Jelaskan kedudukan dan fungsi ibadah dalam kehidupan sehari hari

Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,

ٱلَّذِينَ هُمۡ فِي صَلَاتِهِمۡ خَٰشِعُونَ

(yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam Shalatnya,

Shalat merupakan salah satu sarana yang paling utama dalam hubungan antara manusia dengan Allah SWT. Shalat juga merupakan sarana komunikasi bagi jiwa manusia dengan Allah swt. Shalat juga mempunyai kedudukan yang sangat penting dan mendasar dalam Islam, yang tidak bisa disejajarkan dengan ibadah-ibadah yang lain. Shalat sering kali disebutkan dalam Al-Qur’an diantaranya adalah: Q.S At-Taubah:18; Q.S Al-Baqarah:45; Q.S Al-Baqarah:110 ; Q.S Al-Baqarah:177;  Q.S Ar-Ra’d:22; Q.S Ibrahim:31; Q.S Al-A’raf:170; Q.S At-Taubah:18;  Q.S An-Nisa:43; Q.S An-Nisa:101; Q.S An-Nisa:102; Q.S An-Nisa:103; Q.S An-Nisa:162; Q.S Al-Maidah:6; Q.S Al-Maidah:12; Q.S Hud:114; Q.S Ibrahim:37; Q.S Ibrahim:40; Q.S Al-Hijr:98; Q.S Al-Isra’:78; Q.S Maryam:31; Q.S Maryam:59 Q.S Thaha:14; Q.S Thaha:132; Q.S Al-Hajj:77; Q.S Al-Mukminun:2; Q.S An-Nur:56; Q.S Al-Ankabut:45; Q.S Luqman:17; Q.S Fathir:29; Q.S Al-Fath:29; Q.S Al-A’la:15; Q.S Al-Bayyinah:5. Dari sekian ayat dalam surat-surat yang terdapat Al-Qur’an tersebut menunjukkan betapa pentingnya kedudukan shalat dalam kehidupan. Diantara pentingnya Shalat dalam kehidupan adalah sebagai berikut:

  1. Shalat adalah tolok ukur amal, yang berarti bahwa kualitas amal seseorang ditentukan oleh Shalatnya. Hal ini seperti disebutkan dalam hadist Rasulullan yang diriwayatkan Abu Dawud dan Tirdzi, “hal pertama yang akan dihisab kelak di hari pembalasan adalah Shalat. Apabila baik Shalatnya, maka akan baik pula amal-amal lainnya. Dan apabila Shalatnya rusak, maka akan rusak pula amal-amal lainnya,”
  2. Shalat adalah tiang agama. Hal ini disebutkan dalam hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Baihaqi “Shalat itu adalah tiang agama (Islam), maka barangsiapa mendirikannya maka sungguh ia telah mendirikan agama; dan barangsiapa meninggalkannya, maka sungguh ia telah merubuhkan agama”
  3. Shalat adalah kunci surga. Hal ini disebutkan dalam hadist Rasulullah yang diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir yang dikutip dari kitab Ihya Uumuddin karya Imam Ghazali.
  4. Shalat merupakan perintah langsung dari Allah swt tanpa perantara malaikat kepada Nabi Muhhamad saw ketika perjalanan Isra dan Mi’raj.
  5. Shalat menjadi benteng yang menjaga diri kita dari perbuatan keji dan maksiyat. Hal ini disebutkan dalam Al-Ankabut: 45, “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
  6. Shalat sebagai pengingat kita kepada Allah swt, seperti yang dituliskan dalam Surat Ta Ha ayat 14, “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”

Bahkan Rasulullah dalam sebuah hadistnya menegaskan bahwa Shalat menjadi pembeda atau pembatas yang tegas antara seorang muslim dengan orang kafir. “Perjanjian antara kami dengan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah).  Senada dengan hadis tersebut, Umar bin Khattab juga menyatakan, “Tidak ada islam bagi seseorang yang tidak menegakkan shalat”.

Dari ulasan diatas sudah seharusnya sebagai seorang muslim kita harus menaruh perhatian yang sangat besar dalam menjalankan Shalat dengan sebaik-baiknya, penuh tanggung jawab, dan bukan sekedar rutinitas atau penggugur kewajiban. Dengan demikian kita akan menjadi orang-orang yang akan mewarisi  surga Firdausnya Allah dan Insya Allah kekal di dalamnya. Aaminn. (DenPoer-DLA)

Referensi:

© Copyright - Direktorat Layanan Akademik - Universitas Islam Indonesia

Ibadah adalah saluran untuk mengakses Sang Pencipta.

REPUBLIKA.CO.ID,LONDON -- Penulis dan Doktor dalam Bidang Politis Islam, Dr Munir Masood Marath mengatakan, keyakinan merupakan fitur yang menentukan dari iman sedangkan Ibadah adalah saluran untuk mengakses Sang Pencipta.  Keyakinan menuntut penyerahan penuh kepada Allah di pihak orang-orang beriman, sedangkan Ibadah adalah ekspresi dan saluran untuk menawarkan penyerahan ini. 

"Berdasarkan premis ini, saya ingin menegaskan bahwa Ibadah adalah saluran bagi orang-orang beriman untuk mengamankan keselamatan manusia yang hakiki.  Mereka perlu diambil dalam spektrum yang lebih luas, bukan hanya serangkaian ritual yang ditahbiskan secara agama. Allah menciptakan manusia dari materi," kata dia dilansir dari laman The News pada Senin (28/3).

"Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang diberi bentuk" (QS. Al-Hijr ayat 26) 

"Yang memperindah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah" (QS. As-Sajadah ayat tujuh)

"Namun, selain materi, jiwa juga merupakan penyusun hakiki manusia," mata Masood.

"Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, sedangkan kamu diberi pengetahuan hanya sedikit.”(QS. Al-Isra ayat 85) 

"Kemudian apabila telah Aku sempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan roh (ciptaan)-Ku kepadanya; maka tunduklah kamu dengan bersujud kepadanya" (QS. Sad ayat 72)

"Bagian material menarik seseorang ke objek-objek duniawi sedangkan bagian spiritual menariknya menuju sumber roh tertinggi. Aspek material tampak menarik bagi individu karena menawarkan objek material untuk memuaskan keinginan material kehidupan manusia sedangkan sisi spiritual memberikan kepuasan spiritual seseorang dengan membawanya kepada Allah," kata Masood yang juga lulusan dari London School of Economics (UK).

Dia melanjutkan, Kedekatan dengan Allah adalah bentuk kepuasan spiritual tertinggi. Kedua kekuatan menarik manusia ke arah yang berlawanan menuju kutub masing-masing. Kedekatan dengan yang satu menghasilkan keterpencilan dari yang lain. Ketertarikan ke satu sisi mengarah ke detraksi dari sisi lain secara default.

Masood menjelaskan, dalam kehidupan praktis, penyembahan penting untuk mempererat hubungan spiritual seseorang dengan Sang Pencipta daya tarik material. Ini pada akhirnya menurunkan sisi material ke sisi spiritual, di mana sisi material berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan spiritual.  

"Ini membantu orang percaya untuk mencapai kenaikan spiritual saat masih hidup di dunia material. Ketika seorang mukmin mencari pertolongan Tuhan dengan mendirikan shalat (Al-baqarah ayat 153), dia menolak semua bentuk penyembahan palsu," kata Masood.  

"Saat berpuasa, dengan menghilangkan keinginan materialnya, orang percaya naik ke tingkat spiritualitas yang begitu tinggi, di mana Sang Pencipta sendiri berjanji untuk membalasnya secara langsung. (Sahih Bukhari) Selain itu, ketika seorang mukmin mengabaikan kebutuhan pribadinya dan membayar zakat seperti yang diperintahkan oleh Allah, ia menjadi manifestasi praktis dari ketergantungan secara eksklusif kepada Allah," lanjutnya.

Dia mengungkapkan, pergi haji dapat mengangkat seorang mukmin dari individualisme ke tumpuan yang begitu tinggi, di mana ia menjadi bagian dari universalisme Islam sebagaimana dijamin oleh iman itu sendiri. Sejauh menyangkut definisi Ibadah yang lebih luas, itu terkait dengan ekspresi Alquran itu sendiri.  

Masood menjelaskan, dalam Alquran, di mana ekspresi absolutisme dan eksklusivitas diperlukan, sanggahan mendahului penegasan dalam ucapan. Saat memproklamirkan tauhid, Alquran membantah klaim semua orang lain sebelum menegaskan atribut ini secara eksklusif untuk Allah. "Tidak ada yang berhak disembah" adalah sanggahan yang diikuti oleh 'selain Allah' yang merupakan penegasan khusus untuk Allah.  Sanggahan untuk semua yang diikuti oleh penegasan eksklusif menciptakan ekspresi absolutisme yang paling tinggi derajatnya. 

"Ungkapan serupa ditemukan dalam Alquran saat menjelaskan tujuan penciptaan jin dan manusia.  Alquran mengatakan, "Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku".  (Az-Zariyat ayat 56) Satu-satunya tujuan penciptaan jin dan manusia adalah untuk menyembah Sang Pencipta.  Manifestasi praktis yang ideal dari tujuan penciptaan manusia yang dinyatakan ini adalah kehidupan Nabi Muhammad ﷺ. Alquran mengatakan, “dan tidaklah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut keinginannya. Tidak lain (Alquran itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) (An-Najm ayat 3-4). Kehidupan Nabi ﷺ telah dinyatakan ideal untuk diikuti oleh orang-orang beriman. (Ahzab: 21) Hal ini mengarahkan orang-orang beriman untuk menyimpulkan bahwa apapun yang Nabi ﷺ lakukan (Sunnah) adalah Ibadah," papar Masood yang juga penulis buku Fallacy of Militant Ideology.

Jelaskan kedudukan dan fungsi ibadah dalam kehidupan sehari hari

 Dr. Hasrat Efendi Samosir, MA

Tema di bulan September ini adalah tentang shalat. Pada kesempatan kali ini kita akan membahas fungsi shalat. Apa fungsi dan kedudukan shalat itu? Apa yang kita dapatkan dengan shalat itu?

Kedudukan atau fungsi shalat itu di antaranya adalah sebagai tiang agama. Tidak hanya sebagai tiang agama, shalat juga yang pertama kali dihisab di hari akhirat. Tetapi juga, shalat itu mencegah perbuatan keji dan mungkar. Shalat bahkan menjadi kunci surga. Shalat menjadi kunci dalam berdoa. Untuk menguji seseorang beriman dan taat kepada Allah dapat dilihat dari shalatnya.

Kalau kita lihat sebuah bangunan masjid, ada tiang-tiang sebagai penopang. Maka kalau tidak ada tiang tentu bangunan masjid ini akan runtuh. Begitulah shalat, jika kita tidak menegakkan shalat, maka runtuhlah agama dalam kehidupan kita. Oleh karena itu, mari senantiasa kita jadikan shalat ini bukan sekedar kewajiban saja. Karena kalau masih taraf kewajiban, itu masih ada ketakutan. Tapi bagaimana shalat ini menjadi sebuah kebutuhan bagi kita.

Kecenderungan manusia adalah suka berkeluh kesah. Tidak pernah merasa cukup, meskipun sudah punya mobil dan rumah mewah. Karena itu, kebahagiaan yang hakiki bukanlah dalam bentuk materi semata, tetapi adalah kebahagiaan batin, kebahagiaan psikologis, bersifat subjektif dan intrinsik dari dalam diri kita. Maka Alquran memberikan pengecualian untuk orang yang shalat.

Shalat itu tidak hanya diawali dengan takbiratul ihram, dan diakhiri dengan salam. Tetapi bagaimana sesudah shalat itu kita “shalat”, bagaimana kita mengaplikasikan makna-makna shalat itu. Alquran tidak pernah menyuruh kita “kerjakan shalat”, tetapi Alquran menyuruh kita “tegakkan shalat”. Tegak itu maknanya bagaimana shalat itu teraplikasi dalam tugas dan kegiatan dalam seluruh aspek kehidupan kita. Jadi, kalau shalat sebagai tiang agama, maka kalau kita tegakkan, akan tegaklah agama dalam kehidupan kita. Kalau kita tinggalkan akan runtuh agama dalam kehidupan kita.

Dalam sebuah penelitian tentang shalat disebutkan bahwa shalat dapat menjadikan orang pintar dan cerdas. Menurut penelitian tersebut, ketika kita sujud dan rukuk dalam shalat, suplai oksigen menuju otak itu akan maksimal. Oleh karena, maksimalnya suplai oksigen menuju otak menjadikan peredaran darah menuju otak menjadi maksimal pula. Inilah yang menyebabkan orang yang shalat itu menjadi pintar dan cerdas. Maka kalau ada orang shalat yang tidak pintar dan cerdas, berarti ada yang salah dalam gerakan shalatnya.

Shalat itu dikatakan kunci surga. Kalau kita hendak memasuki rumah, maka harus ada kuncinya. Kalau tidak ada kunci bagaimana mau masuk? Maka kalau kita mau masuk surga, kuncinya adalah shalat. Surga ini bermakna ukhrawi, di akhirat nanti akan kita temukan. Tapi tahukah kita, sebenarnya kalau kita lihat maknanya, surga itu juga bermakna kedamaian, kebahagiaan, kebaikan dan ketenteraman. Hal itu juga kita temukan setelah shalat. Artinya bahwa dengan shalat kita bisa mendapatkan surga sebelum surga yang sesungguhnya. Sebaliknya, kalau ada orang yang senang mengamuk, bertengkar, konflik, marah, tidak tenang, tidak tenteram, gelisah dan lain sebagainya, maka itu juga merupakan ciri-ciri neraka. Dia telah mendapatkan neraka sebelum neraka yang sesungguhnya. Dengan shalat itu kita mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

Kemudian yang paling penting juga, shalat adalah yang pertama dihisab. Ketika kita menilai sesuatu, ada hal-hal pakem yang harus kita nilai. Indikator utama penilaian yang harus mutlak ada. Maka shalat itu merupakan pakem dan indikator utama penilaian. Kalau baik shalatnya, maka baik seluruh amalnya. Begitu juga sebaliknya. Inilah fokus besarnya. Maka kalau shalatnya baik, diyakini pula ibadah yang lainnya akan baik seperti puasa dan zakat. Karena shalatnya teraplikasi dalam kehidupan. Mudah-mudahan ini menjadi inspirasi dan pencerahan bagi kita mengintegrasikan dan menginternalisasikan shalat dalam kehidupan kita.