Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

11 sekam juga dilengkapi ayakan bergetar untuk memisahkan beras pecah kulit dan dedak kasar sebelum proses pemisahan sekam. Hal ini perlu dilakukan karena beras patah dan dedak kasar memiliki nilai ekonomis.

3. Pemisahan Gabah dan Beras Pecah Kulit

Setelah proses pemecahan kulit dan pemisahan sekam akan dihasilkan campuran beras pecah kulit dan gabah yang masih utuh. Beras pecah kulit dan gabah utuh harus dipisahkan karena memerlukan penanganan yang berbeda. Beras pecah kulit akan diteruskan ke mesin penyosoh, sedangkan gabah utuh akan dikirim kembali ke mesin pemecah kulit. Mesin yang digunakan adalah paddy separator atau separator. Semakin tinggi effisiensi mesin pemecah kulit maka semakin tinggi jumlah beras pecah kulit yang dihasilkan dan semakin rendah jumlah gabah utuh yang tidak terkelupas Patiwiri, 2006. Dengan adanya perbedaan karakteristik tersebut telah ditemukan mekanisme yang dapat memisahkan gabah dari butiran beras pecah kulit yaitu dengan cara menampi. Karena gabah lebih ringan, maka butiran-butiran gabah akan terkumpul ke tempat yang berbeda pada bidang penampi. Di samping itu, karena terdapat perbedaan ukuran, dipakai juga prinsip pemisahan dengan mengayak. Ayakan yang dipakai memiliki ukuran lubang yang dapat menahan gabah dan meloloskan beras pecah kulit.

4. Penyosohan

Hasil penggilingan pertama atau beras pecah kulit pada proses pemecahan kulit husking yang dihasilkan masih mengandung lapisan bekatul yang membuat beras berwarna gelap kecoklatan. Hal tersebut menjadikan penampakan beras kurang menarik dan rasa nasi yang kurang enak. Maka dari itu perlu dilakukan penyosohan menggunakan mesin penyosoh beras. Untuk membuang lapisan bekatul dari butiran beras dilakukan suatu tahap kegiatan yang disebut penyosohan. Tahap ini disebut juga tahap whitening atau polishing. Disebut whitening karena tahap ini berfungsi merubah beras menjadi beras putih, sedangkan disebut polishing karena permukaan beras digosok untuk membuang lapisan bekatul sehingga didapat beras putih. Hasil dari tahap ini adalah beras sosoh yang berwarna putih dan hasil sampingan berupa dedak dan bekatul. Untuk mendapatkan hasil yang baik, tahap ini biasanya dilakukan beberapa kali, baik pada mesin yang sama atau mesin yang berbeda. Mesin-mesin yang dipakai dalam kegiatan penyosohan disebut whitener atau polisher dan dapat ditambah dengan mesin pengkilap serta pencuci refiner yang berfungsi mengkilapkan dan mencuci permukaan beras. Makin sering proses penyosohan dilakukan, maka beras sosoh yang dihasilkan makin putih dan beras patah yang dihasilkan makin banyak Patiwiri, 2006. Untuk mencapai tujuan penyosohan, yaitu melepaskan lapisan bekatul dari butiran beras dan memberikan warna mengkilap pada beras, butiran beras perlu digosok. Terdapat dua cara menggosok yang diterapkan pada mesin-mesin penyosoh, yaitu menggerinda dengan suatu permukaan kasar dan menekan serta menggesek dengan permukaan rata. Prinsip menggerinda biasanya diterapkan pada mesin-mesin penyosoh yang dipakai pada tahapan awal penyosohan. Pada tahapan ini, bagian luar butiran perlu dikikis untuk membuang lapisan bekatul. Untuk mengikis diperlukan permukaan kasar yang terbuat dari batu abrasif. Seperti tampak pada Gambar 5a, butiran beras pecah kulit dijepit pada suatu ruang penyosohan. Permukaan abrasif digerakkan dengan kecepatan tinggi, sehingga permukaan kasar tersebut 12 berfungsi seperti gerinda yang mengikis permukaan beras. Selain itu, butiran beras di dalam ruang penyosohan juga cenderung ikut bergerak, sehingga terjadi gesekan antara sesama butiran beras dan antara butiran beras dengan permukaan yang diam. Gesekan-gesekan tersebut juga mengakibatkan lepasnya kulit ari. a. Menggerinda b. Menekan dan menggesek Gambar 5. Prinsip kerja mesin-mesin penyosoh Pada prinsip menekan dan menggesek, permukaan yang dipakai menggesek butiran beras dan kecepatan pergerakan permukaan gesek berbeda dari prinsip menggerinda. Prinsip ini biasanya diterapkan pada mesin-mesin penyosoh yang dipakai pada tahap pertengahan atau akhir dari penyosohan. Karena tujuan utamanya bukan mengikis butiran beras, permukaan kasar dan kecepatan gerakan permukaan gesek yang tinggi tidak diperlukan. Sebagai gantinya, yang diperlukan adalah tekanan yang tinggi terhadap butiran beras dan adanya gerakan-gerakan yang membuat butiran beras bergesekan. Tekanan dihasilkan oleh himpitan kedua permukaan dan gerakan-gerakan butiran beras disebabkan oleh perputaran permukaan gesek. Gesekan-gesekan butiran beras pada tekanan tinggi akan melepaskan sisa lapisan dan membuat permukaan beras menjadi rata. Perbedaan tipe abrasif dan tipe tekanan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbedaan mesin penyosoh tipe abrasif dan mesin penyosoh tipe tekanan Sumber: Patiwiri, 2006

5. Pemisahan Beras Berdasarkan Ukuran

Teknologi Penanganan Pascapanen Padi

Biji-bijian, sebagai salah satu hasil dari tanaman pangan, adalah kelompok bahan yang sangat penting sebagai sumber bahan pangan dan juga bahan pakan. Kandungan pati yang tinggi pada biji-bijian menjadi sumber energi utama, selain juga kandungan protein dan lemaknya. Beberapa bahan pangan penting yang termasuk ke dalam kelompok biji-bijian adalah padi, jagung, kedelai, dan kacang tanah. Biji-bijian dengan kandungan pati yang tinggi biasanya dikonsumsi sebagai bahan pangan pokok (seperti beras dan jagung), sedangkan biji-bijian dengan kandungan protein dan lemak yang tinggi biasanya dikonsumsi sebagai bahan pangan pelengkap (seperti kedelai dan kacang tanah).

Biji-bijian adalah bahan pangan yang mempunyai daya tahan tinggi karena tidak mudah rusak saat diangkut dan tahan lama bila disimpan dengan cara yang benar, dan sebelumnya diolah dengan cara yang benar pula. Namun demikian kegagalan dalam penggunaan teknologi pascapanen yang baik dapat menyebabkan terjadinya susut mutu dan susut bobot dalam waktu yang singkat. Sedikitnya ada tiga faktor yang dapat menimbulkan susut pada biji-bijian, baik susut mutu maupun susut bobot, yaitu faktor fisik, faktor biologis, dan faktor fisiologis. Susut yang disebabkan oleh faktor fisik dapat terjadi selama kegiatan panen, perontokan, pengeringan, dan pengangkutan. Contoh-contoh terjadinya susut pada masing-masing kegiatan antara lain:

1.  Selama waktu panen, susut dapat terjadi karena ada biji-bijian yang rontok di lahan akibat cara panen yang tidak benar atau akibat penundaan waktu panen. Penundaan panen juga dapat menyebabkan keretakan pada biji-bijian sehingga akan mudah rusak pada proses pengolahannya.

2.  selama perontokan, susut dapat terjadi karena adanya biji-bijian yang tertinggal pada malai, cangkang, atau tongkol. juga kerusakan mekanis yang disebabkan oleh peralatan atau mesin yang digunakan

3.  Proses pengeringan yang tidak sempurna juga dapat menimbulkan susut selama proses perontokan atau penggilingan. Perontokan yang dilakukan segera setelah pengeringan juga beresiko memperbesar persentase kerusakan mekanis. Kerusakan mekanis selama perontokan atau penggilingan juga dapat disebabkan oleh pengeringan yang terlalu cepat. Khusus untuk negara-negara Asean, pengeringan seringkali dilakukan dengan cara penjemuran yang dapat menimbulkan susut akibat akibat tercecernya biji-bijian atau dimakan oleh ayam dan burung.

4.  Selama dalam pengangkutan atau penyimpanan, susut dapat terjadi akibat biji-bijian tercecer bila tidak dikemas dengan cara yang benar.

Susut yang terjadi karena faktor biologis biasanya disebabkan oleh serangan hama dan jamur yang merupakan masalah utama dalam penanganan pascapanen biji-bijian. Pada jagung, serangan hama bahkan dapat berlangsung selagi biji-bijian masih di lahan. Pada keadaan tertentu, tikus dapat menjadi hama yang sangat merugikan dalam penyimpanan biji-bijian. Tikus bukan hanya memakan biji-bijian, tetapi kotorannya juga akan mempengaruhi kualitas biji-bijian yang disimpan secara keseluruhan. Beberapa jenis tikus bahkan dapat menjadi perantara masuknya mikroba patogen ke dalam biji-bijian yang disimpan.

Susut pada produk biji-bijian yang disebabkan oleh faktor fisiologis seperti peningkatan aktifitas metabolisme akibat respirasi sangat kecil bila dibandingkan dengan produk lain seperti buah dan sayuran. Namun hal ini hanya akan terjadi bila biji-bijian telah menjalani proses pengeringan dengan benar, dan disimpan dengan baik. Bila biji-bijian tidak dikeringkan dengan benar (kadar airnya masih tinggi), atau disimpan pada tempat yang hangat dan lembab, transpirasi uap air oleh biji-bijian yang disimpan meningkat sehingga kelembaban udara dalam ruang penyimpanan juga meningkat. Hal yang demikian dapat menciptakan lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan mikroorganisme perusak biji-bijian.

Beras merupakan bahan pangan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia, baik di kota maupun di pedesaan. Dengan konsumsi beras yang masih sangat tinggi, yaitu sekitar 130 kg/kapita per tahun, maka beras yang harus disediakan setiap tahunnya dalam suatu desa ekologi dapat diperhitungkan berdasarkan jumlah penduduk desa tersebut. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan beras secara mandiri, berarti pengaliran sumberdaya ekonomi keluar desa karenan harus membeli beras dari luar desa.

Selain di tingkat on-farm, penanganan pascapanen padi juga perlu diperhatikan dengan baik. Pemanenan, perontokan, penjemuran, dan penggilingan padi harus dilakukan dengan cara dan teknologi yang tepat, untuk menekan susut mutu dan susut jumlah. Penggilingan padi mempunyai peranan yang sangat vital dalam mengkonversi padi menjadi beras yang siap diolah untuk dikonsumsi maupun untuk disimpan sebagai cadangan. Kapasitas giling dari seluruh penggilingan padi yang ada di suatu desa sebaiknya mencukupi baik dari segi produksi maupun penanganan pascapanennya. Dengan demikian, usaha penggilingan padi harus dapat menjamin kelangsungannya, agar usaha pemenuhan kebutuhan akan beras dapat dilakukan secara optimal.

Usaha jasa penggilingan padi umumnya tidak berjalan penuh sepanjang tahun atau bersifat musiman, sebab gabah tidak tersedia sepanjang tahun. Kegiatan usaha jasa penggilingan padi berjalan hanya pada musim panen dan beberapa bulan setelahnya, tergantung pada besarnya hasil panen di wilayah sekitar penggilingan padi berada. Oleh karena itu, hari kerja suatu penggilingan padi dalam setahun ditentukan oleh volume hasil dan frekuensi panen di wilayah sekitarnya. Pada masa-masa di luar musim panen, biasanya pemilik dan pekerja usaha jasa penggilingan padi akan mengisi waktu mereka dengan jenis kegiatan lainnya seperti bertani dan berdagang. Oleh karena itu, banyak di antara pemilik penggilingan padi juga berprofesi sebagai pedagang beras untuk mengisi kekosongan kegiatan penggilingan padi, bila mereka mempunyai modal yang cukup untuk itu. Hal ini tidak menjadi masalah dalam pengembangan desa ekologi.

Skala usaha industri jasa penggilingan padi ditentukan oleh besar kecilnya kapasitas giling terpasang yang dimiliki suatu penggilingan padi. Suatu penggilingan padi digolongkan sebagai penggilingan padi berskala kecil bila kapasitas penggilingannya tidak lebih dari 1500 kg beras per jam (Departemen Pertanian, 2001). Menurut data tahun 1990-1997, yang dirilis oleh Departemen Pertanian RI (1998), lebih dari 50% penggilingan padi yang ada di Indonesia tergolong dalam penggilingan padi dengan skala kecil dan lebih dari 36% adalah rice milling unit, yang dari segi kapasitas juga termasuk penggilingan padi kecil. Dari sekitar 82 ribu unit industri jasa penggilingan padi berskala kecil ini, setiap tahunnya dihasilkan lebih dari 24 juta ton beras atau sekitar 95% dari kapasitas giling seluruh penggilingan padi di Indonesia.

Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa penggilingan padi adalah mesin pemecah kulit/sekam, (huller atau husker), mesin pemisah gabah dan beras pecah kulit (brown rice separator), mesin penyosoh atau mesin pemutih (polisher),  mesin pengayak bertingkat (sifter), mesin atau alat bantu pengemasan (timbangan dan penjahit karung). Bila ditinjau dari kapasitasnya, mesin-mesin penggiling padi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu rice milling unit (RMU) dan rice milling plant (RMP). Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada ukuran, kapasitas dan aliran bahan dalam proses penggilingan yang dilakukan. Penggilingan padi yang lengkap kadangkala dilengkapi dengan pembersih gabah sebelum masuk mesin pemecah kulit, dan pengumpul dedak sebagai hasil sampingan dari proses penyosohan.

Saat ini ketersediaan penggilingan padi di pedesaan cukup memadai terutama di pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penggilingan padi yang ada dibandingkan dengan tingkat produksi padi di daerah tersebut. Bahkan belakangan ini muncul usaha penggilingan padi bergerak yang biasa disebut grandong di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Usaha ini muncul dengan adanya pemikiran untuk menarik petani menggiling padi tanpa harus memikirkan pengangkutan hasilnya. Mesin penggilingan yang digunakan biasanya berupa RMU yang dimodifikasi dengan mobil pengangkut sehingga dapat dibawa keliling ke tempat petani menyimpan gabahnya. Keberadaan grandong ini secara langsung mengancam kelangsungan usaha penggilingan padi statis/tidak bergerak karena bagaimanapun juga petani tentu akan lebih memilih penggilingan padi yang memudahkan mereka. Dalam kaitan dengan pemenuhan kebutuhan bahan pangan beras dalam suatu desa ekologi, sebaiknya usaha penggilingan padi ini, apaun jenisnya, dimiliki oleh penduduk desa setempat. Perlu juga dikaji mengenai peluang usaha jasa penggilingan padi dalam bentuk yang lebih modern yang melakukan pengolahan padi secara terpadu. Sebagai contoh adalah usaha yang memadukan antara proses penggilingan padi  hingga menjadi beras berkualitas super yang juga dikombinasikan dengan pemberian bahan aditif untuk meningkatkan nilai gizi beras, sekaligus menangani aspek pasca produksi dan pemasarannya.

Karena usaha jasa penggilingan padi tidak terlalu rumit untuk dijalankan, maka risiko yang ada juga relatif kecil dan mudah ditanggulangi. Risiko terbesar adalah sedikitnya pengguna atau rendahnya produktivitas padi per hektar sehingga kapasitas giling terpasang tidak terpenuhi karena volume gabah yang digiling setiap harinya kecil dan jumlah hari operasional penggilingan padi juga kecil. Risiko lainnya adalah kerusakan mesin-mesin penggilingan padi sehingga menyebabkan penurunan kapasitas giling dan mutu hasil gilingan. Selain itu kenaikan biaya operasional juga dapat mempengaruhi kelangsungan usaha jasa penggilingan padi. Variabel biaya terbesar dalam operasional usaha jasa penggilingan padi adalah biaya BBM dan penggantian rubber roll.

Risiko kekurangan volume giling sehingga penggilingan padi beroperasi di bawah kapasitas gilingnya dapat diatasi dengan cara mempelajari keadaan sekelilingnya yang berkaitan, yaitu produktivitas lahan, musim panen dalam satu tahun, selang waktu panen dalam satu desa/daerah kawasan sekitar penggilingan padi, kebiasaan petani dalam menangani hasil panennya, dan lain sebagainya. Bila hal-hal seperti di atas diamati dengan seksama, seharusnya volume giling minimal sudah dapat diperkirakan, sehingga peralatan penggilingan padi yang disediakan sudah disesuaikan sejak awal. Risiko kerusakan mesin-mesin penggilingan padi dapat diperkecil dengan melakukan perawatan dan pemeriksaan kondisi mesin-mesin tersebut secara berkala. Penggantian suku cadang harus sesuai dengan umur pakai setiap suku cadang tertentu, sehingga mesin-mesin dapat beroperasi secara optimal.

Usaha jasa penggilingan padi memiliki berbagai variasi dalam pola usaha maupun peralatan yang digunakan. Secara umum sesuai dengan kondisi di lapangan, penggilingan padi yang menggunakan mesin rice milling unit (RMU) biasanya memiliki kapasitas kecil dan merupakan usaha jasa murni yang hanya menerima gabah dari petani tanpa ada kerjasama dengan tengkulak atau pedagang beras. Sedangkan penggilingan padi besar biasanya menggunakan fasilitas rice milling plant (RMP) yang memiliki kapasitas giling besar dan menjalin kerjasama dengan tengkulak atau pedagang beras dalam menjalankan usahanya. Namun demikian tidak tertutup kemungkinan penggilingan padi kecil menggunakan RMP berkapasitas kecil dengan jumlah mesin terbatas pada satu atau dua set. Demikian juga dengan penggilingan padi besar dapat menggunakan beberapa buah mesin RMU dengan catatan kapasitas giling mesin keseluruhan cukup besar. Hal ini dapat terjadi karena perkembangan teknologi penggilingan padi telah memungkinkan membuat RMU dengan kapasitas yang relatif besar dan bentuk tetap kompak.

Peluang usaha jasa pada industri penggilingan padi tergantung pada kondisi lingkungan setempat. Lingkungan yang menunjang dalam hal ini adalah ketersediaan penggilingan padi masih berada di bawah jumlah yang dibutuhkan, yang dapat diketahui dari jumlah produksi padi total dalam suatu wilayah, dikaitkan dengan kapasitas total dari sejumlah penggilingan padi yang  beroperasi di wilayah tersebut, dengan asumsi bahwa padi tidak dijual ke luar wilayah dalam bentuk gabah. Selanjutnya dalam satu wilayah sejumlah penggilingan padi tidak dibenarkan berada pada lokasi yang berdekatan sehingga tidak mampu menguasai areal minimum persawahan seperti telah dipaparkan di atas.

Tinjauan Teknis Mesin-mesin Penggilingan padi

Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri jasa penggilingan padi dapat dikelompokkan sebagai berikut:

·     Mesin pemecah kulit/sekam atau pengupas kulit/sekam gabah kering giling (huller atau husker)

·     Mesin pemisah gabah dan beras pecah kulit (brown rice separator)

·     Mesin penyosoh atau mesin pemutih (polisher)

·     Mesin pengayak bertingkat (sifter)

·     Mesin atau alat bantu pengemasan (timbangan dan penjahit karung)

Mesin pemecah kulit/sekam gabah kering giling berfungsi untuk memecahkan dan melepaskan kulit gabah. Input bahan dari mesin ini adalah gabah kering giling (GKG), yaitu gabah dengan kadar air sekitar 14% basis basah dan outputnya berupa beras pecah kulit (BPK) yang berwarna putih kecoklatan (kusam) atau disebut juga brown rice. Mesin pemecah kulit gabah yang banyak digunakan dewasa ini adalah mesin tipe rubber roll yang prinsip kerjanya memecah kulit gabah dengan cara memberikan tenaga tarik akibat kecepatan putar yang berbeda dari dua silinder karet yang dipasang berhadapan. Persentase gabah terkupas, beras patah dan beras menir tergantung pada kerapatan dan kelenturan silinder karet ini. Silinder yang telah mengeras atau yang terlalu rapat satu sama lain akan meningkatkan jumlah beras patah dan beras menir, sedangkan jarak kedua silinder yang renggang akan menyebabkan persentase gabah tidak terkupas meningkat. Biasanya gabah yang tidak terkupas akan dipisahkan dari beras pecah kulit dan dimasukkan lagi ke dalam pengumpan hingga semuanya terkupas.  Pekerjaan ini dilakukan menggunakan mesin lain yang disebut mesin pemisah BPK dan gabah, atau secaram umum disebut pengayak.

Mesin pemecah kulit diperlihatkan pada Gambar 1, sedangkan Gambar 2 memperlihatkan aliran gabah dalam mesin tersebut. Gabah yang diumpankan ke dalam mesin pemecah kulit biasanya tidak seluruhnya terkupas. Besar kecilnya persentase gabah tidak terkupas ini tergantung pada penyetelan mesin. Bagian yang tidak terkupas tersebut harus dipisahkan dari beras pecah kulit untuk diumpankan kembali kedalam mesin pemecah kulit. Pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan mesin pemisah gabah dari beras pecah kulit, yang dapat menyatu atau terpisah dengan mesin pemecah kulit.

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah
Gambar 1. Mesin pemecah kulit gabah tipe rubber roll  (Sumber : PT Agrindo)
Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

Gambar 2. Aliran bahan pada mesin pemecah kulit gabah tipe rubber roll (Sumber : PT Agrindo) 

Selanjutnya beras pecah kulit mengalami proses penyosohan yang dilakukan menggunakan mesin penyosoh atau disebut juga mesin pemutih. Hasil dari proses penyosohan adalah beras putih yang siap dipasarkan atau dimasak. Mesin penyosoh yang umum digunakan di Indonesia adalah mesin tipe friksi jetpeller. Beras pecah kulit yang diumpankan ke dalam mesin ini didorong memasuki silinder dengan permukaan dalam tidak rata dan pada bagian dalamnya terdapat silinder lain yang lebih kecil dan mempunyai permukaan luar yang tidak rata serta berlubang-lubang. Beras pecah kulit akan berdesakan dan bergesekan dengan permukaan silinder yang tidak rata sehingga lapisan kulit arinya (aleuron) yang berwarna kecoklatan terkikis. Kulit ari yang terkikis ini menjadi serbuk dedak yang dapat menempel pada permukaan beras dan juga permukaan dinding silinder, sehingga dapat menurunkan kapasitas penyosohan. Oleh karena itu mesin penyosoh tipe jetpeller dilengkapi dengan hembusan udara yang kuat dari dalam silinder kecil yang berlubang-lubang, sehingga mendorong dan melepaskan serbuk dedak dari permukaan beras dan dinding silinder untuk mendapatkan beras putih yang bersih dan menjaga kapasitas giling tidak menurun. Selain itu hembusan udara ini juga berfungsi untuk menjaga suhu beras tetap rendah selama proses penyosohan sehingga penurunan mutu akibat perubahan kimia (menyebabkan cracking pada beras) yang disebabkan oleh panas dapat dicegah. Gambar 3 memperlihatkan mesin penyosoh beras.

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

Gambar 3. Mesin penyosoh beras pecah kulit tipe friksi jetpeller (Sumber : PT Agrindo)

Beras putih hasil proses penyosohan kemudian perlu dipisahkan menurut kelompok mutunya yaitu beras utuh dan beras kepala sebagai mutu terbaik, beras patah sebagai mutu kedua, dan beras menir sebagai mutu ketiga. Pemisahan dilakukan menggunakan mesin pengayak bertingkat (sifter) atau silinder pemisah (silinder separator). Ketiga macam mutu beras tadi akan dicampurkan kembali dengan perbandingan tertentu untuk menentukan harga jual sebelum beras dikemas bila akan dipasarkan. Pengemasan umumnya menggunakan karung plastik berukuran 50 kg. Penimbangan dilakukan secara manual, demikian pula penutupan karung, dapat dilakukan secara manual baik dengan atau pun tanpa bantuan alat penjahit portabel. Gambar 4 memperlihatkan cara kerja mesin pengayak beras dengan saringan bertingkat beserta hasil pemisahannya.

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

Gambar 4. Mesin pengayak beras dengan saringan bertingkat dan hasil proses pemisahannya (Sumber : PT Agrindo)

Bila ditinjau dari konstruksinya, mesin-mesin penggiling padi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu rice milling unit (RMU) dan rice milling plant (RMP). Perbedaan yang mendasar antara keduanya adalah pada ukuran, kapasitas dan aliran bahan dalam proses penggilingan yang dilakukan. Penggilingan padi yang lengkap kadangkala dilengkapi dengan pembersih gabah sebelum masuk mesin pemecah kulit, dan pengumpul dedak sebagai hasil sampingan dari proses penyosohan.

Rice Milling Unit

Rice milling unit (RMU) merupakan jenis mesin penggilingan padi generasi baru yang kompak dan mudah dioperasikan, dimana proses pengolahan gabah menjadi beras dapat dilakukan dalam satu kali proses (one pass process). RMU rata-rata mempunyai kapasitas giling kecil yaitu antara 0.2 hingga 1.0 ton/jam, walau mungkin sudah ada yang lebih besar lagi. Mesin ini bila dilihat fisiknya menyerupai mesin tunggal dengan fungsi banyak, namun sesungguhnya memang terdiri dari beberapa mesin yang disatukan dalam rancangan yang kompak dan bekerja secara harmoni dengan tenaga penggerak tunggal. Di dalam RMU sesungguhnya terdapat bagian mesin yang berfungsi memecah sekam atau mengupas gabah, bagian mesin  yang berfungsi memisahkan BPK dan gabah dari sekam lalu membuang sekamnya, bagian mesin yang berfungsi mengeluarkan gabah yang belum terkupas untuk dikembalikan ke pengumpan, bagian mesin yang berfungsi menyosoh dan mengumpulkan dedak, dan bagian mesin yang berfungsi melakukan pemutuan berdasarkan jenis fisik beras (beras utuh, beras kepala, beras patah, dan beras menir). Kesemua fungsi tersebut dikemas dalam satu mesin yang kompak dan padat, sehingga praktis dan mudah digunakan. Salah satu bentuk RMU diperlihatkan dalam Gambar 5, sedangkan skema penanganan bahan dalam penggilingan padi yang menggunakan RMU diperlihatkan dalam Gambar 6.

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

Gambar 5. Bentuk RMU (rice milling unit) yang kompak

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

Gambar 6. Alur perlakuan dalam proses penggilingan gabah/beras menggunakan rice milling unit


Rice Milling Plant

Pada prinsipnya, RMU dan RMP (Rice Milling Plant) adalah dua nama yang sama bila ditinjau dari segi fungsi, yaitu mesin-mesin penggilingan padi yang berfungsi mengkonversi gabah kering menjadi beras putih yang siap untuk dikonsumsi. Bila RMU merupakan satu mesin yang kompak dengan banyak fungsi, maka, RMP merupakan jenis mesin penggilingan padi yang terdiri dari beberapa unit mesin yang terpisah satu sama lain untuk masing-masing fungsinya dalam proses penggilingan beras. Karena terpisah, unit-unit pada RMP dapat memiliki kapasitas yang berbeda, sehingga waktu operasional tiap unit tidak sama untuk jumlah padi yang sama. Hal ini bukan merupakan masalah, hanya memerlukan penjadwalan yang lebih baik untuk operasional dan perawatan unit-unit yang terpisah tersebut. Namun demikian aliran bahan dapat dijalankan secara otomatis bila mesin-mesin dari RMP merupakan satu set mesin yang sama, dari industri manufaktur yang sama.

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

Gambar 7. Rangkaian mesin-mesin pengolahan gabah yang lengkap (
Sumber : PT Agrindo)

Perbedaan lain yang lebih penting pada RMP dibandingkan dengan RMU terletak pada kapasitas gilingnya. RMP biasanya memiliki kapasitas giling yang lebih besar daripada RMU yaitu antara 1.0 hingga 5.0 ton/jam. Perbedaan kapasitas giling ini menjadi penting sebab akan meningkatkan efisiensi penggunaan mesin-mesin penggiling. Untuk menggiling padi dengan jumlah dan lama waktu giling yang sama, akan dibutuhkan jumlah mesin berkapasitas giling kecil yang lebih banyak dibandingkan dengan mesin berkapasitas giling  besar. Pada umumnya, bila faktor-faktor lainnya sama, lebih murah membeli sebuah mesin berkapasitas giling besar dibanding jika membeli sejumlah mesin dengan kapasitas giling yang kecil, baik ditinjau dari segi biaya pembelian maupun perawatan. Akan tetapi penggunaan mesin dengan kapasitas giling besar juga tidak akan efisien bila padi yang akan digiling tidak tersedia dalam jumlah yang mencukupi. Dengan demikian pemilihan kapasitas mesin giling harus disesuaikan dengan jumlah padi yang akan digiling dalam waktu tertentu, agar mesin penggilingan dapat beroperasi optimal dan ongkos giling per kg beras dapat ditekan. Rangkaian mesin-mesin pengolahan gabah yang lengkap (RMP) dan diagram alir pengolahan gabah menjadi beras diperlihatkan dalam Gambar 7, sedangkan alur perlakuan dalam proses penggilingan gabah/beras pada rice milling plant diperlihatkan dalam Gambar 8.

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah
Gambar 8. Alur perlakuan dalam proses penggilingan gabah/beras pada rice milling plant

Proses Pengolahan Gabah Menjadi Beras

Gabah dipanen pada tingkat kadar air sekitar 22% sampai 25% basis basah. Gabah dengan kadar air demikian tidak dapat langsung digiling karena kulitnya masih cukup basah sehingga sukar pecah dan terkupas. Oleh karena itu gabah perlu dikeringkan hingga kadar airnya berkisar 14% basis basah, yang biasanya dilakukan melalui proses penjemuran (Gambar 9a). Pengeringan juga dapat dilakukan menggunakan berbagai tipe alat pengering mekanis yang biasanya dioperasikan oleh penggilingan padi berskala besar (Gambar 9b).

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

(a)

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

(b)

Gambar 9. Pengeringan gabah dengan a) penjemuran dan b) menggunakan mesin pengering

Sebelum dilakukan penjemuran, gabah harus dipisahkan dari malainya dengan cara perontokan, agar penjemuran dapat berlangsung lebih singkat dan dapat menghemat tempat penjemuran. Perontokan biasanya dilakukan dengan cara manual, yang disebut penggebotan karena gabah bersama malainya digebot (dipukulkan) pada sebuah papan bercelah sehingga butir-butir gabah terlepas dari malainya (Gambar 10a). Cara yang lebih baik adalah menggunakan alat perontok semi-mekanis (pedal thresher) atau pun mesin perontok mekanis  (power thresher) bila tersedia (Gambar 10b). Penggunaan mesin perontok mekanis kapasitas perontokan dapat ditingkatkan hingga mendekati satu ton GKP per jam, selain juga mengurangi susut perontokan yang umumnya tinggi pada perontokan cara gebotan (5-8%).

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

(a)

Dalam proses penggilingan padi yang dihasilkan pada penyosohan pertama adalah

(b)

Gambar 10. Perontokan padi menggunakan: a) alat gebotandan b) mesin perontok mekanis

Sedudah dirontokkan gabah kemudian dijemur di lamporan. Lamporan adalah suatu lantai semen yang dibuat agak tinggi di bagian tengahnya dengan saluran air diantaranya untuk mencegah berkumpulnya air hujan. Praktek penjemuran yang baik adalah dengan menggunakan alas tikar atau plastik/terpal pada lantai sehingga gabah pada lapisan dasar tidak terkena panas yang berlebihan akibat pemanasan lantai semen, selain memudah untuk ditutupi dan diangkut ke gudang dengan cepat bila sewaktu-waktu turun hujan selama penjemuran. Gabah hasil pengeringan dengan kadar air sekitar 14% basis basah disebut gabah kering giling (GKG) karena sudah dapat menjalani proses penggilingan.

Sebelum digiling, gabah biasanya dibersihkan dari segala kotoran seperti jerami, kayu, pecahan batu, logam dan sebagainya. Kotoran-kotoran lunak seperti jerami akan mengurangi kapasitas giling, sedangkan kotoran-kotoran keras seperti batu akan merusak mesin penggiling. Penggilingan gabah dimulai dengan proses pemecahan dan pengupasan kulit/sekam, dilanjutkan penyosohan beras pecah kulit (BPK) dan diakhiri dengan pemutuan (grading), sebelum dikemas dan dijual. Alur perlakuan yang dikenakan terhadap gabah kering panen dalam proses penggilingan gabah/beras diperlihatkan dalam Gambar 6 dan Gambar 8, dengan perbedaan kecil yang terletak pada jenis mesin penggilingan padi yang digunakan.

Penanganan Kedelai

Presentasi PowerPoint