Bagaimana konsep pembangunan berkelanjutan dengan pelestarian terumbu karang

PELESTARIAN ragam hayati terumbu karang nasional sejatinya tidak perlu diperdebatkan dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang dapat diperoleh Keduanya, dapat berjalan beriringan dan menyejahterakan masyarakat Indonesia yang bergantung pada laut Nusantara.

Demikian disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa dalam Kick Off Meeting COREMAP-Coral Triangle Initiative (CTI) yang diselenggarakan di Ruang Rapat Djunaedi Hadisumarto Kementerian PPN/Bappenas, Kamis (30/7). 

"Pelestarian sumber daya pesisir, dalam hal ini terumbu karang dapat menjadi salah satu contoh nyata bagaimana upaya menjaga lingkungan dapat sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat dan nasional," ujarnya.

Berdasarkan hitungan United Nations Environment Programme (UNEP), jika seluruh ekosistem terumbu karang dikelola dengan baik, valuasi aset terumbu karang di kawasan coral triangle Indonesia dapat mencapai US$37 miliar atau setara Rp540 triliun di 2030 mendatang.

Untuk diketahui, COREMAP-CTI merupakan pilot project yang dilaksanakan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) di empat provinsi yakni Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timue dan Papua Barat. Fokus proyek itu ialah mengelola dan memanfaatkan ekosistem terumbu karang serta kawasan konservasi perairan.

Bappenas, imbuh Suharso, berperan sebagai enabler bagi pemangku kepentingan dengan menjadi wadah dalam pembangunan partisipatif dengan prinsip THIS (Thematic, Holistic, Inter-conntected, dan Spatial).

"Hal ini diimplementasikan dalam bentuk pilot project yang dilakukan COREMAP-CTI. Diharapkan pilot project ini menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat diadopsi oleh berbagai pihak terkait," terangnya.

Selain menjadi tempat bernaungnya bagi beberapa kelompok ikan, terumbu karang juga dapat meredam energi arus laut sehingga dapat mencegah abrasi pantai. Indonesia, lanjut Suharso, yang dikenal sebagai negara mega marine biodiversity terbesar di dunia diharapkan mampu menggerakkan ekonomi nasional sekaligus menyejahterakan masyarakat melalui terumbu karang.

Sebab luasan terumbu karang nasional mencapai 25 ribu kilo meter persegi dengan 69% jenis terumbu karang di dunia ditemukan di perairan Indonesia. Demi masa depan terumbu karang Indonesia, pelaksanaan COREMAP-CTI urgen, terutama untuk menghentikan kerusakan terumbu karang.

Pembiayaan program COREMAP-CTI tersebut berasal dari hibah yang diberikan Bank Dunia dan Asian Development Bank (ABD). Hibah yang diberikan Bank Dunia mencapai US$6,2 juta dalam kurun waktu 19 Juni 2019 hingga 30 Juni 2022. Sedangkan hibah dari ADB mencapai US$5,2 juta dalam kurun waktu 4 Maret 2020 hingga 31 Desember 2022.

Di kesempatan yang sama, Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menambahkan, pemerintah Indonesia memiliki beberapa strategi untuk mengelola sumber daya pesisir dan laut. Ia mengungkapkan, pada 2019, luasan kawasan konservasi mencapai 23,34 juta hektare, setara dengan 7,18% dari total perairan Indonesia. Pada tahun 2030 ditargetkan luas kawasan konservasi dapat mencapai 32,5 juta hektare atau setara dengan 10% total perairan.

Ia juga sepakat, sejatinya upaya konservasi terumbu karang bisa beriringan dengan mendorong pertumbuhan ekonomi dari biota laut Indonesia. "Ini tidak perlu dibenturkan, keduanya bisa berjalan seimbang," tegasnya.

Sementara itu, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto menjelaskan, dalam rangka mewujudkan pembangunan berkelanjutan, Bappenas mengupayakan konsistensi untuk meniadakan trade off antara pertumbuhan ekonomi dan lingkungan.

Pelestarian terumbu karang dapat menjadi salah satu contoh nyata bagaimana upaya menjaga lingkungan dapat sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat dan nasional, terlebih setelah masa pandemi ini, penguatan dan perbaikan perekonomian menjadi salah satu prioritas yang harus dilakukan, salah satunya melalui sumber daya pesisir melalui pengembangan ekowisata berkelanjutan.

"Karena terumbu karang penting, maka dalam RPJMN 2020-2024 sudah kita masukan dalam prioritas nasional, progamnya adalah untuk meningkatkan nilai ekonomi, pengelolaan kemaritiman perikanan dan keluatuan serta meningkatkan kualitas hidup terumbu karang," pungkasnya. (E-1)

Pelestarian Terumbu Karang untuk Pembangunan Kelautan Daerah Berkelanjutan Faizal Kasim **) *) *) Makalah Penyuluhan Kemah Bhakti UNG Desa Olele, 27 November 2011 **) Dosen Prog. Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fak. Pertanian UNG 1 Pendahuluan Sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya merupakan kekayaan alam bernilai tinggi, sehingga diperlukan pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Terumbu karang merupakan rumah bagi 25% dari seluruh biota laut dan merupakan ekosistem di dunia yang paling rapuh dan mudah punah. Oleh karena itu pengelolaan ekosistem terumbu karang demi kelestarian fungsinya sangat penting. Kekayaan nilai dalam ekosistem terumbu karang menyumbang manfaat yang sangat besar dan beragam dalam pembangunan kelautan. Sejalan dengan pertumbuhan penduduk dan pembangunan suatu daerah maka eksploitasi sumberdaya alam termasuk sumberdaya terumbu karang dan ekosistemnya yang dilakukan secara besar-besaran tanpa mempertimbangkan kelestariannya akan berdampak pada menurunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat di sekitar terumbu karang berada, termasuk sumberdaya terumbu karang itu sendiri dan eksosistimnya. Pemerintah daerah dan masyarakat di sekitar kawasan terumbu karang berada merupakan kalangan yang paling berkepentingan dalam pemanfaatannya. Sebaliknya, kalangan ini pula yang akan menerima akibat yang timbul dari kondisi baik maupun buruknya ekosistem ini. Oleh karena itu pengendalian kerusakan terumbu karang sangat diperlukan untuk menjaga kelestarian fungsi ekosistem yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat pesisir. Diperlukan upaya di tiap tingkat kebijakan (daerah hingga nasional) maupun tiap komponen (pengelola, pemanfaat, dan pihak terkait lainnya) untuk menjaga dan melestarikan keberadaan sumberdaya terumbu karang dan ekosistimnya, di samping upaya menghentikan laju degradasi terumbu karang sehingga degradasi terumbu karang sehingga tidak semakin luas. Kesemuanya dilakukan dalam rangka menunjang pembangunan kelautan yang berkelanjutan. 2 Pengertian 2.1 Terumbu Karang dan Pembentukannya Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami pengertiannya. Istilah terumbu karang ini merupakan terjemahan langsung bahasa Inggris dari kata coral reefs. Menurut ensiklopedi dari situs htttp://dict.die.net/reef/, reef atau terumbu adalah serangkaian struktur keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. 1

Sedangkan coral atau karang, merupakan salah satu organisme laut yang tidak bertulang belakang (invertebrate), berbentuk polip yang berukuran mikroskopis (Gambar 1a), namun mampu menyerap kapur dari air laut dan mengendapkannya sehingga membentuk timbunan kapur yang padat. Gambar 1 (a) Polip karang; (b) koloni karang; (c) struktur kerangka karang Sekumpulan besar polip ini kemudian menyusun suatu koloni (Gambar 1b) sehingga membentuk suatu struktur kerangka menurut jenisnya (Gambar 1c). Struktur ini secara bersama-sama dengan struktur koloni karang yang lain turut mengendapkan kapur dan berkonstribusi besar dalam membentuk struktur terumbu yang padat. Seiring dengan waktu, selanjutnya terumbu ini akan menjadi substrat baru bagi kolonikoloni karang berikutnya. Pada dasarnya terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat (CaCO3) yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermartipik) dari filum Cnidaria, ordo Scleractinia yang hidup bersimbiosis dengan plankton zooxantellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur serta organisme lain yang menyekresi kalsium karbonat (Bengen, 2002). 2.2 Klasifikasi Terumbu Karang dan Jenis Pertumbuhan Karang Berdasarkan bentuk pertumbuhannya, karang dibedakan menjadi tujuh kategori utama, yaitu : karang bercabang (branching coral), karang masif/padat (massive coral), karang submasif/semi-padat (submassive coral), karang jamur/soliter (mushroom coral), karang meja (tabulate coral), karang lembaran (folious coral), dan karang menjalar (encrusting coral) (Coremap II, 2007). Pertumbuhan karang dan penyebarannya tergantung pada kondisi lingkungannya, yang pada kenyataannya tidak selalu tetap karena adanya gangguan yang berasal dari alam atau aktivitas menusia. Menurut Dahuri (1996) bahwa terumbu karang terdapat pada lingkungan perairan yang agak dangkal. Untuk mencapai pertumbuhan yang maksimum, terumbu karang memerlukan perairan yang jernih, dengan suhu perairan yang hangat, gerakkan gelombang besar dan sirkulasi air yang lancar serta terhindar proses sedimentasi. 2

Gambar 2 Beberapa bentuk pertumbuhan koloni karang: (a) karang bercabang; (b) karang masif/padat; (c) karang submasif/semi-padat; (d) karang jamur/soliter; (e) karang meja; (f) karang lembaran; dan (g) karang menjalar. 2.3 Fungsi Terumbu Karang Terdapat setidaknya tiga fungsi utama dan fungsi lain ekosistim terumbu karang, yaitu (Anonim, 2006 ; Riyantini, 2008): A Benteng Alam Terumbu karang menjaga pantai dan masyarakat pesisir dari erosi gelombang dan badai. Terumbu karang adalah benteng alam yang melindungi pelabuhan dan pantai dari hantaman ombak. B Habitat Terumbu karang berfungsi sebagai tempat bertelur, berkembang, mencari makan dan berlindung lebih dari 2000 jenis satwa dan tumbuhan. Terumbu karang sebagai sumber protei dan mata pencaharian bagi manusia; 1 Km 2 terumbu karang sehat dapat memproduksi ±30 ton ikan per tahun. Biota laut penghuni terumbu karang dapat diolah menjadi obat untuk obat kanker kulit, tumur dan leukemia, jenis karang teretentu digunakan untuk anti-virus. C Pariwisata Industri wisata termasuk ekowisata, lebih banyak memberikan ancaman ketimbang sumbangan terhadap kelestarian terumbu karang dan lingkungan laut lainnya. Pembuangan sampah dan air limbah; kerusakan akibat jangkar kapal dan penyelam. Ketidak pedulian terhadap kerusakan lingkungan, dapat mengancam kelestarian lingkungan laut. D Fungsi Lain Fungsi lain yang nilainya tidak kalah penting misalnya sebagai sumber 'natural product', dan juga sebagai tempat pendidikan dan penelitian. 3

3 Permasalahan Pengelolaan Terumbu Karang Berdasarkan fungsi terumbu karang maka keberadaan terumbu karang dapat dimanfaatkan baik secara langsung maupun tidak langsung, yakni sebagai tempat penangkapan biota laut konsumsi dan biota hias, sebagai bahan konstruksi bangunan dan pembuatan kapur, sebagai bahan perhiasan dan sebagai bahan baku farmasi. Berbagai penelitian dan pengamatan terhadap pemanfaatan sumberdaya terumbu karang menunjukkan bahwa secara umum terjadinya degradasi terumbu karang ditimbulkan oleh dua penyebab utama, yaitu akibat kegiatan manusia (anthrophogenic causes) dan akibat alam (natural causes). Kegiatan manusia yang menyebabkan terjadinya degradasi terumbu karang antara lain: (1) Penambangan dan pengambilan karang, (2) Penangkapan ikan dengan menggunakan alat dan metoda yang merusak, (3) Penangkapan yang berlebih, (4) Pencemaran perairan, (5) Kegiatan pembangunan di wilayah pesisir, dan (6) Kegiatan pembangunan di wilayah hulu (Gambar 3). Sedangkan degradasi terumbu karang yang diakibatkan oleh alam antara lain: pemanasan global (global warming), bencana alam seperti angin taufan (storm), gempa teknonik (earth quake), banjir (floods) dan tsunami serta fenomena alam lainnya seperti El-Nino, La-Nina dan lain sebagainya. Gambar 3 Beberapa bentuk eksploitasi yang sangat merusak. Dalam dasawarsa terakhir, pemanfaatan ekosistem terumbu karang cenderung mengarah kepada tindakan eksplotasi yang berlebih dan merusak. Mulai dari pengambilan koloni karang yang masih muda untuk sebagai bahan bangunan, penangkapan ikan karang dengan menggunakan sianida dan bom, merupakan beberapa contoh jenis eksploitasi yang sangat merusak, karena laju pertumbuhan karang tidak sejalan dengan laju eksploitasinya. Adapula jenis pemanfaatan melalui bidang pariwisata, hal ini pun juga tetap mengandung resiko terjadinya kerusakan walaupun dalam tingkat atau skala yang lebih kecil, antara lain pengambilan karang dan organisme lain sebagai souvenir, dan pematahan karang oleh penyelam pemula atau yang belum berpengalaman dan buangan sampah (Gambar 4). Ancaman manusia terhadap terumbu karang, indikasi yang timbul, dan beberapa kemungkinan penanganan yang bisa dilakukan tampak di Tabel 1. 4

Gambar 4 Beberapa tindakan yang tidak ramah lingkungan pada bidang pariwisata. Tabel 1 Ancaman manusia terhadap terumbu karang, indikasi yang timbul, dan beberapa kemungkinan penanganan yang bisa dilakukan 5

Beberapa bentuk eksploitasi yang tidak bertanggung jawab tersebut merupakan satu dari sekian faktor yang harus ditangani secara bersama. Dalam pengelolaan terumbu karang ini, tidak dapat dilihat dari satu kepentingan saja, tetapi harus mempertimbangkan terutama kepentingan dari penduduk atau masyarakat dimana ekosistem terumbu karang tersebut berada. Pengelolaan terumbu karang merupakan upaya yang dilakukan untuk mengatur terumbu karang melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pemantauan atau pengawasan, evaluasi dan penegakan hukum (DKP-COREMAP, 2004). Jadi dalam hal ini melibatkan hampir seluruh komponen masyarakat dari tingkat bawah (grass root) hingga pemangku pengambil kebijakan tertinggi serta seluruh pihak terkait lain. Apabila tidak ada upaya dari segenap pihak untuk menghentikan mengatur ekosistim ini maka dikhawatrikan akan meningkatkan laju degradasi terumbu karang. 4 Pelestarian Terumbu Karang bagi Pembangunan Kelautan Daerah Dengan diberlakukannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka kesempatan masyarakat lokal untuk memperoleh hak dalam mengelola sumberdaya alam yang terdapat di wilayahnya, dalam hal ini sumberdaya terumbu karang menjadi semakin besar. Namun harus disadari pula bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat lokal dan pemerintah setempat selain memberikan peluang juga menuntut adanya tanggung jawab dari masyarakat dan pemerintah daerah. Dengan diberikannya menuntut hak atau legitimasi terhadap pengelolaan sumberdaya terumbu karang di masing-masing daerah, maka pemerintah dan masyarakat seyogyanya juga harus bisa menerima dan menjalankan kewajiban atau tanggung-jawab masing-masing untuk mengelola sumberdaya tersebut secara berkelanjutan. Kewajiban atau tanggung jawab tersebut mempunyai arti bahwa pemerintah daerah dan masyarakat harus dapat turut memikul beban yang diperlukan untuk memulihkan kembali sumberdaya tersebut agar tetap lestari. Bagi pemerintah daerah, beban pengelolaan yang harus dipikul tersebut dapat meliputi berbagai hal seperti; penyediaan infrastruktur pengelolaan, pelaksanaan penegakan hukum, pemantauan kualitas sumberdaya, pengurangan unit-unit penangkapan ikan, pengurangan daerah-daerah penangkapan ikan, berkurangnya pendapatan dalam waktu tertentu, bantuanbantuan teknis, administrasi, penciptaan berbagai alternatif mata pencaharian, dan lain sebagainya. Bagi masyarakat lokal beban tersebut dapat mencakup peningkatan partisipasi berupa kesadaran dan pemahaman bersama serta konsistensi terhadap perubahan perilaku yang mendukung pengelolaan bersama terumbu karang secara berkelanjutan. Termasuk dalam maksud ini yaitu dukungan masyarakat baik nelayan, ibu-ibu rumah tangga, tokoh masyarakat, serta siswa-siswi dan anak nelayan dalam kehidupan sehari-hari mereka untuk mengorganisir diri 6

dalam prilaku menjaga komitmen yang menjadi kebijakan bersama kegiatan pelestarian ekosistim terumbu karang secara khusus dan lingkungan pesisir dan perairan secara umum. Dengan upaya bersama ini dari pemerintah daerah, masyarakat lokal, maupun pihak terkait lain diharapkan program pengelolaan pembangunan kelautan daerah dapat tercipta dalam sumbangsih pelestarian lingkungan dan pembangunan yang optimal dan berkelanjutan bagi generasi sekarang dan akan datang. 5 Penutup Melestarikan terumbu karang dapat berupa upaya melestarikan eksosistim terumbu karang berdasarkan fungsinya yang sangat vital bagi kehidupan dan menyelematkannya dari kehancuran sebagai sebuah sumberdaya penting lingkungan pesisir dalam upaya pembangunan kelautan. Pemanfaatkan sumberdaya terumbu karang dalam pembangunan kelautan hakikatnya merupakan upaya kegiatan untuk menjaga keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya ini bagi kelangsungan pembangunan kelautan. Upaya kegiatan ini merupakan tanggung jawab semua komponen baik pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak lain. Dalam implementasinya tanggung jawab dapat dilakukan dengan kondisi masing-masing pihak serta kondisi keberadaan terumbu karang dan tingkat pemanfaatannya yang beragam di tiap lokasi dan daerah. PUSTAKA Anonim. 2006. Pelatihan Ekologi Terumbu Karang. Coremap Fase Ii Kabupaten Selayar Yayasan Lanra Link Makassar, Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 Bengen DG. 2002. Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Coremap II. 2007. Pengenalan Karang Family Merulinidae, Buletin Coremap II Vol. 2, ISSN : 1907-7416, Jakarta. Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, PT. Pradnya Paramita, Jakarta. DKP-COREMAP. 2004. Pedoman Umum Pengelolaan Terumbu Karang. Departemen Kelautan dan Perikanan-Coral Reef Rehabilitation and Management Program, Jakarta. Riyantini I. 2008. Pelestarian Ekosistem Terumbu Karang Sebagai Upaya Konservasi. Makalah disajikan pada Ceramah Ilmiah "Padjadjaran Diving Club" FPIK. Bandung, 25 November 2008 7