Bagaimana pemimpin mampu menghadirkan kembali kondisi kerja yang kondusif dan nyaman

Banyak pemimpin yang tidak bisa membedakan antara tegas dan marah. Ketegasan kerap diindentikkan dengan kemarahan. Begitu pula sebaliknya. Padahal, marah dan tegas sungguh jauh berbeda. Begitu pula akibat yang ditimbulkannya. “Hati-hati memarahi orang, apalagi jika bukan karena masalah prinsip. Itu kan seperti paku dicabut dari papan, pasti ada bekasnya. Nah, hal seperti itu yang saya hindari,” ujar Direktur Utama PT Waskita Toll Road (WTR) Herwidiakto kepada wartawan Investor Daily Eko Adityo Nugroho dan pewarta foto Emral Ferdiansyah di ruang kerjanya, baru-baru ini.

Karena alasan itu, Herwidiakto sebisa mungkin berupaya menciptakan rasa nyaman di kalangan karyawan, dengan tetap mengedepankan kedisiplinan. “Rasa nyaman dalam bekerja akan terlihat di output-nya. Di proyek, kalau ada konflik, suasana kerja menjadi kurang nyaman, sehingga proyek yang dikerjakan pun hasilnya tidak nyaman, misalnya penyelesaiannya telat dan mutunya kurang,” papar pria kelahiran 9 Mei 1961 itu.

Eksekutif yang akrab dipanggil Herwi ini pun tak sependapat dengan anggapan bahwa nyaman identik dengan manja, lembek, atau tidak disiplin. Rasa nyaman bisa tetap hadir dalam kedisiplinan tinggi. ”Nyaman itu bukan manja,” tegas orang nomor satu di salah satu anak perusahaan PT Waskita Karya Tbk ini.

Herwi mencontohkan, dalam kondisi tertentu, pimpinan yang tak banyak marah akan mampu menghadirkan suasana nyaman dan tenteram dalam bekerja, sehingga karyawan bisa lebih kreatif dan inovatif. Ujung-ujungnya, target-target perusahaan bisa dicapai.

“Kalau banyak marah, bawahan akan tertekan, sehingga mereka tidak bisa berkonsentrasi pada pekerjaan. Disiplin artinya target harus dipenuhi semaksimal mungkin, baik dari sisi waktu, biaya, maupun kualitasnya,” ucap dia.

Berikut petikan lengkap wawancara tersebut.

Biasa cerita latar belakang karier, pendidikan, dan sosial Anda?

Saya berasal dari keluarga asli Yogyakarta, meski saya sendiri lahir di Jakarta. Setelah berusia satu tahun, saya pindah ke Yogyakarta, karena bapak saya pindah ke sana. Jadilah sejak taman kanak-kanak hingga masuk perguruan tinggi, saya tinggal di Yogyakarta. Kehidupan kami bisa dibilang pas-pasan, karena kami keluarga besar. Saya anak kedelapan dari sembilan bersaudara. Bapak saya juga bekerja sebagai karyawan swasta di perusahaan batik.

Namun begitu, kami bisa bersekolah hingga perguruan tinggi di Universitas Gadjah Mada (UGM). Saya lulusan Teknik Sipil UGM. Saya masuk pada 1980. Saya masuk teknik sipil terutama karena tidak banyak hafalannya. Saya paling malas ambil jurusan yang banyak hafalan. Nah, di teknik sipil itu tidak banyak hafalan. Asalkan kita hafal rumus dan filosofinya, pasti kuliahnya bisa. Masuk ke teknik juga bukan karena dulu sering banyak dicari wanita. Bukan itu. He, he, he.. Saudara-saudara saya banyak juga yang lulusan UGM. Kakak sulung saya lulusan Teknik Sipil UGM, yang kedua di Kehutanan UGM, sedangkan yang ketiga dan keempat menjadi ibu rumah tangga. Kakak saya yang nomor lima kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kakak keenam pun kuliah di Kehutanan UGM, ketujuh di Pertanian UGM, dan kakak saya yang kesembilan di Psikologi UGM.

Kami beruntung bisa kuliah, meski dari keluarga pas-pasan. Kami bisa kuliah karena pertama, kami tinggal di Yogyakarta dan tidak indekos. Kedua, makan sehari- hari juga di rumah. Ketiga, waktu itu kuliah disubsidi Rp 18.000 per semester. Itu murah sekali. Artinya, untuk yang tinggal di Yogyakarta dan berasal dari keluarga besar, berpenghasilan pas-pasan, dan tanpa indekos, masih bisa kami bersekolah.

Berapa lama Anda membutuhkan waktu untuk bergabung dengan Waskita Karya?

Setelah lulus, saya harus mencari pekerjaan. Apalagi bapak saya sudah pensiun. Jadi, saya langsung kerja dan saat itu belum terpikirkan untuk melanjutkan pendidikan lagi. Setelah lulus, saya langsung bekerja di Waskita Karya pada September 1988. Saya ditempatkan di Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, dan masuk ke sejumlah proyek konstruksi jalan, jembatan, dan pengairan.

Terakhir masuk di struktural Waskita setelah menyelesaikan proyek jalan dan jembatan Pasopati pada 2005. Kemudian ada beberapa jabatan, mulai dari kabag pengendalian di Divisi II serta wakil kepala wilayah di Sumatera dan Kalimantan. Kalau sekarang, jabatan itu kepala Divisi Regional. Selanjutnya saya pindah ke Divisi Gedung. Ini yang membuat saya kaget karena basic saya sejak masuk Waskita adalah jalan, jembatan, dan pengairan. Karakater gedung lebih rumit dibandingkan jalan. Finishing di gedung harus halus karena akan menjadi performance akhir. Namun begitu, tiap tantangan kan harus tetap dilalui. Justru apa yang tidak pernah saya alami, akhirnya terwujud.

Itu menjadi pijakan awal Anda untuk mencapai puncak karier?

Saya diminta masuk di PT Kresna Kusuma Dyandra Marga, pemilik konsesi tol Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (Becakayu). Saat itu kami mendapat misi khusus. Selain membangun tol yang lama mangkrak, kami membimbing dari sisi kontraktor, karena pelaksananya adalah anak-anak muda. Setelah itu, baru saya masuk di WTR ini. Seiring proses akuisisi sejumlah ruas tol, seperti tol Pejagan-Pemalang dan Cimanggis-Cibitung, saya mendapat amanah di posisi ini. Di dua tol ini pun saya menjadi dirut di badan usaha jalan tolnya.

Ini kan masih baru dan di awal-awal saja. Saya rangkap jabatan karena proyek ini harus segera jalan, sedangkan yang siap baru WTR. Jadi, ya menggunakan metode yang paling cepat dulu. Setelah agak settle, nanti kami serahkan pengelolaannya kepada orang lain. Daripada repot di awal mencari siapa yang pantas, lebih baik dirangkap. Lagipula, ini juga masih terintegrasi dengan WTR sebagai induk usaha Kami pun sedang dalam proses konsolidasi. Kalau sudah ada orang yang pas, nanti saya lepas.

Nilai-nilai apa yang Anda terapkan dalam bekerja?

Bagi saya, melaksanakan pekerjaan di proyek tentu membawa misi perusahaan, yang jika berhasil akan menjadi kebanggaan korporasi. Di proyek, pekerjaan harus selesai tepat waktu dan tepat mutu. Kedua, kalau di proyek, ciptakan kondisi yang nyaman tapi disiplin. Kalau di proyek ada konflik dan bikin suasana kerja kurang nyaman, proyek yang dikerjakan pun hasilnya terkadang tidak ‘nyaman’, misalnya penyelesaiannya telat dan mutunya kurang.

Orang bisa bekerja baik kalau di suatu proyek pekerjaan kondisinya nyaman dan kondusif. Nyaman itu bukan manja, lho. Misalnya pimpinan tidak banyak marah. Kalau banyak marah, bawahan akan bekerja tertekan sehingga tidak bisa berkonsentrasi. Sedangkan disiplin itu artinya target pekerjaan semaksimal mungkin harus bisa dipenuhi, baik dari waktu, biaya, maupun kualitasnya. Yang pasti, di proyek, pekerjaan harus selesai tepat waktu dan tepat mutu. Itu tidak bisa ditawar-tawar.

Filosofi nyaman dan disiplin juga Anda bawa ke top management?

Mungkin. Saya tidak tahu. Yang penting saya bekerja semaksimal mungkin. Mau ditempatkan di mana saja, saya siap. Jadi, semua itu tergantung atasan. Saya bekerja niatnya adalah ibadah.

Anda punya gaya kepemimpinan seperti apa?

Ini juga sulit sekali untuk dijelaskan karena orang lain yang menilai. Mungkin nyaman dan disiplin itu tadi. Saya menerapkannya dari dulu, baik kepada teman maupun atasan. Bahkan, ada yang bilang saya ini orangnya nggak pernah marah. Biar saja. Yang penting, pekerjaan dapat diselesaikan dengan hasil bagus dan sesuai jadwal. Dengan begitu pula, saya jarang stres gara-gara pekerjaan.

Definisi ketegasan menurut Anda?

Sikap tegas seorang pemimpin jelas sangat diperlukan. Kalau ada yang menyerang, ya saya harus tegas. Tegas berbeda dengan marah. Ada orang yang menghadapi masalah sepele saja, emosinya langsung keluar. Orang yang pernah dimarahi, apalagi bukan karena masalah prinsip, seperti paku yang dicabut dari papan, ada bekasnya. Nah, hal-hal seperti itu yang saya hindari.

Arti bekerja bagi Anda?

Bagi saya, kerja itu ibadah. Ibadah itu kan seperti mengerjakan kewajiban. Saya upayakan untuk di-similar-kan. Kalau kita beribadah kadang-kadang memang mengharapkan sesuatu, tapi tidak terlalu mengharapkan yang kelewatan. Jadi, bekerja itu mirip-mirip kewajiban. Artinya, risikonya besar atau kecil, tetap saja harus dikerjakan.

Bagaimana dengan target-target WTR ke depan?

Sesuai rencana Waskita, ada 12 ruas tol yang akan kami bangun. Saat ini baru delapan tol yang telah dimiliki dan dalam proses akuisisi. Ada empat tol lagi yang kami incar, kemungkinan tiga di Pulau Jawa dan satu di Sumatera. Jika itu sudah selesai dan ekuitasnya sudah terpenuhi, kami akan fokus untuk menyelesaikan konstruksi tepat waktu.

Sekarang kami belum bisa membuktikan. Apabila konstruksi telah selesai berarti masuk era operator. Kami ingin menjadi perusahaan operator tol kedua setelah PT Jasa Marga Tbk. Makanya, saat ini kami juga tengah belajar. Selanjutnya, dengan bisnis yang bergulir ini, kami berencana ekspansi, misalnya ikut tender jalan tol, menjadi pemrakarsa, atau mengakuisisi tol yang mangkrak.

Saat ini tender tol yang kami ikuti adalah tol Balikpapan-Samarinda dan Manado-Bitung. Tapi kami masih normatif, tidak agresif. Kami pun ingin mencari pengalaman dari ikut tender ini. (*)

Baca selanjutnya di

http://id.beritasatu.com/home/melatih-silat-para-tentara/129589

Editor : Gora Kunjana ()

Menciptakan Lingkungan Kerja yang Kondusif – Baik tidaknya suatu perusahaan itu ditentukan oleh lingkungan kerjanya karena lingkungan kerja merupakan tempat dimana para karyawan, manajer, dan seorang pengusaha bekerja sama untuk meraih hasil yang diimpikan dari sebuah perusahaan. Selain itu lingkungan kerja juga bisa menjadi tempat dimana setiap tenaga kerjanya dapat memberikan ide atau masukan untuk menciptakan suatu tujuan bersama. Jadi lingkungan kerja bisa disebut sebagai jiwa suatu perusahaan.

Namun, tidak semua lingkungan kerja bisa menjadi tempat yang ideal untuk meraih hasil karena keproduktivitasan perusahaan bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Contohnya, lingkungan kerja yang buruk akan memiliki tenaga kerja yang buruk, sedangkan Lingkungan kerja yang kondusif akan meningkatkan produktivitas kerjanya sehingga dapat meraih hasil yang lebih banyak. Untuk itu anda perlu menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.

Tetapi ada tantangan baru untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondunsif di zaman globalisasi ini karena perubahan tenaga kerja dimana untuk 4 sampai 5 dekade kedepan posisi generasi x di tenaga kerja akan digantikan oleh generasi milenial. Bahkan Entrepreneur memprediksi di tahun 2020 semua tenaga kerja akan diisi oleh milenial. Nah, dikarenakan milenial ini lahir di zaman yang berbeda dan budayanya yang berbeda dimana mereka tidak bisa bertahan menjauhi gadget lebih dari 5 menit untuk itu cara mengatasi mereka membutuhkan cara yang berbeda juga. Jadi anda bisa lupakan soal memarahi, mengancam, membuat jadwal yang ketat, dan cara lama lainnya.

Cara menciptakan lingkungan kerja yang kondusif

1. Jangan micro manage 

Siapa sih yang suka dimicro manage? Tentu saja, tidak ada seorangpun yang mau dimicro manage karena micro manage akan membatasi imajinasi dan kekreatifan sesorang untuk mengeksplorasi idenya. Untuk itu agar anda bisa menciptakan lingkungan kerja yang ramah lingkungan anda perlu membuat sistem yang bisa memberikan kebebasan kepada karyawan anda, biarkan mereka mengeksplorasi ide mereka tanpa perlu anda mematai mereka setiap detik.

2. Terbuka 

Di zaman digital sekarang ini memperoleh informasi itu mudah. Akibatnya hal ini berpengaruh juga dengan rasa penasaran para milenial, mereka membutuhkan informasi sejelasnya dari anda tapi jika anda bersikap kurang terbuka mereka bisa saja merasa curiga dengan apa yang anda sembunyikan sehingga ketidakpercayaan akan terjadi. Oleh karena itu cobalah memperdalam hubungan yang sewajarnya dengan karyawan anda, biarkan mereka tahu siapa diri anda dengan begitu anda akan memperoleh kepercayaan mereka sehingga mereka bersedia untuk bekerja sama dengan anda dalam mengerjakan suatu tugas secara maksimal.

3. Motivasi

Bisa saja saat pertama kali karyawan anda bekerja mereka memiliki keproduktivitasan yang tinggi, tapi lama kelamaan setelah 1, 2, 3 tahun bisa saja produktivitas mereka menurun. Tapi jangan salahkan mereka karena sebenarnya hal ini bukan salah mereka, mereka hanya tidak mempunyai dorongan untuk tetap maju. Apapun alasannya bisa saja mereka merasa bosan, stres, pesimis, dan sebagainya. Nah, untuk itu sudah menjadi tugas anda sebagai pemimpin untuk memberikan motivasi yang bisa mengembangkan kembali semangat mereka, anda bisa dengan berbagi visi anda dengan mereka dan bagaimana jika visi itu dilaksanakan dengan baik akan menguntungkan mereka juga, anda bisa mengapresiasi pekerjaan mereka kalau pekerjaan mereka itu sangat berharga, dan anda juga bisa menjanjikan mereka kenaikan gaji jika mereka mau menghasilkan hasil yang bagus.

4. Buat tim kerja

2 Otak lebih baik daripada 1, tapi bagaimana kalau 4-8 otak? Tentu saja teamwork jauh lebih efektif dalam mengerjakan suatu tugas daripada seorang diri. Jujur saja kalau anda ini tidak ahli dalam segala bidang, untuk itu teamwork bisa menjadi dorongan utama dalam menciptakan lingkungan kerja yang kondusif dengan itu setiap anggota timnya bisa memberikan masukan dan nasihat untuk menyempurnakan rencana atau tujuan suatu perusahaan.

Lingkungan kerja yang kondusif sangat diperlukan agar kinerja karyawan dapat maksimal. Jika lingkungan kerja tidak kondusif maka akan sangat fatal bagi bisnis anda. Maka dari itu anda bersama dengan karyawan anda harus menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. 4 cara diatas akan sangat membantu anda dalam membuat lingkungan kerja yang kondusif.

Selain itu mungkin sudah saatnya usaha anda membutuhkan Software ERP. Software ERP adalah software yang dapat mengintegrasikan usaha anda dan meminimalisir kesalahan dalam usaha anda. Untuk itu anda harus menggunakan Keysoft. Keysoft adalah Software ERP terbaik yang sudah digunakan lebih dari Ratusan perusahaan di seuruh Indonesia. Untuk info lebih lanjut anda dapat menghubungi kami dengan klik disini.