاءهم ما عرفوا كفروا به )البقرة 89( وكفر العناد هو أن يعرف اهلل بقلبه ويعترف 225

بلسانه وال يدين به ككفر أبي طالب حيث يقول: ولقد علمت بأن دين محمد من خير أديان البرية دينا لوال الملمة أو حذار مسبة لوجدتني سمحا بذاك مبينا وأم ا كفر النفاق فهو أن يقر باللسان وال يعتقد بالقلب وجيع هذه القسام من لقي اهلل تعالى بواحد منها ال يغفر له قال اهلل تعالى: إن اهلل ال يغفر أن يشرك به )سورة النساء آية 48 و 116(. )محمد بن أحمد الخطيب الشربيني الس ارج المنير في االعانة على معرفة بعض معاني كلم ربنا الحكيم الخبير بيروت دار الكتب العلمية ج 1 ص 27-26( قال الغ ازلي : والذي ينبغي أن يميل المحصل إليه: االحت ارز من التكفير ما وجد النسان إلى ذلك سبيل فإن استباحة الدماء والموال من المصلين إلى القبلة المصرحين بقول:»ال إله إال اهلل محمد رسول اهلل«خطأ. والخطأ في ترك ألف كافر أهون من الخطأ في سفك محجمة من دم مسلم. )أبو حامد الغ ازلي القتصاد فى العتقاد جدة دار المنهاج ط 1429 ه. 1 / 2008 م. ص 308( قال الغ ازلي : أما الوصية: فأن تكف لسانك عن أهل القبلة ما أمكنك ما داموا قائلين»آل إله إال اهلل محمد رسول اهلل«غير مناقضين لها. والمناقضة: تجويزهم الكذب على رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم بعذر أو غير عذر فإن التكفير فيه خطر والسكوت ال خطر فيه. )أبو حامد الغ ازلي فيصل التفرقة )في»مجموعة الرسائل«لإلمام الغ ازلي( بيروت دار الكتب العلمية سنة 2006 م. ط 4 ص 89( قال أبو الحسن الشعري: وندين بأن ال نكفر أحدا من أهل القبلة بذنب يرتكبه ما لم يستحله كالزنا والسرقة وشرب الخمر كما دانت بذلك الخوارج وزعمت أنهم كافرون ونقول إن من عمل كبيرة من هذه الكبائر مثل الزنا والسرقة وما أشبهها مستحل لها غير معتقد لتحريمها كان كاف ار. )أبو الحسن علي بن إسماعيل بن أبي بشر الشعري البانة عن أصول الديانة بيروت دار الكتب العلمية سنة 1426 ه. / 2005 م. طبعة 2 ص 17( قال النووي شرحا لحديث )أ م ا ب ع د ف إ ن خ ي ر ال ح د يث ك ت اب اهلل و خ ي ر ال ه د ى ه د ى م ح م د و ش ر ا ل م ور م ح د ث ات ه ا و ك ل ب د ع ة ض ل ل ة ( رواه مسلم:»قوله صلى اهلل عليه وسلم: )وكل بدعة ضللة( عام مخصوص, والم ارد غالب البدع. قال أهل اللغة: هي كل شي عمل على غير مثال سابق. قال العلماء: البدعة خمسة أقسام: واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة. فمن الواجبة: نظم أدلة المتكلمين للرد على الملحدة والمبتدعين وشبه ذلك. ومن المندوبة : تصنيف كتب العلم, وبناء المدارس والربط وغير ذلك. ومن المباح: التبسط في ألوان الطعمة وغير ذلك. والح ارم والمكروه ظاه ارن. وقد أوضحت المسألة بأدلتها المبسوطة 226

في تهذيب السماء واللغات, فإذا عرف ما ذكرته علم أن الحديث من العام المخصوص. وكذا ما أشبهه من الحاديث الواردة, ويؤيد ما قلناه قول عمر بن الخطاب رضي اهلل عنه في الت ارويح: نعمت البدعة. وال يمنع من كون الحديث عاما مخصوصا. قوله: )كل بدعة( مؤكدا»بكل«, بل يدخله التخصيص مع ذلك. )صحيح مسلم بشرح النووي يحيى بن شرف بن مري النووي دار إحياء الت ارث العربي بيروت 1392 ط 2, ج 6, ص 156-154( قال العسقلني : والمحدثات بفتح الدال جمع محدثة والم ارد بها ما أحدث وليس له أصل في الشرع ويسمى في عرف الشرع بدعة. وما كان له أصل يدل عليه الشرع فليس ببدعة فالبدعة في عرف الشرع مذمومة بخلف اللغة فإن كل شيء أحدث على غير مثال يسمى بدعة سواء كان محمودا أو مذموما وكذا القول في المحدثة وفي المر المحدث الذي ورد في حديث عائشة )من أحدث في أمرنا هذا ما ليس منه فهو رد( كما تقدم شرحه ومضى بيان ذلك قريبا في كتاب الحكام وقد وقع في حديث جابر المشار إليه وكل بدعة ضللة وفي حديث العرباض بن سارية ( إاوياكم ومحدثات المور فإن كل بدعة ضللة( وهو حديث أوله )وعظنا رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم موعظة بليغة( فذكره وفيه هذا أخرجه أحمد وأبو داود والترمذي وصححه بن ماجة وابن حبان والحاكم وهذا الحديث في المعنى قريب من حديث عائشة المشار إليه وهو من جوامع الكلم. قال الشافعي البدعة بدعتان محمودة ومذمومة فما وافق السنة فهو محمود وما خالفها فهو مذموم أخرجه أبو نعيم بمعناه من طريق إب ارهيم بن الجنيد عن الشافعي. وجاء عن الشافعي أيضا ما أخرجه البيهقي في مناقبه قال: المحدثات ضربان ما أحدث يخالف كتابا أو سنة أو أث ار أو إجماعا فهذه بدعة الضلل وما أحدث من الخير ال يخالف شيئا من ذلك فهذه غير مذمومة انتهى. وقسم بعض العلماء البدعة إلى الحكام الخمسة وهو واضح وثبت عن بن مسعود أنه قال: )قد أصبحتم على الفطرة وأنكم ست حد ثون وي حد ث لكم فإذا أريتم محدثة فعليكم بالهدي الول( فمما حدث تدوين الحديث ثم تفسير القرآن ثم تدوين المسائل الفقهية المولدة عن ال أري المحض ثم تدوين ما يتعلق بأعمال القلوب. )أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلني فتح الباري شرح صحيح البخاري المحقق عبد العزيز بن عبد اهلل بن باز بيروت دار الكتب العلمية سنة 1410 ه. / 1989 م. طبعة 1 ج 13 ص 315-314( وقال أيضا في هذا الباب : وأما قوله في حديث العرباض فإن كل بدعة ضللة بعد قوله إاوياكم ومحدثات المور فإنه يدل على ان المحدث يسمى بدعة. وقوله كل بدعة ضللة قاعدة شرعية كلية بمنطوقها ومفهومها. أما منطوقها فكأن يقال حكم كذا بدعة وكل بدعة ضللة فل تكون من الشرع لن الشرع كله هدى فإن ثبت أن الحكم المذكور بدعة صحت المقدمتان وانتجتا المطلوب. والم ارد بقوله كل بدعة ضللة ما أحدث وال دليل له من الشرع بطريق خاص وال عام. وقوله في آخر حديث بن مسعود وأن ما توعدون آلت وما أنتم بمعجزين أ ارد ختم موعظته بشيء من القرآن يناسب الحال. وقال بن عبد السلم في أواخر القواعد:»البدعة خمسة أقسام فالواجبة كاالشتغال بالنحو الذي يفهم به كلم اهلل 227

ورسوله لن حفظ الشريعة واجب وال يتأتى إال بذلك فيكون من مقدمة الواجب وكذا شرح الغريب وتدوين أصول الفقه والتوصل الى تمييز الصحيح والسقيم والمحرمة ما رتبه من خالف السنة من القدرية والمرجئة والمشبهة والمندوبة كل إحسان لم يعهد عينه في العهد النبوي كاالجتماع عن الت ارويح وبناء المدارس والربط والكلم في التصوف المحمود وعقد مجالس المناظرة إن أريد بذلك وجه اهلل والمباحة كالمصافحة عقب صلة الصبح والعصر والتوسع في المستلذات من أكل وشرب وملبس ومسكن وقد يكون بعض ذلك مكروها أو خلف الولى«واهلل أعلم الحديث. )أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلني فتح الباري شرح صحيح البخاري المحقق عبد العزيز بن عبد اهلل بن باز بيروت دار الكتب العلمية سنة 1410 ه. / 1989 م. طبعة 1 ج 13 ص 316( قال العسقلني شرحا لحديث: )م ن أ ح د ث ف ي أ م ر ن ا ه ذ ا م ا ل ي س ف يه ف ه و ر د ( رواه البخاري: وهذا الحديث معدود من أصول السلم وقاعدة من قواعده, فإن معناه: من اخترع في الدين ما ال يشهد له أصل من أصوله فل يلتفت إليه. قال النووي: هذا الحديث مما ينبغي أن يعتنى بحفظه واستعماله في إبطال المنك ارت إاوشاعة االستدالل به كذلك. وقال الطرقي : هذا الحديث يصلح أن يسمى نصف أدلة الشرع, لن الدليل يتركب من مقدمتين, والمطلوب بالدليل إما إثبات الحكم أو نفيه, وهذا الحديث مقدمة كبرى في إثبات كل حكم شرعي ونفيه, لن منطوقه مقدمة كلية في كل دليل ناف لحكم, مثل أن يقال في الوضوء بماء نجس: هذا ليس من أمر الشرع, وكل ما كان كذلك فهو مردود, فهذا العمل مردود. فالمقدمة الثانية ثابتة بهذا الحديث, إاونما يقع الن ازع في الولى. ومفهومه أن من عمل عمل عليه أمر الشرع فهو صحيح, مثل أن يقال في الوضوء بالنية: هذا عليه أمر الشرع, وكل ما كان عليه أمر الشرع فهو صحيح. فالمقدمة الثانية ثابتة بهذا الحديث والولى فيها الن ازع, فلو اتفق أن يوجد حديث يكون مقدمة أولى في إثبات كل حكم شرعي ونفيه الستقل الحديثان بجميع أدلة الشرع, لكن هذا الثاني ال يوجد, فإذا حديث الباب نصف أدلة الشرع واهلل أعلم. وقوله:»رد«معناه مردود من إطلق المصدر على اسم المفعول, مثل خلق ومخلوق ونسخ ومنسوخ, وكأنه قال: فهو باطل غير معتد به, واللفظ الثاني وهو قوله:»من عمل«أعم من اللفظ الول وهو قوله:»من أحدث«فيحتج به في إبطال جميع العقود المنهية وعدم وجود ثم ارتها المرتبة عليها, وفيه رد المحدثات وأن النهي يقتضي الفساد, لن المنهيات كلها ليست من أمر الدين فيجب ردها, ويستفاد منه أن حكم الحاكم ال يغير ما في باطن المر لقوله:»ليس عليه أمرنا«والم ارد به أمر الدين, وفيه أن الصلح الفاسد منتقض, والمأخوذ عليه مستحق الرد. )أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلني فتح الباري شرح صحيح البخاري المحقق عبد العزيز بن عبد اهلل بن باز بيروت دار الكتب العلمية سنة 1410 ه. / 1989 م. طبعة 1 ج 5 ص 380-379( قال المام النووي شرحا لحديث: )م ن س ن ف ي ا ل س ل م س ن ة ح س ن ة ف ل ه أ ج ر ه ا و أ ج ر م ن ع م ل ب ه ا ب ع د ه م ن غ ي ر أ ن ي ن ق ص م ن أ ج ور ه م ش ي ء و م ن س ن ف ي ال س ل م س ن ة س ي ئ ة ك ان ع ل ي ه و ز ر ه ا و و ز ر م ن ع م ل ب ه ا م ن ب ع د ه م ن غ ي ر أ ن ي ن ق ص م ن أ و ز ار ه م ش ي ء (. رواه مسلم: 228

قوله صلى اهلل عليه وسلم: )من سن في السلم سنة حسنة فله أجرها( إلى آخره, فيه: الحث على االبتداء بالخي ارت وسن السنن الحسنات, والتحذير من اخت ارع الباطيل والمستقبحات, وسبب هذا الكلم في هذا الحديث أنه قال في أوله: )فجاء رجل بصرة كادت كفه تعجز عنها, فتتابع الناس( وكان الفضل العظيم للبادي بهذا الخير, والفاتح لباب هذا الحسان. وفي هذا الحديث تخصيص قوله صلى اهلل عليه وسلم:»كل محدثة بدعة وكل بدعة ضللة«, وأن الم ارد به المحدثات الباطلة والبدع المذمومة, وقد سبق بيان هذا في كتاب صلة الجمعة, وذكرنا هناك أن البدع خمسة أقسام: واجبة ومندوبة ومحرمة ومكروهة ومباحة. قوله: )عن عبد الرحمن بن هلل العبسي( هو بالباء الموحدة. )صحيح مسلم بشرح النووي يحيى بن شرف بن مري النووي دار إحياء الت ارث العربي بيروت 1392 ط 2, ج 7 ص 104( قال المام النووي شرحا لحديث: )م ن س ن ف ي ا ل س ل م س ن ة ح س ن ة ف ع م ل ب ه ا ب ع د ه ك ت ب ل ه م ث ل أ ج ر م ن ع م ل ب ه ا و ال ي ن ق ص م ن أ ج ور ه م ش ي ء و م ن س ن ف ي ا ل س ل م س ن ة س ي ئ ة ف ع م ل ب ه ا ب ع د ه ك ت ب ع ل ي ه م ث ل و ز ر م ن ع م ل ب ه ا و ال ي ن ق ص م ن أ و ز ار ه م ش ي ء (. رواه مسلم. قوله صلى اهلل عليه وسلم : )من سن سنة حسنة ومن سن سنة سيئة( الحديث وفي الحديث اآلخر )من دعا إلى الهدى ومن دعا إلى الضللة(. هذان الحديثان صريحان في الحث على استحباب سن المور الحسنة, وتحريم سن المور السيئة, وأن من سن سنة حسنة كان له مثل أجر كل من يعمل بها إلى يوم القيامة, ومن سن سنة سيئة كان عليه مثل وزر كل من يعمل بها إلى يوم القيامة, وأن من دعا إلى هدى كان له مثل أجور متابعيه, أو إلى ضللة كان عليه مثل آثام تابعيه, سواء كان ذلك الهدى والضللة هو الذي ابتدأه, أم كان مسبوقا إليه, وسواء كان ذلك تعليم علم, أو عبادة, أو أدب, أو غير ذلك. قوله صلى اهلل عليه وسلم : )فعمل بها بعده( معناه إن سنها سواء كان العمل في حياته أو بعد موته. واهلل أعلم. )يحيى بن شرف النووي صحيح مسلم بشرح النووي دار إحياء الت ارث العربي بيروت سنة 1392 ه. ط 2, ج 16 ص 227-226( قال الحسيني الكفوي: البدعة : هي عمل عمل على غير مثال سبق وفي القاموس:»هي الحدث في الدين بعد الكمال أو ما استحدث بعد النبي عليه السلم من الهواء والعمال قيل: هي أصغر من الكفر وأكبر من الفسق«وفي المحيط الرضوي:»إن كل بدعة تخالف دليل يوجب العلم والعمل به فهي كفر وكل بدعة تخالف دليل يوجب العمل ظاه ار فهي ضللة وليست بكفر وقد اعتمد عليه عامة أهل السنة والجماعة ومختار جمهور أهل السنة من الفقهاء والمتكلمين عدم إكفار أهل القبلة من المبتدعة والمؤولة في غير الضرورية لكون التأويل شبهة والواجبة من البدعة: نظم أدلة المتكلمين للرد على الملحدة والمبتدعين والمندوبة منها: كتب العلم وبناء المدارس ونحوذلك والمباحة منها: البسط في ألوان الطعمة وغير ذلك«)أبو البقاء أيوب بن موسى الحسيني الكفوي كتاب الكيات بيروت مؤسسة الرسالة 1419 ه. / 1998 م. المحقق: عدنان درويش ومحمد المصري ص 234( 229

5. RELEVANSI QONUN WADL I & HUKUM SYAR I Diskripsi Masalah Sebagai orang yang beragama, tentunya kita mengakui aturan-aturan yang ditetapkan oleh Shohibusy Syari ah. Tetapi juga sebagai manusia yang berinteraksi dengan sesama, disamping juga sebagai warga-negara tentunya ada aturan-aturan yang juga mengikat kita. Aturan-aturan dibuat oleh manusia itulah yang kemuddian dikenal dengan istilah hukum positif (al-qonun al-wadl i). Seperti yang terjadi di negara kita, pemerintah telah memberlakukan hukum posittif (al-qonun al-wadl i) seperti diberlakukannya Undang-undang No.1 Th.1974 tentang Perkawinan, Peraturan Pemerintah No.9 Th.1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No.1 Th.1974, Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang Hukkum Perkawinan, Hukum Kewarisan, dan Hukum Perwakafan, Undang-Undang No.41 Th.2004 Tentang Wakaf, dan Undang-Undang No.23 Th.2002 Tentang Perlindungan Anak, dan undang-undang lainnya. Dalam beberapa undang-undang tersebut di atas terdapat berbagai ketentuan yang berbeda dan bahkan bertolak belakang dengan hukum syar i. Misalnya, dalam Undang-Undang Perkawinan, perkawinan hanya dianggap sah apabila diccatatkan, talak hanya didinyatakan jatuh bila diikrarkan di depan sidang pengaddilan. Demikian pula di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tentang Hukum Kewarisan, terdapat ketentuan mengenai anak angkat memperoleh hibah sebesar seperempat dari jumlah harta warisan, dan lain-lainnya. Menghadapi kenyataan ini, masyarakat Islam berada dalam keraguan untuk mennerima dan menerapkan berbagai ketentuan dalam qonun wadl i yang berbeda atau bertentangan dengan hukum syar i. Pertanyaan : 1. Bagaimanakah hubungan antara hukum syar i dan qonun wadl i? 2. Ketentuan manakah yang harus diambil ketika terdapat perbedaan antara hukkum syar i dan qonun wadl i? Jawaban : Posisi hukum positif dihadapan hukum syar i ada beberapa kemungkinan : 1. Hukum positif menetapkan sesuatu yang tidak diperoleh petunjuk nash al- Qur an secara sharih (eksplisit), bahkan kadang-kadang sengaja didiamkan oleh Syari, dan itu mengimplisitkan kreasi mengatur al-maskut anhu oleh ummat Muhammad SAW, maka hukum positif seperti ini bisa diterima dan 230

2. 3. diikuti, sesuai dengan penegasan Usman ibn Affan ra. : Hukum positif menetapkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum syar i, maka dalam posisi ini harus ditolak. Apabila hukum positif menetapkan dan menganjurkan sesuatu yang tidak bertentangan dengan hukum syar i, atau hukum positif menetapkan sesuatu yang ditetapkan hukum syar i baik dalam perkara wajib atau mandub, maka wajib ditaati, sedang jika menetapkan sesuatu yang mubah, apabila bermanffaat bagi kepentingan umum maka juga wajib ditaati, tetapi kalau tidak bermmanfaat untuk umum maka tidak wajib ditaati. أقوال العلماء : قال عبد المحسن العباد : وقد بين أمير المؤمنين عثمان بن عفان رضي اهلل عنه عظم منزلة السلطان وما يترتب على وجوده من الخير الكثير ومن حصول المصالح ودرء المفاسد وذلك في قوله رضي اهلل عنه:»إن اهلل ليزع بالسلطان ما ال يزع بالقرآن«لن من الناس من يق أر القرآن ويرى القوارع والزواجر ومع ذلك ال تحرك ساكنا في قلبه وال تؤثر عليه ولكنه يخاف من سلطة السلطان ومن بطش وقوة السلطان. )شرح سنن أبي داود عبد المحسن العباد ج 1 ص 2( قال السيوطي :»ت ص ر ف ا ل م ام ع ل ى الر ع ي ة م ن وط ب ال م ص ل ح ة«هذه القاعدة نص عليها الشافعي وقال:»م ن ز ل ة ا ل م ام م ن الر ع ي ة م ن ز ل ة ال و ل ي م ن ال ي ت يم «. قلت: وأصل ذلك ما أخرجه سعيد بن منصور في سننه قال: حدثنا أبو الحوص عن أبي إسحاق عن الب ارء بن عازب قال: قال عمر رضي اهلل عنه:»إن ي أ ن ز ل ت ن ف س ي م ن م ال اهلل ب م ن ز ل ة و ال ي ال ي ت يم إن اح ت ج ت أ خ ذ ت م ن ه ف إ ذ ا أ ي س ر ت ر د د ت ه ف إ ن اس ت غ ن ي ت اس ت ع ف ف ت «. )الشباه والنظائر جلل الدين عبد الرحمن بن أبي بكر السيوطي بيروت دار الكتب العلمية سنة 1403 ه. طبعة 1 ص 121( قال العسقلني في شرحا لحديث : )الس م ع و الط اع ة ع ل ى ال م ر ء ال م س ل م ف يم ا أ ح ب و ك ر ه م ا ل م ي ؤ م ر ب م ع ص ي ة ف إ ذ ا أ م ر ب م ع ص ي ة ف ل س م ع و ال ط اع ة ( متفق عليه عن عبد اهلل رضي اهلل عنه: قوله )فيما أحب وكره( في رواية أبي ذر»فيما أحب أو كره«. قوله )ما لم يؤمر بمعصية( هذا يقيد ما أطلق في الحديثين الماضيين من المر بالسمع والطاعة ولو لحبشي, ومن الصبر على ما يقع من المير مما يكره, والوعيد على مفارقة الجماعة. قوله )فإذا أمر بمعصية فل سمع وال طاعة( أي ال يجب ذلك بل يحرم على من كان قاد ار على االمتناع, وفي حديث معاذ عند أحمد»ال طاعة لمن لم يطع اهلل«. وعنده وعند الب ازر في حديث عم ارن بن حصين والحكم ابن عمرو الغفاري»ال طاعة في معصية اهلل«وسنده قوي, وفي حدث عبادة بن الصامت عند أحمد والطب ارني»ال طاعة لمن عصى اهلل تعالى«وقد تقدم البحث في هذا الكلم على حديث عبادة في المر بالسمع والطاعة»إال أن تروا كف ار بواحا«بما يغني عن إعادته وهو في»كتاب الفتن«وملخصه أنه ينعزل 231

بالكفر إجماعا«فيجب على كل مسلم القيام في ذلك, فمن قوي على ذلك فله الثواب, ومن داهن فعليه الثم, ومن عجز وجبت عليه الهجرة من تلك الرض. )أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلني فتح الباري شرح صحيح البخاري المحقق عبد العزيز بن عبد اهلل بن باز بيروت دار الكتب العلمية سنة 1410 ه. / 1989 م. طبعة 1 ج 13 ص 154-153( قال محمد نووي الجاوي : إذا أمر بواجب تأكد وجوبه إاون أمر بمندوب وجب إاون أمر بمباح فإن كان فيه مصلحة عامة وجب بخلف ما إذا أمر بمحرم أو مكروه أو مباح ال مصلحة فيه عامة. )نهاية الزين محمد بن عمر بن علي بن نووي الجاوي بيروت دار الفكر ج 1 ص 112( قال محمد عرفه الدسوقي : واعلم أن محل كون المام إذا أمر بمباح أو مندوب تجب طاعته إذا كان ما أمر به من المصالح العامة. )حاشية الدسوقي على الشرح الكبير محمد عرفه الدسوقي بيروت دار الفكر ج 1 ص 407( 6. KHITAN PEREMPUAN Diskripsi Masalah Dalam riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Rasullullah SAW bersabda: Ada lima macam yang termasuk fitrah, yaitu khitan, menccukur rambut yang tumbuh di sekitar kemaluan, menggunting kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak. Hadits tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah ajaran yang komprehensif yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk hal-hal yang sepele yang menjadi naluri kebiasaan manusia. Dalam konteks khitan, ulama sepakat bahwa laki-laki dianjurkan untuk berkhittan, karena secara logika bisa dipahami, karena merupakan bagian dari kebersihan (thaharah), tetapi tidak demikian bagi perempuan, banyak kalangan, terutama tenaga medis yang melarang khitan bagi perempuan. Sementara itu sebagian kallangan berpendapat bahwa khitan bagi perempuan harus dilakukan, karenanya masalah khitan bagi perempuan perlu mendapatkan kejelasan secara tuntas dan menyeluruh Pertanyaan: Bagimana penjelasan khitan bagi perempuan dalam sisi: 1. Dalil-dalil masru iyahnya. 232

2. 3. 4. Hikmahnya. Hukumnya. Teknis dan waktu pelaksanaanya. Jawaban : 1. Dalil-dalil yang menjadi landasan khitan bagi perempuan: a. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari haditsnya Usamah RA.: أن النبي صلى اهلل عليه و سلم قال: )الختان سنة للرجال مكرمة للنساء( أخرجه أحمد عن أسامة والطب ارني في الكبير عن شداد بن أوس وعن ابن عباس رضي اهلل عنهم. Hadits tersebut berkwalitas hasan sebagaimana dinyatakan oleh al-suyuthi dalam al-jami as-shoghir, sementara al-baihaqi, al-dzahabi, ibn Hajar dan al- Iraqi berpendapat dlo if. b. Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah pakar hadits diantaranya Imam al-bukhori dan Imam Muslimn dari haditsnya Abi Hurairoh RA. dari Rassulullah SAW beliau bersabda: )الفطرة خمس أوخمس من الفطرة الختان واالستحداد ونتف البط وتقليم الظفار وقص الشارب( أخرجه الشيخان وأبو داود والدارمي ومالك وأحمد. Setiap hadits yang diriwayatkan al-bukhori dan Muslim atau salah satunya dijamin shohih tanpa harus diteliti. c. Hadits yang diriwayatkan oleh Abi Daud dari haditsnya Umi Athiyah Al- Anshoriyah yang menyampaikan: عن أم عطية النصارية أ ن ام ر أ ة ك ان ت ت خ ت ن ب ال م د ين ة ف ق ال ل ه ا الن ب ي ص ل ى الل ه ع ل ي ه و س ل م : )ال ت ن ه ك ي ف إ ن ذ ل ك أ ح ظ ى ل ل م ر أ ة و أ ح ب إ ل ى ال ب ع ل ) رواه أبو داود قال الخطابي:»وقد جاء في رواية أخرى )أشمى وال تنهكي( قيل: شبه القطع اليسير بإشمام ال ارئحة وشبه النهك بالمبالغة فيه أي اقطعي بعض النواة وال تستأصليه. قوله )التنهكي( معناه: ال تبالغي في الخفض والنهك: المبالغة في الضرب والقطع والشتم والشمام أخذ اليسير في ختان الم أرة. اه Hadits tersebut dloif sebagaimana dikatakan Abu Dawud, tetapi memiliki dua syahid yaitu haditsnya Anas dan haditsnya Ummi Ayman yang diriwwayatkan Abu As-Syaikh dalam kitab Aqiqoh, dan haditsnya Ad-Dlohhak 233

ibn Qoys yang diriwayatkan al-baihaqi sebagaimana dikatakan Al-Adzim Abady pengarang Aunul Ma bud. d. Hadits yang diriwayatkan Ath-Thabarani dan Al-Hakim dari Adl-Dlohhhak ibn Qois RA: )اخ ف ض ي و ال ت ن ه ك ي ف إ ن ه أ ن ض ر ل ل و ج ه و أ ح ظ ى ع ن د الز و ج ) أخرجه الطب ارني والحاكم. Hadits tersebut shohih menurut Imam Suyuthi dalam al-jami ash-shogir e. Haditsnya Abi Hurairah RA : قال رسول اهلل صلى اهلل عليه وسلم: )اختتن إب ارهيم عليه السلم وهو ابن ثمانين سنة بالقدوم( أخرجه الشيخان وأحمد مع قوله تعالى: ق ل ص د ق اهلل ف ات ب ع وا م ل ة إ ب ر اه يم ح ن يف ا و م ا ك ان م ن ال م ش ر ك ين سورة آل عم ارن: 95. Hadits di atas diriwayatkan oleh Imam al-bukhori dan Imam Muslim, sehingga dipastikan shohih. 2. Hikmah dianjurkan khitan bagi perempuan bisa tertangkap dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abi Daud dari haditsnya Umi Athiyah Al Ansyoriyyah : عن أم عطية النصارية أ ن ام ر أ ة ك ان ت ت خ ت ن ب ال م د ين ة : )ال ت ن ه ك ي ف إ ن ذ ل ك أ ح ظ ى ل ل م ر أ ة و أ ح ب إ ل ى ال ب ع ل ) رواه أبو داود Hadits tersebut memberikan pengertian dua hal : Pertama: Berkhitan bagi perempuan dianjurkan, dan ini bagian dari haddits taqriri, mengingat Rasululloh SAW tidak melarang tradisi orang Madinah, bahkan memberikan pengarahan cara melakukkan khitan. Kedua: Rasulullah SAW melegitimasi khitan perempuan, padahal kekhawatiran Beliau akan terjadinya malpraktek, sehingga mennyebabkan frigid tampak jelas dalam hadits tersebut, hal ini mengindikasikan adanya hikmah dan manfaat dalam khitan yang lebih penting dibanding dengan kehawatiran akan terjjadinya mal praktek. Hanya saja hikmah itu tidak terungkap 234

jelas dalam hadits tersebut. Sebagian Ulama mencoba mencari hikmah dianjurkannya khitan bagi perempuan dengan menggatakan bahwa khitan menjadi kendali bagi nafsu dan syahwat perempuan. Di samping itu, menurut Dr. Al-Bar dalam paper yang dipresentasikan dalam al-majma al-fiqhi pada Rabithah al- Alam al-islami disebutkan hikmahnya khitan perempuan sebagai berikut: a. Mengikuti syari at Allah SWT. dan sunnah Nabi SAW. b. Thaharah c. Kebersihan yang dapat mencegah infeksi saluran kencing d. Menstabilkan syahwat e. Menetapkan pengganti yang sesuai untuk memerangi adat kebiasaan yang tidak sesuai dengan syariah dan mendatangkan dharar f. Meninggikan syi ar ibadah, bukan adat istiadat g. Memelihara aspek sosial dan kejiwaan yang timbuil akibat meninggalkan khitan. 3. Teknis dan waktu pelaksanaanya Khitan perempuan dilakukan dengan menghilangkan sebagian kecil dari kulit ari yang menutupi klitoris, bukan membuangnya sama sekali. Bahkan Rasulullah justru mengingatkan agar tidak berlebihan dalam memotong, sebbagaimana terungkap dalam haditsnya Umi Athiyah Al Ansyoriyah tersebut diatas. Adapun waktu khitan bagi perempuan yang paling baik adalah hari ketujuh dari kelahirannya. Ulama berbeda pendapat tentang penetapan hitungan hari ketujuh. Ada yang berpendapat hari pertama kelahiran dihitung satu hari, ini pendapat yang kuat, sementara itu, ada yang menganggap hari pertama tidak dihitung. 4. Hukumnya Ulama berbeda pendapat tentang hukum khitan bagi perempuan, ada yang mengatakan sunnah, ada yang mengatakan mubah. Sedangkan menurut Syafi i hukumnya wajib, seperti hukum khitan bagi laki-laki sebagaimana dikemukakan Imam Nawawi. Pendapat yang mengatakan khitan perempuan dilarang sebetulnya tidak memmiliki dalil syar i, kecuali hanya sekedar melihat bahwa khitan perempuan 235

adalah menyakitkan korban (perempuan), sementara hadits yang menjelaskkan khitan perempuan (haditsnya Abui Dawud) tidak menunjukkan taklif disamping juga kesahihannya diragukan. Padahal ada qaidah ushul yang men-.(عدم الدليل ليس بدليل) bidalilin nyatakan bahwa adam al-dalil laisa Adapun pendapat yang mengatakan sunnah, berdasarkan hadits yang diriwwayatkan oleh Imam Ahmad : ع ن أ ب ي ال م ل يح ب ن أ س ام ة ع ن أ ب يه أ ن الن ب ي ص ل ى اهلل ع ل ي ه و س ل م ق ال : )ال خ ت ان س ن ة ل لر ج ال م ك ر م ة ل لن س اء ( رواه أحمد Lafadz sunnah yang dikehendaki disini bukan berarti lawannya wajib, karena lafadz sunah apabila dipakai dalam sebuah hadits, maka tidak dimakssudkan sebagai lawannya wajib. tetapi lebih pada persoalan pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam sisi hukumnya. Dengan begitu arti sunah dan makrumah dalam hadits tersebut, maksudnya: laki-laki lebih dianjurkan berkhitan dibanding dengan perempuan. Sehingga bisa jadi artinya laki-laki sunah berkhitan, perempuan mubah. Atau wajib bagi laki-laki dan sunnah bagi perempuan. Atau kalau laki-laki dianjurkan mengumumkan khitannya, baik dalam bentuk walimatul khitan atau undangan, sedang kalau peremppuan justru yang baik di rahasiakan, tidak perlu diekspose atau disebar-luaskkan. أقوال العلماء : قال العسقلني شرحا لحديث : )ال ف ط ر ة خ م س أ و خ م س م ن ال ف ط ر ة ال خ ت ان و اال س ت ح د اد و ن ت ف ال ب ط و ت ق ل يم ا ل ظ ف ار و ق ص الش ار ب ) رواه البخاري عن أبي هريرة: قال الماوردي ختانها قطع جلدة تكون في أعلى فرجها فوق مدخل الذكر كالنواة أو كعرف الديك والواجب قطع الجلدة المستعلية منه دون استئصاله. وقد أخرج أبو داود من حديث أم عطية أن ام أرة كانت تختن بالمدينة فقال لها النبي صلى اهلل عليه وسلم: )ال تنهكي فإن ذلك أحظى للم أرة( وقال أنه ليس بالقوي قلت وله شاهدان من حديث أنس ومن حديث أم أيمن ثم أبي الشيخ في كتاب العقيقة وآخر عن الضحاك بن قيس عند البيهقي قال النووي ويسمى ختان الرجل إعذا ار بذال معجمة وختان الم أرة خفضا بخاء وضاد معجمتين وقال أبو شامة كلم أهل اللغة يقتضي تسمية الكل إعذا ار والخفض يختص بالنثى قال أبو عبيدة عذرت الجارية والغلم وأعذرتهما ختنتهما وأختنتهما وزنا ومعنى. قال الجوهري والكثر خفضت الجارية قال وتزعم العرب أن الغلم إذا ولد في القمر فسخت قلفته أي اتسعت فصار كالمختون وقد استحب العلماء من الشافعية فيمن ولد مختونا أن يمر بالموسى على موضع الختان من غير قطع قال أبو شامة:»وغالب من يولد كذلك ال يكون ختانه تاما بل يظهر طرف الحشفة فإن كان كذلك وجب تكميله وأفاد الشيخ أبو عبد اهلل بن الحاج في المدخل أنه اختلف في النساء هل يخفضن عموما أو يفرق بين نساء المشرق فيخفضن 236

ونساء المغرب فل يخفضن لعدم الفضلة المشروع قطعها منهن بخلف نساء المشرق قال فمن قال أن من ولد مختونا استحب إم ارر الموسى على الموضع امتثاال لألمر قال في حق الم أرة كذلك ومن ال فل وقد ذهب إلى وجوب الختان دون باقي الخصال الخمس المذكورة في الباب الشافعي وجمهور أصحابه وقال به من القدماء عطاء حتى قال لو أسلم الكبير لم يتم إسلمه حتى يختن وعن أحمد وبعض المالكية يجب وعن أبي حنيفة واجب وليس بفرض وعنه سنة يأثم بتركه وفي وجه للشافعية ال يجب في حق النساء وهو الذي أورده صاحب المغني. )أحمد بن علي بن حجر أبو الفضل العسقلني فتح الباري شرح صحيح البخاري المحقق عبد العزيز بن عبد اهلل بن باز بيروت دار الكتب العلمية سنة 1410 ه. / 1989 م. طبعة 1 ج 10 ص 418-417( قال يحيى بن شرف النووي شرحا لحديث: )ال ف ط ر ة خ م س اال خ ت ت ان و اال س ت ح د اد و ق ص الش ار ب و ت ق ل يم ا ل ظ ف ار و ن ت ف ا ل ب ط ) رواه مسلم عن أبي هريرة رضي اهلل عنه: قوله: )الفطرة خمس, ثم فسر صلى اهلل عليه وسلم الخمس فقال: )الختان واالستحداد وتقليم الظفار ونتف البط وقص الشارب( وفي الحديث اآلخر: )عشر من الفطرة: قص الشارب إاوعفاء اللحية والسواك واستنشاق الماء وقص الظفار وغسل الب ارجم ونتف البط وحلق العانة وانتقاص الماء قال مصعب: ونسيت العاشرة إال أن تكون المضمضة(. أما قوله صلى اهلل عليه وسلم: )الفطرة خمس( فمعناه خمس من الفطرة كما في الرواية الخرى )عشر من الفطرة(, وليست منحصرة في العشر, وقد أشار صلى اهلل عليه وسلم إلى عدم انحصارها فيها بقوله:»من الفطرة«واهلل أعلم. وأما الفطرة فقد اختلف في الم ارد بها هنا فقال أبو سليمان الخطابي: ذهب أكثر العلماء إلى أنها السنة, وكذا ذكره جماعة غير الخطابي قالوا: ومعناه أنها من سنن النبياء صلوات اهلل وسلمه عليهم, وقيل: هي الدين, ثم إن معظم هذه الخصال ليست بواجبة عند العلماء, وفي بعضها خلف في وجوبه كالختان والمضمضة واالستنشاق, وال يمتنع قرن الواجب بغيره كما قال اهلل تعالى: }كلوا من ثمره إذا أثمر وآتوا حقه يوم حصاده{ واليتاء واجب, والكل ليس بواجب واهلل أعلم. أما تفصيلها )فالختان( واجب عند الشافعي وكثير من العلماء, وسنة عند مالك وأكثر العلماء, وهو عند الشافعي واجب على الرجال والنساء جميعا, ثم إن الواجب في الرجل أن يقطع جميع الجلدة التي تغطي الحشفة حتى ينكشف جميع الحشفة, وفي الم أرة يجب قطع أدنى جزء من الجلدة التي في أعلى الفرج, والصحيح من مذهبنا الذي عليه جمهور أصحابنا أن الختان جائز في حال الصغر ليس بواجب, ولنا وجه أنه يجب على الولي أن يختن الصغير قبل بلوغه, ووجه أنه يحرم ختانه قبل عشر سنين, إاوذا قلنا بالصحيح استحب أن يختن في اليوم السابع من والدته, وهل يحسب يوم الوالدة من السبع أم تكون سبعة سواه فيه وجهان أظهرهما يحسب. )شرح النووي على صحيح مسلم يحيى بن شرف النووي بيروت دار إحياء الت ارث العربي سنة 1392 ه. طبعة 2 ج 3 ص )148-147 قدم الدكتور البار إلى المجمع الفقهي ب اربطة العالم السلمي بمكة المكرمة بحثا جاء فيه:»إن ختان النثى أو خفضها الذي ورد فى السنة له محاسن كثيرة ذكرها الباحثون فى المؤتمر الطبي السلمي -عن الشريعة والقضايا الطبية المعاصرة- هذه الفوئد يمكن أن تلخص فى: 237

-ذهاب الغلمة والشبق )وتعنى شدة الشهوة والنشغال بها والف ارط فيها( وذهابهما يعني: تعديل الشهوة عند المختونين من الرجال والنساء. منع الروائح الكريهة الناتجة عن ت اركم اللخن تحت القلفة. - انخفاض معدل التهابات المجازي البولية. - انخفاض معدل التهابات المجاري التناسلية. - بهذا يمكن أن نقول: إن فوائد الختان الشرعي هي: تثبيت شرع اهلل وسنة المصطفى صلى اهلل عليه وسلم. 1. الطهارة. 2. النظافة التي تؤدي إلى انخفاض فى معدل االلتهابات البولية والتناسلية. 3. تحسين الخلق حتى يكون الخلق على الفطرة الحنيفية. 4. تعديل الشهوة 5. تثبيت البديل المناسب لمحاربة العادة غير الشرعية والضارة. 6. إعلء شغيرة العبادة ال العادة 7. م ارعاة النواحي الجتماعية والنفسية الناتجة عن التخلي المطلق عن الختان. 8. )عبد الحافظ الصاوي ختان الناث مصر دار الكلمة سنة 2007 م. ص 55( قال النووي : وأما ختان الم أرة فاعلم أن مدخل الذكر هو مخرج الحيض والولد والمني وفوق مدخل الذكر ثقب مثل إحليل الرجل هو مخرج البول وبين هذا الثقب ومدخل الذكر جلدة رقيقة وفوق مخرج البول جلدة رقيقة مثل ورقة بين الشفرين والشف ارن تحيطان بالجميع فتلك الجلدة الرقيقة يقطع منها في الختان وهي ختان الم أرة. )المجموع شرح المهذب بيروت دار الفكر سنة 1996-1417 ه. طبعة 1 المحقق: محمود مطرحي ج 2 ص 149( قال زين بن إب ارهيم : وختان الم أرة موضع قطع جلدة منها كع ر ف الديك فوق الفرج وذلك لن مدخل الذكر هو مخرج المني والولد والحيض وفوق مدخل الذكر مخرج البول كإحليل الرجل وبينهما جلدة رقيقة يقطع منها في الختان فحصل أن ختان الم أرة متسفل تحت مخرج البول وتحت مخرج البول مدخل الذكر فإذا غابت الحشفة في الفرج فقد حاذى ختانه ختانها. )زين بن إب ارهيم بن محمد بن محمد بن بكر البحر ال ارئق شرح كنز الدقائق بيروت دار المعرفة ج 1 ص 61( قال الشنقيطي : فشرع هذا الختان طهارة للرجل, وكذلك تخفيفا من الشهوة في الم أرة, فإن الم أرة إذا تركت على حالها اشتدت شهوتها, ولذلك كما ذكر شيخ السلم رحمة اهلل عليه يقول: يوجد في نساء الكفار من الشدة لطلب الفساد والح ارم ما ال يوجد في نساء المؤمنين وذلك لمحل الختان. وجعل اهلل في الختان مصلحة الدين والدنيا, فلذلك يحصل به العفة للم أرة والرجل, وتحصل به العفة للم أرة 238

والطهارة للرجل ولذلك الم أرة إذا اجتثت هذه الجلدة ذهبت شهوتها كما يقول الطباء والحكماء من المتقدمين والمتأخرين إاوذا تركت اشتدت غلمتها, ولذلك ورد في حديث ابن عطية كما أشار إليه المام ابن القيم في التحفة: )أشمي وال تنهكي( والشمام يكون من أعلى الشيء والنهاك اجتثاثه من أصله وهو حديث متكلم في سنده, ولكن معناه صحيح عند العلماء أن الخاتنة ينبغي عليها أال تأخذ الجلدة بكاملها وال تستأصلها لنه استئصال للشهوة وذهاب لها وكذلك أيضا ال تترك الجلدة, فشرع اهلل هذا لما فيه من اعتدال الشهوة للم أرة. )شرح ازد المستقنع الشنقيطي مشروعية الختان, ج 1 ص 123(.*** Makasar, 26 Maret 2010 PIMPINAN SIDANG KOMISI BAHTSUL MASAIL AD-DINIYYAH AL-MAUDLU IYYAH Ketua ttd. KH Dr. M. Masyhuri Na im, M.A. Ketua ttd. KH Dr. Maghfur Usman, M.A Ketua ttd. KH Afifuddin Muhajir Sekretaris ttd. KH Arwani Faishal TIM PERUMUS : Ketua merangkap Anggota : KH DR. Muhammad Masyhuri Na im, M.A. ( PBNU ) Sekretaris, merangkap Anggota: KH Arwani Faishal ( PBNU ) Anggota : 239

1. KH Romadlon Chotib, MA. ( PBNU ) 2. KH Muhibbul Aman Ali ( PWNU JATIM ) 3. Abdul Jalil, M.E.I ( PWNU JATENG ) 4. KH. Imam Syuhada ( PBNU ) 5. Muhammad Harfin Zuhdi, MA. ( PBNU ) 6. Mahbub Ma afi Ramdlan ( PBNU ) 7. DR. H Fuad Tohari ( PBNU ) 8. KH. Zainuddin Abdullah ( PWNU BANTEN ) 9. DR. H Rumadi ( PBNU ) 10. DR. H Faizah Ali Sibramalisi ( PBNU ) 11. Dra. H Fauziah Masyhari, M.Pd.I. ( PP. FATAYAT NU ) 240

BAHTSUL MASA IL DINIYYAH QONUNIYAH 241

KEPUTUSAN MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA NOMOR : V/MNU-32/III/2010 TENTANG BAHTSUL MASA IL DINIYYAH QONUNIYAH NAHDLATUL ULAMA بسم اهلل الرحمن الرحيم MUKTAMAR Ke-32 NAHDLATUL ULAMA Menimbang : a. Bahwa menjadi tugas Muktamar sebagai instansi tertinggi dalam organisasi Nahdlatul Ulama untuk membahas masalah-masalah yang berkembang di masyarakat dari sudut pandang ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah menurut salah satu madzhab empat agar dapat menjadi pedoman dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kesejahteraan umat; b. Bahwa Nahdlatul Ulama sebagai Perkumpulan atau Jam iyyah Diniyyah Islamiyyah yang bergerak di bidang agama, pendidikan, social, kesehatan, pemberdayaan ekonomi umat dan berbagai bidang yang mengarah kepada terbentuknya Khaira Ummah, perlu secara terus menerus melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas dan kuantitas khidmahnya dengan berdasarkan ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal Jamaah menurut salah satu madzhab empat; c. Bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada huruf a dan b tersebut di atas Muktamar Ke 32 perlu menetapkan Hasil Bahtsul Masail Diniyyah Maudlu iyyah; Mengingat : a. Keputusan Muktamar XXVII Nahdlatul Ulama Nomor 002/MNU-27/1984 jo. Keputusan Munas Alim Ulama Nomor II/MAUNU/1401/4/1983 tentang Pemulihan Khittah Nahdlatul Ulama 1926; 242

b. Keputusan Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama Nomor : I/MNU-32/III/2010 tentang Jadwal Acara dan Peraturan Tata Tertib Muktamar Ke 32, Pasal 17 ayat (a) Anggaran Dasar Nahdlatul Ulama, Pasal 53 ayat (7) Anggaran Rumah Tangga Nahdlatul Ulama; Memperhatikan : a. Khutbah Iftitah Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada pembukaan Muktamar ke 32 Nahdlatul Ulama tanggal tanggal 7 R.Akhir 1431 H/ 23 Maret 2010 M; b. Laporan dan pembahasan Hasil Sidang Komisi Qonuniyah yang disampaikan pada Sidang Pleno VII Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama pada tanggal 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M; c. Ittifak Sidang Pleno VII Muktamar Ke 32 Nahdlatul Ulama pada tanggal 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M; Dengan senantiasa memohon taufiq, hidayah serta ridlo Allah SWT : M E M U T U S K A N : Menetapkan: KEPUTUSAN MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA TENTANG BAHTSUL MASAIL DINIYYAH WAQIIYAH; Pasal 1 Pasal 2 Isi beserta uraian perincian sebagaimana dimaksud oleh keputusan ini terdapat dalam naskah Hasilhasil Bahtsul Masail Diniyyah Qonuniyah sebagai pedoman dalam memperjuangkan berlakunya ajaran Islam yang menganut faham Ahlussunnah wal jamaah menurut salah satu madzhab empat dan mewujudkan tatanan masyarakat yang demokratis dan berkeadilan demi kesejahteraan umat; Mengamanatkan kepada Pengurus dan warga 243

Pasal 3 Nahdlatul Ulama untuk menaati segala Hasilhasil Bahtsul Masail Diniyyah Qonuniyah ini; Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan; Ditetapkan di : Asrama Haji Sudiang Makssar Pada tanggal : 11 R.Akhir 1431 H/ 27 Maret 2010 M MUKTAMAR KE 32 NAHDLATUL ULAMA PIMPINAN SIDANG PLENO VII Drs. KH. Hafizh Utsman Ketua Drs. H. Taufik R. Abdullah Sekretaris 244

KEPUTUSAN BAHTSUL MASAIL DINIYYAH QANUNIYYAH MUKTAMAR KE-32 DI MAKASAR TANGGAL 23-27 MARET 2010 A. Pendahuluan I QAWAIDUT TAQNIIN NAHDLATUL ULAMA Salah satu pilar tegaknya negara hukum sebagaimana yang dikehendaki oleh Unddang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah adaanya peraturan perundang-undangan yang memenuhi rasa keadilan dan aspirasi masyarakat. Peraturan perundang-undangan, baik yang berlaku secara nasional maupun di tingkat daerah adalah peraturan tertulis yang dibuat oleh lembaga atau pejabat yang berwenang mengikat secara umum terhadap pihak yang diatur dalam materi hukum peraturan tersebut. Dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan sesuai dengan azas keterbukaan, masyarakat berhak untuk berpartisipasi mulai dari perencanaan, persiapan, pembahasan, pelaksanaan, penyebarluasan, dan pengawasannya. Bagi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah, pertimbangan pembenttukan peraturan perundang-undangan, baik yang bersifat perubahan, pengganttian maupun pembuatan peraturan pelaksanaannya adalah antara lain untuk: 1. 2. 3. 4. 5. Mempercepat proses reformasi Meningkatkan kualitas demokrasi Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat khususnya otonomi daerah Menghormati, memajukan, dan melindungi hak asasi manusia termasuk memperhatikan prinsip kesetaraan jender Mendukung pemulihan dan pembangunan ekonomi rakyat yang berkeadilan dan agamis. 245

Oleh karena itu diperlukan adanya peraturan perundang-undangan yang harmonnis dan tidak saling bertentangan baik antara jenis, hierarki secara vertikal maupun horizontal, yang disusun berdasarkan landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis. Pembuatan peraturan perundang-undangan memuat landasan filosofis yang berssendikan Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Perssatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan bertujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Landasan yuridis adalah mengacu kepada sumbersumber hukum dalam ketatanegaraan yaitu Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan sosiologis yaitu realitas fakta kehidupan dan kondisi kebutuhan masyarakat Indonesia yang majemuk dan plural. Asas materi hukum yang digariskan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan pada intinya adalah bahwa setiap peraturan perundang-undangan baik tingkat pusat maupun tingkat daerah harus memuat upaya untuk melindungi seluruh masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai lapisan guna memenuhi hak-hak asasi seluruh warga negara dan memperkuat Negara kesatuan Republik Indonesia di dalam kerangka kebhinnekaan yang mencerminkan harkat persamaan dan perlakuan yang adil. Dasar penetapan, prosedur dan asas di atas secara teoritik dapat melahirkan peraaturan perundangan yang membawa kemaslahatan untuk umat Islam khususnya dan seluruh bangsa Indonesia pada umumnya. Akan tetapi dalam faktanya bisa terjadi peraturan perundangan yang tidak sejalan dengan kemaslahatan tersebut baik karena kurang adanya ketelitian dari pihak pembuat undang-undang sehhingga dapat merugikan semua pihak khususnya umat Islam sebagai penduduik mayoritas di negeri ini. Karena itu, Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi keagamaan terbesar di Inddonesia, dan selalu meneguhkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, melakukan sikap kritis guna mengidentifikasi berbagai undang-undang ataupun rancangan undang-undang yang dipandang dapat merugikan kepentingan bangsa sejalan dengan tujuan ajaran Islam yaitu untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam (Q.S. Al Anbiya [21]: 107). Seluruh undang-undang dan peraturan yang ada di Indonesia hendaklah membbawa kemaslahatan bagi seluruh kepentingan bangsa. NU sebagai Jam iyah Diniyyah Ijtima iyah secara proaktif melakukan pengkajian yang menyeluruh terhadap 246

undang-undang yang sudah ada dengan memperhatikan kekuatan dan kelemahhannya maupun mengusulkan pembuatan undang-undang yang baru untuk disaampaikan dalam program legislasi nasional melalui Badan Legislasi Nasional Dewwan Perwakilan Rakyat. Kepentingan penelaahan terhadap seluruh peraturan dan perundang-perundangan serta pengusulan peraturan dan undang-undang yang baru dimaksudkan agar kepentingan warga Nahdlatul Ulama dan umat Islam dapat tertampung dalam program penyelenggaraan kehidupan berbangsa. Untuk itu diperlukan kaidah-kaidah (Qawa idut Taqniin) menurut perspektif NU agar proses perumusan peraturan dan perundang-undangan di Indonesia dapat berjalan sesuai dengan kemaslahatan umat dan cita-cita mendirikan negara Republik Indonesia yang adil makmur sejahtera lahir dan batin yang didasarkan kepada nilai-nilai ajaran Islam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah. B. Maksud dan Tujuan Setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi aspek: (1) preventif yaitu hukum hendaklah tidak mendorong tingkah laku yang tidak disetujui oleh warga pendukungnya (2) kuratif yaitu setiap undang-undang adalah merupakan hukum yang dibentuk yang dalam pelaksanaannya dapat memperbaiki ketidaksseimbangan (injustice) dalam arti mewujudkan kesebandingan (justice) atau mennyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul (3) fasilitatif yaitu hukum itu hendakklah dibentuk yang dapat menciptakan pengakuan, pengaturan dan perlindungan terhadap lembaga hukum. Dari uraian di atas maka dapatlah dipahami bahwa setiap undang-undang henddaklah selalu hidup dan bermanfaat untuk menjawab perkembangan tuntutan kehidupan masyarakat. Proses transformasi kehidupan masyarakat yang bergerak dari fase agraris menuju kepada kehidupan modern, memerlukan komitmen yang kuat terhadap nilai-nilai positif dari tradisi yang telah sejak lama berkembang dalam masyarakat namun pada saat yang sama juga bersikap responsif kepada perkembangan modern (al-muhaafazhah alal qadiimis shaalih wal akhdzu biljjadiidil ashlaah). Atas dasar itulah, Muktamar NU ke 32 menyusun Qawaidut Taqniin yang dimmaksudkan sebagai pedoman dan standar NU dalam mempertahankan, mengkrittisi, mengawal, dan mengusulkan peraturan perundang-undangan dengan tujuan agar peraturan perundangan di Indonesia dapat: 247

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Meningkatkan komitmen seluruh warga NU (Nahdliyyin) terhadap kelluhuran akhlak yang bersumber dari ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah. Menjamin kreatifitas, kemandirian dan harkat martabat bangsa. Menjamin perlindungan terhadap hak-hak warga negara. Melindungi akar budaya bangsa yang sejalan dengan nilai-nilai Islam Ahlusssunnah wal Jamaah. Memberikan sebesar-besar kemaslahatan kepada bangsa. Meningkatkan taraf hidup bangsa. Menjamin terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. C. Pendapat NU tentang penyerapan Hukum Islam dalam hukum nasional NU memandang bahwa penyerapan hukum Islam oleh masyarakat Indonesia dan dalam hukum nasional berjalan secara alami karena sebagian besar masyarakat Indonesia beragama Islam. NU memandang bahwa penyerapan hukum Islam dalam hukum nasional akan membawa kemaslahatan bagi masyarakat Indonessia, khususnya umat Islam. Pola penyerapan itu tergantung kepada kemungkinan keberlakuannya yang memiliki tiga kemungkinan yaitu formal, substansial, dan esensial. 248 1. Formal (Rosmiyah) Formal artinya penyerapan hukum Islam pada hukum nasional secara formmal. NU memandang ada bagian-bagian hukum Islam yang harus diserap dalam hukum nasional secara formal dan hanya berlaku bagi umat Islam sebagai konsekwensi tugas negara yang memberikan pelayanan untuk memberikan kemudahan bagi umat Islam untuk menjalankan ajaran Isllam seperti zakat, wakaf, peradilan agama, haji, hukum waris, wasiat, hibah, dan transaksi perbankan maupun ekonomi syariah pada umumnya. Dalam hal ini, NU mendorong terbitnya peraturan perundang-undangan yang secara formal mengatur persoalan tersebut guna kepentingan umat Islam dan hanya berlaku bagi umat Islam. Hal ini tidak berdimensi diskriminasi karena tidak akan mengurangi hak-hak warga negara lainnya. Penegasan ini dimaksudkan sebagai pengejawantahan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara. 2. Substansial (Dzaatiyah) NU menyadari bahwa ajaran Islam adalah ajaran universal (rahmatan lil

alamiin), untuk itu NU berupaya agar nilai-nilai ajaran Islam dapat dirrasakan kemaslahatannya oleh seluruh umat manusia. Oleh karena itu, hukum yang diturunkan Allah SWT adalah bertujuan untuk terwujudnya kemaslahatan bagi seluruh umat manusia. Atas dasar itu, bagian-bagian dari ajaran Islam yang berkaitan tata pergaulan secara universal, maka pada dasarnya ajaran Islam juga bermanfaat bagi seluruh umat manusia. Namun, oleh karena sistem sosial politik bangsa Indonesia belum memungkinkan berlakunya ajaran Islam secara formal, maka NU memperjuangkan nilainilai substansi dalam peraturan perundang-undangan seperti masalah larrangan pornografi, perjudian, penyalahgunaan narkoba, korupsi, perusakan lingkungan, pelacuran dan lain sebagainya. 3. Esensial (Ruuhiyah/Jauhariyyah) Penyerapan dan penerapan hukum Islam dapat juga terjadi secara esensial dalam arti terserapnya nilai-nilai hukum Islam dalam sistem hukum nasioonal meskipun tidak dalam bentuk norma maupun sanksi yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan nasional. Hal ini misalnya berkaitan dengan upaya mendekatkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang pidana yang lebih mendekati nilai ajaran Islam. Sehingga akan semmakin menjauhkan pelaku tindak pidana dari berbagai perbuatan yang berttentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. D. Qawaidut Taqniin NU Nahdlatul Ulama berpandangan bahwa seluruh praktek penyelenggaraan negara tidak saja mempunyai dimensi kepentingan sesaat akan tetapi hendaklah memilliki pandangan yang jauh ke depan. Dalam pandangan NU kepentingan ke depan itu harus didasarkan kepada pertimbangan kepentingan pelaksanaan nilai-nilai ajaran Islam karena pelaksanaan ajaran Islam pada dasarnya tidak hanya penting bagi umat Islam saja akan tetapi bermanfaat bagi pembangunan bangsa dan juga untuk seluruh umat manusia. NU juga menyadari kebinnekaan bangsa Indonesia dan mendukung tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Karena itu dalam penerapan syariah, NU juga menggunakan pendekatan pelaksanaan nillai ajaran Islam secara berangsur-angsur (tadriji) sejalan dengan fikrah nahdliyyah yang mempertimbangkan aspirasi dan budaya masyarakat. Dari segi muatannya, secara umum pembuatan peraturan perundang-undangan di Indonesia harus mengacu kepada kaidah: تصرف المام على الرعية منوط بالمصلحة 249

Kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus berdasarkan kepada kemaslahataan. Secara lebih khusus lagi, sesuai dengan dasar filosofi ajaran Islam (maqaashidus syarii ah) maka bagi NU semua peraturan perundang-undangan hendaklah dapat memperkuat lima tujuan diturunkannya syari at (al-kulliyatul khoms) yaitu: 1. Hifdzud Din: Setiap kegiatan didasarkan untuk kepentingan pemeliharaan ajaran Islam oleh karena kehidupan itu baru bernilai apabila selalu didasarkan kepada ajaran Islam. Setiap peraturan perundang-undangan (per-uu-an) tidak boleh bertentangan dengan hakikat ajaran Islam malah justru semua UU haruslah bertujuan memperkuat komitmen semua umat beragama terhadap ajaran agamanya. Oleh karena itu pertimbangan untuk kepentingan syari at haruslah ditempatkan di atas segala-galanya. Semua peraturan per-uuan hendaklah yang dapat memudahkan orang beribadah oleh karenanya tidak boleh ada yang bertentangan dengan ajaran Islam (Q.S. Ali Imran [3]:83). Mengingat agama yang dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia adalah Islam, maka setiap undang-undang hendaklah memberi kemudahan bagi umat Islam untuk mengamalkan ajaran agamanya, dan pada saat yang sama juga memberikan kemudahan bagi umat lainnya dalam mengamalkan ajaran agamanya. Bertolak pada pemikiran tersebut, setiap undang-undang tidak boleh bertentangan dengan semangat spritual yang hidup di dalam masyarakat Indonesia. 2. Hifdzun Nafs Setiap pelaksanaan ajaran Islam harus selalu memelihara kelangsungan hidup manusia oleh karena itu tidak dibenarkan upaya-upaya kehidupan yang justru berakibat hilangnya keberadaan manusia. Seluruh peraturan perundang-undangan harus dapat menjaga kelangsungan kehidupan dan melindungi kehormatan umat manusia. Tidak dibenarkan adanya Undang- Undang yang merendahkan martabat manusia karena manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang sempurna (Q.S. Al-Tin [95]: 4); (Q.S. Al-Isra [17]: 33) 3. Hifdzul Aql Peraturan per-uu-an hendaklah memuliakan manusia sebagai makhluk Allah yang mulia yang memiliki akal sehat dengan kemampuan berfikir yang baik dan benar, terbebas dari hedonisme dan materialisme, jauh dari 250

pragmatis serta menjunjung tinggi akhlak mulia, sehingga segenap kehiduppan manusia menjadi aman dan bahagia. Hal ini terwujud manakala akal pikirannya positif, tidak terkotori pengaruh narkotika dan obat-obat terlarrang dan mampu menyikapi semua hal secara dewasa. Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan[862], kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihhkan mereka dengan kelebihan yang Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan (Q.S. Al-Isra [17]:70). 4. Hifdzun Nasl Seluruh per-uu-an harus dapat memelihara kelangsungan berketurunan oleh karena itu tidak dibenarkan adanya upaya pembunuhan atau pemutussan keturunan atas dasar alasan apapun juga. Serta tidak dibenarkan aktifitaas perusakan lingkungan hidup karena dapat mengancam eksistensi kelangssungan hidup manusia. Seluruh peraturan hendaklah bertujuan memuliakan manusia (Q.S. Al-Isra [17]: 31). 5. Hifdzul Mal Seluruh per-uu-an hendaklah dapat memelihara kepemilikan harta baik kepemilikan harta yang sempurna (milkut taam) maupun kepemilikan tak sempurna (milkun naaqish) dan hak-hak kepemilikan kebendaan termasuk hak cipta maupun budaya bangsa, Islam menegaskan adanya kepemilikan perorangan dan kepemilikan syirkah namun harta yang dimiliki itu memilliki nilai ibadah dan sosial yang ditunaikan melalui zakat, infak dan shaddaqah (Q.S. Al-Hijr [15]: 20). Sesuai dengan prinsip-prinsip di atas, maka sebuah peraturan perundangan harus: 1. 2. 3. 4. 5. Melindungi semua golongan Berkeadilan Sesuai dengan agama/keyakinan/kepercayaan masyarakat yang disahkkan keberadaannya di Indonesia Sesuai dengan nilai-nilai kepatutan dan budaya masyarakat yang tidak bertentangan dengan agama Selalu memiliki wawasan ke depan 251

E. Peran NU dalam Proses Pembentukan Hukum di Indonesia Legislasi Nasional merupakan agenda penting dalam penyelenggaraan negara yang berdampak sangat besar terhadap kehidupan bangsa. Legislasi dapat menjjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang besar dan bermartabat, serta rakyatnya makmur sejahtera akan tetapi dapat juga sebaliknya. Hal itu semua tergantung bagaimana prinsip-prinsip legislasi dilakukan. Karena itu, NU sebagai bagian terbbesar bangsa yang memiliki misi melakukan rekonstruksi umat (ishlaahiyatul ummmat) sudah sepatutnya ikut terlibat aktif dalam memantau proses legislasi hukum nasional. Setelah itu maka agenda NU adalah memantau sejauh mana pelaksannaan hukum itu sejalan dengan aspirasi umat Islam. Adapun peran yang dapat dilakukan NU dalam hal ini ada dua, yaitu: 1. Aktif, inisiatif dan kontributif NU secara proaktif harus mecermati keperluan pembuatan perundangundangan yang dibutuhkan oleh umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya agar terjamin adanya kepastian hukum dalam kasus tertentu dan menghindari penafsiran-penafsiran sepihak yang dapat merugikan massyarakat. Dalam hal ini NU dapat menempuh mekanisme dengan menyussun pokok-pokok pikiran usulan rancangan undang-undang yang mendukkung terwujudnya tujuan hukum Islam (maqashidus syari ah) sebagaimana diuraikan di atas melalui upaya mendorong lahirnya regulasi sebagai turrunan dari UU berupa Peraturan Pemerintah. Selain dari itu, NU juga dapat mengajukan usulan rancangan kepada pemerintah DPR tentang perlunya pembuatan undang-undang tertentu untuk menjamin kepentingan umat Islam dan bangsa Indonesia secara keseluruhan. 2. Mengawal dan Mengkritisi Undang-undang atau RUU NU mengambil inisiatif untuk mengawal dan mengkritisi berbagai undangundang maupun peraturan yang berskala nasional maupun daerah guna menjamin terwujudnya tujuan hukum Islam (maqaashidus syarii ah) yang menimbulkan kontroversi di masyarakat sehingga umat Islam memperoleh ketenangan dalam mengamalkan ajaran Islam. Oleh karena itu setiap unddang-undang dan peraturan yang ada di Indonesia hendaklah mendukung realisasi nilai-nilai keberagamaan dan menghindari adanya undang-undang maupun peraturan yang tidak sejalan dengan semangat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini dimaksudkan agar seluruh undang-undang dan peraturan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara selalu 252

didasarkan kepada kepentingan umum (al-mashlahatul aammah). Untuk pelaksanaan dua peran di atas maka sudah selayaknya di kalangan internal NU perlu ada kelompok pemerhati perkembangan program legiislasi nasional termasuk segala turunan dari berbagai peraturan itu berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah maupun Peraaturan Gubernur dan Peraturan Bupati/Walikota. F. PENUTUP Seraya bertawakkal kepada Allah SWT dan mengharap ma unah dan taufik-nya, Muktamar NU ke-32 di Makasar menyusun tata aturan penetapan perundangundangan (Qawaidut Taqniin) Nahdlatul Ulama semoga bermanfaat bagi terwujjudnya kejayaan Islam dan umat Islam Indonesia ( izzul islaam wal muslimiin) negeri yang adil dan makmur sejahtera lahir dan batin di dalam ampunan Allah SWT (baldatun thayyibatun wa robbun ghafuur). II USULAN RUU PERLINDUNGAN KEHIDUPAN BERAGAMA A. Latar Belakang Sejalan dengan dasar Negara Pancasila dan ditegaskan lagi pada Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 29 ayat (1) ditetapkkan bahwa sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini bertujuan agar setiap warga menjadi manusia yang taat terhadap ajaran agamanya dan pada saat yang sama menghargai perbedaan dengan antar sesama umat beragama. Kebebbasan beragama (hurriyatut tadayyun) sebagaimana disebutkan di atas kemudian dipertegas lagi pada Pasal 29 ayat (2) yaitu kebebasan bagi setiap warga negara untuk beribadah dan mengamalkan ajaran agama dan kepercayaannya itu. Akan tetapi sayangnya, dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak ditemukan adanya perintah UUD untuk membuat undang-undang lanjutan guna merumuskan bentuk kebebasan itu untuk mewujudkan manusia Indonesia yang taat dan kepada ajaran agamanya sekaligus dapat hidup rukun dengan seluruh komponen bangsa yang majemuk dalam semangat toleransi dan kerukunan. Pada aspek pribadi setiap manusia memiliki kebebasan yang seluas-luasnya untuk menggamalkan ajaran agamanya bahkan negara harus memberikan pelayanan secara optimal namun negara belum memiliki panduan dalam menjabarkan kebebasan 253

beragama itu. Namun apabila kebebasan beragama pada tataran individu itu tiddak dibatasi dengan rambu-rambu maka kebebasan beragama itu dapat menimbbulkan anarkhi dan akhirnya akan melahirkan kegaduhan di dalam masyarakat. Oleh karena itu diperlukan Undang Undang Perlindungan kehidupan Beragama. Dalam ajaran Islam telah ditegaskan beberapa prinsip tentang hubungan antara umat Islam dengan lainnya antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. Sesungguhnya agama (yang benar) di sisi Allah adalah Islam (Q.S. Ali Imran [3]: 19) Dan siapa orang yang mencari-cari agama selain Islam maka tidak akan diterima amalannya dan dia di akhirat menjadi orang yang merugi (Q.S. Ali Imran [3]: 85) Tidak ada paksaan memasuki agama sesungguhnya telah jelas antara yang baik dari yang buruk, maka siapa yang mengingkari thagut dan beriman kepada Allah maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada tali yang kokoh yang tidak ada putusnya dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui (Q.S. Al-Baqarah [2]: 256). Allah tidak melarang kamu terhadap orang yang tidak memerangi kamu karena agama dan tidak mengusirmu dari negerimu, kamu berbuat kebajikan kepada mereka dan berlaku adil kepada mereka, sesungguhnya Allah mencinttai orang yang berlaku adil (Q.S. Al-Mumtahanah [60]: 8) Bagi kamu agama kamu dan bagi saya agama saya (Q.S. Al-Kafirun [109]: 6). Di samping itu, fungsi imamah atau kenegaraan dalam pandangan politik Ahlusssunnah wal Jamaah, sebagaimana dikemukakan Al-Mawardi dalam kitab Al-Ahkkam Al-Sulthaniyah, adalah untuk menjaga agama (harasatud din) dan mengatur dunia (siyasatud dunya). المامة موضوعة لخلفة النبوة في ح ارسة الدين وسياسة الدنيا Oleh karena itu, dalam rangka harasatud din, NU perlu mendorong pemerinttah untuk membuat regulasi tentang perlindungan kehidupan agama di Indonnesia. Kepentingan umat Islam terhadap legislasi yang berkenaan dengan tuntuttan pelaksanaan ajaran Islam berbeda dengan pelaksanaan ajaran agama lainnya. Oleh karena itu adalah hal yang wajar apabila pemerintah RI memberikan perhattian yang lebih dalam pelaksanaan penrundangan ajaran Islam dan hal itu tetap sejalan dengan amanat konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia karena 254

negara ini didirikan adalah bertujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan lahir dan batin warga negara Republik Indonesia. B. Tujuan Pembuatan Undang Undang Pemerintah dipandang perlu untuk membuat undang-undang perlindungan kehidupan beragama agar setiap warga negara memiliki kebebesan sepenuhnya dalam mengamalkan ajaran agamanya dan pada saat yang sama menghormati kebebasan orang lain. Atas dasar itu, maka konsep kebebasan hendaklah dibatasi apabila telah berkenaan dengan pola hubungan antar sesama WNI. Kebebasan mutlak tidak dikenal dalam kebudayaan bangsa Indonesia. C. Mekanisme Pengajuan RUU Perlindungan Kehidupan Beragama RUU Perlindungan Kehidupan Beragama, selanjutnya disingkat RUU PKB sebbaiknya menjadi hak inisiatif DPR dan bukan diajukan oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena pemerintah pada tahun 2004 telah mencoba mengambil prakarsa terhadap hal ini namun berakhir dengan kegagalan. Oleh karena itu, pada saat situasi politik pasca reformasi di mana peran legislatif lebih dominan maka selayaknya inisatif pengajuan RUU tersebut berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat. Aparat pemerintah tampaknya telah mengalami trauma dengan pengalamman tahun 2004 ketika Departemen Agama baru mulai melakukan kajian dalam bentuk penyusunan naskah akademis namun telah mengalami penentangan dari berbagai pihak karena dipandang memiliki motif tertentu. Sadar akan besarnya kemungkinan reaksi terhadap RUU PKB ini baik dari kalangan internal umat Isllam maupun dari umat beragama lainnya, maka NU perlu memprakarsai perbinccangan tentang perlindungan kebebasan beragama yang kemudian diajukan keppada pemerintah dan DPR sebagai bahan penyusunan lebih lanjut. D. Muatan RUU PKB Adapun muatan yang perlu diatur dalam Rancangan Undang Undang Perlindunggan Kehidupan Beragama adalah sebagai berikut: 1. Pengertian umum: Pengertian agama Kehidupan beragama Pengertian kebebasan beragama 255

- Batasan kebebasan beragama - Hak dan kewajiban umat beragama Pengertian kerukunan hidup umat beragama Pengertian pemurnian agama Pengertian pembaruan agama Pelayanan terhadap masyarakat umat beragama: 1. Formalistik 2. Substansial 3. Esensial 2. Tujuan kehidupan beragama 3. Hubungan agama dengan negara 4. Integrasi nilai dan hukum agama kepada hukum negara 5. Integrasi nilai kebangsaan dalam keberagamaan 6. Peningkatan pemahaman agama 7. Peningkatan penghayatan agama 8. Peningkatan pelayanan bagi pengamalan ajaran agama 9. Peningkatan pengamalan ajaran agama 10. Peranan pemerintah dalam pemeliharaan kehidupan beragama 11. Peranan umat beragama terhadap negara 12. Kewajiban setiap penganut agama terhadap penganut lainnya 13. Ketentuan Penetapan Hari-hari Besar Keagamaan 14. Kedudukan aliran sempalan agama: Pengembangan pemikiran Gerakan Keagamaan Penodaan/penistaan Agama 15. Kode Etik Penyiaran agama/kode etik Symbol Agama 16. Pendirian rumah ibadat 256

17. Kedudukan organisasi majelis keagamaan 18. Ketentuan tentang bantuan luar negeri keagamaan 19. Penyumpahan terhadap pejabat pemerintahan 20. Tugas dan Tanggung lembaga kerukunan dalam pemeliharaan keserasian sossial umat beragama 21. Tugas dan Tanggung Jawab Pemerintahan Daerah dalam pemeliharan kehhidupan beragama 22. Sanksi Administratif, sanksi Perdata dan Sanksi Pidana terhadap pelanggarran undang-undang 257

III UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL (SJSN) A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Indonesia merupakan negara hukum dengan konsep negara kesejahteraan. Sistem Jaminan Sosial Nasional pada dasarnya merupakan program Negara yang bertujuan untuk memberi kepastian perlindungan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat. Hal ini merupakan konsekuensi dari amanat konstitusi yang menentukan bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabbat kemanusiaan. Reformasi sistem jaminan sosial di Indonesia telah dimulai dengan pengesahan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasioonal (SJSN) pada tanggal 19 Oktober 2004. Namun dalam kurun waktu kurang dari 4 bulan sejak disyahkan, tepatnya 21 Februari 2005, UU SJSN tersebut mendapatkan uji materi yang putusannya dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 31 Agustus 2005. UU SJSN tersebut merupakan landasan hukum bagi penyelenggaraan sistem jaminan sosial di Indonesia, tidak secara tegas menggatur eksistensi peraturan perundangan yang mengatur penyelenggaraan proggram-program jaminan sosial sebelum UU SJSN dan sampai saat ini masih terus berlaku. Undang undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN menentukan adanya 5 (lima) jenis program jaminan sosial yaitu: Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun dan Jaminan Kematian. Namun, jamiinan kesehatan yang mendapat prioritas untuk memenuhi hak konstitusi rakyat Indonesia untuk memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermmartabat, belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Hal ini terkait dengan belum dipenuhinya pendirian Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang menurut UU SJSN harus dibentuk melalui Undang undang tersendiri. Masyarakat perlu berpartisipasi dalam proses penyusunan RUU tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ini, karena RUU tersebut akan mengattur badan yang dipercaya untuk mengumpulkan, menghimpun, mengelola dan mengembangkan dana jaminan sosial milik seluruh peserta untuk pembayaran 258

manfaat kepada peserta. Tugas, hak dan kewajiban BPJS sudah ditentukan dalam UU no 40 tahun 2004 tentang SJSN. Menurut Pasal 5 UU SJSN Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 007/PUU-III/2005, BPJS harus dibentuk dengan undang-undang tersendiri, artinya harus dengan persetujuan wakil rakyat. Samppai saat ini belum ada BPJS yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh UU SJSN. Untuk mengisi kekosongan hukum, maka Persero Jamsoktek, Persero Taspen, Persero Taspen, Persero ASABRI dan Persero Askes diberikan hak untuk bertindak sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan syarat disesuaikkan dengan UU SJSN, paling lambat pada tanggal 19 Oktober 2009. B. Permasalahan : 1. Terdapat perbedaan dasar hukum dalam pelaksanaan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh Badan Penyelenggara dengan dasar hukum masing- masing badan penyelenggara lainnya, seperti Persero Jamsostek, Persero Taspen, Persero Taspen, Persero ASABRI dan Persero Askes. 2. Data masyarakat miskin versi BPS beda dengan versi Pemda. 3. Sistem pensiunan dan asuransi sosial dalam sistem jaminan sosial belum jelas. 4. Belum ada Lembaga Jaminan Sosial Dasar untuk golongan bawah dan sektor informal 5. Law enforcement peraturan perundangan masih lemah 6. Ada perbedaan dengan prinsip nirlaba dalam sistem 7. Adanya perbedaan substansi UU no.40 tahun 2004 dengan 15 undang unddang yang terkait dengan Sistem Jaminan Sosial Nasional dan 17 Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan undang undang yang bersangkutan. 8. Masih lemahnya koordinasi penanganan Sistem Jaminan Sosial Nasional C. Usulan 1. 2. Perlu menindak lanjuti 26 pasal dalam Undang Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang perlu dibuatkan Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan perundang-undangan lainnya. Perlunya kriteria miskin dan yang berhak mendapat Jaminan Sosial yang 259

3. 4. 5. 6. 7. 8. jelas. Perlunya aturan kerja sama antar instansi terkait data penduduk dan tingkat sosialnya. Perlu koordinasi penanganan Sistem Jaminan Sosial Nasional dan pembenttukan Badan Penyelenggara di tingkat daerah. Perlu Pelaksanaan UU SJSN secara konsisten- harmonisasi seluruh peraturan dan perundangan terkait. Mendorong dibuatnya Undang Undang tentang Badan Penyelenggara Jaminnan Sosial (BPJS) sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 5 yo pasal 52 ayat 2 UU SJSN dengan bentuk badan hukum wali amanat sesuai amanat UU SJSN. Perlunya pekerja di sektor informal bisa mendapatkan jaminan sosial Perlunya jaminan sosial bagi orang gila/sakit jiwa yang terlantar. 260

A. Pendahuluan IV UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan bahwa kesehatan merupakan hak azasi manusia, yang mencakup hak atas informasi, hak atas privasi, hak untuk menikmati teknologi kesehatan, hak atas pendidikan tentang kesehatan, hak atas ketersediaan makanan dan gizi, hak untuk mencapai standar hidup optimal, dan hak atas jaminan sosial. Sejalan dengan itu, pembangunan bidang kesehatan di Indonesia, sesuai dengan amanat UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 34 ayat (3) mencakup segi kehidupan fisik maupun non-fisik yang disellenggarakan secara terpadu, mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehhabilatif yang menyeluruh dan berkesinambungan, seperti yang tertuang dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 1982. Pembangunan kesehatan ditujjukan agar masyarakat mampu hidup sehat sehingga terwujud derajat kesehatan yang optimal. Hal ini berimplikasi pada perlunya mengikut sertakan masyarakat dalam upaya pembangunan kesehatan. Indonesia mempunyai permasalahan kesehatan yang kompleks, selain beban jumllah penduduk yang besar, luasnya daerah geografis dan banyaknya jumlah pulau, beragamnya suku bangsa, serta beragamnya tradisi dan adat istiadat. Di samping itu, keterbatasan sumberdaya, kemiskinan dan masih rendahnya tingkat pendidikkan perempuan, juga menambah kompleksitas masalah kesehatan. Hal ini beraakibat pada masih tingginya angka kematian bayi dan angka kematian ibu, serta rendahnya tingkat Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) yang dapat menggambarkan tingkat kualitas SDM rakyat Indonesia. Keberadaan Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, diharapkkan dapat menciptakan suatu tatanan hukum yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum baik bagi pemberi pelayanan kesehatan maupun bagi masyarakat penerima pelayanan kesehatan. Namun dalam pelaksanaannya, fokus upaya kesehatan masih terkonsentrasi pada upaya pengobatan (kuratif ) belum preventif. Padahal, Paradigma sehat tidak saja meliputi penyembuhan penyakit, menurunkan angka kematian, atau memperpanjang umur harapan hidup, mellainkan lebih luas, yaitu bahwa kesehatan mendorong penyediaan sumber daya manusia yang berkualitas sejak dini sejak sebelum terjadinya pembuahan. Pada kenyataannya, kebijakan publik di bidang kesehatan belum memandang pelaya- 261

anan kesehatan sebagai kebutuhan utama dan investasi SDM, hal ini tampak dari kecilnya anggaran belanja bidang kesehatan yang kurang dari 5% APBN. Bandiingkan dengan anggaran bidang pendidikan yang telah mencapai 20% APBN. B. Rekomendasi Perkembangan keadaan saat ini menuntut diberikannya perhatian terhadap UU nomor 36 tahun 2009 dalam hal: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Perlunya kepastian alokasi anggaran kesehatan Pemerintah minimal sebesar 5% dari APBN dan alokasi anggaran Pemerintah daerah Propinsi, Kabuppaten/ Kota minimal 10% dari APBD. Perlunya penyusunan dan realisasi Peraturan Pemerintah terkait Program jaminan kesehatan nasional terutama bagi kelompok masyarakat miskin, hampir miskin, kelompok lanjut usia, kelompok ibu, bayi, anak dan remaja serta kelompok penyandang cacat. Perlunya kepastian dan jaminan hukum mengenai penghentian kehamilan (untuk janin kurang dari 6 minggu) yang bermutu, aman, bertanggung jawab yang dilakukan oleh tenaga kesehatan atas indikasi kegawatan medis dan akibbat perkosaan serta pengawasan atas penyalah gunaan indikasi tersebut. Perlunya menciptakan ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan harga obat esential oleh masyarakat. Perlunya jaminan pelaksanaan transplantasi organ, implan obat, bedah plasttik, penggunaan sel punca yang tidak bertentangan dengan norma agama dan telah terbukti keamanan dan manfaatnya serta tidak mempunyai unsur komersialisasi. Perlunya jaminan penggunaan bahan zat adiktif seperti tembakau, agar tidak mengganggu dan membahayakan kesehatan perorangan, keluarga, masyarakkat dan lingkungan dan perlunya ketegasan terhadap sangsi pelanggaran Kawwasan tanpa rokok. Perlunya mendorong terbentuknya Undang-Undang Pengendalian Tembbakau 262

V UNDANG-UNDANG (UU) TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT A. Pendahuluan Salah satu kewajiban umat Islam yang menjadi salah satu rukun Islam dan mencerminkan wujud pertanggungjawaban sosial individu umat Islam adalah membayar zakat. Karena posisi yang demikian itu, maka keberhasilan pengelollaan zakat menjadi faktor dominan dalam menentukan kesejahteraan hidup umat Islam, dan akan menentukan perkembangan sektor-sektor strategis lain yang bagi umat Islam, seperti pendidikan. Pengalaman pengelolaan zakat di Indonesia sellama ini menunjukkan bahwa pengelolaan zakat belum dilakukan sebagai suatu sistem yang baik dan efektif, serta sesuai dengan maqaashidus syarii ah. Upaya melembagakan pengelolaan zakat sebagai suatu sistem yang baik bukannya tidak pernah dilakukan, antara lain dengan dibentuknya lembaga Bazis secara strukttural-nasional dan diterapkannya model-model pengelolaan zakat oleh kelompok masyarakat tertentu. Tetapi sampai saat ini hasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Pengelaman tentang keberhasilan pengelolaan zakat lebih bersifat kasuistik dan baru berjalan secara parsial dan belum menjadi sistem nasional. Pelaksanaan zakat bagi umat Islam bisa dikategorikan sebagai salah satu bagian dari hukum (syari at) Islam yang bisa diserap secara formal dalam sistem hukum nasional berupa UU yang diperuntukkan bagi khusus umat Islam. Dalam konteks ini maka kehadiran UU tentang Pengelolaan Zakat yang baik bisa dipahami dan menjadi kebutuhan mendesak umat Islam. UU No. 38 tahun 1999 tentang Penggelolaan Zakat dan peraturan pelaksanaannya yang selama ini menjadi landasan juridis dalam pengelolaan zakat di Indonesia belum mampu menciptakan sistem pengelolaan zakat yang pensyariatannya bertujuan untuk menciptakan keadilan dan pemerataan dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana firman Allah (kay la yakuna duulatan bainal aghniyaa i minkum) (Q.S. Al-Hasyr [59]: 7). Dalam kaittan ini maka program legislasi untuk melakukan perubahan terhadap UU tentang Pengelolaan Zakat yang saat ini sedang dilakukan oleh pemerintah bersama DPR merupakan langkah strategis dan harus mendapat dukungan. B. USULAN Substansi yang perlu menjadi materi pengaturan dalam RUU tentang Pengelollaan Zakat antara lain sebagai berikut: 263

1. Paradigma dan asas pengelolaan zakat. Sesuai dengan arah pembentukan peraturan perundang-undangan, maka paradigma dan asas pengelolaan zakat yang diserap secara formal dalam hokkum nasional melalui UU ini, maka harus ada jaminan bahwa melalui UU ini harus tercipta proses penyadaran di kalangan umat Islam untuk menunaikan kewajiban membayar zakat. Membayar zakat selain dipahami sebagai kewajjiban yang bersifat syar iy disadari juga merupakan kewajiban sebagai warga Negara. 2. Kelembagaan pengelolaan zakat. Yang harus diperhatikan dalam kelembagaan pengelolaan zakat ini, adalah adanya kejelasan tentang status lembaga ini dalam tata kelola pemerintahan Negara (apakah lembaga Negara, semi Negara, atau lembaga mandiri), tugas dan kewenangannya, integritas sumber daya manusia yang akan mengisi lembbaga, penerapan manajemen yang bersifat transparan dan akuntabel. Dalam hal ini, NU mengusulkan lembaga yang berhak mengumpulkan zakat adalah lembaga yang dibentuk pemerintah, sedangkan dalam pendistribusiaannya harus melibatkan organisasi sosial keagamaan Islam. 3. Pengumpulan, Pendistribusian dan Pendayagunaan. Selain faktor kelembagaan, kemampuan manajemen pengelolaan zakat dalam mengumpulkan, mendistribusikan dan mendayagunakan hasil zakat masih merupakan titik lemah dalam pengelolaan zakat selama ini. Kegiatan penggumpulan zakat belum berhasil menjaring semua muzakki. Pendistribusian hasil zakat juga sering menimbulkan masalah, baik ketidakmerataan, ketiddakteraturan dan ketidakterbukaan. Lebih-lebih dalam hal pendayagunaan zakat. Hampir sebagian besar zakat yang berhasil dihimpun habis didistribbusikan untuk hal-hal yang bersifat konsumstif. 4. Pengawasan Melekat Beberapa kasus, lembaga berbadan hukum melakukan distribusi harta zakat secara tidak benar, seperti digunakan untuk bantuan pendirian rumah ibadah non muslim dengan alasan toleransi dan bantuan kelompok tertentu. Untuk itu perlunya pengawasan melekat terhadap lembaga-lembaga yang diberi hak untuk mengumpulkan atau menyalurkan zakat, infaq, shadaqoh oleh instansi yang diberi wewenang untuk itu. 264

5. Partisipasi masyarakat Sesuai dengan prinsip dan asas pembuatan peraturan perundang-undangan, serta berpedoman dengan qawaidut taqniin Nahdlatul Ulama, maka setiap norma hukum yang ditetapkan dalam suatu UU, maka implementasinya harrus memberikan ruang partisipasi yang besar bagi masyarakat. Partisipasi masyarakat yang dimaksudkan adalah berkaitan dengan proses pembentukan kelembagaan, rekrutmen sumber daya manusia, pemberian akses informasi kepada masyarakat, pelibatan masyarakat dalam kegiatan pengawasan dan lain-lain. 6. Ketentuan tentang sanksi Sebagai salah satu instrumen untuk membentuk dan melakukan perubahan sosial di tengah masyarakat, maka UU tentang Pengelolaan Zakat harus bisa mendorong para pihak yang keberadaannya ditetapkan dalam UU ini untuk menaati segala ketentuan. Karena itu ancaman sanksi harus diberikan secara tegas bagi pihak yang melakukan pelanggaran baik terhadap muzakki mauppun pengelola. 265

A. LATAR BELAKANG 266 VI UNDANG-UNDANG BIDANG POLITIK UU No. 32 tahun 2004 Untuk mengimplementasikan amanah Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Tahun 1945 hasil amandemen, telah dilakukan perubahan mendasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi digulirkan, terutama reformmasi bidang politik. Kekuasaan negara dibagi secara tuntas ke dalam tiga cabang kekuasaan, yaitu kekuasaan pemerintahan, kekuasaan legislatif dan kekuasaan kehhakiman, dan hubungan antara ketiga cabang kekuasaan tersebut dibangun denggan prinsip check and balances. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamandemen tetapi dengan tetap mempertahankan bentuk NKRI, dasar Negara Pancasila dan mempertegas sistem presidensial. Lembaga-lembaga negara, baik yang lama maupun yang baru dan dibentuk berdasarkan ketentuan Konstitusi, dirumuskan eksistensinya sedemikian rupa sehingga dapat mendorong terwujjudnya tujuan Konstitusi. Proses dan kegiatan demokrasi diperbarui, pemilihan umum diselenggarakan secara demokratis dan dibentuk penyelenggara pemilu yang lebih mandiri. Pengisian jabatan-jabatan publik secara umum dilakukan melalui mekanisme pemilihan. Presiden, anggota DPR, DPD, DPRD, dan keppala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat. Sejak reformasi Indonesia telah menyelenggarakan tiga kali pemilu legislatif dan dua kali pemilu presiden serta ratusan kali pemilu kepala daerah. Nyaris sepanjang tahun rakyat terlibat dalam kegiatan pemilu, yang secara tidak langsung mengurangi konsentrasi masyarakat dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari. Rakyat memegang penuh kedaulatan negara baik secara langsung maupun tidak langsung (vox populi vox dei/suara rakyat suara Tuhan). Sampai di sini seakan-akan Indonesia telah berubah wajah: dari negara otoriter menjadi negara tempat bersemayamnya dengan subur kehidupan demokrasi. Dunia internasional memberikan apresiasi yang besar terhadap perkembangan kehidupan demokrasi. Tetapi setelah reformasi berjalan lebih dari 10 tahun dewwasa ini rakyat justru menghadapi kondisi yang dirasakan tidak wajar dan tidak semestinya. Hiruk pikuk kegiatan politik, baik yang berlangsung secara reguler seperti pilkada atau pileg/pilpres, maupun kegiatan politik insidensial yang lahir dari dinamika politik yang sangat tinggi, belum berbanding lurus dengan perbaikkan kesejahteraan rakyat. Proses demokrasi yang berjalan amat cepat makin menninggalkan masyarakat yang kondisinya tertatih-tatih secara ekonomi. Akibatn-

nya, proses demokrasi melahirkan sikap aji mumpung, pragmatisme, dan budaya politik uang sehingga biaya demokrasi menjadi semakin mahal. Hal lain yang merisaukan, adalah berubahnya kesantunan dan etika politik, terganggungnya keistiqamahan para tokoh non-politik karena ikut masuk ke dalam percaturan politik praktis, dan hilangnya ruh keteladanan dalam kehidupan sosial karena faktor kehidupan politik. Banyak orang menilai, demokrasi yang berkembang di Indonesia belum sepenuhnya efektif untuk menciptakan kesejahateraan rakyat dan tatanan kehidupan yang lebih adil bahkan banyak menimbulkan praktik korrupsi di mana-mana secara berjamaah. Apakah faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan antara tujuan dan citacita demokrasi yang luhur dan realitas sosial politik yang dihasilkan? Banyak fakttor yang bisa diidentifikasi sebagai penyebabnya. Salah satunya adalah berkaitan dengan produk perundang-undangan yang menjadi instrumen pembentukan sistem dan tatanan sosial masyarakat. Ada beberapa materi UU bidang politik yang ikut menciptakan carut marutnya kehidupan politik, atau menyebabkan arah reformasi berjalan semakin liar. Karena itu, salah satu ikhtiar strategis yang penting untuk dilakukan adalah melakukan kajian dan perbaikan beberapa UU bidang politik. B. MATERI UU YANG MENGANDUNG PROBLEM 1. UU No. 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah juncto UU No.12 Tahun 2008. Salah satu point penting yang diatur dalam UU ini adalah mengenai pemilihan kepala daerah, yaitu gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota, secara langsung oleh rakyat. Di dalam pasal 18 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa gubernur dan bupati /walikota dipilih secara demokratis. Hal ini berbeda dengan pemilihan presiden, yang di dalam rumusan pasal 6-A ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disebutkan Presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Para wakil rakyat sesuai dengan kewenangannya, membuat UU 32 tahun 2004 jo UU No. 12 Tahun 2008 dan menentukan pilihan politik hukum mengenai pemilihan kepala daerah, yaitu dipilih secara langsung oleh rakyat. Ini merupakan keputusan politik yang berani dana lompatan jauh dibanding periode sebelumnya. Memang, setelah pilkada dilaksanakan secara langsung oleh rakyat, rakyat menikmati hasil proses demokrasi dalam pemilu lokal, yaitu hadirnya kepala daerah yang memiliki legitimasi politik yang kuat. Tetapi pada sisi lain, munc- 267

268 cul dampak negatif sebagaimana diuraikan di atas. Memang tidak mungkin untuk mengembalikan sistem kehidupan demokrasi ke sistem lama, yaitu keppoala daerah tidak dipilih langsung oleh rakyat. Tetapi yang perlu diperhatikkan, sejak digelar pilkada secara langsung oleh rakyat tahun 2005 telah munccul budaya pragmatisme dan politik uang yang mengakibatnya tersingkirnya orang-orang yang memiliki integritas kepemimpinan yang baik, tetapi tidak cukup memiliki kapital untuk maju menjadi kepala daerah. Hubungan kepala daerah dengan wakilnya yang tidak harmonis karena keppentingan politik ke depan (keduanya akan maju dalam pilkada berikutnya) akan berdampak negatif dan rakyat menjadi korban serta terjadi eksploitasi pegawai negeri sipil (PNS) dan pemerintahan tidak efektif. Khusus mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat, telah memunculkan persoalan perebutan legitimasi antara gubernur dan bupati/walikota, dan mengaburkan posisi gubernur yang di dalam konstitusi dinyatakan sebagai wakil pemerintah pusat. Dalam konteks ini patut dikaji ulang. Apakah level gubernur tetap dipilih langsung oleh rakyat atau sebagai wakil pemerintah pusat geburnur cukup diangkat oleh presiden, atau dipilih melalui mekanisme perwakilan. 2. UU No. 10 tahuh 2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD. UU ini disussun dalam tekanan politik yang tinggi. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pasal yang substansinya merupakan kompromi dari berbagai kepentingan politik, dan banyaknya pasal yang diajukan ke MK yang mengalami judical review dan sebagian besar dikabulkan oleh MK. Beberapa ketentuan dalam UU ini yang menimbulkan implikasi politik yang tidak sederhana, antara lain mengenai persyaratan parpol yang relatif ringan untuk bisa ikut pemilu sehhingga melahirkan banyak partai peserta pemilu, ketentuan teknis penghittungan dan penetapan kursi yang tidak sederhana. Adapun mengenai sistem pemilunya sendiri sebagaimana yang diatur dalam UU ini, yaitu proporsional terbuka dengan suara terbanyak, sudah cukup ideal untuk kondisi Indonesia. 3. Penyelengaraan pemilu yang diikuti oleh banyak partai ternyata membengkkakkan anggaran pemilu, dan memunculkan kerumitan teknis administratif yang luar biasa. Pada kenyataannya, meskipun banyak partai yang ikut pennyelenggraraaan pemilu, hanya ada sembilan yang bisa lolos memenuhi kettentuan Parlemen Threshold 2,5% dari suara sah ecara nasional. Penetapan peroleh kursi dengan menggunakan suara terbanyak di tengah sistem multi partai melahirkan berbagai problem, seperti rumitnya teknis penghitungan

suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara, persaingan super ketat di kalangan calon, baik antarpartai maupun di internal partai, dan merebaknya politik uang. Karena itu sudah waktunya ada kemauan politik yang tegas dengan melakukan perubahan peraturan UU, untuk membatasi jumlah partai sampai pada angka yang ideal. Ada beberapa penyebab di antaranya adalah pertentangan antara amanat konstitusi yang menegaskan sistem pemerintahan presidensiil, sedangkan UU politik menghendaki sistem multi partai. Begitu juga proses revisi UU Politik yang mendekati pelaksanaan pemilu menyebabkan lembaga penyelenggara pemilu kalang kabut dan bongkar pasang aturan mainnya, sehingga rakyat pemegang vote bingung dengan teknis pemilu. C. Usulan 1. Pelaksanaan pemillihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat perlu dipperbaiki sistem dan aturan pelaksanaannya sehingga tidak makin mengembbangkan perilaku negatif dalam proses demokrasi di tengah masyarakat. Perlu dilakukan revisi terhadap UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah jo UU No.12 Tahun 2008, atau dibuat UU tersendiri tentang pemilu kepala daerah, yang memungkinkan lahirnya persaingan yang sehat dalam proses pilkada, dan mencegah terjadinya politik uang. Khusus untuk gubernnur, mengingat posisinya yang merupakan wakil pemerintah pusat di daerah dan untuk menyederhanakan pilkada tidak perlu lagi dipilih langsung oleh rakyat, tetapi cukup dipilih oleh presiden dari nama-nama yang diajukan oleh daerah melalui mekanisme pemilihan (election) di DPRD. 2. Pemilihan wakil kepala daerah baik wagub, wabub atau wawali dipisahkan/ tidak dalam satu paket dengan pemilihan kepala daerah. Calon wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD dari 2 calon yang diajukan oleh kepala daerah terpilih. 3. Penghentian (moratotium) pemekaran wilayah, karena apa yang terjadi sellama ini justru tidak sejalan dengan tujuan demokratisasi karena yang diperttaruhkan adalah terjadinya perebutan jabatan dan perselisihan antara daerah induk dengan daerah yang dimekarkan akibat perebutan batas wilayah, aset daerah dan lain sebagainya. 4. Sejak awal dimulai pemerintahan yang baru setiap partai politik telah memppersiapkan kadernya yang akan duduk dalam DPR maupun di lembaga eksek- 269

kutif agar sejak awal telah memiliki idealisme untuk memperjuangkan keppentingan pembangunan baik yang bersikap nasional maupun daerah guna menghindari munculnya kader karbitan yang muncul secara tiba-tiba akibat dukungan kekuatan relasi dan finansial. 5. Untuk menyederhanakan proses demokrasi dan menghindarkan berulangkallinya penyelenggaraan pemilu, perlu direncanakan penyelenggaraan pemilu dengan memisahkan pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu lokal. Denggan demikian hanya akan ada dua kali pemilu, yaitu pemilu nasional untuk memilih presiden, anggota DPR dan DPD, dan pemilu lokal untuk memilih bupati/walikota dan anggota DPRD. 6. Paket UU bidang politik juga perlu direvisi untuk mewujudkan sistem pemilu yang lebih demokratis, efektif dan lebih mudah. Pembatasan jumlah partai perlu dilakukan dengan memperketat persyaratan untuk bisa ikut pemilu yang bertujuan untuk menghindari kebingungan rakyat pemilih dan efisiensi anggaran. 270

A. Pendahuluan VII PERLU SEGERANYA PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PORNOGRAFI Rancangan Undang-undang Pornografi dan Pornoaksi telah disahkan DPR menjadi Undang-undang Pornografi pada tanggal 30 Oktober 2008. Dengan demikian Indonesia telah memiliki aturan formal mengenai pornogarfi dan pornnoaksi. Diharapkan Undang-undang ini akan dapat menyelamatkan bangsa dari kerusakan moral akibat pornografi dan pornoaksi yang sekarang ini semakin terbbuka dan mudah diakses. Namun demikian, keberadaan Undang-undang ini belum memberikan dampak positif terhadap maraknya pornografi dan pornoaksi di tengah-tengah masyarakat kita, sebab untuk efektifnya pelaksanaan sebuah undang-undang diperlukan peraaturan pemerintah. Sementara sampai saat ini belum ada tanda-tanda pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang pornografi dan pornoaksi. B. URGENSI PP PORNOGRAFI PP tentang pornografi sangat dibutuhkan di samping sebagai penjabaran yang lebih operasional terhadap isi UU Pornografi, juga untuk memperjelas definisi dan batasan pornografi sebagaimana yang terkandung dalam UU Pornografi. Sebagaimana diketahui keberatan beberapa pihak terhadap UU ini di antaranya adalah definisi pornografi yang melahirkan berbagai pemahaman. Di satu sisi UU ini menjamin kelestarian budaya bangsa, tetapi jika dilihat dari pasal-pasalnya memungkinkan tradisi atau budaya lokal masuk dalam kategori pornografi. Bahkkan ada tuduhan dari beberapa pihak bahwa UU Pornografi bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terkait karena adanya pembatasan terhadap kebebasan berekspresi. Atas dasar itu, maka PP tentang Pronografi dihharapkan mengakhiri seluruh persengketaan yuridis formal dari undang undang tersebut. Karena itu, diterbitkannya peraturan pemerintah diharapkan dapat menjembatani perlindungan terhadap moral bangsa dan tradisi budaya Indonesia yang berlandaskan bhinneka tunggal ika. C. USULAN 1. Segera diterbitkan PP-nya agar UU Pornografi bisa berjalan efektif dan manfaatnya dapat dirasakan oleh bangsa Indonesia. 271

2. Perlunya penegasan kategori dan kriteria pornografi dan pornoaksi agar tidak menimbulkan salah tafsir dan salah paham di kalangan masyarakat. 3. Kriteria pornografi dan pornoaksi: a. Terbuka untuk umum tanpa batas usia b. Subyek Aktornya bukan anak-anak c. Dominasi daya tarik pornografi dan pornoaksi untuk merangsang hasrat seksual (ma tasytahihi anfusu wa taladzul a yun). d. Tidak terkait ritual keagamaan atau aksi spiritual keagamaan. e. Tidak membawa misi utama pesan moral dan kepentingan pendidikan atau eksposisi dan konfigurasi seni berbobot tinggi. Dengan kejelasan instrument yang dapat dijadikan ukuran tentang merangsang syahwat dan nilai seni. 4. Perlunya ketegasan dalam PP, apakah kasus yang terkait dengan Pornografi termasuk delik aduan atau delik biasa/pidana. 5. Sanksi hukum yang jelas, tegas dan dijatuhkan pada subyek aktor atau fasilittatornya secara konsisten. 6. Sosialisasi tentang akibat yang ditimbulkan dan penegasan terhadap aparat yang berwenang untuk itu. 7. Perlunya aturan kendali dalam pengembangan Teknologi Informatika teruttama hal-hal yang terkait dengan akses internet porno. 8. Perlunya penambahan kuantitas unsur ulama dalam LSF 9. Perlunya instansi khusus yang menangani hal-hal yang terkait dengan pornoggrafi dan pornoaksi 272

VIII PENDIDIKAN AGAMA DAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN PP NO. 55 TAHUN 2007 A. Pendahuluan Pendidikan diniyah dan pesantren adalah model/system pembelajaran yang tumbbuh dan berkembang berbasis nilai, karakter, dan budaya. Di antara keutamaannya adalah transformasi ilmu pengetahuan yang bersifat substansif dan egalitarian. Sistem pendidikan di pondok pesantren terbukti telah melahirkan format keilmmuan yang multi dimensi yaitu ilmu pengetahuan agama, membangun kesadaran sosial dan karakter manusia sebagai hamba Allah. Atas dasar itu, maka dalam pengaturan PP No. 55 Tahun 2007 hendaknya memuat penegasan yang lebih kongkrit bukan saja terhadap masa depan pondok pesantren akan tetapi imbalan jasa yang patut diterima oleh pondok pesantren atas perannya dalam membina karakter bangsa yang merupakan sinergi antara mujaahadah, ijtihaad dan jihaad. Kehadiran PP 55/2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan diarahkan untuk memperkuat pelaksanaan pendidikan agama dan keagamaan. Regulasi ini menegaskan perlunya pendidikan yang memberikan pengetahuan dan pembentukan sikap, kepribadian, keterampilan peserta didik dalam mengammalkan ajaran agamanya dan pentingnya pendidikan keagamaan dalam memperssiapkan peserta didik memiliki pengetahuan agama dan menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan agamanya. Oleh karena itu regulasi ini memerlukan berupa Peraturan Menteri Agama yang dapat memperjelas maksud PP ini. Regulasi yang akan dikeluarkan akan lebih baik apabila tetap memelihara karakter pesantren itu sendiri antara lain kemandirian pesantren sehingga regulasi yang akan dibuat tetap menjamin otonomi kelembbagaan, pengelolaan akademik yang terkait dengan system pembelajarannya. Isu pokok pada PP 55/2007 yang harus ada adalah penegasan tentang beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengertian yang disebut pendidikan keagamaan formal, disebabkan kata formal menimbulkan masalah karena akan berhadapan dengan realitas pesantren yang secara historis memiliki otonomi kelembagaan, dan manajemmen. Akan tetapi hal itu bukan berarti bahwa pondok pesantren sama sekali terlepas dari perhatian manajemen pendidikan nasional. 273

2. 3. Pondok pesantren telah memiliki pendidikan diniyah. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah pemerintah masih perlu mendirikan pendidikan diniayah formal atau jalan keluarnya dengan adanya program pemerintah mendirikan pendidikan diniyah formal yang bersifat program percontohan akan tetapi tidak menyaingi lembaga pendidikan sejenis yang sudah ada. Peraturan Pemerintah diperlukan tentang peserta didik, ujian, kurikulum dan penghargaan terhadap lulusan yang dihasilkan dari pondok pesantren. B. Isi PP No. 55 Tahun 2005 1. Pasal 14 20: Pendidikan diniyah diselenggarakan pada jalur formal, non formal dan informal. Diperlukan penjelasan tentang ketiga jalur tersebut, apakah ketiga jalur tersebut harus ada atau hanya sekedar tawaran pilihan. 2. Pasal 15, 16 Pendidikan Diniyah Formil. Perlu dipertegas posisi pemerintah. Seharusnya diniyah formal tidak diperlukan. 3. Pasal 17,18,19 Apakah diperlukan pengaturan yang ketat tentang peserta didik, kurikulum dan ujian. Kalau terjadi pengaturan dikhawatirkan akan terganggu kemandirian dan kebberlangsungan Pendidikan Diniyah. 4. Pasal 14 & 26 Tentang Pesantren: Kurang jelas pengertian pondok pesantren. 5. Pasal 26 Ayat 2: Perlu penegasan dalam Peraturan Menteri Agama tentang hal berikut:. Pesantren menyelenggarakan pendidikan diniyah atau secara terpadu dengan jenis pendidikan lainnya pada jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, menengah dan atau pendidikan tinggi baik formal, non formal atau informal, standarisasi materi pokok pesantren, uji keahlian oleh satuan penddidikan yang ditunjuk oleh kementerian agama dan ujian nasional bagi yang formal. 274

C. Analisis 1. 2. 3. 4. 5. Dalam PP/2007 tentang Pendidikan agama dan pendidikan keagamaan penddidikan diniyah dibagi menjadi pendidikan diniyah formal, informal, dan nonformal. Permbagian tersebut perlu penjelasan karena dipahami bahwa pendidikan diniyah adalah pendidikan nonformal. Penggunaan kata formal seperti pendidikan diniyah formal dalam PP tersebut memungkinkan terjadinya formalisasi pendidikan keagamaan yang dikhawatirkan pendidikan keagamaan yang sudah mapan di lapangan menggalami reduksi atau intervensi. Pasal (14 dan 26) tentang pesantren perlu penegasan pesantren sebagai wadah atau sebagai lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat, mandiri, mempunnyai kekhasan dan keunikan tertentu yang menyiapkan ahli-ahli agama. Regulasi yang akan dibuat tetap mempertahankan kesinambungan dan kemmandirian pesantren. Majelis taklim hendaknya berfungsi sebagai satuan pendidikan non-formal. D. Usulan 1. Untuk membentuk pemahaman dan penjelasan tentang PP 55 / 2007 diperllukan peraturan Menteri Agama. PMA tersebut dapat menjamin asas kepasttian hukum, keadilan, keaslian, kekhasan, keunikan, kesinambungan dan kemmandirian pendidikan diniyyah dan pesantren. 2. PMA dan kebijakan tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan harus mempertahankan otonomi kelembagaan, otonomi pengelola, otonomi akademik yang terkait dengan sistem pemberdayaan. 3. PMA harus memuat a. Definisi pesantren yaitu lembaga pendidikan yang berbasis masyarakat, mandiri, mempunyai kekhasan dan keunikan tertentu yang menyiapkan peserta didik untuk menjadi ahli-ahli agama Islam (mutafaqqih fid din) atau menjadi seorang Muslim yang memiliki keahlian untuk membanggun kehidupan yang Islami di tengah-tengah masyarakat. b. Pesantren yang menyelenggarakan pengajian kitab-kitab baik sorogan ataupun bandungan (pesantren salafiyah) dapat diakui sederajat dengan hasil pendidikan keagamaan formal setelah lulus uji keahlian keagamaan oleh Kementrian Agama. 275

c. Pendidik di pesantren yang diakui keahliannya di bidang ilmu agama tetapi tidak memiliki ijazah pendidikan formal dapat diakui menjadi pendidik mata pelajaran/kuliah pendidikan agama setelah menempuh uji keahlian oleh lembaga pendidikan keagamaan yang ditunjuk oleh Kemmentrian Agama. d. Standarisasi ilmu-ilmu yang bersumber dari agama Islam harus mengacu kepada materi-materi pokok yang menyebar di kebanyakan pesantren, seperti fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, hadits, dan gramatika Arab. 4. Perlunya sekolah-sekolah formal menganjurkan siswa-siswinya mengikuti pendidikan diniyah sebagai solusi keterbatasan jam belajar materi agama di sekolah dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang meninggkatkan keimanan, ketaqwaan serta akhlak mulia. 5. Penekanan fungsi pemerintah sebagai institusi yang memberikan pengakuan dan fasilitas dengan memberikan porsi pesantren sebagai lembaga pendidikan yang memiliki spesifikasi khusus, bukan untuk melakukan intervensi dalam pendidikan keagamaan. 276

A. PENDAHULUAN IX RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL Mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Dalam Islam masalah makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimia biologik dan produk rekayasa genetik yang terjamin kehalalannya menurut syariah merupakan bagian yang tak terppisahkan dari ibadah. Berbagai peraturan perundang-undangan yang ada mengenai kehalalan produk terutama menyangkut bahan, produk dan proses, serta pengawasannya belum diattur secara konprehensip. Karena itu, keberadaan undang-undang tentang jaminan Produk Halal sangat penting dan akan memberikan ketentraman batin dalam mengonsumsi produk yang sesuai dengan tuntutan Islam. B. USULAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. Dalam rangka pelayanan pada masyarakat, pemerintah berkewajiban menyeelenggarakan produk halal dan bekerja sama dengan komponen masyarakat. Pengawasan kehalalan produk baik produk dalam negeri maupun produk imppor harus diatur secara tegas, jelas, dan efektif. Pernyataan kehalalan suatu produk dilakukan oleh Organisasi Keagamaan (diusulkan MUI). Kewajiban produsen untuk menjamin produk halal diatur, dilaksanakan, dan diawasi secara efektif dalam berbagai peraturan perusahan sebagai tindak lanjjut dan norma mandatory dalam undang-undang. Pelanggaran atas ketentuan undang-undang atas jaminan produk halal diberi sanksi baik bersifat administrative, ganti rugi dan atau pidana. Selain tersedianya auditor halal yang akan melakukan audit suatu kehalalan suatu produk undang-undang harus juga mengatur adanya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bertugas melakukan penyidikan terhadap pelangggaran pidana dalam Undang-Undang tentang Jaminan Produk Halal. 277

278 X TINDAK LANJUT UNDANG-UNDANG NO.13 TAHUN 2008 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI A. PENDAHULUAN Ibadah haji merupakah salah satu ibadah dalam Islam yang memerlukan penggaturan yang komprehensip, hal ini mengingat pelaksanaan ibadah haji berada di luar negeri dan sangat jauh dari Indonesia. Ditambah lagi adanya keterkaitan antar lembaga dan kementerian yang memerlukan sinkronisasi kebijakan. Unttuk memindahkan ratusan ribu jamaah baik saat keberangkatan, pelaksanaan dan kepulangan, serta mengatur pemondokan dan segala hal yang berkaitan dengan akomodasi bukanlah hal yang mudah. Juga berkaitan dengan minat umat Islam yang sangat tinggi untuk menunaikan ibadah haji perlu pengaturan yang jelas. Di sinilah diperlukannya keterlibatan pemerintah/negara untuk mengatur pelaksannaan ibadah haji. Dengan adanya UU No. 13 Tahun 2008 sebagai revisi atas UU No. 19 Tahun 1999 merupakan sinyal positip dari pemerintah akan perlunya keterlibatan pemerintah dalam regulasi penyelenggaraan ibadah haji. Namun demikian, keberadaan UU tersebut perlu dilihat lebih jauh apakah sudah memenuhi harapan umat Islam untuk terselenggaranya ibadah haji yang baik, biaya rasional dan acuntable. Karena itu, dalam Muktamar NU ke-32, muktarimin memberikan sikap, catatancatatan, dan usulan sebagai kontribusi pemikiran untuk dapat terselenggaranya pelaksanaan ibadah haji dengan baik, dalam artian jamaah haji merasa puas terllayani dan mereka dapat beribadah dengan khusyu aman dan tenteram serta keuangan yang transparan dan acuntable. B. SIKAP MUKTAMIRIN 1. Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, Pemerintah perlu segera menetapkan berbagai peraturan pelaksanaan baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri, mengingat ketentuan Pasal 66 menyatakan bahwa penyelesaian pelaksanaan pasal tersebut paling lambat 6 (enam) bulan terhitung sejak diundangkannya undang-undang itu pada tanggal 28 April 2008. 2. Guna untuk lebih efektifnya pengawasan penyelenggaraan ibadah haji sesu-

uai ketetapan undang-undang perlu segera dibentuk Komite Pengawas Haji Indonesia (KPHI). Pemerintah segera mengusulkan keanggotaannya untuk diangkat oleh Presiden. 3. Kebijakan yang perlu diatur dalam berbagai peraturan pelaksanaan UU Nommor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah haji, antara lain: a. Kejelasan tentang kriteria perumahan dan katering jamaah haji yang layak. b. Peningkatan Pelayanan Haji secara umum. c. Ketentuan kesempatan berhaji. d. Inti masalah haji karena tidak terpisahnya pelaksana dan pengawas. e. Transparansi dana yang dikelola oleh Departemen Agama dan harus ada laporan yang jelas kepada masyarakat. f. Dana abadi ummat diupayakan bisa digunakan untuk talangan setoran haji oleh jamaah. g. Penertiban dan pengawasan kelompok bimbingan haji oleh pemerintah. h. Dalam kaitan Pasal 11 ayat (2) dan (3) bila petugas Depag tidak ada yang memenuhi sayarat (kemampuan dibidang manasik haji) maka Menteri Agama dapat menunjuk Petugas Haji dari Ormas Islam. 4. Usulan dalam teknis pelaksanaan Ibadaha Haji: a. Sistem transportasi di Arab Saudi tidak menggunakan sistem taraddudi, tetapi sistem tartib. b. Konsumsi selama pelaksanaan ibadah haji sejak di embarkasi sampai debbarkasi dikelola oleh pemerintah. c. Pemerintah harus memberikan arahan agar keikutsertaan kelompok bimbingan ibadah haji lebih fokus pada pembibingan, kesiapan mental dan pemahaman manasik haji untuk tercapainya haji mabrur. 279

Makassar, 26 Maret 2010 Pimpinan Sidang Komisi Ketua, Ttd Prof. Dr. H M. Ridwan Lubis Sekretaris, Ttd H Ahmad Zubaidi, MA Tim Perumus 1. H Muhammad Fajrul Falaakh, SH, MA 2. KH Safruddin 3. Dr. H Wahiduddin Adams, SH. MA 4. Dr. dr. H Syahrizal 5. Dr. H Hilmi Muhammadiyah, MA 6. Drs. H Syaifullah Maksum 7. Drs. H Selamet Effendy Yusuf, M. Si 8. KH. A Mujib Imron, SH., MH. 9. Isyroqun Najah 10. Drs. H Sururuddin 11. KH. Zezen Z. Abidin 12. Sahidin 13. Drs. H Suyitno, MA. 280