Jasa pengangkutan ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan

Jasa pengangkutan ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan

We’ve detected that JavaScript is disabled in this browser. Please enable JavaScript or switch to a supported browser to continue using twitter.com. You can see a list of supported browsers in our Help Center.

Help Center

Indonesia - Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 mungkin masih agak asing didengar oleh para Wajib Pajak. Biasanya yang sering didengar terkait jenis Pajak Penghasilan (PPh) adalah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 23, Pasal 4 ayat (2), dan lain sebagainya. Pada dasarnya, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 ini merupakan Pajak Penghasilan (PPh) yang dihitung menggunakan norma perhitungan khusus dan bersifat final.

Apa Itu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15?

Dengan mengacu pada Keputusan Menteri Keuangan No.417/KMK.04/1996 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996, menyatakan bahwa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 merupakan Pajak Penghasilan (PPh) yang dipungut atau dikenakan pajak dengan menggunakan norma perhitungan khusus penghasilan neto Wajib Pajak.

Dimana hal ini untuk Wajib Pajak yang bergerak atau beraktivitas di dalam industri pelayaran, penerbangan, hingga perusahaan asing.

Jenis-Jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15

Berikut ini merupakan yang termasuk ke dalam jenis-jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 sesuai dengan kebijakan yang berlaku, yaitu:

  1. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas charter penerbangan dalam negeri
  2. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas pelayaran dalam negeri
  3. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas pelayaran atau penerbangan luar negeri
  4. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas kantor wilayah dagang asing di Indonesia
  5. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15 atas Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak.

Subjek Pajak dan Objek Pajak dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15

Berikut ini merupakan beberapa subjek dan objek pajak yang termasuk ke dalam jenis Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 15, yaitu:

1.  PPh Pasal 15 atas Charter Penerbangan Dalam Negeri

Yang merupakan objek pajak atas charter penerbangan dalam negeri adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa nilai uang yang diperoleh atau diterima oleh Wajib Pajak sesuai dengan perjanjian charter dari hasil pengangkutan orang atau barang yang dikirim dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia atau dari pelabuhan yang berada di Indonesia ke pelabuhan luar negeri.

Perjanjian charter ini merupakan perjanjian yang meliputi semua bentuk charter, termasuk kedalamnya adalah sewa ruangan pada pesawat udara, baik untuk orang maupun barang (space charter).

Biasanya, untuk Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri harus berkedudukan di Indonesia [Subjek Pajak Dalam Negeri Badan (SPDN Badan)].

Untuk tarif PPh Pasal 15 atas charter penerbangan dalam negeri:

PPh terutang = 30% x Norma Penghitungan Penghasilan Netto

Norma Penghitungan Penghasilan Neto = 6% x Peredaran Bruto

Sehingga menghasilkan tarif efektif untuk PPh terutang = 1,8% x Peredaran Bruto (1,8% berasal dari 6% x 30%).

Pelunasan untuk PPh sebesar 1,8% ini merupakan pembayaran dari PPh Pasal 23 yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk pajak yang bersangkutan.

2.  PPh Pasal 15 atas Pelayaran Dalam Negeri

Penghasilan yang menjadi objek dari pengenaan PPh adalah meliputi penghasilan yang diperoleh atau diterima Wajib Pajak yang berasal dari pengangkutan orang atau barang dan termasuk kedalamnya adalah penyewaan kapal:

- Berasal dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lain di Indonesia

- Berasal dari pelabuhan di Indonesia ke luar pelabuhan Indonesia

- Berasal dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia

- Berasal dari pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lain di luar Indonesia

Merupakan Wajib Pajak perusahaan pelayaran dalam negeri.

PPh terutang = 30 % x Norma Penghitungan Penghasilan Netto.

Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 4% x Peredaran Bruto

Sehingga menghasilkan tarif efektif untuk PPh terutang = 30% x 4% x Peredaran Bruto = 1,2% x Peredaran Bruto dan bersifat final.

3.  PPh Pasal 15 atas Pelayaran atau Penerbangan Luar Negeri

Yang merupakan objek pajak atas pelayaran atau penerbangan luar negeri adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa nilai uang yang diperoleh atau diterima oleh Wajib Pajak dari hasil pengangkutan orang atau barang yang dikirim dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia atau dari pelabuhan yang berada di Indonesia ke pelabuhan luar negeri.

Sedangkan untuk imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri atas pengangkutan orang atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia tidak termasuk ke dalam objek PPh Pasal 15 atas pelayaran atau penerbangan luar negeri.

Merupakan Wajib Pajak perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri.

Penghasilan netto ditetapkan sebesar 6% dari peredaran bruto.

Besarnya Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak sebesar 2,64% dari peredaran bruto dan bersifat final.

4.  PPh Pasal 15 atas Kantor Perwakilan Dagang Asing di Indonesia

Wajib Pajak akan dikenakan pajak apabila terdapat nilai ekspor atas penghasilan bruto yang diterima Wajib Pajak luar negeri dan memiliki kantor di Indonesia.

Nilai ekspor bruto merupakan semua nilai pengganti atau imbalan yang diperoleh atau diterima oleh Wajib Pajak luar negeri yang memiliki kantor perwakilan dagang di Indonesia atas penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berkedudukan di Indonesia.

Merupakan Wajib Pajak luar negeri yang memiliki Kantor Perwakilan Dagang (KPD) di Indonesia yang berasal dari negara yang belum memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia.

Penghasilan netto = 1% dari nilai ekspor bruto.

Pajak Penghasilan Terutang ditetapkan sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final.

Bagi Kantor Perwakilan Dagang (KPD) yang berasal dari negara mitra P3B dengan Indonesia, maka besarnya tarif pajak yang terutang akan disesuaikan dengan tarif Branch Proftit Tax (BPT) dari suatu Bentuk Usaha Tetap (BUT) tersebut sesuai dengan P3B yang terkait.

5.  PPh Pasal 15 atas Wajib Pajak yang Melakukan Kegiatan Usaha Jasa Maklon Internasional di Bidang Produksi Mainan Anak-anak

Yang merupakan objek pajak adalah jumlah dari seluruh biaya atas pembuatan dan juga perakitan barang, tidak termasuk ke dalamnya adalah biaya atas pemakaian bahan baku.

Jadi objek pajak dalam jenis PPh Pasal 15 ini lebih kepada biaya pabrikan langsung dan tidak langsung, serta terkait biaya umum dan juga administrasi sesuai dengan pembukuan komersial dari Wajib Pajak, selain biaya yang merupakan bahan baku miliki prinsipal.

Merupakan Wajib Pajak yang melaksanakan kegiatan usaha maklon internasional, yaitu Wajib Pajak dalam negeri yang melaksanakan kegiatan jasa berupa pembuatan atau perakitan barang yang terkait dengan produk mainan anak-anak, dengan menggunakan bahan-bahan, spesifikasi, petunjuk teknis, dan juga penentuan imbalan jasa yang berasal dari pihak pemesan yang berkedudukan di luar negeri dan memiliki hubungan yang istimewa dengan Wajib Pajak.

Penghasilan netto dikenakan sebesar 7% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang, biaya yang tidak termasuk adalah biaya atas pemakaian bahan baku. Hal ini berlaku selama Wajib Pajak tidak mengadakan Perjanjian Penentuan Harga Transfer bersama dengan DJP.

PPh terutang dikenakan sebesar 2,1% yang didapat dari seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang, biaya yang tidak termasuk adalah biaya atas pemakaian bahan baku.

Jasa pengangkutan ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan

Saat adanya transaksi antara pihak penerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan, terdapat pajak yang dikenakan. Pajak tersebut salah satunya adalah Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23).

PPh Pasal 23 merupakan pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh Pasal 21. Pihak yang memotong dan melaporkan PPh Pasal 23 kepada kantor pajak merupakan pihak pemberi penghasilan (pembeli atau penerima jasa).

Simak artikel ini hingga selesai untuk penjelasan lengkap mengenai Pajak Penghasilan PPh Pasal 23.

Baca Juga : Penjelasan Lengkap Pajak Penghasilan Final PPh Pasal 4 ayat 2: Definisi, Tarif, dan Waktu Pelaporan Pajak

Jasa pengangkutan ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

Tarif dari PPh pasal 23 ditentukan dari nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Terdapat dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu tarif sebesar 15% dan 2%. Tarif tersebut tergantung pada objek PPh pasal 23, antara lain:

  1. Tarif 15% dari jumlah bruto:

    1. Dividen, kecuali pembagian kepada orang pribadi dikenakan final, bunga dan royalti.

    2. Hadiah dan penghargaan, selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

  2. Tarif 2% dari jumlah bruto:

    1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

    2. Imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang telah dipotong PPh pasal 21.

    3. Jasa lain yang tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015.

  3. Wajib pajak tanpa NPWP dikenakan tarif lebih tinggi dari tarif PPh Pasal 23.

Baca Juga : Pajak Penghasilan PPh Pasal 21 : Definisi, Dasar Hukum, Tarif, dan Waktu Penyetoran Serta Pelaporan Pajak

Jasa pengangkutan ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan

Jasa pengangkutan ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan

Jenis Objek PPh Pasal 23

Terdapat 62 jenis jasa yang menjadi objek PPh pasal 23 yang telah ditambahkan oleh pemerintah. Jenis jasa tersebut tercantum dalam PMK No. 141/PMK.03/2015, antara lain:

  1. Penilai (appraisal);

  2. Aktuaris;

  3. Akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;

  4. Hukum;

  5. Arsitektur;

  6. Perencanaan kota dan arsitektur landscape;

  7. Perancang (design);

  8. Pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas) kecuali yang dilakukan oleh Badan Usaha Tetap (BUT);

  9. Penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);

  10. Penambangan dan jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);

  11. Penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;

  12. Penebangan hutan;

  13. Pengolahan limbah;

  14. Penyedia tenaga kerja dan/atau tenaga ahli (outsourcing services);

  15. Perantara dan/atau keagenan;

  16. Bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);

  17. Kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI;

  18. Pengisi suara (dubbing) dan/atau sulih suara;

  19. Mixing film;

  20. Pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, foto, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;

  21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan.

  22. Pembuatan dan/atau pengelolaan website;

  23. Internet termasuk sambungannya;

  24. Penyimpanan, pengolahan dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;

  25. Instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV Kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

  26. Perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

  27. Perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat.

  28. Maklon;

  29. Penyelidikan dan keamanan;

  30. Penyelenggara kegiatan atau event organizer;

  31. Penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/atau jasa periklanan;

Jasa pengangkutan ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan

  1. Pembasmian hama;

  2. Kebersihan atau cleaning service;

  3. Sedot septic tank;

  4. Pemeliharaan kolam;

  5. Katering atau tata boga;

  6. Freight forwarding;

  7. Logistik;

  8. Pengurusan dokumen;

  9. Pengepakan;

  10. Loading dan unloading;

  11. Laboratorium dan/atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau institusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;

  12. Pengelolaan parkir;

  13. Penyondiran tanah;

  14. Penyiapan dan/atau pengolahan lahan;

  15. Pembibitan dan/atau penanaman bibit;

  16. Pemeliharaan tanaman;

  17. Pemanenan;

  18. Pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan/atau perhutanan;

  19. Dekorasi;

  20. Pencetakan/penerbitan;

  21. Penerjemahan;

  22. Pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;

  23. Pelayanan pelabuhan;

  24. Pengangkutan melalui jalur pipa;

  25. Pengelolaan penitipan anak;

  26. Pelatihan dan/atau kursus;

  27. Pengiriman dan pengisian uang ke ATM;

  28. Sertifikasi;

  29. Survey;

  30. Tester;

  31. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) atau APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Baca Juga : Cari Tau Hal Ini, Bukti Potong Pajak Bukan Tanda Bayar Pajak

Jasa pengangkutan ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan

Pengecualian PPh Pasal 23

Tidak semua penghasilan dapat dikenakan PPh Pasal 23, berikut daftar pengecualian PPh pasal 23:

  1. Penghasilan yang dibayar atau berulang kepada bank;

  2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;

  3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

    1. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

    2. Bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

    3. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

    4. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

    5. Penghasilan yang dibayarkan atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan.

Baca Juga : Kapan Waktu Yang Tepat Menyampaikan Dan Menyetor Pajak SPT Tahunan Pribadi

Subjek Pemotong dan Subjek yang Dipotong PPh Pasal 23

Subjek yang menjadi pemotong PPh pasal 23 artinya wajib pajak tersebut yang menerbitkan bukti pemotongan PPh Pasal 23 kepada lawan transaksi. Sementara subjek yang dipotong artinya wajib pajak menerima bukti pemotongan PPh Pasal 23 dari lawan transaksinya.

Subjek Pemotong PPh Pasal 23

  1. Badan Pemerintah

  2. Subjek pajak badan dalam negeri

  3. Penyelenggara kegiatan

  4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

  5. Perwakilan perusahaan negeri lainnya

  6. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang ditunjuk Direktur Jenderal Pajak (DJP)

Subjek yang Dipotong PPh Pasal 23

  1. Wajib pajak dalam negeri

  2. Bentuk Usaha Tetap (BUT)