Mengapa pelaksanaan sistem tanam paksa dipusatkan di pulau jawa

Tanam Paksa : Sejarah dan Pengertiannya – Tanam paksa atau yang dikenal dengan Cultuur Stelsel adalah sistem yang mempunyai tujuan serta manfaat untuk belanda, tanam paksa atau yang dikenal dengan Cultuur Stelsel merupakan peraturan yang mempekerjakan seseorang dengan paksaan yang betul-betul merugikan pekerja yang tidak diberi haknya seperti gaji dan juga tidak diberi waktu untuk istirahat.

Tanam paksa merupakan sejarah bagi indonesia, oleh karena itu mari kita bahas mengenai tanam paksa yang banyak sekali merugikan para pekerja dan kenapa indonesia susah sekali untuk lepas dari sistem tanam paksa yang mempunyai ketentuan dalam sistem tanam paksa dan terus berlangsung dan betul-betul merugikan para pekerja indonesia.

Sejarah Tanam Paksa

Tahun 1830 pada saat pemerintahan belanda sudah hampir bangkrut sesudah terlibat didalam perang di Diponegoro pada tahun 1825 sampai 1830, lalu Gubernur Jendral Judo yang kemudian mendapatkan izin agar menjalankan CultuurStelsel atau sistem tanam paksa yang mempunyai tujuan utama untuk menutup defisit anggaran pemerintahan penjajah serta mengisi kas pemerintah penjajah yang pada saat itu tidak memiliki isi atau kosong.

Pada saat itu ada kebijakan yang diberikan oleh pemerintahan yang menerapkan politik liberal dimasa kekuasaannya. Tetapi kebijakan tersebut mengalami kegaalan. Diantaranya

  1. Kebijakan politik liberal tidak sesuai dengan sistem feodal di indonesia dan terutama di pulau jawa
  2. Setruktur birokrasi feodal yang panjang serta berbelit-belit yang menyebabkan pemerintah tidak bisa berhubungan secara langsung dengan rakyat
  3. Kas negara yang semakin kosong yang diakibatkan Perang Diponegoro yang tidak kunjung selesai
  4. Kesulitan Keuangan yang semakin membesar setelah belgia yang merupakan salah satu sumber dana melepaskan diri dari Belanda di tahun 1830
  5. Ekspor Belanda yang kalah dalam bersaing dengan inggris

Dan agar menyelamatkan Belanda dari kebangkrutan, lalu Johanes Den Bosch yang diangkat sebagai Gubernur Jendral di Indonesia yang mempunyai tugas pokok untuk mecari dana agar mengisi kekosongan kas, untuk membiayai perang dan juga membayar hutang. Agar dapat menjalankan tugas yang berat itu Gubernur Jenderal Van Den Bosch dan memfokuskan kebijakkannya hanya untuk meningkatkan produksi tanaman ekspor.

Awal mula adanya sistem tanam paksa di karenakan pemerintah kolonial memiliki anggapan bahwa desa dijawa memiliki hutang sewa tanah pada pemerintahan kolonial, yang harusnya dilakukan perhitungan atau membayar senilai 40% dari hasil panen utama dari desa.

Tujuan Tanam Paksa

Sistem tanam paksa yang memiliki tujuan untuk memperoleh pendapatan yang besar dan mempunyai kewajiban untuk menanam tanaman yang laku serta dibutuhkan di pasar Eropa. Contohnya tebu, nila, kopi, teh, kayu manis, dan juga kapas. Dalam sistem tanam paksa mempunyai beberapa ketentuan antara lain.

  1. Para petani yang memiliki tanah untuk dapat menyediakan seperlima dari tanahnya agar bisa ditanami tanaman perdagangan yang sudah ditentukan
  2. Bagian dari tanah yang digunakan untuk menanam tanaman wajib sehingga dibebaskan dari pembayaran pajak
  3. Hasil dari tanaman perdagangan tersebut diharuskan untuk diserahkan pada pemerintahan belanda, setiap memiliki kelebihan dari hasil panen serta nilai pajak akan dibayarkan kembali sisanya
  4. Tenaga serta waktu untuk penggarapan tanaman perdagangan sehingga tidak melebihi dari tenaga serta waktu dari penanaman padi.
  5. Kegagalan panen  wajib menjadi tanggung jawab dari pemerintah
  6. Bagi mereka yang tidak mempunyai tanah, wajib bekerja selama 66 hari dalam satu tahunnya di perkebunan milik pemerintah
  7. Anggaran tanah untuk tanaman wajib akan diawasi secara langsung oleh penguasa pribumi. Pegawai pemerintah belanda secara umum mengawasi jalannya anggaran yang digunakan serta pengangkutannya

Dalam pelaksanaannya peraturan yang telah dibuat kerap kali dilanggar atau terjadi penyimpangan seperti.

  • Sawah dan juga ladang rakyat banyak sekali yang terbengkalai karena perhatian hanya dipusatkan pada penanaman tanaman wajib
  • Rakyat yang tidak mempunyai tanah harus melebihi waktu yang telah ditentukan
  • Luas lahan untuk penanaman tanaman wajib yang melebihi dari seperlima lahan yang digarap
  • Lahan yang disediakan untuk penanaman masih wajib untuk tetap dikenakan pajak
  • Kelebihan hasil panen serta jumlah pajak yang sudah dibayar tidak dikembalikan
  • Kegagalan panen tanaman tetap wajib menjadi tanggung jawab dari petani

berbagai penyimpangan yang terjadi pada sistem tanam paksa menyebabkan penderitaan yang sangat besar untuk rakyat pedesaan khususnya di pulau Jawa. Yang menimbulkan bahaya kelaparan dan juga penyakit terjadi dimana-mana yang menyebabkan angka kematian yang sangat besar. Bahaya dari kelaparan yang menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan yang terjadi di Cirebon (1843), Demak (1849), dan juga Grobogan (1850).

Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan penduduk secara drastis. Dan juga menimbulkan penderitaan yang menimbulkan reaksi bangsa Indonesia sehingga mengadakam perlawanan, seperti yang dilakukan oleh para petani tebu di pasuruan di tahun 1833.

Walaupun Sistem Tanam Paksa yang sangat menguntungkan pemerintah Belanda, sebenarnya orang-orang Belanda juga banyak yang menentangnya, penentangan tersebut dilakukan secara perseorangan atau dalam parlementer. Para penentang dari Sistem Tanam Paksa adalah;

1. Edward Douwes Dekker

Edward Douwes Dekker merupakan seorang residen di Lebak, Serang Jawa Barat. Ia sangatlah sedih melihat buruknya nasib yang dialami bangsa Indonesia yang di akibatkan oleh Sistem Tanam Paksa. Ia kemudian menulis buku yang berjudul Max Havelar yang diterbitkan pada tahun 1860.

Di dalam buku tersebut dia menggunakan nama samaran “Multatuli”. Buku tersebut berisi bagai mana penderitaan yang dialami rakyat indonesia yang diakibatkan oleh pelaksanaan Sistem Tanam Paksa.

Tulisan dari Douwes Dekker yang kemudian menyebabkan orang belanda menjadi terbuka melihat keburukan dari Sistem Tanam Paksa dan juga menghendaki agar Sistem Tanam Paksa untuk dihapuskan.

Mengapa pelaksanaan sistem tanam paksa dipusatkan di pulau jawa

2. Baron Van Hoevel

Pada awalnya Baron Van Hoevel tinggal di jakarta. Yang kemudian kembali ke Negeri Belanda dan menjadi anggota parlementer. Selama tinggal di indonesia dia mengetahui banyak sekali tentang penderitaan bangsa indonesia yang disebabkan Sistem Tanam Paksa.

Fransen Van De Putte Menulis buku yang berjudul Suiker Contracten (kontrak kontrak gula). Kedua tokoh tadi berjuang keras dalam menghapuskan Sistem Tanam Paksa melalui parlemen belanda.

Sekian penjelasan tentang Tanam Paksa : Sejarah dan Pengertiannya oleh Seputar Pengetahuan banyak sekali penderitaan yang dialami rakyat indonesia pada masa penjajahan, kelaparan dan berbagai penyakit yang disebabkan oleh Sistem Tanam Paksa, semoga bermanfaat 🙂

TRIBUNNEWS.COM - Apa itu sistem tanam paksa?

Untuk menjawab pertanyaan itu, simak penjelasan sistem tanam paksa dalam artikel ini.

Selama masa pemerintahannya 1916-1942, pemerintah Hindia Belanda telah menerapkan berbagai kebijakan.

Satu dari beberapa kebijakan yang paling membekas di hati rakyat Indonesia yakni sistem tanam paksa.

Akibat sistem tanam paksa ini, rakyat Indonesia sangat menderita, bahkan di beberapa kota terjadi kematian yang disebabkan kelaparan.

Baca juga: Pengertian Interval Harmonis dan Melodis Lengkap dengan Ciri-ciri Bunyi Interval

Baca juga: Pengertian Pubertas: Lengkap dengan Ciri-ciri Laki-laki dan Perempuan di Masa Puber

Sistem ini sebenarnya bernama Cultuurstelsel yang secara harfiah berarti Sistem Kultivasi.

Oleh sejarawan Indonesia, Cultuurstelsel disebut sebagai Sistem Tanam Paksa.

Sistem tanam paksa adalah peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch pada tahun 1830.

Peraturan ini mewajibkan seluruh penduduk yang menanam kopi, tebu, teh, tarum dan tanaman komoditas ekspor lainnya untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial.

Dikutip dari Buku Tematik Tema 7 Kelas 5, pada masa kepemimpinan Johanes Van Den Bosch, Belanda memperkenalkan sistem tanam paksa.

Sistem tanam paksa pertama kali diperkenalkan di Jawa dan dikembangkan di daerah-daerah lain di luar Jawa.

Sejak tahun 1847, sistem ini sudah ada di Sumatera Barat.

Saat itu, penduduk yang telah lama menanam kopi secara bebas dipaksa menanam kopi untuk diserahkan kepada pemerintah kolonial.

Sistem yang hampir sama juga dilaksanakan di tempat lain seperti Minahasa, Lampung, dan Palembang.

Kopi merupakan tanaman utama di Sumatera Barat dan Minahasa.

Sementara di Lampung dan Palembang, lada menjadi tanaman utama.

Di Minahasa, kebijakan yang sama kemudian juga berlaku pada tanaman kelapa.

Mengapa pelaksanaan sistem tanam paksa dipusatkan di pulau jawa
Pembukaan perkebunan di kawasan Priangan sekitar tahun 1907-1937. Era budidaya tanaman kopi berdasarkan kerja paksa dimulai di Priangan pada awal abad ke-19. Konsep ini disebut Preangerstelsel. Sistem inilah yang kemudian mengilhami Cultuurstelsel atau tanam paksa di berbagai wilayah di Hindia Belanda. (National Museum van Wereldculturen (TM 10024157) via Kompas.com)

Penyimpangan

Penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan tanam paksa di antaranya sebagai berikut:

1. Jatah tanah untuk tanaman ekspor melebihi seperlima tanah garapan, apalagi jika tanahnya subur.

2. Rakyat lebih banyak mencurahkan perhatian, tenaga, dan waktunya untuk tanaman ekspor sehingga banyak yang tidak sempat mengerjakan sawah dan ladang sendiri.

3. Rakyat yang tidak memiliki tanah harus bekerja melebihi 1/5 tahun.

4. Waktu pelaksanaan tanam paksa ternyata melebihi waktu tanam padi (tiga bulan) sebab tanaman-tanaman perkebunan memerlukan perawatan terus-menerus.

5. Setiap kelebihan hasil panen dari jumlah pajak yang harus dibayarkan kembali kepada rakyat ternyata tidak dikembalikan kepada rakyat.

6. Kegagalan panen tanaman wajib menjadi tanggung jawab rakyat/ petani.

Baca juga: Berikut Manfaat Energi Matahari bagi Makhluk Hidup, Baik Manusia, Hewan, atau Tumbuhan

Akibat tanam paksa

Penyimpangan dalam sistem tanam paksa ini memberatkan rakyat Indonesia.

Akibat penyimpangan pelaksanaan tanam paksa tersebut antara lain: banyak tanah terbengkalai sehingga panen gagal, rakyat makin menderita, wabah penyakit merajalela, bahaya kelaparan melanda Cirebon dan memaksa rakyat mengungsi ke daerah lain untuk menyelamatkan diri.

Kelaparan hebat juga terjadi di Grobogan yang mengakibatkan banyak kematian sehingga jumlah penduduk menurun tajam.

Penentang sistem tanam paksa

Sistem sewenang-wenang yang diterapkan Belanda di Indonesia ini mendapatkan penentangan.

Berkat adanya kecaman dari berbagai pihak, akhirnya pemerintah Belanda menghapus tanam paksa secara bertahap.

Salah satu tokoh Belanda yang menentang sistem tanam paksa adalah Douwes Dekker dengan nama samaran Multatuli.

Dia menentang tanam paksa dengan mengarang buku berjudul Max Havelaar.

Edward Douwes Dekker mengajukan tuntutan kepada pemerintah kolonial Belanda untuk lebih memperhatikan kehidupan bangsa Indonesia karena kejayaan negeri Belanda itu merupakan hasil tetesan keringat rakyat Indonesia.

Dia mengusulkan langkah-langkah untuk membalas budi baik bangsa Indonesia.

Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut.

a. Pendidikan (edukasi).

b. Membangun saluran pengairan (irigasi).

c. Memindahkan penduduk dari daerah yang padat ke daerah yang jarang penduduknya (transmigrasi).

Dimanakah sitem tanam paksa itu dilaksanakan?

Dikutip dari Kompas.com berdasar buku Sistem Politik Kolonial dan Administrasi Pemerintahan Hindia Belanda (2001) oleh Daliman, pelaksanaan tanam paksa di Pulau Jawa dominan dilakukan di daerah-daerah pantai utara Jawa seperti:

1. Karesidenan Cirebon

2. Pekalongan

3. Tegal

4. Semarang

5. Jepara

6. Surabaya

7. Pasuruan

Daerah tersebut sebagian besar ditanami tebu.

Terdapat juga dua jenis tanaman lain yakni indigo dan kopi.

Tanaman indigo merupakan salah satu tanaman yang menggunakan sistem rotasi dengan tanaman utama, padi.

Sehingga penanaman indigo dapat dilakukan di berbagai daerah di Pulau Jawa.

Untuk tanaman indigo, harus digarap oleh beberapa desa secara bersama-sama.

Sedangkan untuk tanaman kopi menjadi barang dagangan yang sangat menguntungkan sistem tanam paksa.

Selanjutnya, berdasar buku Berjuang Menjadi Wirausaha: Sejarah Kehidupan Kapitalis Bumi Putra Indonesia (2008) oleh Wasino, pelaksanaan tanam paksa juga dijalankan di luar Pulau Jawa.

1. Sumatera Barat untuk penanaman kopi

2. Minahasa untuk penanaman kopi dan tanaman kelapa

3. Minangkabau untuk tanaman kopi

4. Lampung untuk tanaman lada

5. Palembang untuk tanaman lada

6. Ambon untuk tanaman cengkeh

7. Banda untuk tanaman pala

Sumber buku: Maryanto, Fransiska dkk. 2017. Tema 7 Peristiwa dalam Kehidupan Buku Tematik Terpadu Kurikulum 2013 Buku Siswa SD/MI Kelas V. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

(Tribunnews.com/Fajar)(Kompas.com/Serafica Geischa)