Jelaskan pesan pesan dari kisah sengsara dan wafat Yesus bagi dirimu sendiri

BANTENRAYA.COM - Tuhan Yesus wafat sebagai juruselamat manusia pada abad ke-1 Masehi.

Tuhan Yesus mati tergantung di atas salib dengan menanggung dosa umat manusia. Hukuman ini dijatuhkan atas perintah Gubernur Kerajaan Romawi untuk Yudea, Pontius Pilatus. Yesus kemudian naik ke surga dan hidup bersama dengan Allah atau Bapa.

Dengan menunggu waktu, Tuhan Yesus akan kembali lagi ke muka bumi sebagai juruselamat di akhir zaman. Dia akan hadir di tengah manusia dan menyelamatkan umat Kristiani dari kesengsaraan. Berbicara tentang wafatnya Tuhan Yesus, Tuhan wafat memanggul beban kesalahan seluruh umat manusia. Dia menanggung kesengsaraan seluruh umat Kristiani.

Makna Sengsara dan Wafat Yesus dalam Kristen.

Baca Juga: Pertama Kali Rayakan Moment Natal Bersama Suami dan Anak Tercinta, Felicya Angelista Dipenuhi Kebahagiaan.

Berikut dikutip Bantenraya.com dari laman bersamakristus.org beberapa penjelasan mengenai makna sengsara dan wafat Yesus Kristus dalam agama Kristen.

1. Konsekuensi Kerajaan Allah

Bertumbuh dan berbuah dalam Kristus telah dicontohkan Yesus dengan memberitakan mengenai kerajaan Allah. Wafatnya Yesus tidak sanggup dipisahkan berasal dari riwayat perjalanan karyanya dan hidupnya.

Keteladanan dan tujuan hidup orang Kristen juga telah diberitakan oleh Yesus. Yesus sudah mengambil resiko bersama penderitaan dan kesengsaraannya yang ditanggungnya. Yesus pun sudah memberitahukan kepada murid-muridnya bahwa Ia dapat menderita dan mati di kayu salib.

Baca Juga: Rhoma Irama Didatangi ‘Musuh Berat’, Raja Dangdut: Ngeri-ngeri Sedap Ini


Page 2

Yesus bertugas memberitakan kerajaan Allah melalui firmannya dan tindakannya, nanti menjadikan dirinya masuk ke dalam penderitaan. Berita yang dibawa Yesus dan tindakannya dinilai benar-benar berbahaya. Para penguasa, penatua Yahudi, para imam kepala, dan para pakar taurat dibuatnya tersinggung bersama segala yang dilaksanakan oleh Yesus.

Yesus memahami bahwa kesaksiannya yang paling kuat dan paling paling akhir adalah kesungguhannya di dalam membawakan berita perihal kerajaan Allah adalah mati demi wartanya tersebut.

Jika Yesus lari berasal dari resiko untuk membawakan berita kerajaan Allah maka lain kembali ceritanya apalagi mungkin Ia tidak mungkin diyakini lagi. Alhasil, Yesus pun berkenan tidak berkenan mengambil sikap untuk menghadapi risiko bersama tegar.

Baca Juga: Egy Akan Jadi Kejutan Kala Timnas Jumpa Singapura di Leg 2 Pial AFF , Ini Prediksi dan Link Streamingnya

Yesus percaya bersama sikapnya yang Ia ambil dapat mengakibatkan lantas hari para muridnya berani ambil resiko seperti dirinya untuk memberitakan kerajaan Allah meskipun harus merelakan nyawa murid-murid Yesus.

2. Sinyal Ketaatan

Yesus juga menerima semuanya, itu yang diharapkan Bapa untuk rancangan penyelamatannya. Yesus menilai kematiannya bukan nasib, tapi kurban yang mengeratkan Perjanjian Baru pada Allah dengan manusia. Para murid Yesus sudah diberi perumpamaan untuk melakukan apapun demi kesetiaannya bersama kerajaan Allah.

Baca Juga: Bahan Bakar Murah Premium dan Pertalite Akan dihapuskan Pemerintah Tahun 2022

Tugas untuk memberitakan kerajaan Allah menuntut komitmen sampai menaruhkan nyawa. Peristiwa salib bukanlah kegagalan bagi Yesus melainkan awal berasal dari wujud karya Allah yaitu penyelamatan.

Yesus memandang sengsara dan wafat sebagai penyelamat yang memperbaharui hidup manusia. Yesus bangkit pada hari ketiga setelah kematiannya. Makna sengsara dan wafat Yesus tunjukkan cinta kasih Allah kepada manusia. Yesus setia kepada tekad Bapa hingga mati gara-gara Ia memahami bahwa kematiannya merupakan rancangan berasal dari Bapa.


Page 3

Dalam Yohanes 4:34, ditunjukkan bahwa menuruti tekad Bapa adalah makanannya. Yesus mati menukar ketidaktaatan kita bersama ketaatannya seperti yang dituliskan di dalam Roma 5:19 bahwa ketidaktaatan satu orang mengakibatkan seluruh orang berdosa demikianlah juga ketaatan satu orang mengakibatkan seluruh orang benar. Seperti yang dituliskan ke di dalam kitab Yesaya 53:10-12 bahwa Yesus selesaikan tugasnya sebagai hamba yang menderita.

Baca Juga: Cara Mudah! Cara Scan hingga Memo Tulisan Tangan di Microsoft Lens Pakai HP Android

3. Sinyal Solidaritas
Yesus menurut Paulus disalibkan, memiliki arti sebagai kemampuan dan hikmah dari Allah. Wafatnya Yesus adalah karya Allah. Dengan itu, Allah menyertai hidup manusia, Allah berbelas kasih dan tidak meninggalkan manusia sekalipun mengalami kesengsaraan. Kesengsaraan dan wafatnya Yesus menjadi sinyal agung akan hadirnya Allah.

Allah dalam diri Yesus adalah Allah yang solider bersama manusia. Ia sudah hidup sebagai dan bersama manusia hingga mati sebagai manusia yang kematiannya pun kematian yang paling hina. Yesus berkenan mati disalib di pada 2 penjahat.

4. Menyelamatkan Manusia
Yesus yang wafat di kayu salib merupakan bagian dari misteri penyelamatan Allah. Alkitab sudah menubuatkan perihal rancangan penyelamatan Ilahi melalui kematian hambaKu yang benar. 1 korintus 15 : 3 menjelaskan bahwa Kristus sudah mati gara-gara dosa kita cocok bersama Kitab Suci.

Baca Juga: 10 Kue Khas Natal yang Biasa Disajikan Saat Perayaan, yang Mana Favoritmu?

Dalam 1 Petrus 1:18-19, dijelaskan bahwa kita sudah ditebus berasal dari langkah hidup kita yang percuma bukan bersama barang fana, perak, dan emas melainkan bersama darah yang mahal yaitu darah Kristus yang tidak bernoda dan tidak bercacat. Kitab 2 Korintus 5:21 juga menuliskan bahwa Yesus yang tidak mengenal dosa dibuatNya menjadi dosa gara-gara kita dan gara-gara Yesuslah kita dibenarkan oleh Allah. Penyerahan diri Yesus kepada Allah udah menghimpun kita kembali kepada Allah.

Kisah sengsara dan wafatnya Yesus dimulai dari ketika Yesus berdoa di Taman Getsemani lantas ditangkap di tempat yang sama lantas dibawa ke hadapan para penguasa lantas disiksa sesudah itu dijatuhi hukuman mati lantas memikul salib lantas disalibkan di Bukit Golgota sebelum saat wafat Ia menyerahkan nyawanya kepada lantas wafat.

Baca Juga: Pertama Kali Rayakan Moment Natal Bersama Suami dan Anak Tercinta, Felicya Angelista Dipenuhi Kebahagiaan.

Lebih sedih kembali gara-gara orang yang melaporkan Yesus adalah muridnya yang bernama Yudas Iskariot dan waktu Yesus ditangkap ketiga muridnya yang menemani Yesus berdoa di Taman Getsemani melarikan diri dan juga Ia disangkal oleh Petrus sebanyak 3 kali.


Page 4

  • Kisah sengsara dan wafat Tuhan Yesus tercatat dalam keempat Injil (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes). Kisah itu dapat kita baca di Injil Matius 26:36-27:56, Markus 14:32-15:41, Lukas 22:39-23:49, dan Yohanes 18:1-19:30.Secara garis besar, kisah sengsara itu dimulai dengan berdoa di taman Getsemani ⇒ ditangkap di taman Getsemani ⇒ dibawa ke hadapan orang-orang yang berpengaruh/memegang kekuasaan ⇒ disesah/disiksa ⇒ dijatuhi hukuman mati ⇒ memanggul salib ⇒ disalibkan di Bukit Golgota ⇒ menyerahkan nyawa pada Bapa ⇒ wafat. Mengapa kisah sengsara itu sudah dimulai sejak Dia berdoa di taman Getsemani? Bukankah pada waktu itu Dia belum ditangkap? Ada beberapa hal yang penting untuk diketahui, yang menjadi alasan:(a) Pada waktu Yesus berdoa di taman Getsemani, Dia mengajak murid-muridNya. Secara lebih khusus, tiga orang muridNya (Petrus, Yohanes dan Yakobus) dibawaNya sedikit menjauh dari murid-murid lain, ke sebuah tempat dimana Dia akan berdoa. Ingat, pada saat itu Dia sudah tahu bahwa sebentar lagi Dia akan ditangkap dan diserahkan kepada tua-tua Yahudi. Coba kita bayangkan, bagaimana rasanya jika kita tahu bahwa sesaat lagi kita akan ditangkap dan disiksa. Kepada ketiga murid itu Tuhan Yesus bahkan berkata, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya” (Mat 26:38).

    (b) Sebagai manusia (Hah? Manusia?? Bukannya Dia Tuhan? Tenang, hal ini akan kita bahas di pokok bahasan Yesus Kristus, Sungguh Allah Sungguh Manusia), Tuhan Yesus merasa gelisah, takut, dan mencoba untuk membahas situasi diriNya dengan BapaNya. Dalam doaNya Dia berkata, “Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan  ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat 26:39). “Cawan” di sini berarti sengsara.

    (c) Injil Lukas mencatat: “Ia sangat ketakutan dan makin sungguh-sungguh berdoa. PeluhNya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (Luk 22:44).Setelah selesai berdoa, datanglah segerombolan orang yang hendak menangkap Tuhan Yesus. Sengsara ini semakin pedih, karena ternyata, salah satu muridNyalah yang mengantar gerombolan itu. Yudas Iskariot. Injil Lukas bahkan mencatat, Yudas Iskariot ini menyerahkan Tuhan Yesus kepada gerombolan itu dengan ciuman (Luk 22:47-48). Maksudnya? Mungkin sulit untuk mengenali Yesus pada waktu malam di taman Getsemani dan banyak orang dari gerombolan itu yang tidak mengenal Yesus. Karena itu, untuk memberitahu kepada gerombolan itu yang mana Tuhan Yesus, Yudas Iskariot mendekatiNya lalu menciumNya. Kemungkinan besar Yudas Iskariot sudah berpesan kepada gerombolan itu bahwa Yesus adalah orang yang akan diciumnya. Tambahan lagi, pada waktu Dia ditangkap, murid-muridNya yang lain meninggalkan Dia dan melarikan diri (Markus 14:50). Setelah ditangkap, Tuhan Yesus dibawa ke hadapan orang-orang penting di Israel pada waktu itu. Petrus diam-diam mengikuti dari jauh. Yesus dibawa ke rumah Imam Besar, ke hadapan Mahkamah Agama, Pilatus, dan Herodes. Di halaman rumah Imam Besar, sengsara Yesus semakin bertambah lagi karena Petrus, salah satu murid yang paling dekat denganNya, menyangkalNya. Di sini, “menyangkal” berarti pura-pura tidak kenal atau tidak mau dianggap kenal dengan seseorang. Parahnya lagi, Petrus menyangkal Yesus di dekat Yesus. Setelah Petrus menyangkalNya tiga kali, Yesus memandangnya (Luk 22:54-62).Ketika Tuhan Yesus dibawa ke hadapan Pilatus, sebenarnya Pilatus tidak menemukan kesalahan apa pun padaNya. Pilatus malah ingin membebaskanNya. Pilatus kemudian menyesah Yesus (menghukum dengan cambuk khusus yang dapat mengoyak daging), dengan harapan, setelah disesah, mungkin orang-orang akan puas dan membiarkanNya bebas (Luk 22:22). Tetapi ternyata tidak. Setelah itu, Pilatus mengingatkan orang-orang pada waktu itu bahwa tiap tahun, dalam rangkaian pesta paskah, dia selalu membebaskan satu orang hukuman atas pilihan orang banyak. Pilatus memberi pilihan: membebaskan Barabas (seorang pemberontak dan pembunuh) atau Yesus. Oleh hasutan imam-imam kepala dan tua-tua, orang banyak memilih Barabas untuk dibebaskan. Orang-orang itu bahkan lebih memilih seorang pemberontak dan pembunuh daripada memilih Tuhan Yesus! Bagaimana rasanya jika kita dibanding-bandingkan dengan penjahat, dan akhirnya orang-orang lebih suka dengan penjahat itu ya? Hm…

    Setelah itu, Tuhan Yesus dijatuhi hukuman mati. Sebelum memanggul salibNya, serdadu-serdadu wali negeri mengolok-olokNya (Mat 27:27-31). Mereka memakaikan jubah ungu kepadaNya, memasang mahkota duri di kepalaNya, meludahiNya, dan bahkan memukul kepalaNya dengan buluh.

    Yesus memanggul salib dari Kota Yerusalem ke sebuah bukit di pinggir kota itu. Bukit itu bernama “Golgota” yang berarti “Tempat Tengkorak”. Sesampainya di sana, Dia disalibkan bersama dua orang penjahat. Jadi pada dasarnya, Tuhan Yesus diperlakukan seperti seorang penjahat. Kedua tangan dan kakiNya dipaku pada kayu salib. Tak terbayang sakitnya. Setelah salibNya ditegakkan, banyak orang menjadikanNya tontonan. Bayangkan saja situasinya: berkeringat, berdarah-darah, luka parah, nyaris telanjang, malah jadi tontonan dan bahkan bahan ejekan. Bahkan salah satu penjahat yang disalib di sampingNya juga ikut-ikutan mengejekNya.

    Dari atas salib, Tuhan Yesus melihat ibuNya. Ternyata ibuNya melihat semua yang terjadi. Anak mana yang ingin melihat ibunya menangis karena dirinya? Anak mana yang ingin ibunya – seseorang yang telah membesarkannya dengan penuh kasih sayang – melihat anaknya (anak yang selama ini selalu diperlakukannya dengan lembut) disiksa, diolok-olok, diperlakukan sebagai penjahat, bahkan dibunuh di muka umum? Tentu Tuhan Yesus sangat sedih melihat kesedihan di mata ibuNya.

    Pada jam dua belas, kegelapan meliputi seluruh daerah itu dan berlangsung sampai jam tiga. Pada jam tiga, berserulah Tuhan Yesus dengan suara nyaring, “Eloi, Eloi, Lama Sabakhtani?” yang berarti ‘AllahKu ya AllahKu mengapa Engkau meninggalkan Aku?’ Mungkin ini adalah puncak kesedihan Tuhan Yesus, sampai Dia merasa ditinggalkan oleh BapaNya. Setelah meminum anggur asam yang diunjukkan ke mulutNya dengan sebatang hisop, Tuhan Yesus berkata, “Sudah selesai” (Yohanes 19:30). Kemudian, Tuhan Yesus menyerahkan nyawaNya pada Bapa, “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu.” Tuhan Yesus pun wafat.

    Sesaat setelah Tuhan Yesus wafat, tabir Bait Suci terbelah menjadi dua, terjadilah gempa bumi, bukit-bukit batu terbelah, kuburan-kuburan terbuka dan banyak orang kudus yang telah meninggal bangkit! (Matius 27:51-53). Seorang Kepala Pasukan, orang romawi, yang melihat semua kejadian itu berkata, “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah!”. Bagi orang romawi, yang hanya mengenal dewa-dewa, orang yang kematiannya diiringi dengan kegelapan dan gempa bumi adalah titisan dewa. Dan sesudah seluruh orang banyak, yang datang berkerumun di situ untuk tontonan itu, melihat apa yang terjadi, pulanglah mereka sambil memukul-mukul diri (Lukas 23:48).

  • Bagaimana seharusnya kita memandang penderitaan?
    Penderitaan bukanlah akhir segala-galanya! Saat menderitalah kita bisa menilai sehebat apa kepribadian dan iman kita. Jika setelah menderita dan wafat Tuhan Yesus bangkit mulia dan terangkat ke surga, maka setelah penderitaan yang kita alami, kita akan menjadi jauh lebih kuat dari sebelumnya! Tuhan sendiri pernah bersabda bahwa barangsiapa setia dalam perkara kecil, akan setia juga dalam perkara besar. Apapun yang kita alami di dunia ini sifatnya hanya sementara saja, tetapi upah dari kesetiaan dan iman kita sifatnya abadi di Surga!Penderitaan bukanlah kutukan! Tuhan tidak mengutuk kita dengan penderitaan. Malah, dengan penderitaanlah Tuhan dapat dengan mudah menilai kualitas iman kita. Ingat, kita tidak dipanggil untuk sukses (selalu berhasil/tidak menderita) melainkan untuk melayani sesama. Apakah kita tidak boleh sukses? Boleh saja. Tetapi tentu kesuksesan kita itu harus kita pakai untuk melayani semakin banyak orang. Jangan pernah berpikir bahwa jika kita tidak sukses atau menderita, itu berarti kita tidak diberkati Tuhan.Penderitaan adalah cara yang paling bagus untuk mengenang, merasakan dan menyatukan kepedihan kita dengan sengsara Tuhan Yesus sendiri! Kita tidak akan pernah tahu seberapa besar makna penderitaan Tuhan jika kita tidak pernah sedikit pun mengalami penderitaan. Jika kita sedang menderita, ingatlah, Tuhan Yesus sendiri – Anak Allah itu – pernah menderita. Dan sama seperti Dia yang bangkit, percayalah Dia juga akan membangkitkanmu dari penderitaan itu!

    Mau mendengarkan renungan harian singkat dengan pendekatan pribadi? Kunjungi dan subscribe channel YouTube Risalah Immanuel. Upload setiap hari jam 6 pagi WITA!