Hasil kebudayaan zaman Megalitikum yang berupa meja batu tempat menyimpan sesajen adalah

Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan kepada roh nenek moyang. Di bawah dolmen biasanya sering ditemukan kubur batu.

Hasil kebudayaan zaman Megalitikum yang berupa meja batu tempat menyimpan sesajen adalah

Dolmen di kecamatan Batu Brak, Lampung Barat (foto diambil pada tahun 1931)

Hasil kebudayaan zaman Megalitikum yang berupa meja batu tempat menyimpan sesajen adalah

Dolmen Poulnabrone di the Burren, County Clare, Irlandia


Dolmen ditemukan di Eropa, Asia, dan Afrika, terutama di sepanjang pesisir pantai. Mereka berasal dari periode Megalithikum awal, sekitar 10.000 tahun sebelum Masehi.

Dolmen adalah sebuah meja yang terbuat dari batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan saji-sajian untuk pemujaan. Adakalanya di bawah dolmen dipakai untuk meletakkan mayat, agar mayat tersebut tidak dapat dimakan oleh binatang buas maka kaki mejanya diperbanyak sampai mayat tertutup rapat oleh batu. Hal ini menunjukan kalau masyarakat pada masa itu meyakini akan adanya sebuah hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup, mereka percaya bahwa apabila terjadi hubungan yang baik akan menghasilkan keharmonisan dan keselarasan bagi kedua belah pihak.

Dolmen yang merupakan tempat pemujaan misalnya ditemukan di Telagamukmin, Sumberjaya, Lampung Barat. Dolmen yang mempunyai panjang 325 cm, lebar 145 cm, tinggi 115 cm ini disangga oleh beberapa batu besar dan kecil. Hasil penggalian tidak menunjukkan adanya sisa-sisa penguburan. Benda-benda yang ditemukan pada umumnya dolmen banyak ditemukan di Jawa Timur dan Sumatra Selatan Dolmen merupakan hasil kebudayaan megalitikum, dimana pada zaman megalit bangunannya selalu berdasarkan kepercayaan akan adanya hubungan antara yang hidup dan yang mati terhadap kesejahtraan masyarakat dan kesuburan tanaman. Domen ini merupakan sebuah media atau peralatan yang dipergunakan untuk mengadakan upacara pemujaan terhadap roh nenek moyang.

Menurut pengamatan Hoop, dolmen dolmen yang paling baik terdapat di Batucawang. Papan batunya yang berukuran 3 x 3 meter dengan tebal 7 cm, terletak di atas empat buah batu penunjang. Salah satu dolmen yang digali di Tegurwangi diduga berisi tulang-tulang manusia. Tetapi benda-benda lain yang dianggap sebagai bekal kubur tidak ditemukan. Selain dolmen, di daerah ini banyak ditemukan patung-patung batu, yang diduga merupakan patung nenek moyang. Di antara dolmen-dolmen tersebut terdapat juga dolmen yang papan batunya ditunjang oleh enam batu tegak. Tradisi setempat menyatakan bahwa tempat ini merupakan pusat kegiatan upacara pemujaan nenek moyang dan tempat tempat untuk penguburan. Di daerah ini ditemukan pula domen bersama-sama menhir. Temuan dolmen-dolmen lainnya terdapat di Pamatang dan pulau Panggung, dan di kedua tempat pula ditemukan patung batu. Daerah temuan lain ialah Nanding, Tanjungara, Pajarbulan (di sini dolmen ditemukan bersama-sama dengan lesung batu), Gunungmegang, Tanjungsakti, Pagerdewa, Lampung Barat dan Sumbawa. Dolmen diperkirakan mulai dikenal dalam masyarakat Indonesia pada zaman bercocok tanam.

Tradisi megalitik di pulau Sumba merupakan hal yang menarik. Tidak hanya bentuk-bentuknya yang sangat besar yang mempunyai berat berton-ton tetapi keunikan ini tampak sekali pada pelaksanaan pendiriannya maupun pada upacara-upacara yang dilaksanakan dalam pendirian bangunan tersebut. Dalam usaha pencarian batu, dalam pengangkutan batu maupun dalam upacara memasukkan mayat di dalam dolmen semuanya itu merupakan kegiatan yang menjadi satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Peristiwa-peristiwa itu mengandung nilai historis arkeologis yang sangat tinggi.

Masyarakat masa bercocok tanam memiliki ciri khas yang sesuai dengan perkembangan penemuan-penemuan barunya. Nilai-nilai hidup semakin berkembang dan manusia pada waktu itu tidak lagi menggantungkan hidupnya pada alam, tetapi sudah menguasai alam lingkungan sekitarnya dan aktif membuat perubahan-perubahan.

Sebagai masyarakat petani, penduduk sudah dapat memproduksi makanan sehari-hari. Salah satu segi yang menonjol dalam masyarakat adalah sikap terhadap kehidupan yang sudah mati. Kepercayaan bahwa roh seseorang tidak lenyap pada saat orang meninggal, sangat memperngaruhi kehidupan manusia. Roh dianggap mempunyai kehidupan di alamnya tersendiri sesudah orang meninggal.

Dolmen-dolmen yang masih dapat disaksikan sampai sekarang mempunyai bentuk-bentuk besar sehingga kadang-kadang sulit dibayangkan bagaimana batu besar dan dengan berat berton-ton itu dapat diangkut. Pengangkutan batu sampai setinggi dua meter lebih tentu mempunyai teknik tersendiri di dalam cara pengangkutannya. Besar tiang-tiang penyangga biasanya disesuaikan dengan besar batu datarnya. Semakin besar batu datar maka semakin besar pula tiang penyangganya.

 

Artikel bertopik arkeologi ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Dolmen&oldid=19096750"

18NEWS.ID – Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar.

Dolmen merupakan sebuah meja batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan sesaji yang ditujukan kepada arwah nenek moyang. Selain itu, dolmen biasanya memiliki kubur batu di bawahnya dan keberadaannya telah menyebar luas di seluruh dunia, terutama Asia, Afrika, Eropa serta sepanjang pesisir pantai.

Ilustrasi Batuan Dolmen. Source: instagram.com/tomatarie

Dolmen berasal dari era megalitikum awal dan tepatnya sekitar 10 ribu tahun sebelum masehi dan berfungsi sebagai meja untuk menyimpan berbagai macam sajian yang digunakan untuk sebuah pemujaan.

Di bawah dolmen biasanya digunakan untuk meletakkan jenazah sehingga tidak dapat dimakan binatang liar maka kaki mejanya memiliki jumlah lebih banyak supaya mayat bisa tertutup rapat dan terhindar dari serangan hewan buas.

Hal itu membuktikan bahwa masyarakat pada zaman tersebut meyakini atas suatu hubungan antara manusia yang masih hidup dengan mereka yang telah meninggal dunia, serta percaya apabila terjadi sebuah hubungan yang baik mampu menciptakan kebahagian dan keselarasan bagi satu sama lain.

Di Indonesia, dolmen adalah tempat pemujaan dan berada di kawasan tertentu seperti Lampung Barat, Sumber Jaya dan Telaga Mukmin. Dolmen mempunyai panjang sekitar 325 cm, tinggi 115 cm dan lebar 145 cm ini ditahan oleh bebatuan kecil dan besar.

Kemudian, hasil penggaliannya tidak menimbulkan keberadaan sisa penguburan dan beberapa benda yang ditemukan di Sumatera Selatan maupun Jawa Timur adalah hasil kebudayaan zaman megalitikum dan berkaitan dengan hubungan antara manusia yang masih hidup dengan yang telah tiada.


Page 2

Dolmen terbaik di Indonesia biasanya ditemukan di Batucawang. Sebab, papan batunya memiliki ukuran sekitar 3 x 3 meter dan ketebalannya mencapai 7 cm dan berada di atas empat bebatuan penunjang. Namun, beberapa benda lain yang disebut sebagai bekal di alam kubur tak kunjung ditemukan.

Hasil kebudayaan zaman Megalitikum yang berupa meja batu tempat menyimpan sesajen adalah

-

Batuan dari Zaman Megalitikum. Source: instagram.com/tomatarie

Banyak peninggalan sejarah selain dolmen yang di kawasan tersebut dan dinilai sebagai patung nenek moyang, serta dari dolmen-dolmen itu memiliki dolmen yang papan batunya ditunjang menggunakan enam batu yang begitu tegak.

Dolmen diprediksi sudah diketahui oleh masyarakat Indonesia sejak zaman bercocok tanam dan kawasan penemuan lainnya adalah Tanjungara, Nanding, Pajarbuan, Pagerdewa, Lampung Barat, Tanjungsakti, Gunungmegang serta Sumbawa.

Tradisi megalitikum di Sumba menjadi hal yang sangat menarik karena bukan sekadar bentuknya yang begitu besar, tetapi juga memiliki berat hingga beberapa ton namun keunikan tersebut terlihat jelas dari pelaksanaan pendiriannya serta upacara yang digelar atas pendirian bangunannya.*


Page 3

18NEWS.ID – Megalitikum berasal dari kata mega yang berarti besar, dan lithos yang berarti batu. Zaman Megalitikum biasa disebut dengan zaman batu besar, karena pada zaman ini manusia sudah dapat membuat dan meningkatkan kebudayaan yang terbuat dan batu-batu besar.

Dolmen merupakan sebuah meja batu yang berfungsi sebagai tempat meletakkan sesaji yang ditujukan kepada arwah nenek moyang. Selain itu, dolmen biasanya memiliki kubur batu di bawahnya dan keberadaannya telah menyebar luas di seluruh dunia, terutama Asia, Afrika, Eropa serta sepanjang pesisir pantai.

Hasil kebudayaan zaman Megalitikum yang berupa meja batu tempat menyimpan sesajen adalah

-

Ilustrasi Batuan Dolmen. Source: instagram.com/tomatarie

Dolmen berasal dari era megalitikum awal dan tepatnya sekitar 10 ribu tahun sebelum masehi dan berfungsi sebagai meja untuk menyimpan berbagai macam sajian yang digunakan untuk sebuah pemujaan.

Di bawah dolmen biasanya digunakan untuk meletakkan jenazah sehingga tidak dapat dimakan binatang liar maka kaki mejanya memiliki jumlah lebih banyak supaya mayat bisa tertutup rapat dan terhindar dari serangan hewan buas.

Hal itu membuktikan bahwa masyarakat pada zaman tersebut meyakini atas suatu hubungan antara manusia yang masih hidup dengan mereka yang telah meninggal dunia, serta percaya apabila terjadi sebuah hubungan yang baik mampu menciptakan kebahagian dan keselarasan bagi satu sama lain.

Di Indonesia, dolmen adalah tempat pemujaan dan berada di kawasan tertentu seperti Lampung Barat, Sumber Jaya dan Telaga Mukmin. Dolmen mempunyai panjang sekitar 325 cm, tinggi 115 cm dan lebar 145 cm ini ditahan oleh bebatuan kecil dan besar.

Kemudian, hasil penggaliannya tidak menimbulkan keberadaan sisa penguburan dan beberapa benda yang ditemukan di Sumatera Selatan maupun Jawa Timur adalah hasil kebudayaan zaman megalitikum dan berkaitan dengan hubungan antara manusia yang masih hidup dengan yang telah tiada.