Jelaskan penerapan fisika dalam bidang kedokteran dan kesehatan

Unduh Brosur MENGENAL FISIKAWAN MEDIK

Fisika Medis adalah cabang terapan ilmu Fisika yang menggunakan prinsip, metode dan filosofi fisika dalam praktik dan penelitian untuk pencegahan, diagnosis dan pengobatan penyakit dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Fisika Medis selanjutnya dapat dikelompokkan menjadi beberapa sub-bidang (spesialisasi), yakni Fisika Radioterapi, Fisika Radiologi Diagnostik dan Intervensional, dan Fisika Imajing Kedokteran Nuklir. Bidang-bidang ini juga terkait erat dengan bidang ilmu lainnya seperti Biofisika, Teknik Biomedika dan Fisika Kesehatan.

Fisikawan medik adalah individu profesional yang mempraktikkan ilmu Fisika Medis. Menjadi fisikawan medik memerlukan pendidikan dan pelatihan terstruktur mengenai konsep dan teknik penerapan Fisika dalam bidang medis. Fisikawan medik dapat bekerja di institusi fasilitas pelayanan kesehatan, akademik, atau penelitian. Fisikawan medik yang bekerja di lingkungan klinis adalah tenaga kesehatan yang dilindungi oleh undang-undang, yang telah menjalani pelatihan pendidikan terstruktur dalam konsep dan aplikasi klinis yang kompeten untuk berpraktik secara mandiri di subbidang (spesialisasi) Fisika Medis.

Di Indonesia, profesi fisikawan medik bersatu dalam Aliansi Fisikawan Medik Indonesia atau Indonesian Association of Physicists in Medicine (disingkat AFISMI atau IAPM). Organisasi profesi yang resmi diakui pemerintah ini tidak hanya menaungi fisikawan medik yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan, namun juga mereka yang bekerja di sektor lain seperti akademik, riset, dan pengujian alat kesehatan.  Klik di sini  untuk informasi mengenai AFISMI. Informasi mengenai cara menjadi anggota AFISMI bisa didapatkan  di sini .

 Mengapa perlu Fisika Medis dan fisikawan medik? 

Risiko dari penggunaan alat medis tidak pernah bisa dipastikan, terutama pada peralatan yang menggunakan radiasi. Namun, karena risiko radiasi selalu datang bersamaan dengan manfaat, baik untuk tujuan diagnosis maupun terapi, diperlukan pihak yang berkompetensi dalam memastikan bahwa radiasi lebih banyak memberikan manfaat ketimbang risiko. Ilmu Fisika Medis dan profesi fisikawan medik hadir untuk mengupayakan hal itu dengan cara melaksanakan dan mengembangkan metode penjaminan kualitas dari segi keamanan dan kelayakan peralatan radiasi medis secara utuh.

 Apa tugas fisikawan medik? 

Utamanya, fisikawan medik mengupayakan segala hal demi menekan risiko radiasi pasien, pekerja, dan lingkungan, serta memastikan penggunaan radiasi lebih mendatangkan keuntungan ketimbang kerugian. Secara umum, fisikawan medik melakukan:

  • Problem solving mengenai penggunaan radiasi di ranah klinis dengan pendekatan ilmiah,

  • Pengukuran, estimasi, dan perhitungan jumlah radiasi yang diterima pasien dan staf medis dengan metode ilmiah,

  • Memastikan seluruh peralatan medis yang bekerja dengan konsep Fisika beroperasi dengan baik/aman untuk pasien, staff, dan lingkungan. Fisikawan medik memiliki program dan keahlian khusus untuk memastikan hal ini secara berkala,

  • Mengoptimalkan penggunaan radiasi kepada pasien dan memastikan bahwa pasien menerima lebih banyak manfaat ketimbang efek samping,

  • Edukasi dan konsultasi mengenai manfaat dan risiko radiasi serta besaran Fisika lainnya kepada kolega/sesama staf dan juga publik (termasuk pasien dan keluarganya), dan

  • Penelitian dan inovasi metode dan peralatan terkait penggunaan besaran Fisika di ranah medis, yang semuanya bertujuan akhir melindungi pasien, staf, dan lingkungan dari bahaya radiasi yang tidak bermanfaat.

Dari segi regulasi, pelayanan fisikawan medik di fasilitas pelayanan kesehatan diatur oleh standar layanan oleh Menteri Kesehatan RI  (Permenkes 83 Tahun 2015) dan Standar Profesi Fisikawan Medik (Kepmenkes no. HK.01.07/MENKES/322/2020).

Jika mendengar diksi ‘medis’, seringkali dikaitkan dengan profesi dokter, bidan, dan perawat di bidang kesehatan. Mungkin tak banyak yang tahu peranan ilmu fisika dalam dunia medis, padahal penerapan-penerapan ilmu fisika untuk kepentingan kesehatan dan pengobatan cukup banyak diterapkan. Jika sering mendengar istilah sinar-X atau X-Ray yang sering digunakan untuk memindai barang bawaan hingga dipergunakan di rumah sakit, itu adalah bagian dari ilmu Fisika Medis. 

Nantinya, lulusan Fisika Medis berpotensi untuk berprofesi sebagai fisikawan medis. Profesi itu pun tampaknya belum banyak disorot atau diketahui oleh khalayak luas, bahkan pelajar sekalipun. 

Untuk itu, Universitas Katolik Parahyangan (UNPAR) menggelar webinar bersama pelajar kelas 10 dan 11 Sekolah Menengah Atas Kristen (SMAK) BPK Singgasana, Jumat (30/4/2021) lalu untuk mengenalkan lebih jauh Program Fisika Medis UNPAR hingga mengapa fisika medis perlu dipelajari serta peranan fisikawan medik di dunia kesehatan.

Dilansir dari laman resmi Aliansi Fisikawan Medik Indonesia, fisika medis adalah cabang ilmu fisika yang menggunakan prinsip, metode, dan filosofi fisika dalam praktik dan penelitian untuk pencegahan, diagnosis, dan pengobatan penyakit dengan tujuan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Sementara fisikawan medik adalah individu profesional yang mempraktikkan ilmu fisika medis. Menjadi fisikawan medik memerlukan pendidikan dan pelatihan terstruktur mengenai konsep dan teknik penerapan fisika dalam bidang medis. Fisikawan medik dapat bekerja di institusi fasilitas pelayanan kesehatan, akademik, atau penelitian.

Dosen Program Studi Fisika UNPAR, Flaviana Catherine, S.Si, M.T., dalam pemaparannya mengatakan bahwa memang sebagian besar orang jarang mendengar soal Fisika Medis atau profesi fisikawan medik. Di saat teknologi kesehatan terus berkembang, maka dibutuhkan tenaga ahli yang bisa menguasai teknologi dalam dunia medis. Berbicara soal radiologi, sesuai standar, kini harus dilaksanakan oleh ahlinya, oleh karena itu lulusan Fisika Medis nantinya akan sangat dibutuhkan di masa kini dan mendatang.

Flaviana menuturkan, risiko dari penggunaan alat medis terutama pada peralatan yang menggunakan radiasi tak pernah bisa dipastikan. Sebab secara paralel, risiko radiasi sejalan dengan manfaat yang diberikan. Fisikawan medik, lanjut dia, merupakan pihak yang dapat mengoptimalkan radiasi agar memberikan lebih banyak manfaat sembari menekan risiko. 

“Ini suatu bidang yang mungkin agak baru di Indonesia, tetapi sebenarnya sudah berkembang cukup luas di luar negeri. Di tiap rumah sakit, fisikawan medik kerjanya di ‘belakang layar’, di departemen/lab radiologi. Semua peralatan akan erat kaitannya dengan risiko paparan radiasi. Seorang fisikawan medik ini bekerja untuk menekan risiko, agar radiasi baik yang diterima oleh pasien. Seorang fisikawan medik mengoptimalkan manfaat dari paparan radiasi, sekaligus meminimalisir risiko radiasinya,” tutur Flaviana kepada sedikitnya 45 pelajar yang mengikuti webinar itu.

Di UNPAR sendiri, lanjut dia, Program Fisika Medis baru dimulai tahun 2020 lalu. Dalam hal ini, Program Fisika Medis merupakan salah satu konsentrasi atau peminatan yang ada di Program Studi Fisika UNPAR. Flaviana pun menjelaskan landasan UNPAR membuka Program Fisika Medis sesuai regulasi pemerintah. Pertama merujuk Kepmenkes No.048/MENKES/SK/I/2007 yang intinya telah mengatur satu keputusan bahwa fisikawan medik menjadi salah satu tenaga kesehatan yang harus ada di tiap rumah sakit.

Didukung pula oleh UU Nomor 36 Tahun 2014 dan terbaru dikeluarkannya Permenkes Nomor 24 Tahun 2020 yang isinya pun mengatur bahwa di setiap radiologi klinik wajib memiliki paling tidak satu tenaga fisikawan medik. Dilandasi regulasi tersebut, UNPAR pun membuka Program Fisika Medis yang memang nantinya tentunya dibutuhkan untuk memenuhi profesi fisikawan medis tersebut.

“Jadi di rumah sakit-rumah sakit yang memiliki lab atau departemen radiologi, tidak hanya harus ada dokter, tetapi juga wajib ada seorang fisikawan medik di dalam lab radiologi tersebut,” ucapnya.

Masih Rendah

Dia pun mengungkapkan bagaimana tantangan dan peluang kerja lulusan fisika medis. Hal tersebut berkaitan erat dengan stakeholder bidang kedokteran di Indonesia. Merujuk data yang ada, lanjut dia, saat ini ada lebih dari 2.800 rumah sakit dan 1.000 klinik. Dari jumlah tersebut, terdapat 2.000 pusat radiologi dan 120 di antaranya merupakan pusat radiologi interventional. Kemudian dari 120 itu, sudah memiliki sebanyak 16 pusat kedokteran nuklir dan 4 pusat radioterapi.

Lebih lanjut, dengan fasilitas dan sumber daya yang ada itu, berdasarkan data Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Indonesia membutuhkan minimal 1.500 fisikawan medik klinik. Dengan perhitungan distribusinya, Jawa dan Bali membutuhkan sekitar 1.100 fisikawan medik, Indonesia bagian Barat dan Timur masing-masing membutuhkan 200 fisikawan medik.

Kendati demikian, sampai dengan September 2019, tenaga fisikawan medik yang baru dimiliki Indonesia hanya 282 fisikawan medik. Dengan pembagiannya sebanyak 107 fisikawan medik di Radioterapi, 15 Kedokteran Nuklir, dan 160 Radiodiagnostik.

“Dari sini bisa kita lihat bahwa dari segi kebutuhan rasionya dengan yang tersedia itu masih rendah. Jadi memang beberapa tahun ke depan, fisikawan medik ini masih dibutuhkan sekali di sejumlah rumah sakit di Indonesia,” ucap Flaviana.

Selain mengenalkan Program Fisika Medis, pelajar kelas 10 dan 11 SMAK BPK Singgasana pun diberi pemahaman soal Program Data Science yang merupakan bagian dari program peminatan di Program Studi Teknik Informatika UNPAR. Dosen Teknik Informatika UNPAR Husnul Hakim, S.Kom., M.T., mengatakan Data Science adalah sebuah program baru di UNPAR yang mulai ada sejak 2019 silam.

Husnul menuturkan, agar mudah dipahami, Data Science adalah suatu bidang ilmu yang akan meng-create value dari data analisis, lalu diambil value tertentu yang berguna bagi banyak orang. Menurut dia, lulusan Data Science hampir dibutuhkan di semua bidang, namun jika ditelisik lebih jauh, perusahaan rintisan (startup) sangat membutuhkan tenaga ahli Data Science.

“Misalnya dia butuh data pelanggan untuk diolah sedemikian rupa supaya tahu promo apa yang tepat untuk seorang user. Jadi seorang Data Science itu, tempat kerjanya banyak,” ujarnya.

Tak sekadar belajar, para lulusan Teknik Informatika termasuk yang mengambil Program Data Science nantinya akan mendapatkan sertifikat dari IBM Data Science Professional Certificate dan Big Data & Machine Learning dengan Google Cloud Platform. 

“Sambil kuliah di Teknik Informatika UNPAR sudah dapat sertifikatnya. Punya kedua sertifikat artinya nanti kalau kerja sertifikatnya berlaku, kamu akan mempunyai value yang lebih dibandingkan dengan orang lain,” kata Husnul.

Jika masih penasaran dengan Data Science, pelajar SMAK BPK Singgasana bisa membaca buku Pengantar Data Science dan Aplikasinya bagi Pemula. Buku tersebut berisi paparan yang mudah dipahami oleh pemula untuk mendapatkan pengetahuan awal tentang teknik-teknik Data Science, Big Data, dan aplikasi-aplikasinya. Buku tersebut bisa diakses secara gratis di http://tinyurl.com/bukuDSIFUNPAR.

“Di buku itu kamu bisa baca berbagai contoh dan teknik-teknik Data Science dengan bahasa populer yang tidak terlalu sulit dipahami. Kamu bisa ambil atau download dan ini bukunya gratis, bisa kamu baca kalau masih mau tahu lebih detail soal Data Science itu sebenarnya apa,” tuturnya.

Dalam webinar tersebut, pelajar disuguhi program terbaru UNPAR lainnya, yaitu Program Manajemen Bisnis Keluarga & Kewirausahaan yang merupakan bagian dari Program Studi Manajemen UNPAR. Pemateri dalam webinar tersebut adalah Fernando Mulia, SE., M.Kom yang menjelaskan bagaimana di dalam dunia bisnis itu ada opsi untuk membangun lini usaha baru. 

Selain itu, diperlukan generasi yang handal untuk mengembangkan bisnis keluarga demi eksistensi. Lulusan Program Manajemen Bisnis Keluarga & Kewirausahaan pun disiapkan untuk menjadi pengelola bisnis yang baik dan profesional. (Ira Veratika SN-Humkoler UNPAR)