Skip to content
IPPHOS Naskah proklamasi yang dibacakan Soekarno pada 17 Agustus 1945.
Radio-radio Sekutu mengabarkan kekalahan Jepang atas Sekutu. Beberapa hari sebelum itu, radio-radio Sekutu memberitakan rencana menyerahnya Jepang dan didengar para pemuda Indonesia, terutama yang bergabung dalam aliran progresif. Menyerahnya Jepang kepada Sekutu akan membawa Indonesia kembali kepada Belanda. Para pemuda berpendapat, sebelum diserahkan kepada Sekutu, Indonesia harus memproklamasikan kemerdekaannya.
07.00 WIB Di rumah Sjahrir, berkumpul beberapa pemuda, antara lain MH Lukman, Maruto Nitimihardjo, dan Etty Abdurrachman dari Pemuda Putri Indonesia. Sjahrir mengemukakan bahwa proklamasi harus segera dinyatakan sebelum pengumuman penyerahan itu disiarkan di Indonesia. Proklamasi harus dinyatakan sendiri oleh bangsa Indonesia tanpa Jepang. 12.00 WIB 17.00 WIB Rapat memutuskan: pertama, mendesak Soekarno dan Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan hari itu juga. Kedua, menunjuk Wikana (kelompok Kaigun, mereka yang bekerja di kalangan Angkatan Laut Jepang), Darwis, dan Soebadio Sastrosatomo (kelompok pelajar) agar menemui Soekarno dan Hatta, menjelaskan supaya proklamasi jangan dilakukan melalui PPKI karena badan itu dibentuk oleh Jepang. Ketiga, membagi tugas kepada mahasiswa, pelajar, dan pemuda di seluruh Jakarta, untuk mempersiapkan diri merebut kekuasaan dari Jepang, yang akan dilakukan segera setelah proklamasi kemerdekaan. Untuk keperluan keamanan, didirikan pos-pos penjagaan di seluruh kota. 22.00 WIB Para pemuda memutuskan akan mengadakan revolusi dan “mengamankan” Soekarno bersama Fatmawati dan bayinya, Guntur, serta Hatta ke Rengasdengklok, Karawang, Jawa Barat.
KOMPAS/JB SURATNO Hatta (berdiri) ketika menjelaskan lagi pendapatnya tentang saat-saat menjelang Proklamasi Kemerdekaan dirumah bekas penculiknya, Singgih (baju batik hitam) jumat siang kemarin. Tampak dari kiri ke kanan: GPH Djatikusumo, D. Matulessy S.H., Singgih, Mayjen (Purn) Sungkono, Bung Hatta dan bekas Tamtama PETA Hamdhani, yang membantu Singgih dalam penculikan Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok.
04.00 WIB 04.30 WIB 06.30 WIB 10.00-11.00 WIB Mereka memutuskan kekuatan bersenjata dari Peta dan Heiho akan memelopori penggempuran terhadap pusat-pusat militer Jepang di Jakarta, sedangkan pemuda dan pelajar lainnya akan dipersenjatai dan dipersiapkan sebagai cadangan di pinggir kota. Serangan pertama akan dilakukan tepat pukul 01.00 di malam itu juga. Tenaga dan kekuatan rakyat akan turut dipersiapkan dan dikerahkan dalam operasi bersenjata itu. Tapi hasil perundingan itu batal dijalankan karena pada sore harinya Mr Kasman mengirimkan pesan, bahwa Peta dan Heiho tidak bisa ikut karena tidak ada perintah dari atasan. 11.00 WIB 15.30 WIB Setelah mendapat persetujuan dari perwira-perwira Peta, Subardjo dan rombongan serta Sukarni akhirnya dipertemukan dengan Soekarno dan Hatta. Disaksikan oleh kedua perwira Peta Sebeno yang baru saja tiba dari Purwakarta dan Umar Bahsan, mereka berunding. Kepastian bertekuk lututnya Jepang kepada Sekutu, dan angkatan bersenjata rakyat di bawah pimpinan Peta yang berada pada posisi siaga, maka disimpulkan bahwa proklamasi kemerdekaan akan dinyatakan pada malam itu juga di Jakarta. Dengan keputusan itu, seluruh rombongan kembali ke Jakarta pada pukul 18.30. 16.00 WIB Dalam pertemuan itu disimpulkan tindakan-tindakan yang perlu diambil, seperti memblokir dan mengalihkan perhatian Jepang dari Rengasdengklok. Selain itu juga pengorganisasian kader dan tenaga yang akan dikirim ke daerah-daerah sebagai persiapan menyongsong kemerdekaan. 20.00 WIB 22.00 WIB 22.30 WIB
KOMPAS/KARTONO RYADI Museum Perumusan Naskah Proklamasi merupakan gedung tempat perumusan naskah proklamasi. Bangunan ini bekas kediaman Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Meiji Dori (sekarang Jalan Imam Bonjol No.1).
00.00 WIB Soekarno dan Hatta kemudian masuk ke ruang tamu kecil, bersama Soebardjo, Sukarni, dan Sayuti Melik. Mereka duduk berkumpul, berniat menulis naskah kemerdekaan yang singkat. Namun, tak seorang pun yang memiliki teks resmi yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945 (sekarang disebut Piagam Jakarta). Soekarno kemudian mempersilakan Hatta untuk menyusun teks ringkas itu, sebab bahasanya dianggap yang terbaik. Hatta menolaknya dan berkata kepada Soekarno, “Kalau saya mesti memikirkannya, lebih baik Bung menuliskannya, saya mendiktekannya.” Semua setuju, kalimat pertama diambil dari akhir alenia ketiga rencana Pembukaan Undang-Undang Dasar mengenai proklamasi. 02.00 WIB
error: Content is protected !! |