Batas maksimal orang yang berkurban boleh memakan daging kurbannya adalah

Batas maksimal orang yang berkurban boleh memakan daging kurbannya adalah
Unsplash

Adakah batas maksimal boleh menyimpan daging qurban? Bolehkah di freezer, kemudian diambil sedikit-sedikit. Terkadang bisa habis selama sebulan.

Jawaban:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Ulama berbeda pendapat tentang hukum menyimpan daging qurban  melebihi hari tasyrik.

Pendapat pertama, dilarang menyimpan dan mengawetkan daging qurban melebih 3 hari Tasyriq. Pendapat ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib dan Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhum.

Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu pernah berkhutbah ketika shalat idul adha,  melarang menyimpan daging qurban lebih dari 3 hari. Dari Abu Ubaid – mantan budak Ibnu Azhar – beliau menceritakan,

صَلَّيْتُ مَعَ عَلِىِّ بْنِ أَبِى طَالِبٍ – قَالَ – فَصَلَّى لَنَا قَبْلَ الْخُطْبَةِ ثُمَّ خَطَبَ النَّاسَ فَقَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَدْ نَهَاكُمْ أَنْ تَأْكُلُوا لُحُومَ نُسُكِكُمْ فَوْقَ ثَلاَثِ لَيَالٍ فَلاَ تَأْكُلُوا

Saya pernah shalat id bersama Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu. Beliau shalat sebelum khutbah. Kemudian beliau berkhutbah, mengingat masyarakat. Beliau menyampaikan,

‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kalian untuk makan daging qurban kalian lebih dari 3 hari. Karena itu, janganlah kalian makan (lebih dari 3 hari).’ (HR. Muslim 5210, dan Nasai 4442).

Sementara riwayat dari Ibnu Umar, bahwa beliau tidak mau makan daging qurban yang disimpan lebih dari 3 hari. Dari Salim – putra Ibnu Umar – bahwa Ibnu Umar mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى أَنْ تُؤْكَلَ لُحُومُ الأَضَاحِى بَعْدَ ثَلاَثٍ

Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang makan daging sembelihan lebih dari 3 hari.

Salim menceritakan kondisi bapaknya,

فَكَانَ ابْنُ عُمَرَ لاَ يَأْكُلُ لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثٍ

Karena itu, Ibnu Umar tidak mau makan daging qurban lebih dari 3 hari. (HR. Muslim 5214 dan Ibnu Hibban 5924).

Pendapat kedua, boleh menyimpan dagig qurban lebbih dari 3 hari tasyriq. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabi’in, empat imam madzhab, dan selainnya.

Diantaranya diriwayatkan dari A’isyah Radhiyallahu ‘anha. Dari Abdurrahman bin Abis dari ayahnya, bahwa beliau pernah bertanya kepada A’isyah,

‘Benarkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melarag makan daging qurban lebih dari 3 hari?’

Jawab A’isyah,

مَا فَعَلَهُ إِلاَّ فِى عَامٍ جَاعَ النَّاسُ فِيهِ ، فَأَرَادَ أَنْ يُطْعِمَ الْغَنِىُّ الْفَقِيرَ ، وَإِنْ كُنَّا لَنَرْفَعُ الْكُرَاعَ فَنَأْكُلُهُ بَعْدَ خَمْسَ عَشْرَةَ

Beliau hanya melarang hal itu karena kelaparan yang dialami sebagian masyarakat. sehingga beliau ingin agar orang yang kaya memberikan makanan (daging qurban) kepada orang miskin. Karena kami menyimpan dan mengambili daging paha kambing, lalu kami memakannya setelah 15 hari. (HR. Bukhari 5107).

Diantara dalil pendapat ini adalah bahwa larangan makan daging qurban lebih dari 3 hari itu sudah dihapus. Ada beberapa hadis yang menunjukkan hal itu, diantaranya,

1. Hadis dari Salamah bin al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘aliahi wa sallam bersabda:

« مَنْ ضَحَّى مِنْكُمْ فَلاَ يُصْبِحَنَّ بَعْدَ ثَالِثَةٍ وَفِى بَيْتِهِ مِنْهُ شَىْءٌ » . فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ نَفْعَلُ كَمَا فَعَلْنَا عَامَ الْمَاضِى ؟ قَالَ : « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا فَإِنَّ ذَلِكَ الْعَامَ كَانَ بِالنَّاسِ جَهْدٌ فَأَرَدْتُ أَنْ تُعِينُوا فِيهَا »

“Barangsiapa yang menyembelih hewan qurban, janganlah dia menyisakan sedikitpun dagingnya di dalam rumahnya setelah hari (Tasyriq) yang ketiga (tanggal 13 Dzulhijjah, pent).” Ketika tiba hari raya qurban tahun berikutnya, mereka (para sahabat) bertanya; “Wahai Rasulullah, apakah kami melakukan sebagaimana tahun lalu?” Beliu menjawab: “(Tidak), untuk sekarang, silahkan kalian makan, berikan kepada yang lain, dan silahkan menyimpannya. Karena sesungguhnya pada tahun lalu manusia ditimpa kesulitan (kelaparan), sehingga aku ingin kalian membantu mereka (yang membutuhkan makanan, pent)”. (HR. Bukhari no. 5249, dan Muslim no.1974).

2. Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« يَا أَهْلَ الْمَدِينَةِ لاَ تَأْكُلُوا لُحُومَ الأَضَاحِىِّ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ ». فَشَكَوْا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّ لَهُمْ عِيَالاً وَحَشَمًا وَخَدَمًا فَقَالَ : « كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَاحْبِسُوا أَوِ ادَّخِرُوا » رواه مسلم

“Wahai penduduk kota Madinah, Janganlah kalian makan daging qurban melebihi tiga hari (Tasyriq, tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, pent)”. Mereka mengadu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa mereka memiliki keluarga, sejumlah orang (kerabat) dan pembantu. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “(Kalau begitu) silakan kalian memakannya, memberikannya kepada yang lain, menahannya atau menyimpannya.” (HR. Muslim no.1973).

Sanggahan:

Sebagian ulama memahami riwayat Ali bin Abi Thalib di atas bahwa ada kemungkinan Ali tidak mendengar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghapus hukum larangan memakan daging qurban lebih dari 3 hari. (al-I’tibar fi Nasikh wa Mansukh, hlm. 297)

Berdasarkan keterangan di atas, tidak masalah seseorang menyimpan daging qurbannya. Dan dalam hal ini tidak ada batas maksimal penyimpanan. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan batas waktu maksimal penyimpanan hasil qurban itu.

Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087-738-394-989
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

🔍 Talak Saat Hamil, Mimpi Mukena, Roh Manusia Setelah Mati, Video Kiamat 2012 Menurut Al Quran, Contoh Husnuzan Kepada Allah, Doa Sholat Tahiyatul Masjid, Mati Meninggalkan Hutang

Masyarakat Muslim umumnya menyambut hari raya Idul Adha dengan gembira, terutama mereka yang hendak berkurban. Hanya saja, antusiasme ini mesti dibarengi dengan pengetahuan yang cukup soal aturan berkurban dalam Islam, mulai dari kriteria hewan, prosesi penyembelihan, hingga pengelolaan daging.

Salah satu hal yang penting diperhatikan adalah mengenai pendistribusian daging kurban. Di antara yang kerap menjadi pertanyaan pekurban: bolehkah bagi orang yang berkurban untuk mengambil jatah dari daging hewan kurbannya untuk dikonsumsi? Jika boleh, berapakah kadar yang boleh serta dianjurkan untuk dikonsumsi oleh orang yang berkurban?

Mengenai pertanyaan tersebut, terdapat firman Allah subhanahu wa ta’ala yang berkaitan dengan pembahasan di atas:

فَكُلُوا مِنْها وَأَطْعِمُوا الْقانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذلِكَ سَخَّرْناها لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Maka makanlah sebagiannya dan berilah makan pada orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan pada orang yang meminta-minta. Demikianlah kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu agar kamu bersyukur” (QS. Al-Haj, Ayat: 36)

Berdasarkan ayat tersebut, mengonsumsi daging kurban adalah sebuah perintah bagi orang yang berkurban. Para ulama memaknai redaksi perintah di sini sebagai anjuran, bukan kewajiban. Maka sunnah bagi orang yang berkurban untuk memakan daging hewan kurbannya dengan tujuan untuk mengharap berkah (tabarruk). Kesunnahan mengonsumsi daging hewan kurban miliknya ini hanya satu-dua suapan saja, sekiranya tidak sampai melebihi tiga suapan. Selebihnya, disedekahkan pada orang lain, baik pada fakir miskin ataupun pada orang yang berkecukupan. Dalam kitab Fath al-Mu’in dijelaskan:

ويجب التصدق ولو على فقير واحد بشيء نيئا ولو يسيرا من المتطوع بها والأفضل: التصدق بكله إلا لقما يتبرك بأكلها وأن تكون من الكبد وأن لا يأكل فوق ثلاث

“Wajib menyedekahkan kurban sunnah, meskipun hanya pada satu orang fakir, dengan daging yang mentah, meskipun hanya sedikit. Hal yang lebih utama adalah menyedekahkan keseluruhan daging kurban kecuali satu suapan dengan niatan mengharap berkah dengan mengonsumsi daging tersebut. Hendaknya daging tersebut dari bagian hati. Hendaknya orang yang berkurban tidak mengonsumsi lebih dari tiga suapan.”

Di samping itu, sebenarnya tidak ada batasan khusus tentang legalitas mengambil bagian dari hewan kurban atas nama pribadi, sekiranya sudah ada bagian daging (meski hanya sedikit, seperti satu kantong plastik) yang disedekahkan pada satu orang fakir saja, maka kurbannya sudah dianggap cukup. Sebab tujuan pelaksanaan kurban adalah menyembelih hewan (iraqah ad-dam) besertaan wujud belas kasih pada fakir miskin. Berbeda halnya dengan zakat yang tujuannya adalah memberi kecukupan pada orang yang berhak menerima zakat (ighna’ al-mustahiqqin) maka harus diberikan seluruh jatah zakat yang wajib.

Baca juga: Beda Hak Orang Kaya dan Miskin atas Daging Kurban

Berdasarkan hal ini, tidak heran jika sebagian ulama mazhab asy-Syafi’i memperbolehkan mengonsumsi seluruh daging hewan kurban atas nama dirinya, sebab sudah memenuhi tujuan kurban yang berupa menyembelih hewan (iraqah ad-dam). Dalam kitab al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra dijelaskan:

وَالْقَصْدُ مِنْ التَّضْحِيَةِ إرَاقَةُ الدَّمِ مَعَ إرْفَاقِ الْمَسَاكِينِ بِأَدْنَى جُزْءٍ مِنْهَا غَيْرِ تَافِهٍ وَقَدْ حَصَلَ هَذَا الْمَقْصُودُ فَلَا وَجْهَ لِلضَّمَانِ عَلَى أَنَّ جَمَاعَةً مِنْ أَكَابِرِ أَصْحَابِنَا كَأَبِي الْعَبَّاسِ بْنِ سُرَيْجٍ وَأَبِي الْعَبَّاسِ بْنِ الْقَاصِّ وَالْإِصْطَخْرِيِّ وَابْنِ الْوَكِيلِ قَالُوا إنَّهُ يَجُوزُ لَهُ أَكْلُ الْجَمِيعِ وَلَا يَجِبُ عَلَيْهِ التَّصَدُّقُ بِشَيْءٍ مِنْهَا.

وَنَقَلَهُ ابْنُ الْقَاصِّ عَنْ نَصِّ الشَّافِعِيِّ لِأَنَّ الْقَصْدَ بِالتَّضْحِيَةِ أَتَمَّ. اهـ. وَالتَّقَرُّبُ بِإِرَاقَةِ الدَّمِ فَحَسْبُ

“Tujuan dari kurban adalah mengalirkan darah hewan besertaan wujud belas kasih pada orang-orang miskin dengan (memberikan) bagian minimal dari hewan kurban yang tidak signifikan. Maksud tujuan ini sudah terpenuhi, maka tidak perlu adanya wujud ganti rugi. Bahkan sebagian golongan dari pembesar ashab syafi’I, seperti Abi al-‘Abbas bin Suraij, Abi al-Abbas bin al-Qash, Ishtakhri dan Ibni al-Wakil berpandangan bahwa boleh mengonsumsi keseluruhan hewan kurban dan tidak wajib menyedekahkan satu pun dari hewan kurban.

Pendapat demikian dinukil dari nash Imam asy-Syafi’i, sebab tujuan dari kurban sudah sempurna, dan mendekatkan diri kepada Allah dengan mengalirkan darah kurban telah cukup” (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra, juz 4, hal. 252)

Meski begitu, pendapat ini sebaiknya sebatas dijadikan catatan wawasan tentang kurban, sebab meski dapat diamalkan tapi akan menimbulkan kesan aneh dalam tradisi masyarakat kita, serta cenderung dianggap sebagai bentuk tasahul (mengentengkan syari’at dengan mengamalkan pendapat-pendapat yang ringan). Juga, bagaimana kita bisa meresapi makna "menyembelih nafsu kebinatangan" dalam ritual kurban bila seluruh daging yang kita kurbankan dikonsumsi sendiri? 

Ketentuan tentang legalitas serta anjuran mengonsumsi hewan kurban di atas hanya berlaku ketika kurban yang dimaksud adalah kurban sunnah. Berbeda halnya ketika kurban berupa kurban wajib, seperti kurban nazar, maka haram bagi orang yang berkurban mengonsumsi hewan kurbannya, meski hanya sedikit, dan wajib memberikan kesuluruhan daging kurban pada fakir miskin. Ketentuan ini seperti yang dijelaskan oleh Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha:

ويحرم الأكل من أضحية أو هدي وجبا بنذره.

 (قوله: ويحرم الأكل إلخ) إي يحرم أكل المضحى والمهدي من ذلك، فيجب عليه التصدق بجميعها، حتى قرنها، وظلفها.

فلو أكل شيئا من ذلك غرم بدله للفقراء.

“Haram mengonsumsi kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maksudnya, haram bagi orang yang berkurban dan berhadiah mengonsumsi daging kurban dan hadiah yang wajib sebab nazar. Maka wajib menyedekahkan seluruhnya, termasuk tanduk dan kuku hewan. Jika ia mengonsumsi sebagian dari hewan tersebut, maka wajib menggantinya dan diberikan pada orang fakir” (Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah I’anah at-Thalibin, juz 2, hal. 378).

Maka dapat disimpulkan bahwa boleh bagi orang yang berkurban sunnah untuk mengambil bagian dari hewan kurban atas nama dirinya, sebab pembagian yang wajib hanya sebatas kadar minimal daging yang memenuhi standar kelayakan, seperti satu kantong plastik misalnya. Sehingga, selebihnya berhak dikonsumsi atau disedekahkan pada orang lain.

Meski demikian, hal yang dianjurkan bagi pekurban adalah tidak mengambil bagian daging terlalu banyak, kecuali sebatas satu-dua suapan untuk mengharap berkah. Tidak lebih dari tiga suapan.

Untuk kurban wajib, tidak boleh bagi pekurban mengambil bagian dari hewan kurbannya, meski hanya sedikit. Jika sampai terlanjur mengambil bagian dari hewan kurban wajibnya, maka wajib baginya untuk mengganti kadar daging tersebut dan dibagikannya pada orang fakir.

Ketentuan di atas hanya berlaku bagi orang yang berkurban, berbeda halnya hukumnya bagi panitia atau orang yang dipasrahi oleh mudhahhi (orang yang berkurban), sebab bagi mereka memiliki konsekuensi hukum tersendiri mengenai mengambil jatah dari hewan kurban yang dipasrahkan pada mereka. Wallahu a’lam.

Ustadz M. Ali Zainal Abidin, Pengajar di Pondok Psantren Annuriyyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
 

Baca juga artikel seputar kurban lainnya di Kumpulan Artikel tentang Ibadah Kurban