Keterbatasan fisik terkadang menjadi sebuah masalah besar bagi seseorang. Meskipun saat ini, beberapa perusahaan bisa menerima seseorang dengan keterbatasan fisik, tapi tidak untuk sebagian besar lainnya. Ya, orang dengan keterbatasan fisik biasanya kerap mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan. Cacian, sindirian, ejekan maupun beberapa perkataan yang tidak sedap pun telah menjadi makanan sehari-hari bagi mereka. Seperti kisah nyata seorang guru tunanetra yang mendapatkan perlakuan tidak adil saat mengajar di sekolah. Kisah ini diambil dari kisah nyata yang difilmkan sebagai bahan pelajaran bagi banyak masyarakat. Adalah Ice, seorang guru tunanetra asal Thailand. Sebagai seorang pengajar, sudah sepantasnya ia dihormati dan disegani, tapi Ia justru kerap mendapat tindakkan tak mengenakkan dari para muridnya. Pada suatu hari Ice mencoba menegur tiga orang siswinya karena tidak masuk saat jam pelajaran. Namun, jawaban muridnya tersebut sangatlah menyakitkan. “Kami tidak mau diajarin sama guru yang buta. Melihat saja tidak bisa, bagaimana Anda mau mengajari kami,” kata-kata pedas itulah yang meluncur dari mulut para siswinya. Ice yang mendengar pernyataan tersebut seakan terpukul dan hanya bisa terdiam sambil berpikir keras atas alasan para muridnya. Tak hanya itu, para murid juga kerap meledek Ice saat kegiatan belajar mengajar berlangsung dalam kelas. Para siswi tersebut terlihat asik dengan dunianya sendiri, mereka asik bercanda, melempar-lempar kertas. Pada saat absensi pun, para siswi pun banyak yang tidak masuk karena keberatan untuk diajarkan oleh guru tunanetra. Hingga akhirnya sekolah memutuskan untuk menggantikan Ice dengan guru lain, untuk memecah keributan yang sudah terjadi dalam kelas. Meskipun tunanetra, namun Ice merupakan lulusan jurusan pendidikan Bahasa Inggris dengan nilai First-class honours (A). Meskipun, ia memiliki kecerdasan yang luar biasa, namun banyak orang meremehkan kemampuannya karena keterbatasan fisiknya. Cibiran kembali dirasakan oleh Ice, ketika para orangtua murid berkumpul untuk melakukan pertemuan dengan pihak sekolah. Hampir semua orangtua murid meragukan kemampuan Ice dalam menjadi seorang guru. Hingga akhirnya pihak sekolah memutuskan untuk membawa keluar Ice untuk menyembuhkan suasana yang kurang kondusif di dalam ruang pertemuan. Betapa hancurnya hati Ice, ketika hambatan sosial menjadi sebuah tantangan terberat bagi hidupnya saat ini. Ia pun seakan terkucilkan dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya. Pihak sekolah pun akhirnya memutuskan untuk memindahkan posisi Ice dari guru menuju bagian registrasi untuk mengurangi protes dari para siswi dan orangtua murid yang keberatan diajarkan oleh guru tunanetra. “Jika visi dari sekolah adalah mengembangkan kemampuan siswa, saya memang tidak bisa melihat, tapi ijinkan saya untuk mengajar agar anak-anak dapat melihat masa depan yang cerah,” kata-kata itulah yang keluar dari mulut Ice saat ia dipertemukan dengan sejumlah pengurus sekolah di ruang rapat. Meskipun telah mendapat banyak cibiran dan perlakuan tak mengenakkan, namun ia tetap teguh terhadap pendiriannya menjadi seorang guru. Pengalaman tidak menyenangkan terus dialami oleh Ice, hingga pada akhirnya ketiga siswinya yang terkenal badung menantang sang guru untuk berjalan menghampirinya tanpa mengenakan tongkat bantuan. Ice pun dengan berani membuktikannya. Perlahan demi perlahan kakinya pun melangkah berusaha untuk menghampiri muridnya, nahas ia tersandung dan terjatuh tepat di hadapan siswi-siswinya. Tiga orang sisiwi yang awalnya membangkang pun seakan luluh dengan keteguhan hati Ice yang terus berjuang meyakinkan para murid yang meremehkan kemampuannya. Melihat gurunya terjatuh, seluruh murid pun berusaha menolong dan membantunya berdiri. Hingga akhirnya para murid itu pun berkumpul di lapangan dan meminta maaf atas perbuatannya yang tidak sopan kepada sang guru. “Kalian terkadang keras kepala, tapi bapak tidak pernah marah kepada kalian. Bapak mungkin galak kepada kalian, tapi bapak melakukan itu karena ingin kalian menjadi anak yang baik, ingin memiliki masa depan yang baik, kalian lakukan untuk diri kalian ya,” ucap Ice. Tidak ada dengki, maupun marah yang keluar dari mulut Ice terhadap para muridnya yang telah melakukan perbuatan tak menyenangkan selama ini. Seketika pecah haru mewarnai lapangan sekolah, para murid yang sebelumnya meremehkan kemampuan Ice langsung meminta maaf di hadapannya. Sejak saat itu, kehidupan Ice sebagai seorang pengajar terasa berputar 180 derajat. Kini para murid sangat menghormatinya dan patuh terhadap seluruh perintahnya. Ice pun menjadi guru yang disenangi oleh para muridnya. Ice pun mengajarkan cara baru untuk mengingat pelajaran dengan cara memejamkan mata untuk meningkatkan konsenterasi. Namun, perjuangan Ice tidak hanya sampai di situ, ia harus dihadapkan dengan tantangannya sebagai seorang guru yang wajib membuat nilai para siswinya meningkat. Ice dituntut harus menghasilkan nilai UTS yang bagus bagi murid kelas 8-5. Jika tidak mampu memberikan nilai yang bagus, maka ia tidak akan ditetapkan sebagai seorang guru PNS. Para murid yang sudah jatuh hati dengan cara mengajar Ice, langsung menyebarluaskan berita ke seluruh temannya agar sama-sama berjuang untuk mendapatkan nilai bagus demi mempertahankan masa depan sang guru. Para murid pun berjuang keras, hingga para kakak kelas pun turut membantu adik-adiknya supaya bisa mendapatkan hasil yang memuaskan. Para murid pun sempat mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal, namun dengan teknik yang diajarkan Ice dengan memejamkan mata agar dapat meningkatkan konsentrasi, para murid akhirnya bisa melewati ujian dengan sangat baik. Kini Ice baru saja ditetapkan sebagai guru PNS pada departemen bahasa asing setelah menunggu lebih dari dua tahun lamanya. Tentunya banyak pelajaran berharga yang bisa diambil dalam kisah ini, dimana seorang manusia bisa harus menghargai orang lain meski dengan keterbatasan fisik apapun. Tuhan selalu adil dalam menciptakan umatnya, selalu ada kemampuan lebih yang disematkan dalam setiap kekurangan yang dimiliki manusia. (hel)
Lihat Foto KOMPAS.com - Sebuah iklan yang dirilis sebuah perusahaan Thailand kembali menjadi pembicaraan, sebab iklan itu dianggap menyuguhkan tontonan mengharukan yang membuat penontonnya menangis. Adapun, iklan berdurasi 6 menit 30 detik itu dirilis perusahaan Thailand, Charoen Pokphand Group (CPG). Kisah bermula saat seorang guru bernama Prajak senantiasa membawa sang ibu ke sekolah tempatnya mengajar. Bukan tanpa alasan, ibunya yang sudah renta menderita penyakit Alzheimer yang merusak sistem ingatan. Sementara, ibu itu hanya memiliki Prajak sebagai satu-satunya keluarga di masa senjanya. Saat jam mengajar tiba, sang ibu didudukkan di belakang kelas sehingga Prajak tetap dapat mengawasi dari depan sembari mengajar murid-muridnya. Pun saat jam makan siang tiba, ia selalu mengurus keperluan ibunya sebelum keperluannya sendiri, misalnya menyuap makan. Keberadaan ibu Prajak di lingkungan sekolah dianggap oleh sebagian wali siswa mengganggu proses pembelajaran. Bahkan, ada salah seorang ayah yang berniat memindahkan anaknya ke sekolah lain. Hal itu membuat sang kepala sekolah mengambil tindakan dan memanggil Prajak. Ia menawarkan bantuan untuk menyediakan perawat untuk mengurus ibunya selama dia bekerja. Namun, jawaban mengejutkan justru didapatkan oleh sang kepala sekolah. "Dia ibuku, aku tidak bisa membiarkan orang lain untuk merawatnya," kata Prajak kepada Kepala Sekolah.
|