Bagaimana menggabungkan aqiqah dengan qurban menurut Imam as

Bagaimana hukum menggabungkan antara kurban dan akikah? Apakah dibolehkan?

Para ulama dalam masalah ini berbeda pendapat.

Syaikh ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al Jibrin rahimahullah ditanya, “Jika waktu akikah jatuh pada Idul Adha, apakah sah melaksanakan akikah dan kurban sekaligus dengan satu sembelihan? Bagaimana niatnya?”

Jawab beliau, “Tidak bisa digabungkan antara niat kurban dan akikah. Yang mesti dilakukan adalah menyembelih akikah satu atau dua ekor kambing secara tersendiri. Tidak bisa akikah tersebut digabungkan dengan kurban. Karena akikah dan kurban masing-masing punya sebab dan kaitan waktu tersendiri. Antara akikah dan kurban bisa dilakukan pada waktu lapang atau sempit. Kurban dilakukan pada hari Idul Adha atau hari tasyriq. Yang lebih afdhol, shohibul kurban memakan 1/3-nya, menghadiahkan 1/3-nya, dan menyedekahkan 1/3-nya. Sedangkan akikah dilakukan pada hari ketujuh dari kelahiran. Jika luput dari hari ketujuh, bisa dilakukan pada hari ke-14. Jika tidak bisa pada hari tersebut, maka pada hari ke-21. Yang paling bagus, akikah tersebut diadakan seperti walimah dengan mengundang kerabat dan rekan untuk mendo’akan bayi yang baru lahir.

Namun jika berada dalam kondisi darurat untuk menyembelih kurban dan akikah pada satu waktu, maka itu boleh karena kedua amalan tersebut adalah sunnah. Keutamaan pada kurban lebih besar daripada keutamaan pada akikah.”[1]

Sayyid Sabiq berkata, “Ulama Hambali berpendapat bahwa jika bertemu antara hari nahr (Idul Adha) dan hari akikah, maka boleh mencukupkan dengan satu sembelihan sebagaimana cukup dengan satu mandi jika bertemu hari Ied dan hari Jumat.”[2]

Namun kalau memiliki kelapangan rezeki, memisahkan antara kurban dan akikah itu lebih baik. Jika berada dalam kondisi sulit, memilih pendapat Imam Ahmad untuk menggabungkan itu lebih utama.

Wallahu a’lam. Hanya Allah yang memberi taufik.

[1] Sumber: http://ibn-jebreen.com/fatwa/vmasal-1061-.html. [2]Fiqh Sunnah, 3: 33.

Disusun di siang hari, 7 Dzulqo’dah 1435 H di DS

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

Ikuti status kami dengan memfollow FB Muhammad Abduh Tuasikal, Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Milikilah buku karya Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal yang mengupas bid’ah: “Mengenal Bid’ah Lebih Dekat”. Harga Rp.13.000,-, terbitan Pustaka Muslim Yogyakarta.

Segera pesan via sms +62 852 00 171 222 atau BB 2A04EA0F atau WA +62 8222 604 2114. Kirim format pesan: buku bid’ah#nama pemesan#alamat#no HP#jumlah buku.

Bagaimana menggabungkan aqiqah dengan qurban menurut Imam as

Dalam Islam, seorang Muslim disyariatkan untuk menjalankan ibadah aqiqah dan kurban, yakni ibadah yang sama-sama memotong hewan. Keduanya dihukumi sunah mu’akkadah (yang sangat dianjurkan) pelaksanaannya. Waktu pelaksanaan masing-masing juga jelas, yakni kurban pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan tiga hari tasyrik (11,12 dan 13 Dzulhijjah), sedangkan aqiqah pada hari ketujuh, ke-14, dan ke-21 kelahiran.

Lantas, jika waktu aqiqah dan kurban berdekatan atau bahkan bertepatan, apakah boleh pelaksanaannya sekaligus saja?

Ini artinya, ada satu amalan dilakukan dengan dua niat, yaitu niat berkurban dan niat beraqiqah. Permasalahan juga timbul bagi mereka yang telah dewasa dan belum sempat diaqiqahkan oleh orang tuanya. Jika ia mempunyai kesanggupan, manakah yang lebih utama baginya, berkurban atau mengaqiqahkan dirinya terlebih dahulu? Atau, bisakah kedua-duanya digabung terlaksana sekaligus?

Pendapat Ulama Mengenai Kurban dan Aqiqah

Bagaimana menggabungkan aqiqah dengan qurban menurut Imam as

Pendapat Pertama

Tentang permasalahan ini, ada perbedaan pendapat ulama. Pendapat pertama, ada yang mengatakan, jika waktu kurban bertepatan dengan waktu aqiqah, cukup melakukan satu jenis sembelihan saja, yaitu aqiqah. Pendapat ini diyakini Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal (Mazhab Hanbali), Abu Hanifah (Mazhab Hanafi), dan beberapa ulama lain, seperti Hasan Basri, Ibnu Sirin, dan Qatadah.

Baca Juga: HUKUM KURBAN ONLINE, BOLEHKAH?

Pendapat Al-Hasan al-Bashri

Al-Hasan al-Bashri mengatakan,

“Jika seorang anak ingin disyukuri dengan kurban, maka kurban tersebut bisa jadi satu dengan aqiqah.”

Hisyam dan Ibnu Sirin mengatakan,

“Tetap dianggap sah jika kurban digabungkan dengan akikah,”

demikian seperti diterangkan dalam kitab Mushonnaf Ibnu Abi Syaibah.

Mereka berdalil, beberapa ibadah bisa mencukupi ibadah lainnya seperti dalam kasus kurban bisa mencukupi aqiqah atau sebaliknya.

Dalil pendapat ini, bahwa tujuan kurban dan aqiqah adalah beribadah kepada Allah dengan menyembelih. Sehingga aqiqah bisa digabungkan dengan kurban. Sebagaimana tahiyatul masjid bisa digabungkan dengan shalat wajib, bagi orang yang masuk masjid dan langsung mengikuti jamaah.

Disebutkan Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (5/534) beberapa riwayat dari para tabi’in, diantaranya Hasan al-Bashri pernah mengatakan,

“Jika ada orang yang berkurban atas nama anak maka kurbannya sekaligus menggantikan aqiqahnya”

Pendapat Hisyam dan Ibn Sirrin

Dari Hisyam dan Ibn Sirrin, beliau berdua mengatakan,

“Kurban atas nama anak, itu bisa sekaligus untuk aqiqah.”

Qatadah mengatakan,

“Kurban tidak sah untuknya, sampai dia diaqiqahi.” Al-Buhuti mengatakan, “Jika aqiqah dan kurban waktunya bersamaan, dan hewannya diniatkan untuk keduanya maka hukumnya sah untuk keduanya, berdasarkan keterangan tegas dari Imam Ahmad.”

(Kasyaful Qana’, 3/30)

Pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh

Sementara itu, Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh memilih pendapat yang membolehkan menggabungkan aqiqah dan kurban.

Beliau menyatakan dalam fatwanya,

“Andaikan aqiqah dan kurban terjadi secara bersamaan maka satu sembelihan itu bisa mencukupi untuk orang yang menyembelih. Dia niatkan untuk kurban atas nama dirinya, kemudian menyembelih hewan tersebut, dan sudah tercakup di dalamnya akikah.”

Menurut keterangan sebagian ulama dapat disimpulkan bahwa aqiqah dan kurban bisa digabung jika ‘atas namanya’ sama. Artinya kurban dan aqiqahnya tersebut atas nama salah seorang anak. Sementara menurut keterangan ulama lain, tidak ada syarat hal itu. Artinya, jika seorang bapak hendak berkurban maka kurbannya bisa atas nama bapak, dan sekaligus untuk aqiqah anaknya. Ringkasnya, jika ada orang menyembelih hewan, dia niatkan untuk berkurban, dan itu sudah mencukupi untuk aqiqah.

(Fatawa Syaikh Muhammad bin Ibrahim, 6/159)

Pendapat Kedua

Pendapat Imam Syafi’i, Imam Malik, dan Imam Ahmad

Yakni pendapat dari Imam Syafi’i (Mazhab Syafi’i), Imam Malik (Mazhab Maliki), dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad mengatakan tidak boleh digabung. Alasannya, karena keduanya mempunyai tujuan yang berbeda dan sebab yang berbeda pula. Tujuan kurban adalah tebusan untuk diri sendiri, sedangkan aqiqah adalah tebusan untuk anak yang lahir. Jika keduanya digabung, tujuannya tentu akan menjadi tidak jelas.

Ini ditegaskan dalam Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah yang menyebutkan,

“Aqiqah dilaksanakan untuk mensyukuri nikmat kelahiran seorang anak, sedangkan kurban mensyukuri nikmat hidup dan dilaksanakan pada hari An Nahr (Idul Adha).”

Pendapat al-Haitami

Bahkan, salah seorang ulama Syafi’iyah, al- Haitami, menegaskan, seandainya seseorang berniat satu kambing untuk kurban dan aqiqah sekaligus, keduanya sama-sama tidak dianggap.

“Inilah yang lebih tepat karena maksud dari kurban dan aqiqah itu berbeda,”

tulis Al Haitami dalam kitabnya Tuhfatul Muhtaj Syarh Al Minhaj.

Baca Juga: 6 Alasan Penting Sebelum Kamu Kurban di Dompet Dhuafa

Dalil pendapat ini antara lain, bahwa aqiqah dan kurban adalah dua ibadah yang berdiri sendiri, sehingga dalam pelaksanaannya tidak bisa digabungkan. Disamping itu, masing-masing memiliki sebab yang berbeda. Sehingga tidak bisa saling menggantikan.

Al-Haitami mengatakan,

“Dzahir pendapat ulama Syafi’iyah bahwa jika seseorang meniatkan satu kambing untuk kurban sekaligus aqiqah maka tidak bisa mendapatkan salah satunya. Dan inilah yang lebih kuat. Karena masing-masing merupakan ibadah tersendiri.”

(Tuhfatul Muhtaj, 9/371).

Pendapat Al-Hathab

Al-Hathab mengatakan,

“Guru kami, Abu Bakr al-Fihri mengatakan, ‘Jika ada orang yang menyembelih hewan kurbannya dengan niat kurban dan aqiqah maka tidak sah. Tapi jika dengan niat kurban dan untuk hidangan walimah hukumnya sah. Bedanya, tujuan kurban dan aqiqah adalah mengalirkan darah (bukan semata dagingnya). Sementara dua tujuan mengalirkan darah, tidak bisa diwakilkan dengan satu binatang. Sedangkan tujuan utama daging walimah adalah untuk makanan, dan tidak bertabrakan dengan maksud kurban yaitu mengalirkan darah, sehingga mungkin untuk digabungkan.”

(Mawahibul Jalil, 3/259).

Manakah pendapat yang lebih kuat?

Bagaimana menggabungkan aqiqah dengan qurban menurut Imam as

Pandangan ulama yang lebih kuat dalam dua perbedaan pendapat ini adalah pendapat yang tidak membolehkan untuk menggabung pelaksanaan aqiqah dan kurban. Terkecuali, waktu aqiqah pada hari ke-7, ke-14, atau ke-21 kelahiran anak bisa bertepatan jatuh pada hari berkurban. Maka, mereka yang tidak punya kemampuan lebih untuk menyembelih hewan, bisa meniatkan untuk dua pelaksanaan sekaligus, yaitu melaksanakan aqiqah sekaligus bisa pula berkurban.

baca juga: 7 TIPS MEMILIH HEWAN KURBAN TERBAIK DAN BEBAS PMK

Pendapat ini pernah difatwakan Syekh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin. Dalam Majmu’ Fatawa wa Rosail Al Utsaimin dijelaskan, mereka yang punya kecukupan rezeki dan ada dalam posisi ini, maka hendaklah menyembelih dua ekor kambing jika anaknya laki-laki. Hal itu disebabkan wajibnya aqiqah untuk anak laki-laki memang menyembelih dua ekor kambing.

Adapun mereka yang telah mencapai usia dewasa, sementara belum diaqiqahkan orang tuanya, maka tidak wajib baginya mengaqiqahkan dirinya sendiri. Inilah pendapat ulama yang lebih kuat dari Mazhab Syafi’i dan Hanbali. Aqiqah hanya menjadi tanggung jawab orang tuanya, atau mereka yang menanggung beban nafkah atasnya. Jadi, ia bisa melakukan kurban dan tidak perlu lagi memikirkan aqiqah untuk dirinya.

Baca Juga: HUKUM KURBAN UNTUK ORANG YANG SUDAH MENINGGAL

Sementara, beberapa ulama dari Hanbali lainnya memang mengatakan, boleh melakukan aqiqah kapan pun. Menurut mereka, waktu menunaikan aqiqah tidak dibatasi. Jadi, mereka yang memegang pendapat ini, ketika sudah mampu, ia disukai jika dia mengaqiqahkan dirinya sendiri. Namun, pendapat ini lemah dan tidak dianjurkan untuk diikuti. Demikian seperti diterangkan dalam Kitab Al Fiqhul Islami wa Adillatuhu.

Supaya makin tercerahkan, tonton video singkat ini dulu. Jangan risau, sebentar saja supaya keponya makin tuntas.

Adapun orang yang sudah dewasa dan ingin mengaqiqahkan dirinya sendiri sekaligus menunaikan kurban, maka perilaku seperti ini dilemahkan para ulama dan tidak dianjurkan untuk diikuti karena aqiqah adalah tanggung jawab orang tua atau wali yang menanggung dan mengasuh kehidupan anak. Semoga kita diberi kelapangan rezeki agar dimampukan untuk melaksanakan aqiqah maupun kurban, aamiin.

Mumpung sedang bulan Dzulhijjah, lebih baik prioritaskan untuk kurban terlebih dahulu. Yuk, sambut Dzulhijjah dengan kurban terbaikmu di Dompet Dhuafa. Kualitas hewan kurban dijamin baik, sehat, dan bugar karena melalui proses Quality Control yang ketat, sehingga bebas PMK. Tunggu apalagi, ketuk pranala pesan di sini sekarang juga!

Bagaimana menggabungkan aqiqah dengan qurban menurut Imam as

Bagaimana menggabungkan aqiqah dengan qurban menurut Imam as