Kemukakan tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan persatuan dalam kongres pemuda 1

Kongres Pemuda II yang diikuti perwakilan dari seluruh Indonesia pada 27-28 Oktober 1928 berhasil melahirkan Sumpah Pemuda (israindonesia.org)

Mencapai kemerdekaan adalah satu-satunya visi yang berhasil menyatukan banyak perbedaan di Nusantara kala itu

Inibaru.id – Melalui Kongres Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928, Sumpah Pemuda dicetuskan. Pernyataan para pemuda seluruh tanah air ini kemudian menjadi bagian sangat penting dalam perjuangan negeri ini untuk merdeka.

Siapa saja tokoh di balik Sumpah Pemuda itu? Dilansir dari Brilio, Jumat (28/10/2017), setidaknya ada delapan tokoh penting dalam kongres tersebut yang akhirnya mencetuskan Sumpah Pemuda.

I

Soegondo Jojopoespito (smppiussp.blogspot.co.id)

Sebagai Ketua Kongres, aktivis Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia ini menjadi sosok paling penting dan dikenal dalam pencetusan Sumpah Pemuda.

I

Muhammad Yamin (pusakaindonesia.org)

Perwakilan dari Jong Sumatranen Bond ini adalah salah satu pencetus Kongres Pemuda II dan perumus teks Sumpah Pemuda. Dirinya pula yang mengusung Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Baca juga:Ini Kata Prof Mia soal Memperlambat Kepunahan BahasaFakta Unik Sumpah Pemuda Ini Jarang Diketahui Orang

I

Soenario Sastrowardoyo (Wikipedia)

Kakek dari Dian Sastrowardoyo ini bertindak sebagai penasehat dalam Kongres Pemuda II sekaligus penyampai pidato berjudul “Pergerakan Pemuda dan Persatuan Indonesia” yang sukses memantik semangat para peserta kongres.

I

WR Supratman (kebudayaanindonesia.net)

Dalam Kongres Pemuda II itulah WR Supratman memperkenalkan lagu ciptaannya, “Indonesia Raya” dengan biola miliknya. Karyanya itu kini menjadi Lagu Kebangsaan Indonesia.

I

Djoko Marsaid (biografi-tokoh-ternama.blogspot.co.id)

Deputi dalam Kongres Pemuda II ini adalah wakil dari Jong Java. Perannya dalam kongres tersebut juga cukup krusial.

Baca juga:Ikon Museum Sumpah Pemuda Itu Biola WR Supratman11 Bahasa Kita Telah Punah, Lainnya?

I

Amir Syarifuddin (Wikipedia)

Ia adalah aktivis anti-Jepang. Perwakilan dari Jong Batak ini menjabat sebagai bendahara kongres sekaligus salah satu perumus Sumpah Pemuda.

I

Sarmidi Mangoensarkoro (mangunsarkoro.wordpress.com)

Bersama Poernomowoelan, Sarmidi Mangoensarkoro menjadi pembicara dalam kongres hari kedua, 28 Oktober 1928. Dalam kesempata itu, ia mengangkat isu pendidikan.

I

Sie Kong Liong (ikanmas1337.blogspot.co.id)

Kongres Pemuda II diselenggarakan di pemondokan kepunyaannya. Tempat itu saat ini menjadi Museum Sumpah Pemuda.

Selain nama-nama tersebut, peran penting sejumlah nama ini juga menjadi bagian tak terpisahkan dari kesuksesan Kongres Pemuda II. Mereka adalah Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond), R Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia), RCI Sendoek (Jong Celebes), Johannes Leimena (Jong Ambon), dan Mohammad Rochjani Su'ud (Pemoeda Kaoem Betawi). (GIL/SA)

Kemukakan tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan persatuan dalam kongres pemuda 1

Kemukakan tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan persatuan dalam kongres pemuda 1
Lihat Foto

Istimewa/DOKUMENTASI HARIAN KOMPAS

Tokoh bangsa yang juga telah diangkat sebagai pahlawan nasional, Mohammad Yamin

KOMPAS.com - Peran pemuda begitu vital dalam proses menuju Indonesia merdeka. Pemuda memegang peran penting dalam masa perjuangan melawan penjajahan, baik melalui perlawanan fisik juga perlawanan diplomatik.

Kebangkitan pemuda berawal sejak mereka mulai berorganisasi pada era kebangkitan nasional pada 1908.

Masa ini ditandai dengan berdirinya organisasi pemuda seperti Boedi Oetomo di Batavia dan Indische Vereeniging (Perhimpunan Indonesia) yang didirikan pelajar Indonesia di Belanda.

Sejumlah organisasi lain bermunculan, salah satunya adalah Tri Koro Dharmo yang berdiri pada 1915, yang kemudian berganti nama menjadi Jong Java. Namun, organisasi pemuda saat itu masih bersifat kedaerahan dan mementingkan kepentingan suku bangsa masing-masing.

Namun, lama kelamaan muncul kesadaran para kelompok pemuda untuk menyatukan perjuangan untuk kepentingan bangsa.

Buku Indonesia dalam Arus Sejarah (2013) menjelaskan, perubahan radikal yang dilakukan organisasi pemuda mendorong mereka untuk bersatu dan berkumpul dalam satu wadah.

Maka pada 30 April 1926, para pemuda melakukan rapat besar antar-kelompok pemuda yang dikenal dengan Kongres Pemuda I di Jakarta. Namun, saat itu upaya untuk menyatukan berbagai kelompok pemuda dalam satu organisasi gagal.

Pada Kongres Pemuda I tersebut, para pemuda memang belum dapat menyatukan pandangan dan masih mengutamakan kepentingan suku bangsa.

Salah satu tokoh pemuda bahkan dikenal sebagai orang yang paling menentang fusi atau menyatukan organisasi pemuda yang bersifat kedaerahan itu dalam satu wadah.

Namun, tokoh pemuda itu kemudian malah dikenal sebagai sosok yang merumuskan Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II yang berlangsung pada 1928. Tokoh itu adalah Ketua Jong Sumatranen Bond, Mohammad Yamin.

Baca juga: Sejarah Sumpah Pemuda, Tekad Anak Bangsa Bersatu demi Kemerdekaan

Bahasa persatuan

Kemukakan tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan persatuan dalam kongres pemuda 1

Kemukakan tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan persatuan dalam kongres pemuda 1
Lihat Foto

Dok. Kompas

Dari kiri : mr. Sujono Hadinoto, LN Palar, mr. M. Yamin dan mr. Joesoef Wibisono.

Sebagai pemimpin kelompok pemuda Sumatera, Mohammad Yamin memang memiliki darah Sumatera Barat kental. Yamin lahir di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat pada 23 Agustus 1903.

Anak dari pasangan Usman Baginda Khatib dan Siti Saadah ini memang dibesarkan di keluarga terpelajar. Dilansir dari dokumentasi Harian Kompas, ayahnya yang mantri kopi membuat Yamin kecil dibekali pendidikan mumpuni.

Menurut Elizabeth E Graves dalam buku Asal-Usul Elite Minangkabau Modern, para mantri kopi masuk ke dalam golongan terpelajar dengan kemampuan baca tulis dan berhitung yang baik. Kelompok lainnya ialah jaksa dan pangreh praja.

Kongres Pemuda Pertama diselenggarakan dengan semangat persatuan kebangsaan. Panitia dan peserta berupaya untuk membentuk suatu badan terpusat bagi organisasi pemuda kedaerahan dan keagamaan yang telah ada.

Lahirnya Budi Utomo pada 1908 ikut memengaruhi pendirian organisasi pemuda di Tanah Air. Berbagai pemuda mendirikan organisasi yang bersifat kedaerahan, seperti Tri Koro Dharmo (kemudian menjadi Jong Java), Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Pemuda Betawi, Jong Celebes, Sekar Rukun, maupun Pemuda Timor.

Dalam perkembangannya, muncul pula organisasi dengan cakupan yang lebih luas, misalnya Perhimpunan Indonesia di Belanda yang berkembang menjadi organisasi politik. Di Tanah Air, gagasan akan perlunya perkumpulan pemuda-pemuda di seluruh Hindia Belanda juga semakin berkembang. Salah satunya tecermin dari gagasan Satiman, Ketua Tri Koro Dharmo, bahwa di kemudian hari, organisasinya akan dapat dijadikan perkumpulan bagi pemuda-pemuda di seluruh “Hindia”.

Walaupun gagasan ke arah persatuan semakin berkembang, dalam praktiknya, muncul perdebatan terkait cara, antara membentuk federasi atau fusi. Federasi dipahami sebagai gabungan dari tiap perkumpulan yang sudah ada. Sedangkan fusi adalah peleburan semua organisasi menjadi satu organisasi baru.

Salah satu upaya untuk memperoleh kesatuan pendapat terhadap cara yang akan ditempuh untuk mewujudkan persatuan para pemuda, digagas suatu Kerapatan Besar yang di kemudian hari disebut sebagai Kongres Pemuda Pertama.

Penyelenggaraan Kongres Pemuda Pertama merupakan hasil dari Konferensi Organisasi Pemuda Nasional pada 15 Agustus 1925 di gedung Lux Orientalis, Jakarta. Konferensi dihadiri oleh para wakil organisasi, seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Minahassasche Studeerenden, dan Sekar Roekoen. Hasilnya, dibentuk panitia untuk menyelenggarakan Kongres Pemuda Indonesia dengan ketua Mohammad Tabrani, dibantu Soemarmo sebagai wakil ketua, Djamaluddin Adinegoro sebagai sekretaris, dan Soewarso sebagai bendahara. Selain itu, panitia juga dibantu oleh beberapa anggota, yakni Bahder Djohan, Jan Toule Soulehwij, Paul Pinontoan, Achmad Hamami, Sanusi Pane, dan Sarbani.

Menurut Tabrani, seluruh anggota panitia dan pembicara Kongres Pemuda Pertama merupakan para pemuda yang sudah menganut paham persatuan nasional. Walaupun masih menjadi anggota masing-masing perhimpunan, keikutsertaan mereka tidak mewakili perhimpunan masing-masing. Beberapa pembicara yang bukan dari panitia, antara lain, Mohammad Yamin dari Jong Sumatranen Bond, Stien Adam dari Pelajar Minahasa, Soenardi Djaksodipoera (Mr. Wongsonegoro) dari Jong Java (Kompas, 28/4/1975).

Kongres Pemuda Pertama berlangsung selama tiga hari, dari tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 dengan menggunakan bahasa Belanda. Kongres ini bertujuan untuk membangkitkan semangat kerja sama antara berbagai perhimpunan pemuda dan mencari dasar persatuan bagi Indonesia. Selain itu, dibahas pula hal-hal, seperti kemungkinan pembentukan badan terpusat, memajukan gagasan persatuan, peran wanita, peran agama, serta peran bahasa. Walaupun belum menghasilkan suatu kesepakatan, Kongres Pemuda Pertama menunjukkan usaha ke arah persatuan para pemuda.

Kemukakan tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan persatuan dalam kongres pemuda 1

Bangunan berpilar di Jalan Budi Utomo Nomor 1, Jakarta kini menjadi salah satu gedung Kantor Pusat Kimia Farma. Namun, tahun 1926, bangunan ini menjadi saksi perdebatan para pemuda Indonesia untuk menyatukan gerakan menuju kemerdekaan. Kongres Pemuda I tahun 1926 disusul dengan Kongres Pemuda II tahun 1928 menjadi tonggak persatuan Bangsa Indonesia dengan jembatan pemersatunya, Bahasa Indonesia.

Hari pertama

Berdasarkan buku Laporan Kongres Pemuda Indonesia Pertama, Kongres Pemuda Indonesia Pertama dibuka secara resmi pada tanggal 30 April 1926 di Gedung Vrijmetselaarsloge (sekarang Gedung Kimia Farma, Jalan Budi Utomo, Jakarta) pada pukul 20.00. Pidato pembukaan dibawakan oleh ketua kongres, M Tabrani, sekaligus membuka kongres secara resmi.

Dalam pidato pembukaan, Tabrani, antara lain menyatakan bahwa ada banyak jalan bagi putera-puteri di negara yang terjajah, termasuk Indonesia, untuk melaksanakan kewajibannya membebaskan diri dari penjajah. Ada jalan reaksioner, ada pula jalan nonreaksioner. Semua orang bebas menggunakan cara membebaskan Indonesia sesuai dengan panggilan hatinya. Menurut Tabrani, “mengakui adanya berbagai jalan merupakan langkah pertama ke arah tujuan kita bersama.” Oleh karena itu, ia meminta semua peserta kongres “tidak menjadi tonggak kekuatan-kekuatan yang menentang kemerdekaan Indonesia.”

Terkait kongres, Tabrani menyatakan tujuan kongres adalah “membangkitkan semangat kerja sama antara berbagai perhimpunan pemuda di negeri ini agar dengan demikian diletakkan dasar bagi persatuan Indonesia dengan memandang Indonesia dalam hubungan dengan dunia secara luas.”

Selain itu, ia juga menyatakan sifat kongres pemuda yang sedang berlangsung itu adalah perseorangan. Keputusan tersebut diambil dengan pertimbangan “jika kongres ini bersifat perwakilan, dengan sendirinya hal tersebut akan membawa kesulitan dalam hal jumlah wakil dari berbagai organisasi pemuda yang akan dan yang harus duduk dalam konferensi ini.” Alasan lain, bila “orang-orang yang duduk dalam konferensi itu pertama-tama akan mewakili organisasi, kita tidak dapat berharap bahwa mereka akan bertindak sebagai pemuda Indonesia.” Akan tetapi, demi alasan praktis, yakni mengerjakan kegiatan kepanitiaan, diikutsertakan pula anggota organisasi pemuda yang sudah ada dalam panitia Indonesia Muda.

Di akhir pidato, Tabrani menyatakan, “adalah dambaan saya agar kongres ini akan menjadi suara kaum muda Indonesia yang akan datang, yang kelak terpanggil untuk bekerja, berjuang, dan mati demi Kemerdekaan Negeri dan bangsa kita. Bangsa Indonesia di seluruh kepulauan Nusantara, bersatulah! Dengan ini saya menyatakan Kongres ini dibuka.”

Setelah kongres dibuka secara resmi, wakil-wakil dari perkumpulan yang menghadiri kongres diberi waktu untuk ikut berbicara, memberikan dukungan atas penyelenggaraan konggres. Mereka yang diberi kesempatan berbicara adalah anggota dari perkumpulan Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieteng Bond, Sekar Roekoen, Jong Batak, Jong Theosofen Bond, Ambonshce Studeerenden, Minahassasche Studeerenden, Studieclub Indonesia, Boedi Oetomo, Muhamadiyah, serta perorangan yang ikut menyatakan dukungan atas kongres pemuda indonesia yang pertama. Acara dilanjutkan dengan istirahat selama 15 menit.

Setelah istirahat, acara dilanjutkan dengan ceramah dari Soemarto berjudul “Gagasan Persatuan Indonesia”. Dalam ceramahnya, Soemarto memaparkan perkembangan kebangkitan nasional dengan munculnya berbagai organisasi sejak pendirian Budi Utomo. Di sisi lain, ia juga memaparkan perkembangan organisasi pemuda nasional, mulai dari Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Islameiten Bond, Jong Batak Bond, hingga Perhimpunan Indonesia.

Menurut Soemarto, “hingga kini, tak satu pun organisasi yang pernah menyangkal akan perlu adanya kerja sama dan persatuan.” Oleh karena itu, persatuan Indonesia menjadi semakin mungkin diwujudkan terutama karena memiliki dasar yang sama, yaitu “berada di bawah kekuasaan Belanda.” Dengan tujuan bersama untuk mendapatkan kemerdekaan, Soemarto yakin bahwa kerja sama dapat dan harus dilakukan.

Soemarto melanjutkan uraiannya dengan mengusulkan sebuah cara untuk mewujudkan Indonesia Raya. Ia memberanikan diri, mengusulkan kepada peserta kongres untuk membentuk sebuah perkumpulan untuk kaum muda Indonesia. Perkumpulan tersebut tidaklah menghapus perkumpulan pemuda yang telah ada, tetapi berfungsi sebagai mata rantai yang anggotanya mencakup anggota organisasi yang telah ada dengan dasar Indonesia. Soemarto menutup ceramah dengan pernyataan, “Kaum muda Indonesia, songsonglah persatuan, songsonglah Indonesia Merdeka!”

Acara dilanjutkan dengan diskusi, tanya jawab berdasarkan ceramah yang disampaikan oleh Soemarto. Acara kongres hari pertama ditutup pada pukul 00.15.

Kemukakan tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan persatuan dalam kongres pemuda 1

“Mengenang Mohammad Tabrani Soerjowitjitro”, Kompas, 15 Januari 1984, hlm. 2.

Hari kedua

Hari kedua kongres, Sabtu, 1 Mei 1926, dibuka pada pukul 20.00 dengan pidato dari ketua kongres. Acara utama adalah ceramah tentang kedudukan wanita oleh tiga pembicara, yakni Bahder Djohan, Stientje Ticoalu-Adam, dan Djaksodipoera. Dalam pidato pembukaan, Tabrani menyatakan tema perempuan sengaja dimasukkan dalam kongres untuk menegaskan, perjuangan demi kemerdekaan tak hanya melibatkan kaum pria, tetapi juga wanita.

Pembicara pertama, Bahder Djohan, belum hadir karena kereta api dari Bandung mengalami keterlambatan sehingga materi ceramah dibacakan oleh Djamaloedin. Ceramah Bahder Djohan berjudul “Kedudukan Wanita dalam Masyarakat Indonesia”.

Dalam ceramah yang dibacakan tersebut, Bahder menyatakan tema perempuan sama mendesaknya untuk dibicarakan seperti perwujudan cita-cita politik dan ekonomi. Di tingkat keluarga, kaum wanita, sebagai ibu, dapat mulai berperan dengan mengajarkan rasa cinta tanah air dan cinta bangsa kepada anak-anak. Dengan demikian, gagasan persatuan bangsa dapat berkembang mulai dari keluarga.

Selain, itu Bahder juga menyatakan, “ruang gerak yang lebih lebar bagi perkembangan kegiatan wanita akan membuka perspektif baru untuk hari depan nusa dan bangsa kita.” Bahder menutup ceramahnya dengan pernyataan, “Hari depan Indonesia terletak di tangan kaum wanita!”

Ceramah dengan tema yang sama dilanjutkan oleh Nona Stientje Ticoalu-Adam. Ia menekankan, meskipun kedudukan kaum wanita di berbagai daerah di Indonesia tidak sama, tetapi ada satu yang sama, yakni desakan batin untuk memperoleh kebebasan dan hak yang lebih banyak.

Nona Adam juga menyerukan,”Janganlah dalam gerakan emansipasi hanya melihat ke Barat.” Menurutnya, kaum wanita dapat memilih yang paling baik dan paling layak untuk dijadikan dasar bagi gerakan emansipasi. Di akhir ceramah, Nona Adam menyatakan, “Laksanakanlah pekerjaan Anda dengan baik karena janganlah lupa bahwa wanita-wanita Indonesia lainnya harus mendapat manfaat dan hasilnya.”

Ceramah ketiga dibawakan oleh Djaksodipoera dengan judul “Rapak Lumuh”. Ia membahas posisi lemah wanita dalam ikatan perkawinan terkait perceraian yang sewaktu-waktu dapat diceraikan oleh suaminya. Sebaliknya, wanita tak dapat menceraikan suaminya. Oleh karena itu, ia menceritakan adanya praktik rapak lumuh di Surakarta, yakni tuntutan dari istri untuk mengajukan cerai ketika istri sudah tak lagi ingin hidup bersama suaminya. Dengan adanya kemungkinan pengajuan cerai dari pihak istri, daya tawar istri sejajar dengan suami sehingga sikap semena-mena dari suami dapat berkurang. Di akhir ceramah, Djaksodipoera menganjurkan agar praktik rapak lumuh diterapkan di tempat lain.

Acara dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Kesempatan pertama diberikan kepada Bahder Djohan untuk menambahkan penjelasan atas ceramah yang tak dapat disampaikan sendiri. Dilaporkan bahwa diskusi malam itu berlangsung ramai, banyak peserta yang naik ke mimbar untuk menyampaikan pendapatnya. Salah satu peserta yang disebut dalam laporan adalah Nyonya Koesoema Soemantri. Ia mendesak putra-putri Indonesia untuk tidak ketinggalan dalam perjuangan nasional dibandingkan dengan saudara-saudaranya. Kongres hari kedua ditutup pada pukul 24.00.

Kemukakan tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan persatuan dalam kongres pemuda 1

Bahder Djohan adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia pada Kabinet Natsir dan Kabinet Wilopo, lahir  30 Juli 1902 di Kota Padang, Indonesia. Pada Kongres Pemuda Pertama, 1926, Bahder Djohan ikut memberikan ceramah pada hari kedua tentang wanita.

Hari ketiga

Kongres hari ketiga, Minggu, 2 Mei 1926, dibuka pada pukul 09.00. Agenda kongres pagi itu adalah mendengarkan ceramah dari dua pembicara, yakni Muhammad Yamin dan Pinontoan.

Yamin memberikan ceramah berjudul “Kemungkinan Perkembangan Bahasa-bahasa dan Kesusastraan Indonesia di Masa Mendatang”. Yamin melihat berbagai bahasa yang ada di Indonesia memiliki kelebihan dan kekurangannya. Ia menjelaskan panjang lebar keunggulan dan kelemahan bahasa Jawa. Akan tetapi, ia memberi penekanan pada bahasa Melayu karena sifatnya yang luwes, yakni mudah dipelajari dan menyesuaikan diri sehingga penggunaannya luas. Ia juga yakin bahwa bahasa Melayu akan menjadi bahasa percakapan dan bahasa kesatuan bangsa Indonesia.

Sebagai permulaan, Yamin menyarankan untuk mempelajari bahasa Belanda sebagai “kunci untuk membuka jalan menuju harta karun ilmu pengetahuan dan peradaban Barat.” Selanjutnya, setelah tugas bahasa Belanda telah usai, tibalah saatnya bagi “bahasa-bahasa Indonesia untuk menyongsong masa depan yang akhbar.” Oleh karena itu, di bagian akhir ceramah, Yamin mengatakan, “merupakan kewajiban kita, angkatan muda, pembina-pembina Indonesia Raya untuk mengembangkan bahasa-bahasa tersebut agar dapat menjadi suatu kebanggaan kita.”

Sebelum waktu istirahat, para peserta kongres berfoto bersama. Selanjutnya, beberapa orang diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya terkait ceramah yang dibawakan Yamin.

Acara dilanjutkan dengan mendengarkan ceramah dari Pinontoan yang berjudul “Tugas Agama dalam Pergerakan Nasional”. Pinontoan menjelaskan arti agama Islam dan Kristen di Indonesia dalam perjuangan pemuda Indonesia untuk menyongsong masa depan yang lebih cerah.

Menurut Pinontoan, untuk membentuk persatuan di antara berbagai kelompok bangsa Indonesia, baik kaum Muslim maupun kaum Kristen perlu meninggalkan fanatisme agama. Dengan memperlihatkan contoh konflik di Belanda dan India, Pinontoan mengajak untuk tidak mengaitkan agama dengan politik. Di akhir ceramah, ia menyatakan, “dalam gerakan persatuan kita, agama tidak boleh langsung berperan. Peranannya, sekalipun tidak langsung, adalah pembentukan manusia yang teguh dan tidak egois, bekerja dengan batin yang kuat, dan tidak egois untuk gerakan persatuan Indonesia.”

Selanjutnya, dibuka waktu tanya jawab. Setelah ketua mengakhiri dengan pidato, kongres ditutup pada pukul 12.30.

Kongres hari ketiga dilanjutkan dengan acara makan malam pada pukul 20.30 di restoran Insulinde. Dalam pidato sebelum bersantap, Tabrani menyatakan bahwa acara makan malam bersama dimaksudkan sebagai suatu lambang perwujudan gagasan persatuan Indonesia. Acara makan malam bersama diakhiri pada pukul 23.00.

Kemukakan tokoh-tokoh yang menyampaikan gagasan-gagasan persatuan dalam kongres pemuda 1

Mr. Wongsonegoro diterima Presiden Sukarno setelah Kabinet Wongsonegoro terbentuk, 30 Juli 1953. Pada tahun 1926, Mr. Wongsonegoro (Djaksodipoera) ikut memberikan ceramah dalam Kongres Pemuda Pertama.

Renungan akhir

Buku terjemahan Verslag van het eerste Indonesisch Jeugdcongres: gehouden te Weltevreden van 30 April tot 2 Mei 1926 menempatkan renungan akhir di akhir laporan. Renungan tersebut disebutkan sebagai bagian dari pidato penutupan kongres yang disampaikan oleh Tabrani.

Bangkitlah, bangkitlah!

Anda putra-putri Indonesia!

Kongres Pemuda Indonesia  yang pertama sudah berakhir. Sehubungan dengan itu, kami masih harus menyampaikan pesan penting kepada semua putra-putri Indonesia.

Saudara-saudara, Anda yang telah menghadiri Kongres Pemuda Indonesia I dari awal sampai akhir, pasti setuju dengan kami bahwa Kongres telah mencapai sukses dengan gemilang. Seluruh pertemuan bernafaskan gagasan persatuan Indonesia, sebuah pemikiran yang untuk mewujudkannya, kita harus bekerja sekuat tenaga. Bukankah di sana letak kekuatan kita? Suatu kekuatan di samping kekuatan-kekuatan lain yang akan memberikan kemampuan kepada kita untuk berjuang dengan sukses untuk kemerdekaan nusa dan bangsa kita.

Bila Anda bertanya-tanya apa yang kami inginkan dari Anda, kami akan menjawab: perwujudan cita-cita gagasan persatuan Indonesia telah dicapai oleh Kongres  yang baru lalu itu. Kini gagasan tersebut telah menjadi kenyataan. Di bahu Anda terletak kewajiban suci untuk menjaga agar gagasan itu mewarnai kehidupan Anda sehari-hari. Oleh karena itu, kekuatan gagasan kita bukan terletak dalam menerima dan menegaskan gagasan tersebut, melainkan dalam penerapan praktisnya. Camkanlah! (LITBANG  KOMPAS)