Berapa kali cuci darah dalam sebulan

Cuci darah adalah prosedur yang dilakukan untuk membuang limbah sisa dan cairan berlebih dari darah ketika ginjal seseorang tidak lagi berfungsi dengan baik. Dalam dunia medis, teknik ini disebut sebagai dialisis. 

Terdapat dua jenis metode cuci darah, yaitu hemodialisis dan cuci darah peritoneal (dialisis peritoneal).

Prosedur cuci darah biasanya diperuntukkan untuk penderita gagal ginjal kronis atau yang mengalami kerusakan ginjal akibat cedera maupun kecelakaan. 

Hemodialisis

Prosedur ini melibatkan proses pemindahan darah ke suatu mesin di luar tubuh untuk ‘membersihkan’ darah. 

Secara prinsip kerja, alat cuci darah pada hemodialisis berperan sebagai ginjal buatan. Filter pada mesin hemodialisis ini akan membersihkan sisa metabolisme di dalam darah. Darah yang sudah ‘dicuci’ kemudian akan kembali dialirkan ke dalam tubuh. 

Pasien biasanya perlu datang ke klinik atau rumah sakit beberapa kali dalam seminggu guna melakukannya. Satu kali proses cuci darah dapat berlangsung dari 2,5-4,5 jam. 

Selama cuci darah, petugas medis akan memeriksa tekanan darah dan memastikan volume darah yang berpindah dari tubuh ke mesin cuci darah sudah tepat.

Dialisis peritoneal

Cuci darah peritoneal adalah metode cuci darah yang dilakukan melalui lapisan perut yang disebut peritoneum. Selaput dalam rongga perut ini memiliki banyak jaringan pembuluh darah yang dapat berperan sebagai filter alami serupa ginjal.  

Untuk melakukan prosedur ini, diperlukan operasi kecil yang berfungsi untuk memasang selang kecil yang elastis (kateter) di perut bagian bawah (dekat pusar). Kateter tersebut nantinya akan dialiri larutan dialisat yang berfungsi sebagai cairan pembersih. 

Dengan begitu, zat sisa metabolisme yang mengandung racun dan zat limbah lainnya dapat disaring dari darah dan dialirkan melalui larutan dialisat ke luar tubuh. Setelah beberapa jam, kantung yang berisi larutan dialisat tersebut perlu dibuang dan diganti dengan yang baru. Proses penggantian tersebut dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin. 

Metode ini banyak dipilih pasien karena praktis, bisa dilakukan di rumah, di tempat kerja ataupun saat bepergian. Akan tetapi, dibutuhkan ketangkasan dan kemampuan untuk merawat diri sendiri dalam melakukan dialisis peritoneal. 

Pasalnya, pasien harus bertanggung jawab dalam menjaga kebersihan rongga perut dan kateter, agar infeksi tidak terjadi. 

Terdapat tiga jenis cuci darah peritoneal, antara lain:

  1. Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD)
    Prosedur ini tidak memerlukan mesin khusus cuci darah. CAPD dapat dilakukan tiga hingga lima kali sehari, masing-masing selama 30-40 menit.
  2. Continuous cyclic peritoneal dialysis (CCPD)
    CCPD menggunakan mesin khusus cuci darah yang dapat digunakan di rumah. Penggunaan mesin membuat prosedur ini dapat dilakukan secara otomatis, bahkan ketika pasien tidur.
  3. Intermittent peritoneal dialysis (IPD)
    Prosedur ini menggunakan mesin khusus cuci darah, seperti CCPD. Akan tetapi, waktu yang dibutuhkan lebih lama. Meskipun dapat dilakukan di rumah, IPD lebih sering dijalani di rumah sakit.

Berapa biaya cuci darah?

Untuk satu kali menjalani prosedur cuci darah pada pasien gagal ginjal, biaya yang harus dikeluarkan berkisar antara Rp850.000-1.000.000. Namun, ini di luar dari biaya bagi pasien yang mungkin butuh rawat inap di rumah sakit.

Namun Anda yang telah menjadi anggota Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) tidak perlu cemas. Pasalnya, biaya prosedur cuci darah termasuk dalam tanggungan program asuransi tersebut. 

Kenapa cuci darah dibutuhkan? 

Fungsi ginjal sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain:

  • Mencegah air, zat sisa, dan bahan-bahan berbahaya lain menumpuk di dalam tubuh. 
  • Membantu dalam pengaturan tekanan darah dan menjaga keseimbangan jumlah mineral dalam tubuh, seperti kalium dan natrium. 
  • Mengaktifkan vitamin D untuk penyerapan kalsium.

Pada penderita gagal ginjal, baik akut ataupun kroniskronis, ginjal tidak lagi lagi bekerja sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, Cuci darah diperlukan untuk menggantikan fungsi ginjal tersebut.

Tanpa proses dialisis, zat sisa yang berbahaya dapat menumpuk dalam darah, meracuni tubuh, dan merusak organ-organ dalam tubuh.

Umumnya, cuci darah mulai dilakukan sebelum ginjal mengalami kerusakan total dan menimbulkan komplikasi yang mengancam nyawa.

Siapa saja yang membutuhkan cuci darah?

Seseorang dianjurkan untuk menjalani proses cuci darah apabila dinyatakan mengalami gagal ginjal. Penderita gagal ginjal dapat dinilai dari kinerja ginjalnya yang menurun sebesar 10-15% dari fungsi normal.

Dokter akan melakukan tes fungsi ginjal untuk menilai laju filtrasi glomerulus (LFG) yang dihitung dengan kadar kreatinin darah, usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor lainnya.  

Beberapa gejala gagal ginjal antara lain: 

  • Asidosis: kondisi saat kadar asam dalam darah meningkat tinggi 
  • Muncul pembengkakan pada tubuh seperti kaki dan wajah (retensi cairan). Hal ini disebabkan karena tubuh tidak mampu membuang kelebihan cairan tersebut. 
  • Hiperkalemia: tingginya kadar kalium darah
  • Uremia: kadar ureum darah tinggi akibat ginjal tidak dapat membuangnya. Gejalanya berupa mual,muntah,gatal-gatal dan kelelahan.

Gagal ginjal umumnya bersifat kronis (menahun). Terdapat penyakit yang dapat menyebabkan gagal ginjal meliputi:

  • Diabetes
  • Hipertensi
  • Radang pada pembuluh darah (vaskulitis)
  • Radang pada ginjal (glomerulonefritis)
  • Kista pada ginjal (penyakit ginjal polikistik)

Gagal ginjal akut bisa terjadi apabila seseorang mengalami cedera atau kecelakaan sehingga fungsi ginjal menurun secara drastis dalam waktu cepat. Pada kondisi ini, gejala akan muncul lebih awal dan memburuk lebih cepat.

Selain dari fungsi ginjal, dokter akan menentukan kapan seseorang membutuhkan dialisis dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut:

  • Kondisi kesehatan pasien secara umum
  • Tanda dan gejala yang dialami
  • Kualitas hidup pasien
  • Preferensi pribadi pasien

Apa saja persiapan untuk menjalani cuci darah?

Persiapan cuci darah dimulai pada beberapa minggu hingga beberapa bulan sebelum prosedur pertama dilakukan. Dokter akan melakukan operasi untuk membuat akses pada pembuluh darah pasien. 

Hemodialisis

Pada hemodialisis, dokter perlu membuat lubang akses ke pembuluh darah di tubuh pasien. Akses ini bisa berupa:

  • Fistula arteri-vena yang umumnya dipasang pada lengan Anda.
  • Kateter vena sentral di dekat tulang selangka Anda. Jenis akses ini biasanya dibuat dalam kondisi gawat darurat
  • Arteriovenous graft (AV graft) alias cangkok arteri vena adalah prosedur pembuatan akses yang dapat dipertimbangkan bagi pasien dengan pembuluh darah yang terlalu kecil.

Cuci darah peritoneal

Pada hari sebelum penempatan kateter dialisis peritoneal, dokter biasanya akan menyarankan untuk tidak makan atau minum apa pun setelah lewat tengah malam. Apalagi, jika Anda akan menjalani bius total untuk tindakan ini.

Sementara itu, sebelum melakukan proses penggantian cairan dialisat rutin, Anda harus memastikan area tersebut tetap bersih untuk menghindari infeksi. Cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer dan keringkan tangan Anda sebelum menyentuh kateter. 

Bagaimana prosedur cuci darah dilakukan?

Sebelum cuci darah dilakukan, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik berupa tekanan darah, suhu, detak jantung per menit, frekuensi pernapasan per menit dan berat badan. Lalu dokter dapat melakukan proses cuci darah.

Pada pasien dengan metode hemodialisis, prosedur dapat dilakukan di rumah, pusat cuci darah, atau rumah sakit oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Langkah-langkahnya meliputi:

  • Dokter melakukan operasi untuk memasang akses khusus. Umumnya, akses ini dipasang pada pembuluh darah di tangan (fistula arteri-vena) dan bertujuan menyatukan pembuluh darah arteri dan vena.
  • Akses tersebut kemudian dihubungkan dengan mesin hemodialisis.
  • Mesin hemodialisis akan menyerap darah, lalu akan menyaring darah pada larutan dialisat untuk membuang zat sisa dan cairan berlebih dari darah.
  • Darah yang sudah disaring akan dikembalikan ke dalam tubuh pasien.

Apa saja yang perlu diperhatikan selama cuci darah?

Selama proses cuci darah berlangsung, gejala seperti mual dan kram perut dapat dirasakan ketika cairan berlebih ditarik dari dalam tubuh. Apabila merasa kurang nyaman selama prosedur, Anda dapat meminta tenaga medis untuk mengatur kecepatan cuci darah serta dosis obat atau cairan hemodialisis untuk mengurangi keluhan yang Anda rasakan.

Selain itu, tekanan darah dan denyut jantung Anda akan terus dipantau selama prosedur dialisis berlangsung.

Pasien juga diharapkan memberikan informasi berkaitan dengan keluhan yang dirasakan pada proses tersebut. Dengan ini, dokter atau tenaga medis dapat membuat catatan selama memantau kondisi Anda. 

Anda juga diizinkan untuk membaca, tidur, atau melakukan aktivitas santai lainnya, asal tidak berpindah dari tempat tidur Anda. 

Setelah cuci darah selesai, perawat akan menimbang berat badan Anda. Langkah ini bertujuan mendeteksi apakah tubuh Anda menyimpan banyak cairan atau tidak. 

Dokter juga akan melakukan pemeriksaan sebulan sekali untuk memantau fungsi ginjal. Pemeriksaan ini bisa berupa:

  • Tes rasio reduksi urea (URR) dan total bersihan urea. Pada tes ini, darah Anda akan diambil untuk melihat apakah hemodialisis berhasil membuang limbah dari tubuh Anda atau tidak.
  • Tes kimia darah.
  • Tes hitung sel darah.
  • Tes untuk mengukur aliran darah melalui akses selama proses hemodialisis.

Untuk mengoptimalkan dampak cuci darah, Anda pun dapat melakukan langkah-langkah berikut:

  • Menerapkan pola makan yang sehat dan seimbang

Makan sehat dengan gizi seimbang tak hanya akan meningkatkan manfaat cuci darah, tapi juga kesehatan Anda secara keseluruhan.

  • Menjaga asupan cairan dan mineral

Anda perlu menjaga asupan cairan, sodium, protein, kalium, serta fosfor yang Anda konsumsi. Anda juga bisa meminta bantuan dari dokter ahli gizi klinis agar kadarnya lebih terjamin dan sesuai dengan kondisi tubuh Anda.

  • Minum obat secara teratur

Patuhilah petunjuk dokter mengenai konsumsi obat-obatan dengan saksama.

  • Mengungkapkan keluhan Anda

Apabila Anda memiliki keluhan atau kekhawatiran tertentu, jangan ragu untuk membicarakannya dengan keluarga maupun orang terdekat. Anda juga bisa mendiskusikannya pada dokter maupun tim medis yang menangani Anda.

Apa saja risiko cuci darah?

Beberapa risiko yang dapat terjadi pada pasien yang menjalani cuci darah antara lain:

  • Tekanan darah rendah (hipotensi)

Penurunan tekanan darah merupakan efek samping yang umum terjadi ketika menjalani dialisis, terutama pada pasien dengan diabetes. Tekanan darah rendah (hipotensi) juga dapat disertai dengan gejala lain berupa sesak napas, kram perut, mual, atau muntah.

  • Kram otot

Meski penyebabnya tidak diketahui pasti, kram otot selama prosedur hemodialisis juga umum terjadi. Gejala ini bisa dikurangi dengan mengatur kadar cairan dan konsumsi garam (sodium/natrium) sebelum cuci darah.

  • Gatal-gatal

Beberapa pasien yang menjalani cuci darah dapat mengalami gatal-gatal pada kulit. Gejala ini sering memburuk selama atau setelah prosedur hemodialisis dilakukan.

  • Gangguan tidur

Gangguan tidur bisa muncul karena adanya henti napas selama tidur (sleep apnea). Keluhan ini juga dapat terjadi akibat rasa nyeri, tidak nyaman, atau kaki yang tidak bisa diam selama tidur.

  • Anemia

Anemia atau kurangnya sel darah merah dalam tubuh dapat terjadi selama prosedur cuci darah maupun pada pengidap gagal ginjal.

  • Cairan berlebih

Prosedur hemodialisis juga berguna untuk mengeluarkan kelebihan cairan dari dalam tubuh. Komplikasi ini dapat terjadi jika pasien mengalami hipotensi dan membuat dialisis harus dihentikan.

Pasalnya, proses cuci darah yang belum selesai dapat membuat penumpukan jumlah cairan dalam tubuh pasien. Penumpukan cairan tersebut berpotensi memicu gagal jantung atau cairan menumpuk di paru-paru (edema paru). Kedua kondisi ini bisa berakibat fatal.

  • Peradangan lapisan luar jantung (perikarditis)

Penumpukan cairan akibat prosedur hemodialisis yang dihentikan sebelum waktunya juga dapat berujung pada peradangan di lapisan luar jantung (perikarditis). Kondisi ini dapat mengganggu fungsi jantung.

  • Komplikasi pada lokasi akses cuci darah

Infeksi atau gangguan pada pembuluh darah dapat terjadi dan mengganggu kualitas hemodialisis. Sementara bagi pasien yang menjalani dialisis peritoneal, efek samping yang dapat dialami adalah peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada rongga peritoneum, yang berpotensi fatal.

  • Amiloidosis

Amiloidosis terjadi ketika protein dalam darah menumpuk dalam sendi yang menyebabkan nyeri, kaku, dan mengalami penumpukan cairan. Kondisi ini lebih umum dialami oleh pasien yang telah menjalani prosedur cuci darah selama lebih dari lima tahun.

  • Depresi

Perubahan suasana hati (mood) dapat ditemui pada pasien yang mengalami gagal ginjal. Kekhawatiran akan kondisinya atau ketakutan untuk menghadapi cuci darah bisa saja memicu kondisi ini.

Bila terus dibiarkan, kondisi kejiwaan ini bisa berujung pada depresi. Itu sebabnya, pasien perlu mendiskusikannya dengan dokter atau keluarga.

Keluarga juga bisa melihat dan menjadi lebih peka terhadap perubahan mood yang mungkin terjadi. Dengan ini, komplikasi berupa stres maupun depresi bisa dikenali dan segera ditangani.

Berapa kali sehari cuci darah Untuk gagal ginjal?

Keuntungan proses cuci darah menggunakan metode ini adalah bisa dilakukan di rumah, kapan saja, dan biasanya dilakukan saat penderita gagal ginjal sedang tertidur. Namun, metode ini harus dilakukan 4 kali sehari dan memerlukan waktu sekitar 30 menit.

Bolehkah cuci darah seminggu sekali?

Pada umumnya,cuci darah ini dilakukan sekitar 3x dalam satu minggu dengan durasi 3-5 jam setiap sesinya, namun akhir-akhir ini dapat diterapkan jadwal cuci darah 2x per minggunya.

Berapa lama pasien gagal ginjal bisa bertahan hidup?

Pasien yang memilih untuk tidak menjalani dialisis ternyata bisa bertahan hidup hingga empat tahun setelah tidak menjalani pengobatan.

Apakah cuci darah harus terus menerus?

Cuci darah bisa permanen atau sementara, tergantung kondisi ginjal dan kesehatan penderitanya. Jika kondisi penyakit ginjal membaik setelah pengobatan, cuci darah tidak perlu dilanjutkan. Tapi, jika kondisi gagal ginjal kronis atau memasuki stadium akhir, penderita biasanya memerlukan cuci darah seumur hidup.