Lihat Foto Show KOMPAS.com - Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun Rasulullah di Madinah sekaligus masjid pertama yang dibangun dalam sejarah Islam. Masjid Quba didirikan pada tanggal 8 Rabiul Awwal atau 23 September 622. Sebagai masjid pertama yang didirikan Nabi Muhammad, ini memiliki beberapa keistimewaan. Salah satunya keistimewaan itu adalah, Nabi Muhammad pernah mengatakan bahwa salat di Masjid Quba memiliki keutamaan besar, yaitu bernilai seperti pahala umrah. Dalam riwayat juga disebut bawa Masjid Quba menjadi lokasi diselenggarakannya salat Jumat untuk pertama kali dan dipimpin oleh Nabi Muhammad. Baca juga: Sejarah Perjuangan Nabi Muhammad SAW Periode Madinah Sejarah Masjid QubaPada 622, Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah dan melanjutkan dakwah Islam di sana. Setibanya di Madinah, hal pertama yang dilakukan oleh Rasulullah adalah mendirikan masjid pertama di Madinah yaitu Masjid Quba. Peletakan batu pertama masjid ini dilakukan oleh Nabi Muhammad, kemudian pembangunannya dilanjutkan oleh para sahabat. Masjid Quba didirikan di atas tanah seluas 1.200 meter persegi milik keluarga Kalsum bin Hadam dari Kabilah Amru bin Auf. Sedangkan nama Quba sendiri diambil dari nama tempat masjid ini berdiri. Dalam perkembangannya, masjid ini mengalami beberapa kali renovasi. Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720) adalah orang pertama yang membangun menara di Masjid Quba. Baca juga: Masjid-masjid yang Dibangun pada Masa Dinasti Abbasiyah
Kemudian, sejak awal abad ke-20, masjid ini mengalami perluasan yang signifikan. Pada 1984, ditambahkan tiga menara, sehingga masjid Quba memiliki total empat menara. Selain itu, dibangun 56 kubah mini dan tujuh pintu masuk utama, dengan lantai mimbar, mihrab, hingga halaman yang terbuat dari marmer. Pada 1986, di masa Raja Fahd bin Abdul Aziz, Masjid Quba diperluas hingga dapat menampung sekitar 20.000 jemaah. Kini, Masjid Quba, yang memiliki ciri khas berwarna putih dengan enam kubah besar, dapat menampung lebih dari 30.000 jemaah. Fungsi Masjid QubaPada awal didirikan, masjid yang pertama dibangun oleh Nabi di Madinah ini memiliki banyak fungsi, selain sebagai tempat beribadah, di antaranya:
Lihat Foto KOMPAS.com - Sejak Nabi Muhammad hijrah dari Mekkah ke Madinah pada 622, sejarah perkembangan Islam memasuki babak baru. Islam, yang muncul di Kota Mekkah, akhirnya juga diterima dan berkembang di Madinah. Nabi Muhammad melanjutkan perjuangan dakwah di Kota Madinah selama 10 tahun dan menggunakan berbagai metode untuk syiar Islam. Berawal dari pertemuan dengan perwakilan Suku Aus dan Khazraj di Mekkah, Rasulullah mendapat jaminan ketika pindah ke Madinah. Berbekal jaminan dari Suku Aus dan Khazraj inilah, dakwah Rasulullah di Madinah berhasil. Lalu, apa saja strategi dakwah Rasulullah pada periode Madinah? Baca juga: Asal-usul Nama Kota Madinah Mendirikan masjidKetika hijrah ke Madinah atau Yatsrib pada 622, Nabi Muhammad yakin bahwa Islam siap untuk berkembang di kota tersebut. Strategi dakwah yang pertama kali dilakukan Rasulullah SAW ketika di Yatsrib yaitu mendirikan masjid. Masjid tersebut kini dikenal dengan nama Masjid Nabawi, yang dibangun di tempat di mana unta Nabi Muhammad istirahat ketika sampai di Madinah. Tempat istirahat unta Nabi tersebut merupakan tanah yang dimiliki oleh dua anak yatim, yakni Sahal dan Suhail, yang diasuh oleh Mu'adz bin Afra.
Tanah tersebut kemudian dibeli Nabi Muhammad dengan dibayar oleh salah satu sahabatnya yang kaya. Kemudian, di atas tanah itu, dibangun masjid sebagai pusat kegiatan dan dakwah Islam di Madinah, yang sekarang dikenal dengan nama Masjid Nabawi. Baca juga: Masjid Peninggalan Dinasti Umayyah Pada awal didirikannya, Masjid Nabawi memiliki beberapa fungsi, sebagai berikut.
Membuat ikatan persaudaraanPada awal kedatangan orang-orang Islam, di Madinah terdapat dua golongan besar, yakni orang Muhajirin dan Anshar. Muhajirin adalah orang-orang Islam dari Mekkah yang hijrah ke Madinah, sedangkan orang Anshar adalah penduduk asli Kota Madinah. Kaum Muhajirin yang hijrah ke Madinah banyak yang menderita kemiskinan. Hal itu disebabkan harta dan kekayaan mereka ditinggal seluruhnya di Mekkah. Baca juga: Kisah Nabi Muhammad Sebelum Diangkat Menjadi Rasul Guna mengatasi hal itu, strategi Nabi Muhammad dalam berdakwah adalah dengan membuat kebijakan dengan mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Contoh ikatan persaudaraan ini adalah Abu Bakar yang dipersaudarakan dengan Kharijah bin Zuhair dan Ja'far ibnu Abi Thalib dengan Mu'az ibnu Jabal. Perjanjian dengan pendudukan MadinahKetika sampai di Madinah, Nabi Muhammad sudah memiliki hubungan baik dengan berbagai kabilah atau suku. Meski demikian, Nabi juga melakukan hubungan dengan masyarakat non-Islam, salah satunya adalah membuat perjanjian damai dengan masyarakat Yahudi Madinah.
Perjanjian antara umat Islam dengan masyarakat Yahudi di Madinah dikenal dengan Piagam Madinah. Piagam Madinah intinya berisi pernyataan bahwa umat Islam dan non-Islam di Madinah merupakan satu bangsa, dan orang Yahudi maupun Nasrani, serta non-Islam lainnya, akan dilindungi dari segala bentuk penistaan dan gangguan. Baca juga: Baiat Aqabah I dan II Secara umum, terdapat lima poin penting dalam Piagam Madinah, yaitu:
Menbangun kehidupan sosial dan pemerintahanSelain menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, strategi dakwah Nabi Muhammad di Madinah juga dilakukan dengan membentuk sistem politik, pemerintahan, militer, dan sosial yang berdasarkan Islam. Oleh karena itu, ayat Al Quran yang turun di Madinah atau biasa disebut ayat Madaniah, mayoritas berisi aturan muamalah dan hukum. Di Madinah, Nabi Muhammad membangun strategi kehidupan sosial dan pemerintahan dalam bentuk negara Islam. Baca juga: Strategi Dakwah Wali Songo Dalam perkembangannya, usaha yang dilakukan oleh Rasulullah dengan umat Islam mendapat sambutan beragam. Ada yang menerima dan ada pula yang acuh. Selain itu, Nabi Muhammad juga memikirkan pendidikan dan dakwah bagi umat Islam di Kota Madinah. Nabi Muhammad membutuhkan orang-orang yang pandai di berbagai bidang untuk memperhatikan dan meluangkan waktunya untuk perkembangan pendidikan di Madinah. Selain itu, Nabi juga memerintahkan untuk membangun beberapa pusat pendidikan dan majelis ilmu untuk kemajuan pendidikan. Referensi:
Ilustrasi: Berbuka puasa di Masjid Nabawi. (Foto: cheriaholiday) Jakarta, Muslim Obsession – Saat dakwah Nabi Muhammad Saw dikucilkan di Makkah dan mengalami berbagai macam intimidasi, Rasulullah kemudian memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Kedatangan Nabi pun disambut suka cita oleh masyarakat Madinah dan kaum Ansor. Madinah dulu bernama Yastrib, banyak hal yang dilakukan Rasulullah saat tiba di Madinah. Dengan kultur masyarakat yang beragam, mulai dari beda suku, etnis, hingga agama, Madinah menjadi kota yang lebih mudah diterima oleh Nabi. Nabi pun berhasil membangun kota ini daerah yang maju dan beradab. Sebagaimana diuraikan dalam buku Madinah: Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad saw., setidaknya ada tiga hal dasar yang dilakukan Rasulullah pada fase Madinah. Tiga hal dasar itu sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Madinah sehingga mereka hidup aman, tenteram, saling menghargai, dan dalam kesejahteraan. 1. Mendirikan Masjid Nabawi Usai tiba di Madinah, Rasulullah membangun sebuah masjid, Masjid Nabi (Nabawi). Masjid ini memiliki bangunan yang sangat sederhana; atapnya dari daun pohon kurma, pilarnya dari batang pohon kurma, lantainya kerikil dan berpasir, dan bangunannya dari batu bata. Akan tetapi, bangunan itu bukan sekedar bangunan biasa. Sebuah bangunan yang menjadi penanda kebangkitan peradaban Islam. Karena Rasulullah memfungsikan masjid ini untuk semua kegiatan. Mulai dari mengajarkan ajaran Islam, hikmah, proses belajar mengajar baca-tulis hingga menyusun strategi perang atau politik. Semua diadakan di Masjid Nabi, bukan hanya untuk shalat saja. Singkatnya, Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan dan pembinaan umat. 2. Menyatukan Kaum Ansor dan Muhajirin Yang dilakukan kedua oleh Nabiz yakni membangun persaudaraan antar sesama Muslim (ukhuwah islamiyah). Pada fase Madinah, ada dua kelompok umat Islam yakni kaum Muhajirin (umat Islam Makkah yang hijrah ke Madinah) dan kaum Ansor (umat Islam yang asli penduduk Madinah). Rasulullah mempersaudarakan mereka satu persatu, satu Muhajirin dengan satu Ansor. Rasulullah juga selalu menegaskan bahwa sesama Muslim itu bersaudara. Tidak lain, ini dilakukan Rasulullah untuk memperkuat solidaritas dan kohesivitas sosial antar sesama umat Islam. Sehingga mereka tidak mudah bertikai dan berperang, sebagaimana watak Arab Jahiliyah. Bagi seorang Muslim, persaudaraan bukan saja didasarkan pada darah, tapi juga keimanan yang sama. 3. Membuat Piagam Madinah Rasulullah sadar betul bahwa Madinah memiliki masyarakat yang majemuk. Ada umat Islam, ada umat Nasrani, ada umat Yahudi, dan yang lainnya. Untuk membangun sebuah kota yang kuat dan damai, tidak ada jalan bagi Rasulullah kecuali ‘mempersatukan’ masyarakat yang berbeda itu. Akhirnya Rasulullah mencetuskan sebuah kesepakatan bersama, Piagam Madinah (Constitution of Medina). Piagam ini menjadi titik temu (kalimatun sawa’) bagi masyarakat Madinah yang beragam. Dengan Piagam Madinah, Rasulullah berhasil mempersatukan masyarakat Madinah yang selama itu tidak mungkin dipersatukan. Piagam Madinah menjadi konstitusi pertama dalam membangun masyarakat yang bhineka berdasarkan nilai-nilai kesetaraan dan keadilan bersama. Tiga pondasi dasar itulah yang dilakukan Rasulullah selama fase Madinah. Sehingga Madinah menjadi sebuah kota yang berperadaban dan diperhitungkan di jazirah Arab pada saat itu. (Albar) |