Mengapa Nabi Ibrahim mengajak ayahnya bertaubat dan menyembah Allah

PARA Nabi diutus untuk mendakwahkan tauhid, menyembah hanya kepada Allah. Nabi Ibrahim adalah putera seorang pembuat patung yang disembah oleh penduduk kala itu, dan setelah diangkat menjadi Nabi, Nabi Ibrahim pun mengajak ayahnya untuk menyembah Allah.

Dalam mempelajari perjalanan hidup Nabi Ibrahim ‘alaihissallam, kita akan mendapatkan diri beliau sebagai insan yang sangat teguh dan gigih dalam menegakkan hak Allah subhanahu wa ta’ala yang agung, yakni tauhid. Hal ini dapat terlihat dalam beberapa moment, di antaranya:

Dakwah Tuhid Kepada Ayah Beliau ‘alaihissallan Dengan Sabar Dan Penuh Santun

Al-Hafihz Ibnu Katsiir rahimahullah berkata, “Penduduk negeri Harran adalah kaum musyrikin penyembah bintang dan berhala.

Seluruh penduduk bumi adalah orang-orang kafir kecuali Ibrahim ‘alaihissallam, isterinya, dan kemenakannya, yaitu Nabi Luth ‘alaihissallam.

Ibrahim terpilih menjadi hamba Allah subhanahu wa ta’ala yang menghapus kesyirikan tersebut dan menghilangkan kebatilan-kabatilan yang sesat.

Allah telah menganugerahkan kepadanya kegigihan sejak masa kecilnya. Beliau diangkat menjadi Rasul, dan Allah memilihnya sebagai kekasih Allah pada masa berikutnya.

Awal dakwah tauhid yang beliau tegakkan, ialah diarahkan kepada ayahnya, karena ia seorang penyembah berhala dan yang paling berhak untuk diberi nasihat (Al-Bidayah wan-Nihayah, juz 1, hal: 326).

Baca Juga: Inspirasi Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim Alaihissalam

Keteguhan Ibrahim ‘alaihissallam dalam Mendakwahkan Tauhid kepada Ayahnya

Syaikh as-Sa`di rahimahullah berkata,”Ibrahim ‘alaihissallam adalah sebaik-baik para nabi setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, … yang telah Allah subhanahu wa ta’ala jadikan kenabian pada anak keturunnya.

Dan kepada mereka diturunkan kitab-kitab suci. Dia telah mengajak manusia menuju Allah subhanahu wa ta’ala, bersabar terhadap siksa yang ia dapatkan (dalam perjalanan dakwahnya),

ia mengajak orang-orang yang dekat (dengannya) dan orang-orang yang jauh, ia bersungguh-sungguh dalam berdakwah terhadap ayahnya bagaimanapun caranya…” (Tafsir as-Sa`di, hal: 443.)

Allah berfirman,

“Ingatlah ketika ia berkata kepada ayahnya; “Wahai Ayahku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong engkau sedikitpun?”(QS. Maryam: 42)

Lihatlah, bagaimana Nabi Ibrahim mendakwahkan tauhid kepada ayahnya dengan ungkapan sangat lembut dan ucapan yang baik untuk menjelaskan kebatilan dalam perbuatan syirik yang dilakukannya?! (Tafsir as-Sa`di, hal: 444).

Penolakan ayahnya terhadap dakwah itu tidak menyurutkan semangat serta sikap sayang terhadap ayahnya dengan tetap akan memintakan ampunan, sekalipun permohonan ampun itu tidak dibenarkan oleh Allah.

Disebutkan dalam firman-Nya,

“Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk ayahnya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkan kepada ayahnya itu.

Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa ayahnya adalah musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala , maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah: 114).

Dalam usaha yang lain, Ibrahim berdialog dengan ayahnya:

“Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim berkata kepada ayahnya, Azar. ‘Layakkah engkau menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kekeliruan yang nyata’.”

(QS. Al-An’am: 74).

Syaikh as-Sa’di berkata,”Dan ingatlah (terhadap) kisah Ibrahim ‘alaihissallam manakala Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji dan memuliakannya saat ia berdakwah mengajak kepada tauhid dan melarang dari berbuat syirik.”

(Tafsir as-Sa`di, hal: 224).

Demikian, perjuangan dakwah tauhid yang disampaikan Nabi Ibrahim kepada kaumnya. Allah menjadikannya sebagai bagian dari ayat-ayat Alquran yang akan selalu dibaca dan dipelajari secara seksama.

Allah berfirman,

“Dan (ingatlah) Ibrahim, ketika ia berkata kepada kaumnya: ‘Sembahlah Allah dan bertakwalah kepada-Nya, yang demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui’.”

(QS. Al-Ankabut: 16).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat ini:

“Allah subhanahu wa ta’ala mengkabarkan tentang hamba-Nya, Rasul dan kekasih-Nya, yaitu Ibrahim ‘alaihissallam sang imam para hunafa`, bahwa ia ‘alaihissallam berdakwah mengajak kaumnya untuk beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata dan tidak ada sekutu bagi-Nya, mengikhlaskan-Nya dalam ketakwaan, memohon rezeki hanya kepada-Nya, dan mengesakan-Nya dalam bersyukur.”

(Tafsir Ibnu Katsir, Juz 3, hal: 536).

Keteguhan dakwah tauhid yang diperjuangkan Nabi Ibrahim juga termaktub dalam firman Allah surat al-Anbiya` ayat 51-56.

Dan dalam beberapa ayat disebutkan, bahwa dakwah tauhid kepada ayah dan kaumnya dilakukan secara bersamaan, seperti tersebut dalam surat asy-Syu`ara ayat 69, dan ash-Shaffat ayat 84.

Unsur terpenting dalam proses penyucian jiwa ialah dengan menegakkan tauhidullah, menjadikannya sebagai pilar utama sehingga mempengaruhi unsur-unsur lain dalam jiwa.

Apabila tauhid seseorang baik, maka baik pula unsur lainnya. Demikian sebaliknya, apabila tauhid seseorang buruk, hal itupun akan sangat berpengaruh dalam setiap gerak langkah kehidupannya.

Dan kita berharap semoga Allah subhanahu wa ta’ala selalu memberikan taufik dan petunjuk-Nya.

Sumber: Kisan Teladan

[Ai/Ln]

Cerita Ayah Nabi Ibrahim Yang Tidak Iman Kepada Allah – Kisah Islami di bawah ini merupakan lanjutan dari cerita nabi ibrahim sebelumnya. Yang menceritakan usaha nabi ibrahim untuk menyadarkan ayahnya dan kaumnya yang masih menyembah berhala, agar beralih untuk beriman kepada Allah Swt. dengan pembahasan lengkap dan mudah dipahami. Untuk lebih detailnya silahkan simak artikel Pengetahuanislam.com dibawah ini.

Dalam kisah sebelumnya di ceritakan bahwa nabi ibrahim mencari tuhan dengan melihat hal yang ada di sekitar nabi. Karena kerajaan babylon yang pada masa itu termasuk kerajaan yang makmur rakyat hidup senang, sejahtera serta serba kecukupan yang menjadi keperluan pertumbuhan jasmani mereka. Akan tetapi dalam hidup rohani mereka berada ditingkat jahiliyah.

Mereka tidak mengenal Tuhan Pencipta mereka yang telah mengaruniakan mereka dengan segala kenikmatan dan kebahagiaan duniawi. Persembahan mereka adalah patung-patung yang mereka pahat sendiri dari batu-batu atau terbuat dari lumpur dan tanah.

Nabi ibrahim menasihati ayahnya agar meninggalkan berhala

Aazar, ayah Nabi Ibrahim tidak terkecuali sebagaimana kaumnya yang lain, bertuhan dan menyembah berhala bahkan ia adalah pedagang dari patung-patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri dan orang-orang membeli patung-patung yang dijadikan persembahan.

Nabi Ibrahim merasa bahwa kewajiban pertama yang harus ia lakukan sebelum berdakwah kepada orang lain ialah menyadarkan ayah kandungnya dulu orang yang terdekat kepadanya, bahwa kepercayaan dan persembahannya kepada berhala-berhala itu adalah perbuatan yang sesat dan bodoh. Beliau merasakan bahwa kebaktian kepada ayahnya mewajibkan memberi penerangan kepadanya agar melepaskan kepercayaan yang sesat itu dan mengikutinya beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa.

Dengan sikap yang sopan dan adab yang patut ditunjukkan oleh seorang anak terhadap orang tuanya dengan kata kata yang halus ia datang kepada ayahnya menyampaikan bahwa ia diutus oleh Allah sebagai nabi dan rasul dan bahwa ia telah diilhamkan dengan pengetahuan dan ilmu yang tidak dimiliki oleh ayahnya.

Ia bertanya kepada ayahnya dengan lemah lembut apakah yang mendorongnya untuk menyembah berhala seperti kaumnya yang lain padahal ia mengetahui bahwa berhala-berhala itu tidak berguna sedikit pun tidak dapat mendatangkan keuntungan bagi penyembahnya atau mencegah kerugian dan musibah. Diterangkan pula kepadanya bahwa penyembahan kepada berhala itu adalah semata-mata ajaran syaitan yang memang menjadi musuh kepada manusia sejak nabi adam as diturunkan ke bumi.

Ia berseru kepada ayahnya agar merenungkan dan memikirkan nasihat dan ajakannya berpaling dari berhala-berhala dan kembali menyembah kepada Allah yang menciptakan manusia dan semua makhluk yang dihidupkan memberi rezeki dan kenikmatan hidup serta menguasakan bumi dengan segala isinya kepada manusia.

Ayah Nabi ibrahim murka kepada ibrahim

Aazar, ayah dari nabi ibrahim menjadi merah mukanya dan melotot matanya mendengar kata-kata seruan puteranya yang ditanggapinya sebagai dosa dan hal yang kurang patuh bahwa puteranya telah berani mengancam dan menghina kepercayaan ayahnya bahkan mengajaknya untuk meninggalkan kepercayaan itu dan menganut kepercayaan dan agama yang ia bawa. Ia tidak menyembunyikan murka dan marahnya tetap dinyatakan dalam kata-kata yang kasar dan dalam maki seolah tidak ada hubungan di antara mereka.

Ia berkata kepada Nabi Ibrahim as dengan nada gusar :

“Hai ibrahim! berpalingkah engkau dari kepercayaan dan persembahanku? dan kepercayaan apakah yang engkau berikan kepadaku yang menganjurkan agar aku mengikutinya? janganlah engkau membangkitkan amarahku dan coba mendurhakaiku. Jika engkau tidak menghentikan penyelewenganmu dari agama ayahmu dan tidak engkau hentikan suaramu mengecam dan memburuk-burukkan persembahanku, maka keluarlah engkau dari rumahku ini. Aku tidak sudi bercampur denganmu di dalam satu rumah di bawah satu atap. Pergilah engkau dari mukaku sebelum aku menimpamu dengan batu dan mencelakakan engkau”

Nabi ibrahim menerima kemarahan ayahnya, pengusirannya dan kata-kata kasarnya sikap tenang, sebagai anak terhadap ayahnya seraya berkata :

“Oh ayahku, semoga engkau selamat, aku akan tetap memohon ampun bagimu dari Allah dan akan tinggalkan kamu dengan persembahan selain kepada Allah. Mudah-mudahan aku tidak menjadi orang yang celaka dan malang dengan doaku untukmu.”

Mengapa Nabi Ibrahim mengajak ayahnya bertaubat dan menyembah Allah

Lalu keluarlah Nabi ibrahim as meninggalkan rumah ayahnya dalam keadaan sedih dan prihatin karena tidak berhasil mengangkatkan ayahnya dari lembah syirik dan kufur.

Kegagalan nabi ibrahim as dalam usahanya menyadarkan ayahnya yang tersesat itu sangat menusuk hatinya karena ia sebagai putra yang baik ingin sekali melihat ayahnya berada dalam jalan yang benar terangkat dari lembah kesesatan dan syirik namun ia sadar bahwa hidayah itu adalah di tangan Allah dan bagaimana pun ia ingin dengan sepenuh hatinya agar ayahnya mendapat hidayah, bila belum dikehendaki oleh Allah maka sia-sialah keinginan dan usahanya.

Penolakan ayahnya terhadap dakwahnya dengan cara yang kasar dan kejam itu tidak seditpun mempengaruhi ketetapan hatinya dan melemahkan semangatnya untuk berjalan terus memberi penerangan kepada kaumnya untuk menyapu bersih persembahan-persembahan yang batil dan kepercayaan-kepercayaan yang bertentangan dengan tauhid dan iman kepada Allah dan rasul-Nya

Nabi ibrahim tidak henti-henti dalam setiap kesempatan mengajak kaumnya berdialog dan bermujadalah tentang kepercayaan yang mereka anut dan ajaran yang ia bawa. Dan ternyata bahwa bila mereka sudah tidak berdaya menilai dan menyanggah alasan-alasan dan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Nabi Ibrahim as tentang kebenaran ajarannya dan kebatilan kepercayaan mereka.

Maka dalil dan alasan yang kosonglah yang mereka kemukakan yaitu bahwa mereka hanya meneruskan apa yang bapak dan nenek moyang mereka lakukan dan mereka tidak akan melepaskan kepercayaan dan agama yang telah mereka warisi.

Demikianlah telah dijelaskan tentang Cerita Ayah Nabi Ibrahim Yang Tidak Iman Kepada Allah semoga dapat bemanfaat sehingga menambah wawasan dan pengetahuan kalian.