Ami Heppy S Senin, 18 April 2022 - 15:15:00 WIB
JAKARTA, iNews.id – Kerajaan Aceh, sejarah, masa kejayaan, masa keruntuhan perlu kamu ketahui. Hal tersebut bertujuan menambah pengetahuan sejarah kamu tentang Aceh.
Wilayah kekuasaan Kerajaan Aceh meliputi Provinsi Aceh, Pesisir Sumatera Utara, dan Semenanjung Melayu. Perkembangan pesat yang dialami Kerajaan Aceh tidak lepas dari letaknya yang strategis, yakni berada dekat jalur pelayaran perdagangan internasional pada masa itu. Ramainya aktivitas pelayaran perdagangan melalui bandar-bandar perdagangan Kerajaan Aceh pada masa itu juga mempengaruhi perkembangan kehidupan Kerajaan Aceh dalam segala bidang seperti politik, ekonomi, sosial, budaya. SejarahMenurut H.J. De Graaf, Kerajaan Aceh merupakan hasil penyatuan dari dua kerajaan kecil, yaitu Lamuri dan Aceh Darul Kamal yang awalnya tidak pernah rukun serta selalu bermusuhan. Sejak itu, Lamuri lebih dikenal sebagai Kerajaan Mahkota Alam, mengikuti nama ibu kotanya. Dalam Hikayat Aceh, pertentangan antara Mahkota Alam dan Darul Kamal berakhir setelah Makota Alam yang saat itu dipimpin oleh Sultan Syamsu Syah menjodohkan putranya, Ali Mughayat Syah, dengan putri Raja Darul Kamal. Akibatnya, para pembesar Darul Kamal termasuk Sultan Muzaffar Syah tewas terbunuh. Setelahnya, Sultan Syamsu Syah menjadi penguasa atas dua kerajaan. Pada 1516, putranya, Ali Mughayat Syah, naik tahta dan memindahkan pusat kerajaannya ke Daruddunia (Banda Aceh sekarang). Semenjak itu, kedua kerajaan yang disatukan tersebut diberi nama Kerajaan Aceh Darussalam dengan pusat kerajaannya Banda Aceh Darussalam. Sultan Ali Mughayat Syah menjadi raja pertama Kerajaan Aceh Darussalam dan memerintah pada 1514-1528 M. Masa KejayaanKerajaan Aceh mengalami masa kejayaannya pada permulaan abad ke-17 dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607 M-1636 M). Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh kemajuan di beberapa bidang, antara lain perdagangan. Di bidang perdagangan, Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan yang berkuasa atas perdagangan Islam, bahkan menjadi bandar transit yang dapat menghubungkan dengan pedagang islam di dunia barat. Selain bangsa Belanda dan Inggris, bangsa asing lainnya seperti Arab, Persia, Turki, India, Siam, Cina, Jepang, juga berdagang dengan Aceh. Pada masa ini juga pengaruh agama dan kebudayaan Islam begitu besar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Aceh, sehingga daerah ini mendapat julukan ‘Seuramo Mekkah’ atau Serambi Mekkah. Sultan Iskandar Muda juga terbilang sukses dalam memperluas wilayah kekuasaan termasuk Semenanjung Malaya yaitu Johor, Perak, Melaka, Kedah, Patani, sampai sebagian besar Sumatera. Hal ini menjadikan wilayah Kerajaan Aceh Sangat luas di bawah pemerintahannya. Masa KeruntuhanKerajaan Aceh mulai mengalami kemunduran setelah Sultan Iskandar Muda wafat pada 1636. Faktor lain yang menyebabkan keruntuhan Kerajaan Aceh adalah semakin menguatnya kekuasaan Belanda di Sumatera dan Selat Malaka. Belanda menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh pada 26 Maret 1873 setelah berbagai upaya ancaman diplomatik yang dilancarkannya gagal membuatnya menguasai Aceh. Perang tersebut belangsung selama 40 tahun dan mengakibatkan berakhirnya Kesultanan Aceh. Editor : Komaruddin Bagja
Thursday, July 18, 2019 Edit
Penyebab Runtuhnya Kesultanan Aceh - Kesultanan Aceh Darussalam adalah kerajaan Islam yang pernah berdiri dan berkuasa di prov. Aceh, Indonesia. Kesultanan ini berlokasi di sisi utara pulau Sumatera yang ibu kotanya adalah Bandar Aceh. Sultan pertama kesultanan Aceh adalah sultan Ali Mughayat Syah yang mangkat pada hari Ahad, 1 Jumadil Awal 913 Hijriah atau pada tanggal 8 September 1507 Masehi. Kesultanan Aceh dibangun oleh seorang sultan yakni sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496 yang sekaligus menjadi sultan pertama kerajaan Aceh. Pada tahun 1528, kemudian sultan Ali Mughayat Syah digantikan oleh putra pertamanya yang bernama Salahuddin dan berkuasa hingga tahun 1537, kemudian digantikan kembali oleh sultan Alauddin Riayat Syah AL-Kahar dan memegang tampuk kekuasaan hingga tahun 1571. Kesultanan Aceh kemudian mencapai puncak kejayaannya di bawah kepemimpinan sultan Iskandar Muda yang berkuasa dari tahun 1607 hingga 1636. Di bawah kepemimpinan sultan Iskandar Muda kesultanan Aceh mengalami masa pengaruh atau ekspansi terluas, dimana Aceh mampu menaklukan Pahang yang merupakan kerajaan penghasil timah. Di masa kepemimpinan sultan Iskandar Muda kesultanan Aceh benar-benar berada pada puncak kejayaan. Akan tetapi, setelah wafatnya sultan Iskandar Muda pada tahun 1636, kesultanan Aceh seperti kehilangan jati diri dan banyak masalah-masalah internal kerajaan yang justru semakin membuat kerajaan ini mengalami kemunduran dan puncaknya terjadi keruntuhan. Pada postingan artikel kali ini, Abang Nji akan memberikan informasi kepada sahabat sekalian 7 Faktor Penyebab Runtuhnya Kesultanan Aceh Yang Harus Kamu Ketahui.
1. Tidak Memiliki Raja Yang Dapat Memimpin Dengan Baik Salah satu faktor yang paling penting dari berhasil atau tidaknya suatu kerajaan adalah pada kualitas pemimpinnya. Setelah meninggalnya sultan Iskandar Muda pada tahun 1636 M, kesultanan Aceh seolah-olah kehilangan sosok pemimpin yang mampu memimpin dan membawa Aceh pada masa-masa kejayaan seperti halnya sultan Iskandar Muda. Kemampuan kepemimpinan dari sultan-sultan setelah sultan Iskandar Muda dinilai tidak mampu membawa aceh tetap pada masa kejayaan dan bahkan terus mengalami kemunduran. Kemunduran dari kesultanan Aceh terus terjadi hingga naik tahtanya sultan Mahmudsyah yang masih sangat muda dan lemah dalam hal kepemimpinan. Setelah naik tahtanya sultan Mahmudsyah, serangkaian usaha terus dilakukan dengan diplomasi ke daerah Istanbul yang saat itu dipimpin oleh teuku Paya Bakong serta Habib Abdurrahman Az-Zahier dalam rangka melawan pengaruh atau ekspansi dari kerajaan Belanda tergolong gagal. Kemudian, setelah kembalinya Habib Abdurrahman Az-Zahier ke ibukota Banda Aceh, ia bersaing dengan seseorang yang berasal dari keturuna India yang bernama Teuku Panglima Maharaja Tibang Muhammad yang berniat untuk menancapkan pengaruh kekuasaannya pada kesultanan Aceh.
Para kaum Moderat banyak yang cenderung mendukung habib Abdurrahman Az-Zahier, akan tetapi dikarenakan sultan Mahmudsyah masih terlalu muda dan lemah dalam membaca situasi, ia membuat keputusan yang cukup membingungkan dimana ia lebih percaya dan mendukung panglima Tibang yang di curigai melaksanakan rencana persengkokolan atau kerja sama dengan kerajaan Belanda saat melaksanakan perundingan di Riau.
Faktor lain yang menyebabkan runtuhnya kesultanan Aceh adalah adanya perebutan kekuasaan di para kalangan pewaris tahta dari kesultanan Aceh. Hal ini terbukti, dimana saat kemangkatan sultan Iskandar Tsanu sampai berbagai macam rangkaian peristiwa lainnya, diman para bangsawan menginginkan hilangnya kontrol ketat dari kekuasaan sultan dengan cara mengangkat janda dari sultan Iskandar Tsani menjadi sultanah. Adanya beberapa sumber yang menerangkan bahwa ketakutan akan ada kembali raja yang bersikap Tirani sehingga terjadilah pengangkatan sultanah ini. |