Mengapa elang jawa disebut hewan langkah

Jakarta, CNN Indonesia -- Elang Jawa merupakan adalah salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik di pulau Jawa. Hewan ini konon menjadi salah satu inspirasi lambang negara Indonesia, Garuda Pancasila. Salah satu ciri khas elang ini adalah jambul di bagian kepala.Meski sebenarnya Garuda merupakan binatang mitos di Jawa yang merupakan wahana atau kendaraan dari Dewa Wisnu. Binatang mitos ini memiliki sepasang sayap, berkepala burung, namun dengan tubuh seperti manusia. Awalnya burung pada Garuda Pancasila tidak berjambul. Namun, Presiden Soekarno  mengusulkan untuk menambahkan jambul agar tak mirip dengan lambang negara AS, elang bondol. 

"Konon Garuda (Pancasila) diambil idenya dari Elang Jawa karena ada jambulnya," jelas Kepala Balai Besar TNGP Wahju Rudianto melalui Humas Balai Besar TNGGP, Ade Bagja Hidayat, saat dihubungi via sambungan telepon oleh CNNIndonesia.com, Selasa (23/4).

Jambul yang menjadi ciri khas burung ini biasanya terdiri dari 2-4 bulu dengan panjang hingga 12 cm. Jambul Elang ini berwarna hitam dengan ujung putih seperti ditulis MacKinnon dalam buku Panduan lapangan pengenalan Burung-burung di Jawa dan Bali.Sebelumnya, TNGP mengumumkan temuan anak Elang Jawa di wilayahnya. Anak Elang Jawa itu diperkirakan baru berusia 1-2 minggu.Menurut buku Panduan identifikasi Elang jawa Spizaetus bartelsi, Elang Jawa terhitung cukup jarang bertelur. Burung ini bertelur 1-2 butir dalam setahun. Telur berjumlah satu butir, yang dierami selama kurang-lebih 47 hari. Masa bertelur tercatat mulai bulan Januari hingga Juni, seperti tertulis pada buku karya Sozer, R., V. Nijman dan I. Setiawan itu.Sarang burung ini berupa tumpukan ranting-ranting berdaun yang disusun tinggi, dibuat di cabang pohon setinggi 20-30 di atas tanah.Elang jawa yang punya nama ilmiah Nisaetus Bartelsi sendiri telah ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Hewan ini juga berstatus terancam punah dalam daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature) Red List.Elang Jawa ini disebut Ade merupakan hewan khas Pulau Jawa. Sebab, hanya habitatnya ditemukan di beberapa wilayah Jawa, mulai dari ujung barat (Taman Nasional Ujung Kulon) hingga ujung timur di Semenanjung Blambangan Purwo."Hanya ada di pulau Jawa, endemik. TNGP salah satu habitatnya," jelas Ade.Burung ini disebut Ade sebagai hewan dirgantara dengan daya jelajah yang luas. Sehingga menurut Ade, sarang elang ini bisa ditemukan di wilayah di luar TNGP.Elang Jawa senang hidup di pohon yang tinggi menjulang yang dapat digunakan untuk mengincar mangsa ataupun sebagai sarang. Umumnya sarang ditemukan di pohon yang tumbuh di lereng dengan kemiringan sedang sampai curam dengan dasar lembah memiliki anak sungai. Hal ini berhubungan dengan kesempatan memperoleh mangsa dan memelihara keselamatan anak.Dari pengamatan, Elang Jawa bertubuh sedang sampai besar, langsing, dengan panjang tubuh sekitar 50-70 cm). Namun, bentangan sayapnya, bisa berukuran dua kali tubuh burung ini, sekitar 110-130 cm.

Hewan ini memangsa pelbagai jenis reptil, burung-burung sejenis walik, punai, dan ayam kampung. Mamalia berukuran kecil seperti tupai, bajing, kalong, musang, sampai dengan anak monyet juga dimangsa. (eks/eks)

X

Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan, Anda setuju dengan penggunaan mereka. Pelajari selengkapnya, termasuk cara mengontrol cookie.

Mengapa elang jawa disebut hewan langkah

ElangJawa (Spizaetus bartelsi)

Burung Elang Jawa (Spizaetus bartelsi) merupakan salah satu spesies elang berukuran sedang yang endemik (spesies asli) di Pulau Jawa. Satwa ini dianggap identik dengan lambang negara Republik Indonesia, yaitu Garuda. Dan sejak 1992, burung ini ditetapkan sebagai maskot satwa langka Indonesia. Pertama kali saya menyaksikan penampakan burung Elang Jawa secara langsung pada pertengahan tahun 2005 di sekitar Air Tiga Rasa di Gunung Muria Jawa Tengah. Sayang, sampai sekarang saya belum berkesempatan untuk menyaksikannya untuk yang kedua kali.

Secara fisik, Elang Jawa memiliki jambul menonjol sebanyak 2-4 helai dengan panjang mencapai 12 cm, karena itu Elang Jawa disebut juga Elang Kuncung. Ukuran tubuh dewasa (dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 60-70 sentimeter, berbulu coklat gelap pada punggung dan sayap. Bercoretan coklat gelap pada dada dan bergaris tebal coklat gelap di perut. Ekornya coklat bergaris-garis hitam.

Ketika terbang, Elang Jawa hampir serupa dengan Elang Brontok (Spizaetus cirrhatus) bentuk terang, namun cenderung nampak lebih kecoklatan, dengan perut terlihat lebih gelap, serta berukuran sedikit lebih kecil. Bunyi nyaring tinggi, berulang-ulang, klii-iiw atau ii-iiiw, bervariasi antara satu hingga tiga suku kata. Atau bunyi bernada tinggi dan cepat kli-kli-kli-kli-kli. Sedikit banyak, suaranya ini mirip dengan suara Elang Brontok meski perbedaannya cukup jelas dalam nadanya.

Gambaran lainnya, sorot mata dan penglihatannya sangat tajam, berparuh kokoh, kepakan sayapnya kuat, berdaya jelajah tinggi, dan ketika berdiam diri sosoknya gagah dan berwibawa. Kesan “jantan” itulah yang barangkali mengilhami 12 negara menampilkan sosok burung dalam benderanya. Bersama 19 negara lain, Indonesia bahkan memakai sosoknya sebagai lambang negara dengan burung mitologis garuda

Populasi burung Elang Jawa di alam bebas diperkirakan tinggal 600 ekor. Badan Konservasi Dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa mengategorikannya terancam punah. Konvensi Perdagangan Internasional untuk Flora dan Fauna yang Terancam Punah memasukkannya dalam Apendiks 1 yang berarti mengatur perdagangannya ekstra ketat. Berdasarkan kriteria keterancaman terbaru dari IUCN, Elang Jawa dimasukan dalam kategori Endangered atau “Genting” (Collar et al., 1994, Shannaz et al., 1995). Melalui Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional, Pemerintah RI mengukuhkan Elang Jawa sebagai wakil satwa langka dirgantara.

Mengapa elang jawa disebut hewan langkah
Elang Jawa terbang

Habitat burung Elang Jawa hanya terbatas di Pulau Jawa, terutama di wilayah-wilayah dengan hutan primer dan di daerah perbukitan berhutan pada peralihan dataran rendah dengan pegunungan.

Bahkan saat ini, habitat burung ini semakin menyempit akibat minimnya ekosistem hutan akibat perusakan oleh manusia, dampak pemanasan global, dan dampak pestisida. Di Jawa Barat, Elang Jawa hanya terdapat di Gunung Pancar, Gunung Salak, Gunung Gede Pangrango, Papandayan, Patuha dan Gunung Halimun.

Di Jawa Tengah Elang Jawa terdapat di Gunung Slamet, Gunung Ungaran, Gunung Muria, Gunung Lawu, dan Gunung Merapi, sedangkan di Jawa Timur terdapat di Merubetiri, Baluran, Alas Purwo, Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru, dan Wilis.

UPDATE

Nama latin untuk elang jawa kini resminya telah berganti dari Spizaetus bartelsi menjadi Nisaetus bartelsi.

Klasifikasi ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Falconiformes; Famili: Accipitridae; Genus: Nisaetus; Spesies: Nisaetus bartelsi. Nama latin: Nisaetus bartelsi. Sinonim: Spizaetus bartelsi.

Ditulis dari berbagai sumber.

Foto: media.photobucket.com dan www2.kompas.com

Baca juga:

Anda dapat melihat daftar seluruh tulisan di: Daftar catatan

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Elang Jawa merupakan burung pemangsa endemik Jawa yang ditetapkan sebagai maskot hewan langka sejak tahun 1992. Berdasarkan IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) burung bernama latin Nisaetus bartelsi ini dikategorikan dalam endangered species yang artinya keberadaan Elang Jawa terancam menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang. 

Melihat populasi Elang Jawa yang cenderung menurun dan terancam mengalami kepunahan, maka melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang penetapan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, pemerintah menetapkan Elang Jawa sebagai salah satu satwa yang wajib dilindungi.

Taman Safari Indonesia mencatat pada tahun 2018 jumlah Elang Jawa di alam tidak lebih dari 200 pasang, angka ini berada jauh di bawah batas aman populasi Elang Jawa yakni 1.000 pasang. Jumlah individu yang tergolong sedikit menyebabkan burung yang identik dengan lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut hanya dapat ditemukan pada beberapa lokasi tertentu di Pulau Jawa. Beberapa individu Elang Jawa dapat ditemukan pada Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), yakni salah satu kawasan pelestarian alam yang terletak di provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Meskipun Taman Nasional Gunung Merapi telah diusahakan untuk dikelola dengan baik, namun Taman Nasional Gunung Merapi ini tidak dapat lepas dari kemungkinan adanya ancaman maupun gangguan dari luar. Gangguan dan ancaman dapat terlihat pada peristiwa kebakaran yang terjadi tahun 2015, di mana peristiwa kebakaran tersebut diakibatkan oleh cuaca dan dicurigai terdapat unsur kesengajaan ulah manusia. Selain itu, peristiwa meletusnya Gunung Merapi mempengaruhi penurunan jumlah berbagai macam spesies yang ada di sekitar Gunung Merapi termasuk spesies Elang Jawa. 

Penanaman berbagai jenis hortikultura illegal dan penambangan pasir di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Merapi menjadi masalah yang dapat mengganggu kelestarian Taman Nasional Gunung Merapi. Perburuan liar dan perdagangan illegal yang masih mungkin terjadi menjadi salah satu ancaman bagi hewan langka bernilai ekonomi tinggi seperti Elang Jawa. Menurut Wildlife Crime Unit (WCU), populasi Elang Jawa yang hilang di alam lebih dari 50% dikarenakan oleh perburuan dan penangkapan liar untuk perdagangan.

Menurut Prawiradilaga (1999), Elang Jawa memiliki peranan penting dalam ekosistem di mana hewan pemangsa ini menduduki konsumen puncak dan menjadi pengendali dalam ekosistem. Sedangkan penelitian Prawidilaga et al (2003), menyatakan bahwa hewan pemangsa endemik Jawa ini memiliki tingkat kepekaan yang tinggi akan perubahan lingkungan sehingga jika kualitas lingkungan terganggu maka Elang Jawa akan punah. Melihat peranan penting dari Elang Jawa dalam ekosistem serta jumlah populasi Elang Jawa yang cukup memprihatinkan di alam, maka perlu dilakukan kegiatan konservasi untuk mencegah kepunahan spesies Elang Jawa.

Dalam kegiatan konservasi suatu spesies, penting adanya memperhatikan kelestarian habitat dari spesies tersebut. Habitat merupakan tempat di mana suatu spesies berkembang, berlindung, dan mencari kebutuhannya untuk hidup. Sehingga ketika suatu habitat rusak atau mengalami penurunan kualitas maka segala jenis spesies hewan maupun tumbuhan yang ada di dalamnya akan terancam mengalami penurunan jumlah. Elang Jawa cenderung menyukai hutan tropis yang selalu hijau, sehingga penting untuk menjaga kelestarian hutan area Taman Nasional Gunung Merapi untuk tetap hijau. Usaha penanaman kembali daerah bekas erupsi Merapi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan.

Kegiatan konservasi sebaiknya melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat, maupun kelompok-kelompok konservasi. Pemerintah dapat menetapkan peraturan mengenai perburuan liar, perdagangan illegal, perusakan ekosistem, eksploitasi alam tempat habitat Elang Jawa secara berlebihan serta memberikan sanksi yang tegas apabila peraturan-peraturan tersebut dilanggar. Pemerintah juga dapat menyediakan fasilitas untuk mendukung kegiatan perlindungan Elang Jawa serta mendukung kelompok-kelompok yang bergerak dalam kegiatan konservasi dengan menyediakan fasilitas selayaknya. Masyarakat sekitar maupun manusia dari berbagai kalangan harus memiliki kesadaran akan pentingnya habitat tempat hidup satwa langka dan pentingnya keberadaan Elang Jawa di alam. Dengan kesadaran yang dimiliki, diharapkan manusia akan menghindari kegiatan yang dapat mengancam populasi Elang Jawa di alam.


Page 2

Elang Jawa merupakan burung pemangsa endemik Jawa yang ditetapkan sebagai maskot hewan langka sejak tahun 1992. Berdasarkan IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) burung bernama latin Nisaetus bartelsi ini dikategorikan dalam endangered species yang artinya keberadaan Elang Jawa terancam menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang. 

Melihat populasi Elang Jawa yang cenderung menurun dan terancam mengalami kepunahan, maka melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang penetapan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, pemerintah menetapkan Elang Jawa sebagai salah satu satwa yang wajib dilindungi.

Taman Safari Indonesia mencatat pada tahun 2018 jumlah Elang Jawa di alam tidak lebih dari 200 pasang, angka ini berada jauh di bawah batas aman populasi Elang Jawa yakni 1.000 pasang. Jumlah individu yang tergolong sedikit menyebabkan burung yang identik dengan lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut hanya dapat ditemukan pada beberapa lokasi tertentu di Pulau Jawa. Beberapa individu Elang Jawa dapat ditemukan pada Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), yakni salah satu kawasan pelestarian alam yang terletak di provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Meskipun Taman Nasional Gunung Merapi telah diusahakan untuk dikelola dengan baik, namun Taman Nasional Gunung Merapi ini tidak dapat lepas dari kemungkinan adanya ancaman maupun gangguan dari luar. Gangguan dan ancaman dapat terlihat pada peristiwa kebakaran yang terjadi tahun 2015, di mana peristiwa kebakaran tersebut diakibatkan oleh cuaca dan dicurigai terdapat unsur kesengajaan ulah manusia. Selain itu, peristiwa meletusnya Gunung Merapi mempengaruhi penurunan jumlah berbagai macam spesies yang ada di sekitar Gunung Merapi termasuk spesies Elang Jawa. 

Penanaman berbagai jenis hortikultura illegal dan penambangan pasir di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Merapi menjadi masalah yang dapat mengganggu kelestarian Taman Nasional Gunung Merapi. Perburuan liar dan perdagangan illegal yang masih mungkin terjadi menjadi salah satu ancaman bagi hewan langka bernilai ekonomi tinggi seperti Elang Jawa. Menurut Wildlife Crime Unit (WCU), populasi Elang Jawa yang hilang di alam lebih dari 50% dikarenakan oleh perburuan dan penangkapan liar untuk perdagangan.

Menurut Prawiradilaga (1999), Elang Jawa memiliki peranan penting dalam ekosistem di mana hewan pemangsa ini menduduki konsumen puncak dan menjadi pengendali dalam ekosistem. Sedangkan penelitian Prawidilaga et al (2003), menyatakan bahwa hewan pemangsa endemik Jawa ini memiliki tingkat kepekaan yang tinggi akan perubahan lingkungan sehingga jika kualitas lingkungan terganggu maka Elang Jawa akan punah. Melihat peranan penting dari Elang Jawa dalam ekosistem serta jumlah populasi Elang Jawa yang cukup memprihatinkan di alam, maka perlu dilakukan kegiatan konservasi untuk mencegah kepunahan spesies Elang Jawa.

Dalam kegiatan konservasi suatu spesies, penting adanya memperhatikan kelestarian habitat dari spesies tersebut. Habitat merupakan tempat di mana suatu spesies berkembang, berlindung, dan mencari kebutuhannya untuk hidup. Sehingga ketika suatu habitat rusak atau mengalami penurunan kualitas maka segala jenis spesies hewan maupun tumbuhan yang ada di dalamnya akan terancam mengalami penurunan jumlah. Elang Jawa cenderung menyukai hutan tropis yang selalu hijau, sehingga penting untuk menjaga kelestarian hutan area Taman Nasional Gunung Merapi untuk tetap hijau. Usaha penanaman kembali daerah bekas erupsi Merapi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan.

Kegiatan konservasi sebaiknya melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat, maupun kelompok-kelompok konservasi. Pemerintah dapat menetapkan peraturan mengenai perburuan liar, perdagangan illegal, perusakan ekosistem, eksploitasi alam tempat habitat Elang Jawa secara berlebihan serta memberikan sanksi yang tegas apabila peraturan-peraturan tersebut dilanggar. Pemerintah juga dapat menyediakan fasilitas untuk mendukung kegiatan perlindungan Elang Jawa serta mendukung kelompok-kelompok yang bergerak dalam kegiatan konservasi dengan menyediakan fasilitas selayaknya. Masyarakat sekitar maupun manusia dari berbagai kalangan harus memiliki kesadaran akan pentingnya habitat tempat hidup satwa langka dan pentingnya keberadaan Elang Jawa di alam. Dengan kesadaran yang dimiliki, diharapkan manusia akan menghindari kegiatan yang dapat mengancam populasi Elang Jawa di alam.


Lihat Lingkungan Selengkapnya


Page 3

Elang Jawa merupakan burung pemangsa endemik Jawa yang ditetapkan sebagai maskot hewan langka sejak tahun 1992. Berdasarkan IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) burung bernama latin Nisaetus bartelsi ini dikategorikan dalam endangered species yang artinya keberadaan Elang Jawa terancam menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang. 

Melihat populasi Elang Jawa yang cenderung menurun dan terancam mengalami kepunahan, maka melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang penetapan jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, pemerintah menetapkan Elang Jawa sebagai salah satu satwa yang wajib dilindungi.

Taman Safari Indonesia mencatat pada tahun 2018 jumlah Elang Jawa di alam tidak lebih dari 200 pasang, angka ini berada jauh di bawah batas aman populasi Elang Jawa yakni 1.000 pasang. Jumlah individu yang tergolong sedikit menyebabkan burung yang identik dengan lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia tersebut hanya dapat ditemukan pada beberapa lokasi tertentu di Pulau Jawa. Beberapa individu Elang Jawa dapat ditemukan pada Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM), yakni salah satu kawasan pelestarian alam yang terletak di provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Meskipun Taman Nasional Gunung Merapi telah diusahakan untuk dikelola dengan baik, namun Taman Nasional Gunung Merapi ini tidak dapat lepas dari kemungkinan adanya ancaman maupun gangguan dari luar. Gangguan dan ancaman dapat terlihat pada peristiwa kebakaran yang terjadi tahun 2015, di mana peristiwa kebakaran tersebut diakibatkan oleh cuaca dan dicurigai terdapat unsur kesengajaan ulah manusia. Selain itu, peristiwa meletusnya Gunung Merapi mempengaruhi penurunan jumlah berbagai macam spesies yang ada di sekitar Gunung Merapi termasuk spesies Elang Jawa. 

Penanaman berbagai jenis hortikultura illegal dan penambangan pasir di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Merapi menjadi masalah yang dapat mengganggu kelestarian Taman Nasional Gunung Merapi. Perburuan liar dan perdagangan illegal yang masih mungkin terjadi menjadi salah satu ancaman bagi hewan langka bernilai ekonomi tinggi seperti Elang Jawa. Menurut Wildlife Crime Unit (WCU), populasi Elang Jawa yang hilang di alam lebih dari 50% dikarenakan oleh perburuan dan penangkapan liar untuk perdagangan.

Menurut Prawiradilaga (1999), Elang Jawa memiliki peranan penting dalam ekosistem di mana hewan pemangsa ini menduduki konsumen puncak dan menjadi pengendali dalam ekosistem. Sedangkan penelitian Prawidilaga et al (2003), menyatakan bahwa hewan pemangsa endemik Jawa ini memiliki tingkat kepekaan yang tinggi akan perubahan lingkungan sehingga jika kualitas lingkungan terganggu maka Elang Jawa akan punah. Melihat peranan penting dari Elang Jawa dalam ekosistem serta jumlah populasi Elang Jawa yang cukup memprihatinkan di alam, maka perlu dilakukan kegiatan konservasi untuk mencegah kepunahan spesies Elang Jawa.

Dalam kegiatan konservasi suatu spesies, penting adanya memperhatikan kelestarian habitat dari spesies tersebut. Habitat merupakan tempat di mana suatu spesies berkembang, berlindung, dan mencari kebutuhannya untuk hidup. Sehingga ketika suatu habitat rusak atau mengalami penurunan kualitas maka segala jenis spesies hewan maupun tumbuhan yang ada di dalamnya akan terancam mengalami penurunan jumlah. Elang Jawa cenderung menyukai hutan tropis yang selalu hijau, sehingga penting untuk menjaga kelestarian hutan area Taman Nasional Gunung Merapi untuk tetap hijau. Usaha penanaman kembali daerah bekas erupsi Merapi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan.

Kegiatan konservasi sebaiknya melibatkan berbagai pihak baik pemerintah, masyarakat, maupun kelompok-kelompok konservasi. Pemerintah dapat menetapkan peraturan mengenai perburuan liar, perdagangan illegal, perusakan ekosistem, eksploitasi alam tempat habitat Elang Jawa secara berlebihan serta memberikan sanksi yang tegas apabila peraturan-peraturan tersebut dilanggar. Pemerintah juga dapat menyediakan fasilitas untuk mendukung kegiatan perlindungan Elang Jawa serta mendukung kelompok-kelompok yang bergerak dalam kegiatan konservasi dengan menyediakan fasilitas selayaknya. Masyarakat sekitar maupun manusia dari berbagai kalangan harus memiliki kesadaran akan pentingnya habitat tempat hidup satwa langka dan pentingnya keberadaan Elang Jawa di alam. Dengan kesadaran yang dimiliki, diharapkan manusia akan menghindari kegiatan yang dapat mengancam populasi Elang Jawa di alam.


Lihat Lingkungan Selengkapnya