Tema 3 subtema 3 Kelas 5 SD Show
BANGKAPOS.COM - Di bawah ini adalah kunci jawaban dari soal-soal tema 3 Kelas 5 SD/MI subtema 3 pembelajaran 4 halaman 100, 101, 102, dan 103. Tema 3 edisi revisi 2017 mengusung judul Makanan Sehat, sementara Subtema 3 berjudul Pentingnya Menjaga Asupan Makanan Sehat. Simak pembahasan soal di pembelajaran 4 sampai akhir. Bacalah percakapan Udin dan teman-temannya secara bergantian! Udin: “Aku tidak menyangka ternyata teman-teman kita memiliki beranekaragam keterampilan yang luar biasa.” Beni: “Hahaha, betul, Din. Ada yang menulis bahwa ia mahir bermain gitar, ada yang terampil bermain drum, ada pula yang merdu suaranya. Wah, mereka bisa membentuk sebuah band sekolah, Din!” Lani: “Seru sekali, ya! Bayangkan kalau di dalam sebuah kelas, kita semua hanya terampil bermain drum, tapi tidak ada yang terampil bermain alat-alat musik lainnya, dan bahkan tidak ada yang pandai bernyanyi.” Baca juga: Kunci Jawaban Tema 2 Subtema 1 Kelas 5 SD/MI Halaman 3, 4, 11, dan 12 Udara Bersih Bagi Kesehatan Siti: “Itulah salah satu kekuatan keragaman yang kita miliki, ya, Lan. Bahwa dengan perbedaan yang ada, kita dapat saling mengisi dan melengkapi.” Begitu pula dengan para petani yang beranekaragam keahliannya. Ada yang memiliki sawah, kebun singkong, kebun jagung, dan lain-lain. Pada pembahasan sebelumnya, para petani yang memanfaatkan sistem irigasi ini bernaung dalam satu wadah organisasi agar mereka dapat saling membantu satu sama lain. Baca juga: Materi Belajar Matematika Kelas 6 SD: Menghitung Satuan Volume dan Debit, Lengkap Soal dan Jawaban Halaman selanjutnya arrow_forward
Kain ulos yang ditunjukkan dalam Pameran kain Ulos di Museum Tekstil, Jakarta, Rabu, 19 September 2018. (Tempo/Yatti febri Ningsih)
TEMPO.CO, Jakarta - Menurut kepercayaan suku Batak, ada 3 sumber kehangatan. Yaitu matahari, api dan kain ulos. Ulos merupakan kain tenun khas batak yang menyimpan makna tiap jenis motifnya. Beda suku bataknya, beda pula jenis ulos kebanggaannya. Misalnya Batak Toba punya ulos manggiring, bintang maratur, ragi hunting, pinan lobu-lobu, bolean, antak-antak dan lainnya. Ada sekitar 19 jenis ulos. Belum lagi batak Simalungun, Pak-pak, karo, terakhir batak Angkola biasa dikenal Mandailing. Ulos khas Mandailing tak banyak, hanya lima jenis. Berikut penjelasan fungsi tiap jenisnya. Paling sering ditampilkan pada acara adat adalah ulos sadum. Terutama acara-acara perayaan maupun penyambutan orang penting. Selain itu jenis ulos ini kerap dijadikan kenang-kenangan dan pajangan. Motifnya yang kaya estetika juga ragam warna cerah membuat ulos ini terlihat mewah. Ulos sadum pun dipakai sebagai gendongan atau paroppa di Tapanuli Selatan. Gendongan bayi keturunan raja. Pada acara-acara sidang adat raja pun sering digunakan sebagai alas sirih harunduk panyurduan saat mengundang para raja. Baca: Tiap Motif Kain Ulos Punya Makna, Bagaimana Membedakannya? Selanjutnya ada ulos sabe-sabe. Selendang adat yang dipakai khusus saat membawakan tarian tor-tor. Saat manortor pihak mora akan menyelimutkan ulos ini pada pihak suhut atau orang yang berpesta. Jika pesta pernikahan, ulos akan diberikan oleh para Tulang atau saudara laki-laki Ibunya pengantin pria kepada kedua pengantin. Jenis selendang adat ketiga adalah ulos ragi hotang. Ragi maknanya corak sedangkan hotang artinya rotan.Ulos Ragi Hotang juga diberikan pada pengantin saat prosesi adat pernikahan. Harapannya agar ikatan batin pernikahan pengantin erat seperti rotan. Selain untuk pengantin,ulos ini juga dapat mengobati seseorang yang picik. Atas izin Tuhan bisa berubah jadi lebih baik. Konon ulos ini juga sering dipakai membungkus jenazah. Bahkan saat prosesi pemakaman kedua, ulos ini dijadikan pembungkus tulang-belulang jenazah. Selanjutnya ulos Harungguan. Jenis kain yang disematkan pada seseorang yang mendapat jabatan pemimpin atau naik pangkat pekerjaan. Ulos ini melambangkan suka cita. Wujud meminta doa restu keberhasilan atas apa yang telah dicapai. Asal kata harungguan berasal dari marunggu, artinya berkumpul. Seluruh jenis motif dimasukkan dalam ulos ini. Terakhir ada ulos Sibolang. Penggunaannya dapat dipakai pada semua kegiatan adat. Baik berduka maupun sedang bersuka cita. Jika berduka, pilihan warna hitam ulos ditonjolkan. Sedangkan jika bersuka cita memakai warna putih. Walaupun bisa dipakai tiap kegiatan adat, namun kurang tepat jika dijadikan gendongan dan saat mangupah. Saat upacara pernikahan pun nama ulos sibolang akan disebut dengan ulos pamontari. Penamaan kain ulos sibolang punya makna bahwa orang yang membawakannya adalah orang yang berjasa istilahnya mambolang-bolangi dalam pernikahan adat. Saat manortor misalnya, orang tua pengantin perempuan akan memberikan ulos ini kepada orang tua si pengantin pria juga kepada kedua pengantin. RAUDATUL ADAWIYAH NASUTION Ulos atau sering juga disebut kain ulos adalah salah satu busana khas Indonesia. Ulos secara turun temurun dikembangkan oleh masyarakat Batak, Sumatra Utara. Dari bahasa asalnya, ulos berarti kain. Cara membuat ulos serupa dengan cara membuat songket khas Palembang, yaitu menggunakan alat tenun bukan mesin.
Warna dominan pada ulos adalah merah, hitam, dan putih yang dihiasi oleh ragam tenunan dari benang emas atau perak. Mulanya ulos dikenakan di dalam bentuk selendang atau sarung saja, kerap digunakan pada perhelatan resmi atau upacara adat Batak, tetapi kini banyak dijumpai di dalam bentuk produk suvenir, sarung bantal, ikat pinggang, tas, pakaian, alas meja, dasi, dompet, dan gorden. Ulos juga kadang-kadang diberikan kepada sang ibu yang sedang mengandung supaya mempermudah lahirnya sang bayi ke dunia dan untuk melindungi ibu dari segala mara bahaya yang mengancam saat proses persalinan. Sebagian besar ulos telah punah karena tidak diproduksi lagi, seperti Ulos Raja, Ulos Ragi Botik, Ulos Gobar, Ulos Saput (ulos yang digunakan sebagai pembungkus jenazah), dan Ulos Sibolang. Pengrajin ulos di Desa Huta Raja sedang menenun. Mangulosi adalah suatu kegiatan adat yang sangat penting bagi orang batak. Dalam setiap kegiatan seperti upacara pernikahan, kelahiran, dan dukacita, ulos selalu menjadi bagian adat yang selalu diikutsertakan. Menurut pemikiran moyang orang batak, salah satu unsur yang memberikan kehidupan bagi tubuh manusia adalah “kehangatan”. Mengingat orang-orang batak dahulu memilih hidup di dataran yang tinggi sehingga memiliki temperatur yang dingin. Demikian juga dengan huta/kampung yang ada di daerah tapanuli umumnya dikelilingi dengan pepohonan bambu. Di mana memiliki kegunaan bukan hanya sebagai pagar untuk menjaga serangan musuh saja, tetapi juga menahan terjangan angin yang dapat membuat tubuh menggigil kedinginan. Ada 3 hal yang di yakini moyang orang batak yang memberi kehidupan bagi tubuh manusia, yaitu: Darah, Nafas dan Kehangatan. Sehingga “rasa hangat” menjadi suatu kebutuhan yang setiap saat didambakan. Ada 3 “sumber kehangatan” yang diyakini moyang orang batak yaitu: matahari, api dan ulos. Matahari terbit dan terbenam dengan sendirinya setiap saat. Api dapat dinyalakan setiap saat, tetapi tidak praktis digunakan untuk menghangatkan tubuh, misalnya besarnya api harus dijaga setiap saat sehingga tidur pun terganggu. Namun tidak begitu halnya dengan Ulos yang sangat praktis digunakan di mana saja dan kapan saja. Ulos pun menjadi barang yang penting dan dibutuhkan semua orang kapan saja dan di mana saja. Hingga akhirnya karena ulos memiliki nilai yang tinggi di tengah-tengah masyarakat batak. Dibuatlah aturan penggunaan ulos yang dituangkan dalam aturan adat, antara lain:
Sedangkan menurut penggunaanya antara lain:
Saat ini kita tidak membutuhkan ulos sebagai penghangat tubuh pada saat tidur ataupun saat beraktivitas, karena ada berbagai alat dan bahan yang lebih maju untuk memberi kehangatan bagi tubuh pada saat berada dalam udara yang sangat dingin. Namun, Ulos sudah menjadi pelambang kehangatan yang sudah mengakar di dalam budaya batak. Hal ini juga menjadi tantangan bagi budaya batak pada masa depan, karena cara pandang dan penghargaan anak-anak muda masa depan sangat berbeda dengan para orang tua yang sempat merasakan berharganya nilai ulos dalam kekerabatan. Akankah anak-anak kita memandang ulos seperti memandang “kain pada umumnya”, bahkan lebih parahnya setelah kain tersebut digunakan dalam acara adat yang melelahkan kemudian ulos tersebut tersimpan rapat dalam lemari saja. Sangat berbeda “rasanya” dengan menggunakan setelan jas yang modis dan ingin menggunakannya lagi dan lagi begitu setiap saat. Jangan-jangan yang terbayang dalam pikiran mereka saat melihat ulos yang tergolek dalam lemari adalah acara adat yang melelahkan, rumit adatnya, pusing karena tidak mengerti bahasa batak, malu karena tidak paham martutur (menempatkan diri dalam pertalian darah atau keturunan). Akan sangat banyak tantangan masa depan yang akan menghimpit “niat maradat” bagi generasi muda masa depan. Seperti masalah keuangan, penggunaan waktu, perkembangan pola pikir praktis, berkurangnya “rajaparhata” (orang yang mengetahui adat dan dapat memandu kegiatan adat dari awal hingga akhir). Ulos ini dipakai sebagai selendang orang tua untuk melayat orang yang meninggal, selain itu ulos tersebut juga dipakai sebagai kain yang dililit pada waktu acara manortor (menari). Ulos Bintang MaraturUlos ini merupakan Ulos yang paling banyak kegunaannya di dalam acara-acara adat Batak Toba, beberapa di antaranya yakni:
Ulos BoleanUlos ini biasanya dipakai sebagai selendang pada acara-acara kedukaan. Ulos MangiringUlos ini dipakai sebagai selendang, Talitali, juga Ulos ini diberikan kepada anak cucu yang baru lahir terutama anak pertama yang memiliki maksud dan tujuan sekaligus sebagai Simbol besarnya keinginan agar si anak yang lahir baru kelak diiringi kelahiran anak yang seterusnya, Ulos ini juga dapat dipergunakan sebagai Parompa (alat gendong) untuk anak. Ulos Padang Ursa dan Ulos Pinan Lobu-lobuUlos ini dipakai sebagai Talitali dan Selendang. Ulos PinuncaanUlos ini terdiri dari lima bagian yang ditenun secara terpisah yang kemudian disatukan dengan rapi hingga menjadi bentuk satu Ulos. Kegunaannya antara lain:
Ulos Ragi HotangUlos ini diberikan kepada sepasang pengantin yang sedang melaksanakan pesta adat yang disebut dengan nama Ulos Hela. Pemberian ulos Hela memiliki makna bahwa orang tua pengantin perempuan telah menyetujui putrinya dipersunting atau diperistri oleh laki-laki yang telah disebut sebagai “Hela” (menantu). Pemberian ulos ini selalu disertai dengan memberikan mandar Hela (Sarung Menantu) yang menunjukkan bahwa laki-laki tersebut tidak boleh lagi berperilaku layaknya seorang laki-laki lajang tetapi harus berperilaku sebagai orang tua. Dan sarung tersebut dipakai dan dibawa untuk kegiatan-kegiatan adat. Ulos Ragi HutingUlos ini sekarang sudah Jarang dipakai, konon pada zaman dulu sebelum Indonesia merdeka, anak perempuan (gadis-gadis) memakai Ulos Ragi Huting ini sebagai pakaian sehari-hari yang dililitkan di dada (Hobahoba) yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah seorang putri (gadis perawan) batak Toba yang beradat. Ulos Sibolang Rasta PamontariUlos ini dipakai untuk keperluan duka dan sukacita, tetapi pada zaman sekarang, Ulos Sibolang bisa dikatakan sebagai simbol dukacita, yang di pakai sebagai Ulos Saput (orang dewasa yang meninggal tetapi belum punya cucu), dan dipakai juga sebagai Ulos Tujung untuk Janda dan Duda dengan kata lain kepada laki-laki yang ditinggal mati oleh istri dan kepada perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya. Apabila pada peristiwa dukacita ulos ini dipergunakan maka hal itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah sebagai keluarga dekat dari orang yang meninggal. Ulos Si Bunga Umbasang dan Ulos SimparSecara umum ulos ini hanya berfungsi dan dipakai sebagai Selendang bagi para ibu-ibu sewaktu mengikuti pelaksanaan segala jenis acara adat-istiadat yang kehadirannya sebatas undangan biasa yang di sebut sebagai Panoropi (yang meramaikan) . Ulos Sitolu TuhoUlos ini difungsikan atau dipakai sebagai ikat kepala atau selendang. Ulos Suri-suri GanjangUlos ini dipakai sebagai Hande-hande (selendang) pada waktu margondang (menari dengan alunanan musik Batak) dan juga dipergunakan oleh pihak Hulahula (orang tua dari pihak istri) untuk manggabei (memberikan berkat) kepada pihak borunya (keturunannya) karena itu disebut juga Ulos gabegabe (berkat). Ulos Simarinjam sisiDipakai dan difungsikan sebagai kain, dan juga dilengkapi dengan Ulos Pinunca yang disandang dengan perlengkapan adat Batak sebagai Panjoloani (mendahului di depan). Yang memakai ulos ini adalah satu orang yang berada paling depan. Ulos Ragi Pakko dan Ulos HaranganPada zaman dahulu dipakai sebagai selimut bagi keluarga yang berasal dari golongan keluarga kaya, dan itu jugalah apabila nanti setelah tua dan meninggal akan disaput (diselimutkan, dibentangkan kepada jasad) dengan ulos yang pakai Ragi di tambah Ulos lainnya yang disebut Ragi Pakko karena memang warnanya hitam seperti Pakko. Ulos TumtumanDipakai sebagai talitali yang bermotif dan dipakai oleh anak yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah anak pertama dari hasuhutan (tuan rumah). Ulos Tutur-TuturUlos ini dipakai sebagai talitali (ikat kepala) dan sebagai Handehande (selendang) yang diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya (keturunannya).
|