Makam keluarga belanda dibuka pandu

Makam keluarga belanda dibuka pandu
Seniman memainkan alat musik Bagpipe di Makam Pahlawan Nasional Douwes Dekker atau Danudirja Setiabudi di Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung, Jawa Barat, Selasa (10/11/2020). (Foto: ANTARA FOTO/NOVRIAN ARBI)

Bandung, CNN Indonesia --

Robbert van de Rijdt mengenakan batik, berdiri tegap di antara barisan peserta upacara, Selasa (10/11) pagi. Direktur Oorlogsgravenstichting Indonesie--lembaga nirlaba di Belanda yang mengelola pemakaman korban perang--ini hadir untuk mengenang korban Perang Dunia II di Asia Tenggara, baik dari warga sipil maupun militer.

Robbert tak sendiri, ia bersama sejumlah pelajar yang tergabung dalam Kelompok Anak Rakyat (Lokra). Peringatan bersama Indonesia-Belanda ini digelar di makam kehormatan Belanda Ereveld Pandu, Kota Bandung.

Dua menit para peserta upacara mengheningkan cipta. Makam Ereveld Pandu pun terasa sunyi dan khidmat.

Setelah itu, Robbert bersama para pelajar Lokra dan sejumlah anggota komunitas mendatangi beberapa makam untuk melakukan prosesi peletakan bunga. Alunan musik bagpipe dan drum yang melantunkan Auld Lang Syne mengiringi langkah mereka.

Prosesi tersebut, tutur Robbert, bertujuan mengenang korban-korban perang baik pada masa kedatangan Jepang di Indonesia maupun akibat Perang Dunia II di Asia Tenggara. Di Belanda, upacara ini biasanya dilaksanakan setiap 4 Mei.

"Kita tidak bisa mengubah sejarah karena sejarah telah terjadi. Tetapi kita harus belajar dari itu dan inilah hasil dari perang (korban nyawa). Sebanyak 80 persen ada sipil di sini [Ereveld], dan 20 persen adalah dari pihak miiter. Jadi kita perlu belajar dari sejarah. Ini bukan soal orang Belanda, tapi pelajarannya, kita harus melihat bahwa ini adalah hasil perang," kata Robbert ketika ditemui setelah upacara.

Robbert membeberkan, di Indonesia sendiri terdapat tujuh Ereveld atau pemakaman Belanda untuk warga sipil dan militer juga orang Indonesia yang tewas akibat Perang Dunia II.

Di Ereveld terbaring lebih dari 25.000 korban perang dari warga sipil maupun militer. Ketujuh Ereveld tersebut berada di Menteng Pulo (Jakarta Selatan), Ancol (Jakarta Utara), Pandu (Bandung), Leuwigajah (Cimahi), Kalibanteng dan Candi (Semarang) dan Kembang Kuning (Surabaya).

"Di sini ada orang meninggal pada masa 1942-1945, selama masa penjajahan Jepang. Juga 1945 -1949 selama masa agresi militer perang antara Indonesia dan Belanda," terang dia lagi.

Robbert mengatakan, korban perang tidak hanya dari pihak Belanda melainkan juga dari negara lain, termasuk Indonesia. "Jadi peringatan ini untuk memperingati korban-korban dari perang yang berjatuhan. Supaya kita bisa mengambil pelajaran juga bisa melihat dampak dari perang itu apa," kata dia lagi.

Itu sebab, acara ini penting untuk mengingatkan siapapun, bahwa senjata dan nafsu saling menguasai serta saling menghancurkan merupakan malapetaka bagi umat manusia.

Pelibatan pelajar, komunitas dan warga dalam acara peringatan tersebut diharapkan mampu memberikan pemahaman agar setiap orang kelak dapat mengedepankan dialog atau diplomasi dalam penyelesaian setiap konflik.

"Saya rasa secara umum, kita harus memperingati dan sejarah telah terjadi. Generasi baru, diharapkan bisa belajar dari kesalahan dari masa lalu. Dan kami pikir memperingati bersama akan membuat hubungan kita lebih baik, pemahaman yang lebih baik," ucap Robbert.

"Jadi kami pikir dengan melakukan hal ini bersama, kita bisa membuat kesepahaman yang lebih baik soal kejadian yang telah terjadi. Kita tidak memanggil [yang gugur] ini pahlawan, jadi kita panggil mereka dengan sebutan korban perang," kata dia menambahkan.

Tak hanya prosesi di Erevald Pandu, karena bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, usai upacara peserta pun melakukan tabur bunga di Taman Makam Pahlawan (TMP) Cikutra Bandung.

Lebih lanjut dalam pemaparan Robbert menyatakan, siapapun boleh berkunjung ketujuh lokasi Ereveld. Kunjungan bisa dilakukan mulai pukul 07.00-17.00 tanpa dipungut biaya masuk.

"Jadi di sini, hanya bunyikan belnya dan kita buka. Tujuh hari seminggu buka jam 7 pagi sampai 5 sore. Tidak perlu reservasi, tinggal datang. Untuk semua ke Ereveld gratis, tidak usah bayar tiket," tutur dia.

Menurut Robbert, sebagai tempat warisan bersejarah Indonesia dan Belanda, Ereveld bisa menjadi ruang belajar sejarah. Sehingga lebih banyak orang yang berkunjung justru ia akan merasa kian senang. Itu artinya menunjukkan ada banyak orang yang menghargai sejarah.

"Saat saya datang ke Indonesia pada 2013, ada 5.000 orang mengunjungi tujuh Ereveld. Sebanyak 4.000 pengunjung ada dari Belanda, Amerika, dan Australia sementara 1.000 orang dari Indonesia. Tetapi 2019, sampai 20 ribu pengunjung yang mana 16 ribu di antaranya orang Indonesia. Ini penting, menandakan banyak orang tertarik dengan sejarah," ungkap dia.

(hyg/nma/NMA)

[Gambas:Video CNN]