Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus
Dalam perjalanan haji pada umumnya, selain oleh para pembimbing haji official yang ditunjuk pemerintah, para jamaah juga akan didampingi oleh pembimbing yang memang menetap di tanah suci baik untuk bekerja maupun menuntut ilmu. Mereka juga terdaftar sebagai pembimbing-pembimbing haji setempat yang mengenal dengan baik keadaan tanah suci dan berkemampuan bahasa Arab yang cukup baik. Nah, Bagi mereka yang sedang menuntut ilmu di sekitar tanah suci, sebagian dari mereka bersekolah formal seperti universitas, namun sebagian lainnya belajar informal di Majelis ta’lim.

Selama ini dalam benakku, yang terbiasa pada pola pendidikan formal mulai dari pendidikan pra sekolah, pendidikan tingkat dasar, tingkat menengah, tingkat atas, sampai pendidikan tinggi/universitas, belajar informal ini adalah sesuatu yang kuanggap sekedar pendidikan pelengkap saja.

Aku sendiri menjalaninya paralel dengan pendidikan formalku misalnya mengikut pendidikan madrasah atau taman Pendidikan Alquran bersamaan dengan mengikuti pendidikan tingkat dasar dan menengah. Ketika agak menginjak usia remaja aku juga mengikuti pendidikan informal di pesantren kilat, pengajian2 remaja, organisasi2 remaja seperti kerohanian Islam, pramuka, pencinta alam, klub science, dan pasukan pengibar bendera sampai organisasi olahraga beladiri bersamaan waktunya dengan ketika aku menjalani pendidikan formal tingkat atas.

Hal ini terus berlanjut saat Aku mengikuti pendidikan tinggi sampai aku bekerja sebagai pendidik di suatu Universitas di Depok, selain pendidikan formal, aku sering menyempatkan diri untuk menambah pengetahuan dan keterampilanku dalam pelatihan2, workshop atau seminar-seminar yang berisi pendidikan motivasi, pelajaran agama, kemampuan teknik teknologi atau sekedar sosialisasi meto

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus
de2 baru yang memudahkan kehidupan manusia.

Pengalaman berhaji ini ternyata membuka mataku, justru pendidikan yang kubilang ‘informal’ ini adalah bentuk pendidikan yang menurutku lebih jujur dalam menjaga keaslian sumber ilmu karena persambungan turun-temurun antara guru murid yang dikuatkan oleh legitimasi yang disebut ijasah sanad. Sebuah Konsep sanad (periwayat) dan ijazah memelihara serta menjamin kesahihan sesuatu perkara yang diriwayatkan serta menjadi satu keistimewaan metode pewarisan ilmu buat umat Muhammad SAW.

Aku jadi mengerti perkataan imam syafi’i rohimakumullah, bahwa “Perumpamaan orang yang menuntut ilmu tanpa isnad adalah seperti seorang pemikul kayu di waktu malam yang memikul seikat kayu yang di dalamnya terdapat seekor ular dalam keadaan dia tidak menyadarinya.” Ini tentunya sejalan dengan tuntunan Rosul yang menetapkan bahwa di antara syarat utama untuk berdakwah adalah izin yang berkesinambungan sehingga langsung dari sumber Rasulullah, dalilnya, “dan berilah peringatan serta nasihat kepada kaum kerabatmu yang terdekat”

Kalau kita lalu melihat sejarah, maka yang menjadi para pendakwah atau da’i itu adalah para sahabat yang menguasai dengan baik tentang hukum agama, hafal dan memahami al Qur’an dan hadith Nabi dengan sempurna. Dan yang menjadikan mereka lebih meyakinkan lagi adalah adanya izin atau ijazah yang diterima dari Nabi SAW untuk berdakwah dan menyeru masyarakat kepada agama yang benar. Langkah strategis ini diberitakan melalui hadith pada Mu’az ibn Jabal ketika beliau diutus ke Yaman untuk berdakwah dan memberi petunjuk tentang hukum2 Islam. Selanjutnya generasi Tabi’in juga berpegang teguh dengan cara-cara ini, di mana Hasan al Basri telah dapat izin dan ijazah mengajar dari Ali bin Abi Thalib. Hasan Al Basri ditemukan beliau setelah menilai 99 holaqoh (grup) pengajian yang terdapat di Masjid Jami’ Basrah Iraq yang ternyata disampaikan oleh mereka yang kurang kompeten. Saat itu kemudian Ali Rodhiallahu anhu pun menyatakan kepadanya “Orang seperti engkaulah yang layak mengajar”.

Singkat kata, sampai hari ini pun dapat kita temukan terutama di pusat-pusat peradaban islam terutama di sekitar kota Makkah dan Madinah ini. Ijasah sanad sebagai sarana legitimasi yang pewarisan ilmu secara turun temurun tidak terputus dari sumbernya, yang bisa kita temukan di waktu-waktu tertentu di pelataran masjidil Haram atau pun di salah satu tempat di Masjid Nabawi. Seseorang pembimbing kami yang mengikut majelis2 ilmu ini, ternyata bisa menghabiskan harinya dengan belajar sampai 30 puluhan kitab per hari. Di mulai dari ba’da shubuh sampai pukul sebelas malam ! Pelajaran diberikan oleh guru-guru ini disampaikan setahap demi setahap, sekitar 1 sampai 2 jam, lalu pembimbing kami itu berangkat ke guru-guru yang lain di waktu-waktu selanjutnya. Sebagian besar guru-guru tersebut bahkan memiliki majelis ta’lim sendiri di dekat kediamannya, tidak hanya mengadakan kajian di masjid-masjid saja.

Yang menariknya, rezim Saud yang kini berkuasa di negara saudi Arabia ini terkadang memotong perkembangan ilmu2 yang dianggap kurang murni menurut mereka. Maka guru2 yang seperti ini kecenderungannya ada di pelosok2 yang informasinya hanya bisa diketahui dari mulut-ke-mulut dari murid2 setianya. Inilah kondisi dimana perkembangan ilmu ternyata juga dipengaruhi oleh keputusan2 politis penguasa. Namun, dalam arti positif, ternyata perkembangan ilmu2 tersebut tidak serta merta berhenti. Aku jadi tahu bahwa untuk kitab2 tertentu tidak bisa ditemukan begitu saja di toko2 buku dan karena tetap banyak permintaan dari para pencari ilmu ini, maka dijual secara ‘gelap’. Dengan kode tertentu, maka si penjual buku baru akan mengeluarkan kitab2 tersebut.

Nah, itulah sahabat. Satu pengalamanku lagi yang dapat kusampaikan sebagai oleh2 dari tanah suci. Suatu saat nanti, mudah2an jika diberi kesempatan Allah, aku ingin mencoba menimba ilmu langsung ke ulama2 di tanah suci yang memegang ijasah sanad ini. Tentu jika kemampuan bahasa Arabku sudah cukup. Oh ya, banyak pula para ulama dari negeri kita Indonesia yang menjadi terpandang keilmuannya sebagai salah seorang pemegang ijasah sanad ini, salah satunya adalah Syech Yasin al padani. Nama lengkapnya Abu al faidh’ alam Ad diin Muhammad Yasin  bin Isa Al padani, lahirnya di Makkah, namun akar keluarganya dari Sumatera Barat. Silahkan sahabat ke situs scahrony.wordpress.com untuk membaca kisah beliau.

(bersambung)

Galeri foto bisa di lihat di TuanSUFI Galery Picasa


Page 2

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus
Setelah selesai di Pesantren Mina, kini tibalah saatnya untuk mengikuti Pesantren Ka’bah. Kurikulum utamanya selain ukhuwah islamiyah adalah mengenai pendidikan kedisiplinan. Tempat inilah tempat impian bagi seluruh kaum muslimin di dunia sampai akhir zaman kelak. Tempat inilah pusat semua kerinduan orang beriman di segala generasi. Tempat yang khusus didoakan oleh nabi Ibrahim menjadi tempat yang aman dan makmur. Oleh karena itulah, setiap orang yang datang ke sini punya kaitan emosional untuk melakukan ibadah-ibadah yang dicontohkan dan mengejar keutamaan-keutamaan yang dikabarkan. Bahkan ada kecenderungan melakukan aji mumpung ; ‘Mumpung di sini, aku harus dapat sebanyak-banyaknya yang aku bisa dapatkan.‘ Nah, pikiran yang sama pada jutaan jamaah haji yang datang ke masjidil haram ini tentunya membuat ka’bah dan sekitarnya selalu penuh. Ditambah lagi dengan banyaknya variasi ibadah yang dapat dilakukan, membuat gerakan jamaah tidak pernah berhenti sama sekali selama 24 jam. Berlakulah hukum darurat, karena terpaksa saudara-saudara kita satu sama lain melangkahi bahu-bahu atau melewati saudara-saudara kita yang sedang shalat misalnya, yang dalam situasi biasa itu sangat dilarang.

Namun intinya, kita harus berbagi. Inilah dasar ukhuwah Islamiyah dengan memberi kesempatan pada saudara-saudara kita yang belum untuk melakukan ritual-ritualnya. Ka’bah dan pelatarannya cuma segitu-segitunya, jika kita sudah berusaha mendapatkan suatu keutamaan ritual dan dapat, maka segeralah minggir untuk memberi kesempatan kepada yang lain. Jika ternyata juga kita tidak kuasa karena ramainya suasana, ya carilah kesempatan lain. Jika hari itu tidak bisa, maka coba lagi besoknya, atau jika segala usaha sudah dicoba dan tidak berhasil juga, cobalah cari substitusi amal sambil memohon ridho-NYA. Dengan padatnya jamaah yang ada, rupanya Rosul pun tidak menganjurkan harus memaksakan diri untuk mengejar keutamaan saja. Kita pun harus memudahkan saudara-saudara kita yang lain. Maka, misalnya untuk apa harus merangsek ke kerumunan sambil sikut sana-sikut sini hanya untuk dapat mencium hajar aswad yang disunnahkan. Apalagi sampai harus ‘menyewa’ bodyguard yang membuka jalan kita namun menyakiti orang lain. Cukup lambaian dari jauh..

Memburu Amal Ringan tapi Berat Dalam ‘Timbangan’

Di Masjidil Haram ini semua pahala berlipat ganda sampai seratus ribu kali lipat. Maka bukalah keran empati besar-besar, karena sesungguhnya di setiap jengkal wilayahnya dapat saja kita temukan rahmat Allah yang ‘berserakan’ bukan hanya pada beberapa tempat yang punya keutamaan besar (seperti hajar aswad, rukun yamani, multazam, maqam ibrahim, hijr Ismail).

Coba turunkan derajat keinginan-keinginan yang dikendalikan hawa nafsu, lalu tajamkan kepekaan terhadap lumbung-lumbung pahala,Insya Allah kita akan mendapatkan kesempatan beramal sholeh yang ringan dikerjakan tapi berat dalam balasan. Ini beberapa contoh saja, Insya Allah ringan dilakukan.

  • Di sudut rukun Yamani, ada tempat air zamzam yang menghadap teras masjid
    Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus
    bersebrangan dengan pelataran ka’bah. Letaknya amat dekat dengan pelataran ka’bah. Orang-orang yang thawaf yang kehausan biasanya berhenti disitu dan meminta minum kepada orang-orang yang ada di sana. Nah, coba luangkan waktu isikan air pada gelas-gelas yang disediakan, lalu berdiri dipinggir beberapa menit saja. Insya Allah dengan memberi minum bagi yang kehausan, kita bisa mendapatkan pahala yang berlipat ganda.
  • Saat shalat berjamaah, umumnya shaf sangat rapat satu sama lain. Cobalah lembutkan tangan kiri dan tangan, dan mudahkan dalam duduk tasyahudnya. Biar saudara di kiri dan kanan kita merasa tentram berjamaah bersama kita.
  • Di sudut hajar aswad ada balkon. Dari sanalah imam akan datang dan begitu juga para jenasah yang hendak di shalatkan dikumpulkan setiap setelah shalat berjamaah. Sesekali coba shalat di dekat-dekat sana, agar perasaan ingat kematian kita menguat sehingga memperbesar motivasi beribadah kita. Selain itu, selalulah mengikuti shalat jenasah, karena Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa pahala shalat jenasah di tanah suci ini pahalanya sebesar gunung Uhud.
  • Sambil berjalan di Masjid Al Haram, cobalah berfikir sebagai ‘pasukan semut‘. Jika sahabat menemukan gelas zamzam berserakan, atau sampah tisu berserakan, pungutlah dan letakkan ke tempat sampah. Semoga dengan begitu, kita bisa dicatat sebagai pemelihara masjid suci.
  • Kemudian, bersiaplah membawa tisu agak banyak, sehingga saudara kiri kanan kita bisa juga menikmatinya. Begitu pula bawa botol minuman sekaligus gelas kecil dua buah. Pada cuaca yang panas, kita semua butuh tisu dan minuman. Begitu indahnya bila kita yang bisa menyediakan untuk mereka yang membutuhkan.  Ini juga bisa kita lakukan jika membawa sajadah agak besar, untuk berbagi dengan saudara yang di sebelah kita yang tidak membawa sajadah.

Yang paling penting jagalah hati untuk tidak berburuk sangka dengan saudara-saudara kita. Singkirkan persoalan kaidah norma-norma dan perilaku yang amat berbeda dari saudara-saudara kita. Mereka itu semua tamu2 Allah, perbedaan budaya kesopanan dan tatakrama yang kadang menguras emosi dikebelakangkan saja. Mengalah untuk mendahulukan saudara itu besar nilainya dimata Allah. Jika tidak kuat berdoalah kebaikan untuk kita dan mereka.

Karena dalam pesantren ini, Insya Allah kita akan melihat berbagai perilaku kaum muslimin dari seluruh dunia. Jika kita ridho, kita akan segera memaklumi sikap-sikap orang turki yang besar-fisiknya dan senang berpegangan erat ketika tawaf. Walau mereka sering berteriak2 dalam berdoa, dan punya kecenderungan menyerobot tempat duduk kita, tetapi ternyata, mereka ini adalah teman yang enak dalam bercakap-cakap. Kita juga akan bertemu dengan sikap-sikap saudara kita dari Afrika yang sebagian besar mereka tampak riang gembira, gemar bergerak cepat ber-zig zag dalam bertawaf, senang berbusana warna-warni dan memiliki bau yang amat khas. Mereka ini ternyata  juga seorang pelindung yang baik bagi orang Indonesia yang kecil-kecil ini. Kita akan sangat jelas melihat keberagaman fisik, sikap dan perilaku dari saudara-saudara kita dari seluruh dunia. Saudara-saudara yang hatinya – di tengah perbedaan yang meruncing tersebut – ternyata menghadap ke tempat yang sama dengan hati kita. Inilah tentunya yang kita mesti selalu sadari, dan menjadi landasan bagi keikhlasan kita dalam bermuamalah dengan mereka. Insya Allah dengan itu, ringan semua bagi kita. tidak ada beban, nyaman bersama mereka.

Menuju Shaf pertama di Baitullah

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus
Untuk kaum muslimin laki-laki, keutamaan shalat berjamaah adalah shaf pertama. Di Masjid mulia ini, ternyata untuk dapat tempat terbaik dalam shalat berjamaah tersebut perlu perjuangan yang tidak ringan. Dimulai dengan datang sekitar 1 jam lebih awal dari waktu shalat, dan mengambil posisi di paling belakang pelataran Ka’bah lalu secara kontinyu sedikit demi sedikit berpindah ke shaf depannya sampai posisi jalur orang berthawaf berkurang karena distop Askar. Aku bergerak pindah itu berpedoman pada tali panjang yang diurai askar sedikit demi sedikit menjadi pembatas jalur lalu lalang orang di sekitar hajar aswad. Nah, saat orang yang bertawaf berkurang, aku segera saja menembus lintasan tawaf untuk duduk mendekat ke shaf pertama Ka’bah. Jangan menunggu sampai orang yang thawaf habis, karena biasanya di shaf2 terdepan tersebut sudah penuh orang.

Nah, pada proses ini perlu kesabaran karena kita akan sering dilangkahi orang. Teruslah berzikir atau tilawah quran atau jika memungkinkan terus melakukan berbagai shalat sunat. Kemudian jika sudah mendapatkan posisi yang baik adalah terus mempertahankannya dengan kelembutan. Banyak saudara-saudara kita yang berpikiran sama dengan kita namun datang belakangan. Mereka-mereka ini kadang2 suka lupa bahwa shaf sudah penuh. Jika posisi terlihat agak longgar sedikit saja, mereka akan segera mengisinya – bahkan kadang2 dengan sedikit memaksa. Nah, kalau sudah begini, aku mencoba berpasrah kepada Allah dan berusaha menjaga hati, untuk tidak usah mengusir mereka dengan keras. tapi mempersilahkan saja mereka untuk bergeser menjauh. Insya Allah jika hati kita tulus kita tidak akan menemui orang2 keras yang tidak mau pindah. Hati mereka akan digerakkan untuk tidak menggangu shaf shalat kita.

Waktu paling enak untuk berjuang menuju shaf pertama ini adalah pagi sebelum shubuh. Jika shubuh sekitar pukul 5.10, maka paling tidak pukul 4 kita sudah mulai ambil posisi. Sambil terus memperbanyak qiyamul lail dan tilawah, Insya Allah kesempatan bagi kita untuk mendekat ke Ka’bah semakin besar. Setelah selesai shalat shubuh, bergeserlah kembali ke posisi dimana bukan jalur thawaf, untuk memberi kesempatan saudara-saudara kita berthawaf dan tentu saja memberi ruang yang nyaman bagi kita untuk ber i’tikaf sampai matahari terbit.

Sedangkan pada waktu dzuhur atau ashar, perlu diperhatikan lebih dahulu dimana posisi matahari berada, agar kita bisa memilih posisi di bawah bayangan Ka’bah. Terus terang, teriknya matahari Jazirah Arab ini cukup menyengat. Bagi kita orang Indonesia, kadang ini dapat mengganggu kekhusyu’an shalat. Kemudian untuk mendapatkan posisi yang baik pada shalat maghrib sekaligus Isya, dimulai sekitar 1 jam sebelum maghrib untuk mulai bergerak menuju shaf depan. Karena umumnya waktu2 ini, situasi akan sangat padat sekali, agak sulit juga kita mendapatkan posisi dekat ka’bah, kecuali jika sahabat melakukan thawaf terlebih dahulu dan berhenti pada saat menemukan tempat untuk duduk kita.

Burung pelindung Nabi dan burung putih di atas Ka’bah

Dahulu, ketika hijrah bersama abu Bakar, Nabi Muhammad SAW terpaksa bersembunyi dari

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus
kejaran para pembunuh dari quraisy di gua Tsur. Saat pencari jejak sudah mendekat kepada beliau, Allah mengilhamkan laba-laba untuk membangun sarangnya di pintu gua, dan mendatangkan burung merpati untuk membuat sarang dan bertelur di sana. Nah, sejak itulah burung merpati pelindung nabi yang turun temurun hidup di tanah suci dilindungi dan mendapatkan penghormatan. Semenjak umroh dulu, aku selalu memperhatikan burung-burung yang ikut pula berthawaf di udara di atas Ka’bah. Mereka dengan bebas beterbangan berputar-putar di sana dan sesekali hinggap di tiang-tiang masjidil haram. Di pelataran masjidil haram pun burung-burung ini banyak bergerombol untuk turun karena banyak pula jamaah yang memberikan jagung dan sejenis biji-bijian kepada mereka.

Yang aku sering takjub, di sekian banyak merpati yang terbang berputar-putar di atas ka’bah, selalu ada pula beberapa burung berwarna putih yang selalu saja terbang lebih kencang dan lincah dibandingkan merpati2 tersebut. Mereka selalu ada ba’da shubuh dan menjelang maghrib hari. Sekilas dalam perasaan terdalamku, burung-burung putih ini memancarkan kegembiraan dan kebahagiaan hati mereka. Apakah ini burung-burung para syuhada ? wallahu a’lam.

Begitulah sahabat. Perjuangan untuk istiqomah selalu hadir dalam setiap shalat berjamaah di Ka’bah adalah pesantren tersendiri. Ini juga merupakan salah satu sarana untuk memupuk perasaan kejamaahan kita satu sama lain dan insya Allah dapat diimplementasikan ketika kita kembali lagi ke tanah air. Dengan semua ini, aku tergiring menjadi haqqul yakin, bahwa salah satu indikator kemabruran haji adalah abadinya perasaan tertarik untuk selalu mendekat ke masjid-masjid di mana pun berada, apalagi saat azan shalat kumandangkan ; Seorang haji mestinya menjadi orang-orang yang selalu memakmurkan masjid-masjid Allah.

Namun ada hal yang menjadi titik keprihatinanku, dari apa-apa yang telah diperlihatkan Allah di tanah suci ini, tentang orang-orang yang perilakunya mencerminkan ketidakmabruran, justru ketika masih berada di tanah suci,  Orang-orang yang merasa berat menyambut panggilan bersujud, bukan karena uzur Syar’i tapi karena nafsunya masih lebih besar dari frekuensi akhiratnya. Orang-orang yang membesarkan hal-hal lain pada saat nama-MU dibesarkan dalam azan. Sehingga melalaikan saat-saat nikmat berjamaah.

Ya Robbi beri karunia kesadaran bagi saudara-saudara kami, dan mohon agar kami pun tetap berada dalam koridor ridho-MU. Jangan sampai ketidaktahuan kami, kelalaian kami menjerumuskan kami ke jurang kedurhakaan kepada-MU.

Masjidil Haram, tempat Paling Romantis di dunia..

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus
Kesempatan berhaji dengan istri, sungguh merupakan karunia sangat besar dari Allah. Di sinilah kami berdua, selaku konduktor institusi bernama keluarga mengevaluasi dan meredefinisi visi dan misi kami. Selain ibadah-ibadah ritual lainnya, haji ini membuka kesempatan untuk merenung bersama di antara aku dan istriku tentang berbagai hal langkah2 kami dalam mengarungi biduk rumah tangga. Di sini juga secara batiniah, hati kami disatukan lebih erat lagi dengan doa-doa yang kami panjatkan dan dengan kesabaran-kesabaran yang selalu kami kedepankan. Kami bersyukur pula diberikan situasi yang memungkinkan kami beribadah secara lengkap di Tanah Haram bersama-sama ; berjalan menuju masjid bersama, bertawaf bersama, berdoa berderai airmata berdampingan di multazam, duduk kelelahan bersama ketika sa’i, ber i’tikaf menunggu terbitnya matahari bersama, berlomba-lomba dalam memperbanyak tilawah quran dan berbagai hal romantis lainnya. Pernah suatu ketika pada titik bacaan quran kami, kami berhenti di satu ayat yang sama secara tidak sengaja… Subhanallah, Ayat tentang ketaqwaan di juz 20.

Sungguh dalam proses-proses yang kami jalani ini membuka pemahaman di antara kami menjadi semakin dalam. Bagaimana tidak, karena berkahnya masjidil haram ini ternyata bisa mengalunkan irama jiwa kami dalam satu gerakan. Ini seperti ‘menari-nari indah’ bersinergi satu sama lain dengan sangat teraturnya. Jiwa kami seakan menikmati kebersamaan ini sebagai satu jiwa. Mungkin inilah ‘tari salsa‘ ala Baitullah yang iramanya mengalun nyaman, yang mengilhamkan berbagai cara mengungkapkan kasih sayang disela padat-padatnya ibadah mahdoh kami. Inilah yang membuat semua menjadi ringan, walau ada waktu-waktu tertentu kami terpisah di masjidil haram, namun seakan menyatu, sehingga Allah membantu kami untuk dapat saling bertemu di tengah2 jutaan orang yang beribadah di masjidil haram saat itu. Subhanallah, semakin yakin aku, pesantren Ka’bah ini memang untuk menyatukan jiwa-jiwa kaum muslimin.

Perpisahan Sementara

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus

Hari-hari indah itu akhirnya mencapai akhir. Pukul 3 dini hari, aku bersama istriku mengungkapkan salam perpisahan sementara dengan Baitullah yang penuh rahmat ini. Dengan tawaf dan doa harap-harap cemas, dengan semua yang telah kami lakukan ini, apakah telah membuat ridho Penguasa Jagad Raya? Sementara itu di dada semakin memuncak kepedihan perpisahan,

‘ya Robbi, hanya inilah yang dapat kami usahakan untuk mendekati-MU, maafkan jika terselip kelalaian di sana-sini, maafkan jika fisik kami yang kadangkala terbatuk-batuk dan ringkih ini tidak dapat menyempurnakan persembahan ibadah kami padamu…

ya Allah, seginilah kami.. sekecil inilah kami… hanya Engkaulah yang Maha pemberi derajat ketinggian. Semoga kami termasuk golongan orang-orang yang mencintaimu dengan segenap jiwa raga kami, dan dengan itu Engkau menjadi cinta pula pada kami. Amin.

Pelan langkah kami meninggalkan masjidil haram. Sesekali menengok melihat Ka’bah yang dimuliakan, seraya berharap, semoga diberi kesempatan untuk kembali lagi… Insya Allah, Insya Allah..

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus

(bersambung)

Galeri foto bisa di lihat di TuanSUFI Galery Picasa


Page 3

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus

Citra dari : berjamaah.com

Ada satu tujuan besar tercetus dalam tarhib ramadhan lalu, saat aku dapat kesempatan pulang ke rumah sederhanaku di Indonesia. Kesempatan yang tiba karena perjalanan 11ribu kilometer itu dibiayai oleh profesorku untuk mempresentasikan riset kami di suatu konferensi internasional di Malaysia. Alhamdulillah, karena ilmu, aku bisa mengarungi bumi Allah ini dengan berbagai kemudahan, dan tentu saja dengan itu, aku berkesempatan pula melihat mata bulat anak2ku yang kurindukan.

Tujuan besar yang menjadi tekad di dadaku adalah mengajari jagoan kecilku yang lima tahun itu dan mengenalkan putri cantik kecilku yang dua tahun, tentang disiplin-disiplin dalam amalan utama setiap muslim yang akan amat menentukan nilai amalan-amalan lainnya yaitu shalat.

Sesampainya di tanah air,  seperti orang yang kehausan, aku mendatangi masjid dan beraktivitas di dalamnya, lalu mengikuti pengajian-pengajian, bertemu dengan kawan-kawan satu liqo’ah, mengejar serta mendalami pesan-pesan spiritual yang selama ini terasa dahaganya karena di tempat tinggalku di Perancis tidak dapat kutemui. Dalam agendaku kucatat jadwal-jadwal ustadz dan guru2 agama mengajar berikut tempatnya, sehingga dalam satu minggu, hampir penuh hari-hari dengan acara-acara siraman rohani tersebut. Subhanallah, sungguh kecintaan ini dapat melenakan. Karena setiap cinta ternyata membawa berjuta2 kenikmatan.

Sungguh sahabat…

Ada suatu ketentraman dalam setiap kesempatan tersungkur di masjid di setiap azan dikumandangkan,

ada suatu kelegaan ketika duduk mengumandangkan puji-pujian kepada yang Maha Kuasa,

ada juga suatu kelapangan ketika melakukan tilawah quran merambah pojok-pojok penjelasan kehidupan dalam bilangan juz-juznya,

ada suatu pedoman yang terang saat ucapan-ucapan orang-orang sholeh merasuk pikiran dalam sela-sela diskusi kami.

Mungkin inilah yang namanya terhanyut dalam rasa cinta. Kalau saja aku tidak ingat amanah Allah yang dititipkan padaku –  ya anak2ku itu –  untuk dididik sebaik mungkin agar menjadi mujahid-mujahidah masa depan, tentu aku bisa saja menjadi ‘egois‘ mereguk berbagai rahmat Allah tersebut sendirian, lalu melupakan tekad awalku…

Yah, begitulah sahabat. Di masjid-masjid aku sering melihat banyak ayah-ayah beribadah tanpa membawa anak-anaknya. Di beberapa tempat lainnya bahkan, justru banyak anak-anak berkeliaran di masjid tanpa dituntun oleh ayah-ayahnya. Kedua kejadian ini sungguh bukanlah yang diinginkan oleh Rasulullah tercinta, karena secara gamblang akan langsung membawa ketidakseimbangan proses transfer kesalehan dari orangtua kepada anak-anaknya.

Sebagai ayah, tentu kita semua tidak rela dianggap sebagai ayah yang tidak mau mengajarkan anak-anaknya tentang sholat dan hakekat kejamaahan di masjid karena terlena sendirian dengan kenikmatan beribadah itu tadi. Dan sebagai anak, tentunya anak-anak kita punya hak untuk diajarkan bagaimana beraktifitas di masjid seperti yang dicontohkan Rasulullah.

Di lain pihak, jika saja para ayah yg tidak berkesempatan datang ke masjid itu, membiarkan anaknya tanpa pembekalan dan pengawasannya ketika beraktifitas di masjid, tentu saja anak menjadi bisa jadi pengganggu kekhusyu’an jamaah yang lain.  Sehingga bahkan di beberapa masjid, pengurusnya malah melarang sama sekali anak2 untuk datang ke masjid karena alasan ini. Rangkaian salah kaprah ini akhirnya bergulung-gulung menjadi bola salju yang mampu memutus semangat kesalehan si anak untuk mencintai rumah Allah tersebut. Astaghfirullah…

Nah, dalam tulisan ini aku mengajak sahabat-sahabat untuk berbagi kenikmatan saat berada di masjid dengan anak-anak yang punya semangat datang ke masjid. Tidak hanya untuk anak-anak sendiri, tapi juga mengajarkan kesalehan kepada anak-anak orang lain yang kebetulan ayahnya belum terlihat di masjid. Walau teriakan dan perilaku mereka kadangkala menganggu kita orang dewasa saat berjamaah di masjid, tapi jangan dilupakan fakta bahwa mereka ini lebih bersih hatinya dari dosa dibandingkan kita semua. Jangan-jangan justru teriakan merekalah yang membawa rahmat Allah datang kepada masyarakat di sekitar, bukan dari mulut berbusa-busa kita ketika berdoa berdzikir.

Supaya mereka lebih tertib, ajarkanlah mereka bacaan-bacaan shalat lalu wajibkan mereka membacanya berulang-ulang ketika shalat.  Posisikan mereka dipinggir-pinggir shaf agar tidak memutus shaf jamaah lalu dampingi disebelahnya. Lalu ajari mereka untuk menyempurnakan gerakan-gerakan shalat. Setelah shalat ajarkan berdzikir dengan tangan kecilnya, subhanallah-alhamdulillah-Allahu akbar 33x, mereka insya Allah akan sibuk dengan itu selama beberapa menit. Koreksi perlahan-lahan bila mereka mewiridkannya dengan tergesa-gesa. Dan akhirnya ritual sholat ini ditutup dengan menyuruhnya membacakan doa-doa singkat. Ajarkan agar anak hafal doa-doa tersebut ; doa untuk orang tuanya, doa untuk aktivitas belajarnya, doa untuk kaum muslimin, doa untuk semangat beribadah dan  doa sapu jagad. Secara bertahap tambahkan terus hafalannya. Sebagai ayah tentunya kita harus berusaha semaksimal mungkin menghafal doa-doa beserta maknanya yang ingin diajarkan kepada anak-anak kita.

Begitulah sahabat, anakku Zaidan yang tidak pernah diam selalu bergerak, akhirnya tertib dalam shalatnya. Dia memahami dalam kesederhanaan cara berfikirnya itu, bahwa abinya ini akan menyuruhnya mengulang sholatnya bila dia tidak tertib. Dengan suara kecilnya zaidan membaca alfatihah dan seluruh bacaan sholatnya. Sesekali saat ia lupa, zaidan akan menengok ke ayahnya lalu membaca gerak bibir bacaan ayahnya. Oleh karena itulah selaku ayah, kita mesti membaca perlahan-lahan agar bisa memberi tuntunan pada anak-anak kita. Begitu pula sang imam, sudah mestinya selalu mengakomodir para makmumnya dengan memberi sedikit keleluasaan waktu dalam membaca bacaan shalat. Sehingga tidak muncullah protes anak2 yang belajar seperti zaidan ini karena saat mereka belum selesai membaca bacaan shalat, imamnya sudah bergerak menuju gerakan selanjutnya.

Inilah sinergi antara pendidikan anak dan pengaturan imam makmum di sebuah masjid.

Sungguh Rasulullah telah mengajarkan kita caranya. Tinggal kita melaksanakannya, dan Ramadhan ini bisa dijadikan momentumnya.


Page 4

Di bawah ini adalah salah satu kisah bermakna yang tak henti-hentinya diceritakan. Bagiku sangat menggugah untuk meredefinisi semangat mempelajari kitab mulia Al Quran. Semoga pun bisa menjadi motivasi bagi sahabat yang membacanya di sini.

MENGAPA KITA TERUS MEMBACA AL-QUR’AN, MESKIPUN KITA TAK MENGERTI SATUPUN KATA BAHASA ARAB?

Seorang muslim tua Amerika tinggal di sebuah perkebunan/area di sebelah timur Pegunungan Kentucky bersama cucu laki-lakinya. Setiap pagi Sang kakek bangun pagi dan duduk dekat perapian membaca Al-qur’an.

Sang cucu ingin menjadi seperti kakeknya dan memcoba menirunya seperti yang disaksikannya setiap hari.

Suatu hari ia bertanya pada kakeknya : ” Kakek, aku coba membaca Al-Qur’an sepertimu tapi aku tak bisa memahaminya, dan walaupun ada sedikit yang aku pahami segera aku lupa begitu aku selesai membaca dan menutupnya. Jadi apa gunanya membaca Al-quran jika tak memahami artinya ?

Sang kakek dengan tenang sambil meletakkan batu-batu di perapian, memjawab pertanyaan sang cucu : “Cobalah ambil sebuah keranjang batu ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku kembali dengan sekeranjang air.” Anak itu mengerjakan seperti yang diperintahkan kakeknya, tetapi semua air yang dibawa habis sebelum dia sampai di rumah.

Kakeknya tertawa dan berkata, “Kamu harus berusaha lebih cepat lain kali”.

Kakek itu meminta cucunya untuk kembali ke sungai bersama keranjangnya untuk mencoba lagi.

Kali ini anak itu berlari lebih cepat, tapi lagi-lagi keranjangnya kosong sebelum sampai di rumah. Dengan terengah-engah dia mengatakan kepada kakeknya, tidak mungkin membawa sekeranjang air dan dia pergi untuk mencari sebuah ember untuk mengganti keranjangnya.

Kakeknya mengatakan : “Aku tidak ingin seember air, aku ingin sekeranjang air. Kamu harus mencoba lagi lebih keras.” Dan dia pergi ke luar untuk menyaksikan cucunya mencoba lagi. Pada saat itu, anak itu tahu bahwa hal ini tidak mungkin, tapi dia ingin menunjukkan kepada kakeknya bahwa meskipun dia berlari secepat mungkin, air tetap akan habis sebelum sampai di rumah.

Anak itu kembali mencelupkan keranjangnya ke sungai dan kemudian berusaha berlari secepat mungkin, tapi ketika sampai didepan kakeknya, keranjang itu kosong lagi. Dengan terengah-engah, ia berkata : “Kakek, ini tidak ada gunanya. Sia-sia saja”.

Sang kakek menjawab: “Nak, mengapa kamu berpikir ini tak ada gunanya? Coba lihat dan perhatikan baik-baik keranjang itu.” Anak itu memperhatikan keranjangnya dan baru ia menyadari bahwa keranjangnya nampak sangat berbeda. Keranjang itu telah berubah dari sebuah keranjang batu yang kotor dan sekarang menjadi sebuah keranjang yang bersih, luar dan dalam.

“Cucuku, apa yang terjadi ketika kamu membaca Qur’an? Boleh jadi kamu tidak mengerti ataupun tak memahami sama sekali, tapi ketika kamu membacanya, tanpa kamu menyadari kamu akan berubah, luar dan dalam. Itulah pekerjaan Allah dalam mengubah kehidupan kamu”.

@ Di salin seperti yang dituliskan oleh : Tengku Dini Melviany, terima kasih tulisan indahnya, semoga Allah merahmatinya.

Begitulah sahabat, membacanya saja sudah bisa membawa perubahan. Apalagi jika memahami maknanya sembari terus istiqomah melaksanakan tuntunan-tuntunan yang ada di dalamnya.   Jadi, mengapa harus ditunda-tunda lagi : Ayo terus baca dan mendalami Al qur’an !


Page 5

Fasholli lirobbika wanhar perilaku yang sesuai dengan tuntunan ayat diatas adalah bahwa kita harus
Masih terasa tatap ragu anakku saatku muncul di terminal kedatangan waktu itu. Namun, tak kubiarkan lebih lama lagi, karena langsung kusambar saja tubuh mungil zaidan dalam gendonganku. Setelah itu, perbendaharaan kata-katanya tak berhenti lagi, bertanya ini itu, menyatakan perasaannya, kegembiraannya, bahwa abi kebanggaannya sudah pulang. dan sampai tulisan ini kutuliskan, setiap langkahku pasti diikuti langkah kecilnya itu.

Masih terasa perjuangan istriku sembari kuselami wajah bulat tertidur anakku yang cantik, sambil kurangkul erat wanita mulia yang berjuang sendirian dalam melahirkannya beberapa saat sebelum ketibaanku. Sambil lirih kuucapkan maaf tidak bisa mendampingi saat-saat luar biasa itu.

Masih tersisa perasaan panasnya udara yang amat nyata di sekujur tubuh ini, diiringi rekalibrasi jam biologisku untuk tidur, makan dan orientasi malam dan siang, sambil digoda pertandingan euro cup 2008, sehingga kalibrasi yang mestinya lebih cepat, menjadi sedikit diulur-ulur lebih lambat lagi. Tapi ngga apa-apa, karena inilah liburanku.

Masih kurasa hamparan sajadah masjid yang meneduhkan, nikmatnya berjamaah lagi, bersujud dan ber-ruku’ bersama kaum muslimin. Menikmati merdunya adzan dan suasana penuh kesyahduan ibadah. Lalu segera saja dalam hari-hariku, kuhadirkan sepenuh jiwaku di majelis-majelis ilmu ustadz-ustadz yang rendah hati, yang tentunya kujalani setelah berhasil kubujuk zaidan untuk tidak ikut abinya dulu.

yah, setiap detik pola kehidupan yang terlewatkan kucoba raih kembali dalam masa liburan ini. Berlaku sebagai anak bagi orangtua-orangtuaku, berlaku sebagai pemimpin keluarga yang mempersiapkan pagar-pagar ketentraman sehingga saat tiba kepergianku kembali segala halnya dapat disiapkan sebaik-baiknya, bagi keluargaku, dan tentu saja bagiku sendiri.

Inilah rupanya perasaan seorang pengembara. Segala hal menjadi serba sementara. Pemilihan berbagai keperluan hanyalah sekedar untuk periode waktu pendek saja, sekedar cukup memenuhi, tidak berlebih, tidak menimbun, sebab terbersit jelas ditimbun pun tidak akan mungkin ternikmati. Jiwa ini pun menjadi ringan saja untuk bersusah payah membangun perasaan keluarga yang akan ditinggalkan kembali ; menjadi anak, suami, ayah, sahabat, tetangga yang terbaik untuk mereka sehingga bisa dikenang sebagai kenangan indah bagi mereka.

Mungkin, kalau perasaan yang kualami ini ditarik untuk mensikapi bagaimana mengisi kehidupan kita manusia di dunia yang fana dan sangat singkat ini, tentunya akan tenang kehidupan ini.  Sebab kita semua di dunia ini hanyalah seorang pengembara yang singgah sebentar saja.