Kesenian yang tidak berkembang pada masa kerajaan kesultanan di indonesia adalah

Dalam kesenian Islam, utamanya seni rupa, menampilkan ragam seni tulisan yang dibuat indah menggunakan pola-pola tertentu, disebut kaligrafi. Pola gambar yang paling awal berkembang pada kesenian Islam adalah pola-pola yang diambil dari dunia tumbuhan (floralisik) dan pola-pola geometrik. Sejak awal seni rupa Islam tidak membuat pola yang diambil dari bentuk hewan, manusia, atau perwujudan dari makhluk hidup.

Terdapat dua pendapat mengenai pola makhluk hidup yang digunakan dalam kesenian Islam. Pertama, meyakini bahwa pembuatan pola makhluk hidup, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an tidak diperbolehkan. Dan kedua, berpendapat bahwa pembuatan pola makhluk hidup pada lukisan, gambar, atau patung tidak akan menjadi objek pemujaan seperti berhala.

Sejak abad ke-13, di Timur Tengah terdapat pola kaligrafi yang menggambarkan dunia binatang, seperti burung, kuda, dan lain sebagainya. Jika masjid-masjid kuno di Timur Tengah banyak menampilkan beragam jenis kaligrafi di dinding utamanya, di Indonesia perkembangan kaligrafi di masjid-masjid baru muncul ketika abad ke-20.

Berbeda dengan perkembangan kaligrafi di masjid-masjid, perkembangan kaligrafi pada nisan-nisan kubur di Indonesia diketahui berasal dari abad ke-11. Nisan kubur pertama yang terdapat kaligrafi di dalamnya adalah nisan kubur Fatimah binti Maimun binti Hibatullah yang wafat tahun 1082 M. Makam tersebut ditemukan di Leran Gersik, Jawa Timur. Nisan tersebut ditulis dalam huruf Arab dengan tulisan kaligrafi Kufik Timur. Kemudian nisan kubur Sultan Malik as-Salih yang wafat pada 1297 M di situs kerajaan Samudera Pasai. Bentuk tulisan kaligrafi pada nisan tersebut adalah kaligrafi Thuluth.

Seni rupa Islam selain dalam bentuk tulisan-tulisan indah, ada dalam bentuk pola-pola gambar. Seperti pada beberapa nisan kubur akan ditemukan hiasan berpola dedaunan dan juga geometrik. Di Indonesia yang banyak menggunakan pola-pola tersebut adalah batu nisan dari kerajaan Aceh, dan dari pecahan hiasan dari situs kerajaan Banten Lama. Berbagai barang pun ditemukan menggunakan hiasan-hiasan berbagai pola, seperti yang ditemukan pada kain batik, pusaka-pusaka, atau benda-benda keperluan sehari-hari

Sumber : Poesponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto. 2010. Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta : Balai Pustaka.

Gerbang kaligrafi bismillahirrahmanirrahim (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)

ilustrasi Keraton peninggalan kebudayaan islam

GridKids.id - Islam merupakan agama mayoritas di Indonesia, Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7, Kids.

Oleh sebab itu, banyak peninggalan kebudayaan Islam di Indonesia.

Awalnya masuknya Islam ke Indonesia melalui jalur perdagangan dengan negara timur tengah utamanya.

Baca Juga: 6 Masjid Tertua di Indonesia yang Sudah Sejak Ratusan Tahun, Masih Berdiri Kokoh Hingga Sekarang

Tetapi bukan hanya itu saja, penyebaran Islam di Indonesia juga melalui politik, dakwah, pendidikan, hingga kesenian.

Oleh sebab itu banyak peninggalan kebudayaan Islam berupa seni bangunan, seni rupa, seni sastra, hingga seni pertunjukan.

Lalu apa saja peninggalan kebudayaan Islam yang ada di Indonesia? yuk kita bahas agar kamu lebih mengenal sejarah, Kids.

Kesenian yang tidak berkembang pada masa kerajaan kesultanan di indonesia adalah

Kesenian yang tidak berkembang pada masa kerajaan kesultanan di indonesia adalah
Lihat Foto

Kemdikbud

Permainan Debus, bukti akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam bidang kesenian di Indonesia.

KOMPAS.com - Akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam di Indonesia menjadi bagian dari perkembangan budaya Islam di Indonesia. Bentuk akulturasi tersebut adalah seni bangunan, seni ukir atau seni pahat, kesenian, seni sastra dan kalender.

Tahukah kamu bentuk akulturasi budaya Islam di bidang kesenian?

Akulturasi budaya Islam kesenian

Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, pada perkembangan budaya Islam di Indonesia muncul kesenian bernafaskan Islam yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam.

Contoh bentuk kesenian hasil akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam antara lain:

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam

Permainan Debus

Kesenian yang tidak berkembang pada masa kerajaan kesultanan di indonesia adalah

Kesenian yang tidak berkembang pada masa kerajaan kesultanan di indonesia adalah
Lihat Foto

Kemdikbud

Permainan Debus adalah bukti akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam di bidang kesenian.

Istilah debus berasal dari kata tembus. Debus adalah nama sebuah alat yang terbuat dari besi sepanjang 40 sentimeter dengan ujung runcing. Pada pangkalnya diberi alas dari kayu yang diperkuat dengan lilitan pelat baja agar tidak mudah terbelah jika dipukul.

Permainan debus diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Dalam permainan debus, besi ditusukkan ke bagian-bagian tubuh. Anehnya, pemain tidak merasakan sakit atau cedera padahal dalam keadaan sadar.

Permainan debus terdapat di daerah Banten dan Minangkabau.

Pada abad 17 Masehi (1651-1652), Sultan Agung Tirtayasa di Kesultanan Banten menciptakan bentuk latihan bagi prajurit Banten berupa latihan perang atau perkelahian dengan alat yang disebut debus, selain pedang, golok, keris, tombak dan lainnya.

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam Seni Bangunan

Kesenian debus dipercaya berhubungan dengan tarikat Rifaiah yang dibawa Nuruddin Ar Raniri ke Aceh pada abad ke-16.

Para pengikut tarikat ini ketika dalam kondisi kegembiraan karena merasa bertatap muka dengan Tuhan yakin bahwa atas ijin Allah maka benda-benda tajam tidak akan melukai mereka.

Awalnya, debus berfungsi untuk menyebarkan ajaran Islam. Saat penjajahan Belanda, pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, debus untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten dalam melawan Belanda.

Pada zaman sekarang, permainan debus hanya sebagai sarana hiburan.

Baca juga: Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam Seni Ukir

Tari Seudati

Kesenian yang tidak berkembang pada masa kerajaan kesultanan di indonesia adalah

Kesenian yang tidak berkembang pada masa kerajaan kesultanan di indonesia adalah
Lihat Foto

Antarafoto.com (Irwansyah Putra/Inasgoc/Asian Games 2018)

Penari dari Sanggar Cit Ka Geunta menampilkan gerakan lani atau lagu pada tarian tradisional Seudati di Festival Budaya Daerah di Taman Bustanul Salatin, Banda Aceh, Aceh, Selasa (17/4/2018).

Tari Seudati adalah tarian masyarakat Aceh yang berkembang terutama di daerah pesisir. Tari Seudati termasuk jenis tari perang (tribal war dance).

Seudati berasal dari kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar. Sering disebut juga saman yang artinya delapan.

Biasanya tari Seudati ditampilkan leh delapan laki-laki sebagai penari utama yang terdiri dari satu syeh, satu orang pembantu syeh, dua orang pembantu di sebelah kiri (apeetwie), satu orang pembantu di belakang (peet bak), dan tiga orang pembantu biasa.

Serta dua orang penyanyi yang disebut aneuk syahi sebagai pengiring tari. Biasanya para pemain menyanyikan lagu yang salah satunya berisi salawat nabi.

Baca juga: Perkembangan Islam di Indonesia

Wayang

Wayang diperkirakan sudah ada sejak 1500 SM yang berfungsi sebagai medium untuk mendatangkan arwah leluhur yang disebut hyang atau dahyang.

Ketika agama Hindu dari India masuk ke nusantara, wayang berkembang mengambil cerita dari kitab Mahabharata dan Ramayana.

Sedangkan pada perkembangan budaya Islam, di Jawa wayang digunakan sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan ajaran agama Islam.

Pada 1443, Sunan Kalijaga mengusulkan pada para wali untuk menciptakan wayang purwa dengan bahan kulit kambing yang kemudian dikenal sebagai wayang kulit.

Kesenian yang tidak berkembang pada masa kerajaan kesultanan di indonesia adalah

Kesenian yang tidak berkembang pada masa kerajaan kesultanan di indonesia adalah
Lihat Foto

Kemdikbud

Wayang kulit, bukti akulturasi budaya pra-Islam dan budaya Islam bidang kesenian.

Wayang menjadi bukti akulturasi antara budaya pra-Islam dengan budaya Islam. Tokoh yang berperan adalah para ulama seperti Wali Songo dan penguasa lokal yang memeluk agama Islam. Terutama Sunan Kalijaga dan putranya, Sunan Panggung.

Meski cerita wayang masih mengisahkan epik India Hindu-Budha tetapi setelah akulturasi dengan budaya Islam, kesenian wayang mengandung ajaran Islam (tarekat).

Selain wayang kulit, berdasarkan cerita Amir Hamzah kemudian dikembangkan pertunjukan wayang Golek.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.