Desa yang sudah mampu mengembangkan semua potensi yang dimiliki secara optimal disebut

Tahukah Anda berapa jumlah desa dan kelurahan di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik No 66 Tahun 2016 menyebut ada 74.754 desa dan 8.430 kelurahan di seluruh Indonesia. Lalu tahukah Anda bahwa berdasarkan perkembangannya, desa terbagi menjadi 4 kelompok yakni Desa Tradisional, Desa Swadaya, Desa Swakarya dan Desa Swasembada.

1. Desa Tradisional

Desa Tradisional atau pra-desa adalah tipe desa pada masyarakat suku terasing yang seluruh kehidupan masyarakatnya masih sangat tergantung dengan alam mulai dari cara bercocoktanam, pemeliharaan kesehatan, pengobatan dan pengolahan makanan.  Biasanya pola seperti terjadi pada desa dengan wilayah yang terpencil dan jauh dengan kelompok masyarakat yang lain sehingga warganya lebih tertutup. Pola hubungan antar warganya sangat erat dan desa itu belum memiliki berbagai sarana yang memadai untuk mendukung mobilitas sosial.

2. Desa Swadaya

Adalah desa yang masih memiliki berbagai situasi yang terbatas seperti penduduk yang jarang, peri kehidupan yang masih terikat dengan adat-istiadat, lembaga-lembaga masyarakatnya masih sangat sederhana dan tingkat pendidikan warganya masih sangat rendah. Kegiatan ekonomi penduduknya masih bergantung dengan alam seperti bertani. Biasanya desa seperti ini berada di lokasi terpencil dan oleh karena berbagai keterbatasannya sistem mata pencaharian masih berpusat pada pemenuhan kebutuhan sehari-hari saja. Lokasinya yang jauh dan kurangnya sarana seperti jalan raya membuat warga desa Swadaya masih terbelakang.

3. Desa Swakarya

Desa Swakarya sering juga disebut desa peralihan antara desa swadaya dan dan desa swasembada. Desa Swakarya memiliki ciri seperti adat-istiadatnya masih dijalankan tetapi sudah tidak mengikat lagi, sudah mulai beradaptasi dengan teknologi dan peralatan canggih dan tidak tersiolasi seperti halnya desa swadaya. Letak desa Swakarya tidak terlalu jauh dari pusat ekonomi atau kota sehingga lebih mudah mendapatkan berbagai akses untuk mendukung aktivitas ekonomi warga. Mata pencaharian warga juga mulai beraneka-ragam, tida lagi hanya mengandalkan sektor agraris. Di desa ini warga juga roda pemerintahan desa sudah berjalan cukup efektif dan masyarakat punya semangat gotong-royong yang sangat baik.

Warga desa swakarya sudah memiliki tingkat pendidikan yang cukup memadai dan desa ini juga sudah memilik sarana transportasi seperti jalan untuk menciptakan pergerakan ekonomi dan sosial. Sehingga, jarak sudah tidak lagi menjadi penghalang bagi warganya untuk menciptakan aktivitas sosial lainnya. Masyarakat desa seperti ini sudah mulai mampu meningkatkan taraf kehidupannya dengan hasil kerjanya sendiri.

4. Desa Swasembada

Desa Swasembada adalah desa yang paling maju di antara ketiga desa sebelumnya. Desa seperti ini biasanya berada di kota kecamatan atau dekat dengan kota tapi bukan kelurahan. Perikehidupan waga desa ini sudah sangat maju dan bisa memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Sudah menguasai teknologi dan memiliki berbagai alat untuk mendukung aktivitas ekonomi mereka karena warga desa ini memiliki pendidikan tinggi, pekerjan yang beragam dan pola berpikir yang udah sangat rasional. Warga desa Swasembada sudah tidak terikat adat-istiadat dan tidak lagi terisolir. Lokasinya yang dekat dengan kota membuat desa ini memiliki berbagai pilihan bagi warga untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya.

Sumber: http://www.berdesa.com/apa-beda-desa-swadaya-swakarsa-dan-swasembada/

tirto.id - Pengertian desa dalam studi geografi ada banyak ragamnya. Perbedaan pengertian desa menurut para ahli muncul karena tingginya variasi kondisi wilayah perdesaan di berbagai negara. Selain itu, ada sejumlah jenis model untuk merumuskan klasifikasi desa.

Perkembangan wilayah desa dan interaksinya dengan daerah lain merupakan satu di antara banyak fokus kajian di studi geografi. Oleh sebab itu, Geografi Desa menjadi salah satu cabang dari ilmu geografi. Dengan sudut pandang geografi, desa dikaji dengan pendekatan keruangan, ekologi, dan kompleks wilayah.

Mengutip artikel dalam Jurnal Forum Geografi (Vol. VIII, No. 14, 1994) bertajuk "Geografi Desa dan Pengertian Desa" karya Dilahur, perbedaan pengertian desa di kalangan ahli sulit dikompromikan karena ada ketidaksamaan persepsi dan latar belakang dalam memandang unit wilayah yang umumnya berada di pinggiran kota ini.

Apalagi, menurut Harm J. de Blij dalam Human Geography: Culture, Society, and Space (1977:241), desa-desa memiliki variasi besar, termasuk dalam ukuran maupun bentuknya. Kesamaan yang umum bisa dilihat, meskipun tidak secara keseluruhan, hanya pada orientasi ekonominyanya pada bidang pertanian.

R. Bintarto melalui buku Geografi Desa (1977) mencatat ada beragam pengertian desa dari sejumlah ahli studi perdesaan. Misalnya, V.C Finch (1957) mendefinisikan desa sebagai suatu tempat yang berfungsi, terutama untuk tempat tinggal, dan bukan pusat perdagangan. Desa-desa umumnya ditempati oleh rumah-rumah pertanian, yang biasa dihubungkan dengan bangunan tambahan.

Sementara itu, Sutardjo Kartohadikusuma (1953) merumuskan pengertian desa adalah wilayah kesatuan hukum yang menjadi tempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa untuk mengadakan pemerintahan sendiri.

Baca juga:

  • Macam-macam Konflik Sosial dan Contohnya di Masyarakat
  • Faktor Pendorong Interaksi Desa-Kota dan Dampak Positif-Negatifnya

Di buku lain, Interaksi Desa Kota dan Permasalahannya (1983), R. Bintarto berpendapat bahwa desa merupakan suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil perpaduan itu menjadi wujud atau ketampakan muka Bumi yang ditimbulkan oleh unsur fisiografis, sosial, ekonomi, politik, dan kultural yang saling berinteraksi di antara unsur-unsur tersebut, dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain.

Desa juga menjadi salah satu fokus perhatian program pembangunan di Indonesia. Perhatian ini tercermin dalam pengucuran Dana Desa dari APBN sebagai mandat dari UU Desa.

Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, pasal 1, pengertian desa adalah, "[...] kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI."

Merujuk penjelasan di Modul Panduan Menyususn Kewenangan dan Perencanaan Desa (2015) karya Sukasmanto dan Dina Mariana, UU 6/2014 mengakui kewenangan desa di Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat.

Dengan kewenangan itu, desa-desa di Indonesia diharapkan bisa memiliki kemandirian, dalam arti berkuasa serta bertanggung jawab penuh atas semua aset miliknya untuk memenuhi hak-hak dasar warga dan penghidupan desa secara berkelanjutan.

Ciri-ciri Desa Menurut Tingkat Perkembangannya

Studi geografi juga memperhatikan bagaimana desa-desa berkembang. Perhatian itu mendorong adanya konsep yang mengklasifikasikan desa berdasarkan tingkat perkembangannya.

Mengutip Modul Geografi: Interaksi Keruangan Desa dan Kota (2019) terbitan Kemdikbud, setidaknya terdapat 4 klasifikasi desa berdasarkan tingkat perkembangannya.

Klasifikasi pertama ialah desa tradisional atau pra-desa. Tipe desa ini bercirikan pada masyarakatnya yang masih terasing dari kehidupan luar dan sepenuhnya bergantung pada alam di sekitar lingkungan sekitar mereka. Adapun ketergantungan itu terlihat dari cara bercocok tanam, memenuhi kebutuhan pangan, membuat tempat tinggal dan mengolah makanan, serta lain sebagainya. Penduduk desa tipe ini cenderung tertutup dan komunikasinya dengan masyarakat di luar daerahnya minim.

Sementara itu, 3 klasifikasi desa lainnya adalah Desa Swadaya, Desa Swakarya, dan Desa Swasembada. Sebagai catatan, tiga klasifikasi desa ini lebih jelas cirinya-cirinya.

Berikut ini ciri-ciri tiga tipe desa berdasarkan tingkat perkembangannya tersebut.

1. Ciri-ciri Desa Swadaya

  • Penduduk masih jarang
  • Penduduk masih terikat pada adat istiadat
  • Lembaga sosial yang ada di desa masih sederhana
  • Tingkat pendidikan masyarakat desa rendah
  • Produktivitas tanah di desa rendah
  • Kegiatan penduduk dipengaruhi oleh keadaan alam
  • Topografi berupa pegunungan atau perbukitan
  • Lokasi desa terpencil
  • Mayoritas penduduk sebagai petani
  • Kegiatan ekonomi masyarakat bersifat subsisten
  • Masyarakat cenderung tertutup terhadap pihak luar
  • Sistem perhubungan dan transportasi di desa kurang berkembang
  • Sebagian besar kehidupan penduduknya masih menggantungkan pada alam
  • Hasil usaha digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
  • Administrasi belum dilaksanakan dengan baik
  • Lembaga-lembaga desa belum berfungsi dengan baik
  • Tingkat Pendidikan dan produktivitas penduduknya masih rendah
  • Belum mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan sendiri.

2. Ciri-ciri Desa Swakarya

  • Adat istiadat sudah mengalami perubahan
  • Adat istiadat mulai longgar
  • Pengaruh dari luar mulai masuk sehingga masyarakatnya mengalami perubahan cara berpikir
  • Mata pencaharian masyarakat mengalami diversifikasi
  • Mata pencaharian penduduk mulai beragam
  • Lapangan kerja bertambah sehingga produktivitas meningkat
  • Gotong royong lebih efektif
  • Pemerintahan desa berkembang baik
  • Masyarakat desa mampu meningkatkan kehidupannya dengan hasil kerjanya sendiri
  • Bantuan pemerintah hanya sebagai stimulan saja
  • Administrasi desa sudah berjalan
  • Lembaga sosial dan Lembaga pemerintahan sudah berfungsi
  • Sudah ada hubungan dengan daerah sekitar
  • Sudah mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan sendiri.

3. Ciri-ciri Desa Swasembada

  • Ikatan adat istiadat yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi sudah tidak berpengaruh pada masyarakat.
  • Lokasi desa swasembada biasanya dekat dengan kota kecamatan,kota kabupaten, kota provinsi, yang tidak masuk wilayah kelurahan.
  • Semua keperluan hidup pokok dapat disediakan desa sendiri.
  • Alat teknis yang digunakan untuk memenuhi keperluan hidup lebih modern.
  • Lembaga sosial ekonomi dan budaya sudah dapat menjaga kelangsungan hidup penduduknya.
  • Mata pencaharian penduduk beragam, perdagangan dan jasa sudah berkembang.
  • Pendidikan dan keterampilan penduduk sudah tinggi.
  • Hubungan dengan daerah sekitarnya berjalan lancar.
  • Kesadaran penduduk mengenai kesehatan tinggi.
  • Gotong royong masyarakatnya tinggi.
  • Pola pikir masyarakat lebih rasional.
  • Pengelolaan administrasi sudah dilanksanakan dengan baik.
  • Lembaga sosial dan pemerintahan sudah berfungsi dengan baik.
  • Sarana dan prasarana desa lengkap.
  • Sudah mampu menyelenggarakan urusan pemerintahan sendiri.

Sementara itu, dalam buku Indeks Pembangunan Desa 2018 terbitan Badan Pusat Statistik (BPS), kategorisasi desa berdasar perkembangannya dibedakan jadi 3 jenis . Sebanyak 75.436 desa di Indonesia dikategorisasikan menjadi Desa Mandiri, Desa Berkembang, dan Desa Tertinggal.

Sejumlah 5.606 desa (7,43%) masuk dalam kategori Desa Mandiri. Sementara itu, 55.369 desa (73,4%) masuk kategori Desa Berkembang. Sisanya, sejumlah 14.461 desa masih berstatus Desa Tertinggal.

Desa Mandiri adalah desa yang memiliki ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar yang mencukupi, infrastruktur yang memadai, aksesibilitas/transportasi yang tidak sulit, serta pelayanan umum dan penyelenggaraan pemerintahan yang dianggap sangat baik.

Adapun yang dimaksud dengan Desa Berkembang ialah desa yang sudah memiliki ketersediaan dan akses kepada pelayanan dasar, infrastruktur, aksesibilitas/transportasi, layanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan dengan kualitas cukup memadai.

Terkait dengan kategori terakhir, Desa Tertinggal yaitu desa yang punya ketersediaan dan akses terhadap pelayanan dasar, infrastruktur, aksesibilitas/transportasi, pelayanan umum, dan penyelenggaraan pemerintahan dengan kualitas masih rendah.

Baca juga artikel terkait DESA atau tulisan menarik lainnya Addi M Idhom
(tirto.id - add/add)


Penulis: Addi M Idhom
Penyelia: Iswara N Raditya

Subscribe for updates Unsubscribe from updates