Hal yang dapat diteladani dari tokoh w.s. rendra adalah


             Ya itulah WS Rendra dengan segala kelebihan prestasi dan kontroversi kehidupannya. Namun tentu kita patut mengacungi jempol untuk berbagai   prestasi dan penghargaan yang berhasil digondolnya seperti sebagai berikut :

·                        Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta (1954)

·                        Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)

·                        Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970).

·                        Hadiah Akademi Jakarta (1975)

·                        Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976)

·                        Penghargaan Adam Malik (1989)

·                        The S.E.A. Write Award (1996) dan

·                        Penghargaan Achmad Bakri (2006)

Selain itu, WS Rendra juga sering melakukan pementasan drama dan puisi serta aktif mengikuti berbagai festival seni dan sastra di luar negeri seperti :

·         The Rotterdam International Poetry Festival (1971 dan 1979),

·         The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi (1985),

·         Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985),

·         The First New York Festival Of the Arts (1988),

·         Spoleto Festival, Melbourne, Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989),

·         World Poetry Festival, Kuala Lumpur (1992), dan

·         Tokyo Festival (1995)

Berikut ini adalah Karya Sajak/Puisi W.S. Rendra

Jangan Takut Ibu

Balada Orang-Orang Tercinta (Kumpulan sajak)

Empat Kumpulan Sajak

Rick dari Corona

Potret Pembangunan Dalam Puisi

Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta!

Nyanyian Angsa

Pesan Pencopet kepada Pacarnya

Rendra: Ballads and Blues Poem (terjemahan)

Perjuangan Suku Naga

Blues untuk Bonnie

Pamphleten van een Dichter

State of Emergency

Sajak Seorang Tua tentang Bandung Lautan Api

Mencari Bapak

Rumpun Alang-alang

Surat Cinta

Sajak Rajawali

Sajak Seonggok Jagung

WS Rendra Meninggal

Pada pertengahan tahun 2009, WS Rendra menderita sakit jantung koroner dan harus menjalani perawatan intensif di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara. Setelah satu bulan , penyakitnya semakin menggerogoti tubuhnya dan akhirnya sang penyair besar Indonesia WS Rendra menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit itu juga pada 7 Ogos 2009 tepat jam 22.15 WIB di usianya yang ke 74 tahun.

Jenazah WS Rendra kemudian dikebumikan di kompleks Bengkel Teater, Cipayung-Citayam, Depok selepas shalat jum’at. Makamnya tak jauh dari makam Mbah Surip yaitu penyanyi reggae Indonesia yang terkenal dengann lagu fenomenalnya “Tak Gendong” yang telah berpulang seminggu sebelumnya. Mbah Surip dan WS Rendra memang bersahabat.

Itulah biografi WS Rendra, sang sastrawan Indonesia yang dijuluki Burung Merak. Terlepas dari kurang lebihnya seorang WS Rendra adalah tetap manusia biasa. Sebagaimana peribahasa Tak Ada Gading Yang Tak Retak. Semoga kita bisa meneladani hal-hal positifnya dan tidak meniru hal-hal negatifnya.

B.       HAL MENARIK TENTANG WS RENDRA

1.   W.S Rendra menjadikan sebuah seni untuk menyampaikan kritikan-kritikannya atau protes yang kebanyakan bertema sosial. Ini mungkin nggak ada lagi kita temuin sekarang ini. Bagaimana seorang seniman menyampaikan kritikan lewat sastra ( seni ).

2.   Sikap W.S Rendra yang kritis membuktikan kepeduliannya terhadap masalah-masalah kemanusiaan, nilai budaya dan lingkungan yang mendalam.

3.   Memiliki kepedulian sosial yang tinggi dan mimpi indah Indonesia kedepan dengan rakyat yang makmur.Hal itu tergambar dari karya dan puisi-puisi-nya yang banyak berisi kritik sosial, diantaranya puisinya di hadapan mahasiswa Universitas Indonesia 1 Desember 1977

4.   W.S Rendra tidak menguasai satu bidang pengetahuan saja, tetapi ia jungan menguasai bidang yang lain.

5.   W.S Rendra terus berusaha menjadi yang terbaika walaupun dia tidak menyelesaikan kuliahnya, tetapi ia terus memperdalam pengetahuannya dalam bidang drama dan tari di Amerika, sehingga pada akhirnya ia mendapat beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA).

C.       SIFAT YANG DAPAT DITELADANI DARI WS RENDRA

1.   Rendah hati, terlihat dari bagaimana dia menjalani hidup dengan prestasi-prestasi yang membanggakan dari dalam negeri maupun luar negri,

2.   Pemberani, terlihat dari bagaimana dia mengapresiasikan suatu karyanya yang berisi kritikan- kritikan atau protes pada suatu hal yang menurutnya tidak sesuai dengan kaeadilan.

3.   Penyayang dan bijaksana, terlihat dari bagaimna dia membantu istrinya mengurus, menyuapin dan memandikan anak-anak mereka.

4.  Tidak mudah putus asa, terlihat pada:  Walaupun ia tidak menyelesaikan kuliahnya , tidak berarti ia berhenti untuk belajar.

5.  Memiliki kepedulian yang tinggi, terlihat pada: Sikap W.S Rendra yang kritis membuktikan kepeduliannya terhadap masalah-masalah kemanusiaan, nilai budaya dan lingkungan yang mendalam

DAFTAR PUSTAKA

Suryanto, Alex dan Agus Haryanta. 2007. Panduan Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia. Jakarta: Esis.

 

Biografi W. S Rendra

            W. S Rendra atau memiliki nama lengkap Willibrordus Surendra Broto Rendra lahir di Solo pada tanggal 7 November 1935. Beliau merupakan anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Ayu Chatharina Ismadi. W.S Rendra dilahirkan di keluarga yang kental akan seni, tak heran jiak darah seni sangat mudah merasuk dalam dirinya.           

            W. S Rendra mengahabiskan masa kecilnya hinggga SMA di Solo. Beliau bersekolah di SD, SMP hingga SMA di Sekolah Katholik St. Yosef, Solo. Setelah lulus SMA, beliau pergi ke Jakarta untuk meneruskan sekolah di Akademi Luar Negeri, akan tetapi nasib buruk menimpanya, setelah sampai di Jakarta ternyata sekolah tersebut telah tutup. Akhirnya,beliau meninggalkan Jakarta dan menjatuhkan pilihannya pada Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada. Namun, beliau tidak dapat menyelesaikannay disini. W. S Rendra kemudian mendapatkan tawaran beasiswa dari American Academy of Dramatical Art (AADA) New York, USA. Kemudian beliau pergi ke Amerika pada tahun 1954 untuk mengambil beasiswa tersebut.

            Sebenarnya, bakat seni dari W.S Rendra sudah tampak saat beliau masih SMP. Ketika itu, beliau sering ikut mengisi acara sekolah dengan mementaskan drama, puisi serta cerita pendek hasil karyanya. Drama pertama yang beliau pentaskan di SMP berjudul Kaki Palsu. Beliau juga kerap mendapatkan penghargaan, salah satunya adalah saat SMA. W.S Rendra menang sebagai juara pertama dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Yogyakarta dalam dramanya yang berjudul Orang-Orang di Tikungan Jalan.

Yang paling menonjol adalah bakatnya dalam membacakan puisi. Puisi-puisi WS Rendra pun kemudian dipublikasikan di majalah setempat, yaitu pada tahun 1952. Beberapa puisi WS Rendra yang tekenal adalah Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru.

Setelah menang dalam berbagai ajang seni dan drama, serta puisi, W.S Rendra semakin semangat menghasilkan karya-karya baru. Karya-karyanya tak hanya terkenal di dalam negeri, namun juga di manca negara dengan diterjemahkannya karya-karya beliau dalam bahasa asing seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Jerman, bahasa Jepang dan bahasa India.

Beberapa karya W. S Rendra yang terkenal diantaramnya : puisi “Janagan Takut Ibu”, puisi “Balada Orang – Orang Tercinta”, sajak “Rick dari Corona”, sajak “Potret Pembangunan dalam Puisi” dll.

Untuk lebih memfasilitasi dirinya dalam berkarya serta menularkan kejeniusannya dalam bidang seni drama dan puisi, maka pada tahun 1967 W.S Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta dan Bengkel Teater Rendra di Depok.

Pada umur 24 tahun, W.S Rendra menikah denagn seorang wanita bernama Sunarti Suwandi yang kemudian memberinya lima orang anak yang bernama Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana, Daniel Seta, Samuel Musa, dan Klara Sinta.

Setelah menikah, W.S Rendra bukannya menutup hati, beliau malah tertarik dengan salah satu muridnya di Bengkel Teater yang bernama Bendoro Raden Ayu Sitoresmi Prabuningrat yaitu putri Keraton Yogyakarta yang sering maindan belajar di teater Rendra. Jeng Sito adalah panggilan akrabnya. Jeng Sito sering berbaur dalam rumah tangga W.S Rendra dan Sunarti, dengan ikut memandikan dan menyuapi anak-anak Rendra. Dari sinilah kedekatan itu terjalin. Bahkan istri Rendra, Sunarti, mendukung dan ikut melamarkan Jeng Sito untuk menjadi istri kedua WS Rendra. Namun ayahanda Sitoresmi keberatan karena perbedaan agama. Rendra Katolik sedang Sitoresmi Islam.

W.S Rendra pun membuat kejutan dengan bersedia mengucapkan dua kalimat syahadat di hari pernikahannya dengan Sitoresmi pada tanggal 12 Agustsu 1970 dan dua rekannya yaitu Taufiq Ismail dan Rosidi sebagai saksinya. Kemudian, beliau menjadi

muallaf.

            Rendra ternyata tak puas hanya dengan dua istri, akhirnya beliau menikahi seorang gadis bernama Ken Zuraida, akan tetapi pernikahan ketiganya ini harus dibayar mahal dengan mengorbankan dua istri terdahulunya yaitu Sitoresmi dan Sunarti. WS Rendra harus rela menceraikan dua istrinya ini pada tahun 1979 karena tak menyetujui Rendra memiliki istri ketiga. Dari pernikahannya yang ketiga, Rendra mendapat dua anak yaitu Isaias Sadewa dan Maryam Supraba.

Pada pertengahan tahun 2009, WS Rendra menderita sakit jantung koroner dan harus menjalani perawatan intensif di RS Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara. Setelah satu bulan , penyakitnya semakin menggerogoti tubuhnya dan akhirnya sang penyair besar Indonesia WS Rendra menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit itu juga pada 7 Agustus 2009 tepat jam 22.15 WIB di usianya yang ke 74 tahun.

Terlepas dari kurang lebihnya seorang W.S Rendra adalah tetap manusia biasa. Kita bisa meneladani hal-hal positifnya dan tidak meniru hal-hal negatifnya. Semoga pada saat ini dan masa yang akan datang, akan ada sastrawan yang seperti beliau bahkan lebih baik lagi.

Hal yang dapat diteladani dari tokoh : 


Hal yang diteladani dari W. S Rendra

Alasan

1.      Rendah hati

Ia menjalani hidup dengan prestasi-prestasi yang membanggakan dari dalam negeri maupun luar negeri. Walaupun begitu ia tidak sombong.

2.      Pemberani

Dia mengapresiasikan suatu karyanya yang berisi kritikan- kritikan atau protes pada suatu hal yang menurutnya tidak sesuai dengan keadilan.

3.      Penyayang dan bijaksana

Dia membantu istrinya mengurus, menyuapin dan memandikan anak-anak mereka. Dan mampu menafkahi ketiga istrinya.

4.      Tidak mudah putus asa

Waupun ia gagal ia tidak pernah menyerah, dan terus berjuang.

5.      Bekerja Keras

Ia terus bekerja keras da tidak pernah menyerah.

6.      Cara penulisan syair

Setiap syair yang beliau buat selalu menyangkut tentang kehidupan


Page 2