Gas ekshalasi gunung api yang tersusun dari materi sulfur dinamakan

Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas apa saja yang menyebabkan seringnya terjadi bencana di Indonesia. Hal ini dikarenakan ada banyak gunung api aktif yang berada di Indonesia. Setiap tahun, berbagai gunung api ini mengalami letusan dan menyebabkan gempa di kawasan sekitar gunung tersebut. Namun tahukah kamu, bahwa gunung api yang ada di Indonesia, bahkan di dunia, memiliki berbagai ragam jenisnya? Pada artikel kali ini, kita akan membahas jenis-jenis gunung api tersebut.

Jenis-Jenis Gunung Api

Berdasarkan bentuk dan proses terjadinya, gunung api dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Gunung Api Maar

Gunung api maar adalah gunung api yang memiliki kawah di bagian puncaknya. Kata maar sendiri berarti danau tektonik yang terjal. Danau ini terbentuk karena sifat erupsi yang eksplosif atau letusan yang kuat. Bahan-bahan yang keluar dari letusan tersebut berupa material padat atau eflata. Contoh gunung api maar yang berada di Indonesia di antaranya adalah Gunung Dieng, Gunung Gamalama, dan Gunung Lamongan.

2. Gunung Api Perisai

Gunung api perisai memiliki alas yang luas dan bentuk lereng yang sangat landai. Hal ini disebabkan karena sifat erupsinya yang berupa letusan efusif atau magma yang keluar dengan cepat, mengalir dan menyebar di sekitar area gunung api. Gunung api perisai ini terjadi karena memiliki lava yang cair dengan tekanan yang lemah, serta dapur magma yang dangkal. Gunung api perisai banyak ditemui di Hawai, Amerika Serikat, seperti Gunung Mauna Loa, Gunung Mauna Kea, dan Gunung Kilauea.

3. Gunung Api Kerucut atau Strato.

Gunung api perisai terjadi karena adanya letusan dan lelehan atau eksplosif dan efusif yang terjadi secara terus-menerus dan bergantian. Sehingga, gunung ini membentuk suatu suatu kerucut yang lerengnya berlapis-lapis akibat letusan-letusan sebelumnya. Contoh gunung api perisai atau strato di Indonesia di antaranya Gunung Kerinci, Gunung Pangrango, dan Gunung Merbabu.

Tipe-Tipe Gunung Api

Gunung api yang ada di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, memiliki aktivitas yang berbeda-beda. Berdasarkan aktivitasnya tersebut, gunung api dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C.

A. Gunung api tipe A

Disebut juga gunung api aktif. Gunung api ini masih menghasilkan magma dan masih memiliki kemungkinan untuk mengalami erupsi. Gunung api tipe ini pernah mengalami erupsi minimal satu kali pada tahun 1600 atau setelahnya. Contoh gunung api aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunung Merapi, Gunung Sinabung, dan Gunung Kerinci.

B. Gunung api tipe B

Disebut juga sebagai gunung api pasif. Gunung-gunung yang dikategorikan sebagai gunung api pasif adalah gunung yang tidak pernah mengalami erupsi pada tahun 1600 atau setelahnya. Tapi, gunung ini masih memperlihatkan gejala gunung api aktif. Misalnya, gunung api tersebut masih menghasilkan solfatara atau sumber gas belerang dan akan menjadi belerang padat jika membeku. Contoh gunung api pasif yang ada di Indonesia di antaranya Gunung Rajabasa yang terletak di Lampung dan Gunung Patuha yang terletak di Jawa Barat.

C. Gunung api tipe C

Adalah gunung api yang tidak diketahui sejarah erupsinya dalam catatan manusia. Namun, gunung tersebut menunjukkan bukti-bukti adanya aktivitas erupsi di masa lalu. Misalnya, ada solfatara, atau fumarola, atau kawah lubang yang mengeluarkan gas bercampur uap di sekitar daerah vulkanis. Contoh gunung api tipe C di antaranya Kawah Manui, Kawah Kamojang, dan Gunung Lahendong.

Ciri-Ciri Gunung yang Akan Meletus

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, masih banyak gunung api tipe A atau gunung dengan aktivitas magma aktif yang ada Indonesia Oleh karena itu, kita harus memahami ciri-ciri yang ditunjukan oleh gunung api yang akan meletus, terutama apabila tinggal atau berada dekat dari gunung api tersebut.

Salah satu ciri gunung yang akan meletus adalah suhu di sekitar gunung api akan meningkat. Ciri lainnya adalah sumber air dan pepohonan yang tiba-tiba mengering. Ciri lainnya yang tampak jelas adalah seringnya terjadi gempa, serta binatang-binatang liar yang hidup di gunung mengungsi ke tempat lain, umumnya ke pemukiman yang berada di sekitar gunung api tersebut.

Apabila ciri-ciri tersebut telah muncul, kita harus siap siaga untuk menghindari bahaya yang mungkin akan timbul akibat gunung api yang meletus. Segeralah mengevakuasi diri ke tempat yang lebih aman.

Gejala Pasca Vulkanik dan Dampak Vulkanisme

Setelah letusan terjadi, biasanya muncul gejala pasca vulkanik. Misalnya, muncul sumber air panas yang mengandung belerang, muncul geiser atau semburan air panas dari dalam bumi, serta muncul ekshalasi, berupa gas-gas seperti gas karbon dioksida dan gas belerang.

Meletusnya gunung api atau proses vulkanisme lainnya memiliki dampak bagi kehidupan kita, baik dampak positif maupun negatif. Proses vulkanisme pada gunung api di Indonesia bermanfaat bagi lahan pertanian, karena abu vulkanik yang dihasilkan gunung api saat erupsi dapat membuat tanah di sekitar gunung api menjadi lebih subur. Itulah sebabnya banyak lahan perkebunan yang dimanfaatkan warga yang bermukim di sekitar gunung api. Selain itu, daerah di sekitar gunung api dapat dijadikan lahan penghasil bahan galian tambang seperti emas, intan, pasir, timah dan bahan tambang lainnya. Hasil vulkanisme juga dapat dijadikan wisata alam yang menarik seperti kawasan Tangkuban Perahu di Jawa Barat.

Sayangnya, proses vulkanisme juga memberikan dampak negatif bagi lingkungan di sekitarnya. Lereng-lereng yang terbentuk dari proses vulkanise ini umumnya terjal, sehingga lahan yang dapat dimanfaatkan juga terbatas. Lahan ini juga tidak bisa dijadikan area permukiman karena rentan terjadi longsor. Selain itu, proses alam dari dalam bumi atau endogen bisa menimbulkan letusan gunung api dan gempa bumi yang dapat merusak lingkungan sekitar.

Nah, materi jenis-jenis gunung api ini bisa kamu pelajari lebih mendalam di aplikasi Pahamify, loh! Pahamify punya banyak fitur yang dapat membuat proses belajar jadi seru sehingga kamu bisa memahami materi jadi lebih mudah. Download aplikasi Pahamify supaya belajar kamu lebih seru untuk tetap #TeruskanSemangatBelajarmu.

Penulis: Alivia Awin

Fumarol (Latin fumus, asap) adalah lubang pada kerak bumi (atau benda langit lainnya) yang mengeluarkan uap dan gas seperti karbon dioksida, belerang dioksida, asam klorida, dan hidrogen sulfida. Fumarol sering ditemukan di sekitar gunung berapi. Fumarol yang mengeluarkan gas sulfur disebut solfatara (berasal dari kata solfo dari bahasa Italia, sulfur [melalui dialek Sisilia]).[1]

Gas ekshalasi gunung api yang tersusun dari materi sulfur dinamakan

Fumarol di sebelah timur danau Kawah Ijen (1927-1929)

Gas ekshalasi gunung api yang tersusun dari materi sulfur dinamakan

Sebuah fumarol di Námafjall, Eslandia

Gas ekshalasi gunung api yang tersusun dari materi sulfur dinamakan

Pengambilan sampel gas pada fumarol di Gunung Baker, Washington, Amerika Serikat

Fumarol bisa terdapat di sepanjang retakan kecil maupun rekahan yang panjang, dalam medan atau klaster yang kacau balau, dan di permukaan aliran lava serta endapan aliran piroklastik yang tebal.[2] Lapangan fumarol merupakan suatu wilayah mata air panas dan semburan gas di mana magma atau batuan beku yang panas di kedalaman yang dangkal atau air tanah.[3] Dari perspektif air tanah, fumarol bisa dideskripsikan sebagai mata air panas yang membuat air mendidih sebelum air mencapai permukaan tanah.

Gas ekshalasi gunung api yang tersusun dari materi sulfur dinamakan

Sebuah fumarol di kawah Halema`uma`u

Fumarol bisa bertahan selama beberapa dekade atau abad jika berada di atas sebuah sumber panas yang persisten, atau hilang dalam berminggu-minggu atau berbulan-bulan jika berada di puncak sebuah endapan vulkanik yang masih baru dan cepat mendingin.[2] Sebagai contoh, aktivitas fumarol di Lembah Ten Thousand Smokes (Sepuluh Ribu Asap) terbentuk pada tahun 1912 ketika terjadi letusan Novarupta di Alaska. Awalnya, ribuan fumarol terbentuk di abu yang mendingin akibat letusan, tetapi seiring waktu sebagian besar dari mereka telah menghilang.

Diperkirakan empat ribu fumarol berada di sekitar wilayah Taman Nasional Yellowstone di Amerika Serikat. Selain itu, terdapat pula serangkaian fumarol di Lembah Kehancuran di Taman Nasional Morne Trois Pitons di Dominika.

Fumarol mengeluarkan uap belerang yang membentuk endapan permukaan mineral yang kaya belerang; tempat-tempat di mana endapan ini telah ditambang, yaitu:

  • Kawah Ijen dan Arjuno-Welirang, Indonesia
  • Kompleks Purico dekat San Pedro de Atacama di Cile[4]
  • Xingyang di provinsi Henan, Cina
  • Gunung Tongariro di tengah Pulau Utara, Selandia Baru
  • Whakaari/White Island di Teluk Plenty, Selandia Baru (ditambang dari tahun 1880-an hingga 1930-an)
  • Solfatara di Campi Flegrei, Italia

Formasi lahan yang disebut Dataran Rumah di Kawah Gusev, Mars, yang dijelajahi dan diteliti oleh Mars Exploration Rover (MER) Spirit, diduga merupakan sisa-sisa dari fumarol kuno yang telah lama punah dari dataran itu.[5]

  • Banjir lumpur panas
  • Boiling Lake
  • Kolam lumpur
  • Ventilasi hidrotermal

  1. ^ "Solfatara". Merriam-Webster.com Dictionary (dalam bahasa Inggris). Merriam-Webster. Diakses tanggal 30 Juli 2020. 
  2. ^ a b   Artikel ini berisi bahan berstatus domain umum dari United States Geological Survey dokumen "Fumarole" (diakses 30 Juli 2020).
  3. ^ Neuendorf, Klaus K. E. (2005). Jackson, Julia A.; Mehl, James P.; Neuendorf, Klaus K. E., ed. Glossary of Geology (dalam bahasa Inggris). Springer Science & Business Media. hlm. 257. ISBN 9780922152766. Diakses tanggal 30 Juli 2020. Fumarole field[:] A group of cool fumaroles (Bahasa Indonesia: Lapangan fumarol[:] Sekelompok fumarol dingin). 
  4. ^ "Purico Complex". Global Volcanism Program, National Museum of Natural History, Smithsonian Institution (dalam bahasa Inggris). Institusi Smithsonian. 2013. Diakses tanggal 30 Juli 2020. 
  5. ^ Morris, R. V.; Ming, D. W.; Gellert, R.; Yen, A. S.; Clark, B. C.; Graff, T. G.; Arvidson, R. E.; Squyres, S. W.; Athena; CRISM Science Teams (Maret 2008). "The Hydrothermal System at Home Plate in Gusev Crater, Mars: Formation of High Silica Material by Acid-Sulfate Alteration of Basalt" (dalam bahasa Inggris). Konferensi Ilmiah Bulan dan Planet ke-39, (Lunar and Planetary Science XXXIX), 10-14 Maret 2008 di League City, Texas. Kontribusi LPI No. 1391.: 2208. Diakses tanggal 30 Juli 2020. 

  • Pertambangan Belerang di Gunung Welirang
  •   Chisholm, Hugh, ed. (1911). "Fumarole". Encyclopædia Britannica. 11 (edisi ke-11). Cambridge University Press. hlm. 300–301. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Fumarol&oldid=17242952"