Bagaimana gambaran toleransi yang ada di madinah pada masa tersebut

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Piagam Madinah, Bentuk Toleransi Perbedaan Suku dan Agama"

Sejak tahun 1995, salah satu badan dunia yang bernaung dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah menetapkan tanggal 16 November sebagai "Hari Toleransi Internasional". Penentuan hari toleransi oleh UNESCO yang beranggotakan 195 negara ini dimaksudkan untuk mengingatkan kepada seluruh warga dunia tentang bahayanya sikap intoleransi dan pentingnya merawat serta menjaga nilai-nilai toleransi dalam hidup bermasyarakat, terutama dalam masyarakat yang mejemuk. Definisi dari Toleransi menurut konstitusi UNESCO adalah: penghormatan, penerimaan dan penghargaan terhadap keragaman budaya dunia, serta berbagai bentuk ekspresi dan cara untuk menjadi manusia. Toleransi adalah persatuan dalam perbedaan, tidak hanya sebagai tanggung-jawab moral, namun juga persyaratan hukum dan politik. Toleransi memungkinkan terjadinya perdamaian dan ikut berkontribusi dalam mengubah 'budaya perang' menjadi 'budaya damai'.

Sejarah mencatat jauh-jauh hari sebelum UNESCO menetapkan konstitusinya tentang toleransi dan memperingati hari toleransi internasional tersebut, di jazirah Arab pernah ada dan dibuat sebuah perjanjian tertulis yang secara resmi mengatur soal toleransi tersebut. Pada tahun 622, Nabi Muhammad SAW menyusun dan membuat sebuah dokumen yang disebut sebagai: 'Piagam Madinah' atau 'Konstitusi Madinah', yang merupakan sebuah perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di kota Yatsrib, yang kemudian berubah nama menjadi kota Madinah. Dokumen ini disusun secara jelas dan bertujuan untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Dalam dokumen ini ditetapkan pula sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan yang berdomisili di Madinah, sehingga membuat komunitas yang berbeda suku dan agama itu menjadi sebuah kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut sebagai: 'ummah'.

Piagam Madinah ini berisi 47 pasal yang terdiri dari: Mukaddimah (Pembukaan), yang dilanjutkan dengan hal-hal seputar Pembentukan umat, Persatuan seagama, Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas Warga Negara, Perlindungan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan Penutup. Melalui Piagam Madinah inilah bisa dilihat bagaimana peran dan fungsi dari seorang manusia yang bernama: Muhammad, baik sebagai seorang negarawan dan pemimpin negara yang besar dan berkualitas sepanjang sejarah peradaban manusia, selain posisi beliau secara keagamaan sebagai seorang Nabi dan Rasul yang diutus oleh Tuhan. Bentuk toleransi antar umat beragama yang berbeda dalam Piagam Madinah ini tertulis dalam Pasal 25 yang berisi: "Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga".

Ada banyak kaum Yahudi yang tinggal di kota Madinah saat itu dan semuanya terlibat dan dilibatkan dalam penyusunan Piagam Madinah, dimana hal ini tertulis dalam Pasal 26: "Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 27: "Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 28: "Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 29: "Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 30: "Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 31: "Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 32: "Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; dan Pasal 33: "Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf". Bahkan para sekutu dan kerabat dari kaum Yahudi itu juga termasuk dalam Piagam Madinah sebagaimana tertulis dalam Pasal 34: "Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah)" dan Pasal 35:

"Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi)".

Selain memuat hak-hak, Piagam Madinah ini juga memuat kewajiban, antara lain dalam Pasal 37: "Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya" dan Pasal 38: "Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan". Piagam Madinah ini mengatur pula tentang bagaimana menyelesaikan suatu perselisihan, sebagaimana tertulis dalam Pasal 42: "Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini".

Piagam Madinah ini dibuat oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 Masehi sesaat sesudah beliau dan para pengikutnya 'hijrah' (berpindah) atau mengungsi dari kota Mekkah menuju ke kota Madinah. Oleh karena beliau akan dibunuh oleh orang-orang kafir Quraisy yang berkuasa di kota Mekkah saat itu. Maka dalam Piagam Madinah ini tertulis juga soal hubungan antara Mekkah dan Madinah di Pasal 43: "Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka". Sebagai bentuk dari rasa persatuan dan kesatuan di kalangan penduduk kota Madinah yang berbeda suku dan agama, maka Piagam Madinah ini mengatur pula urusan pertahanan dan pembelaan wilayah, sebagaimana tertulis dalam Pasal 44: "Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah)".

Semoga Bangsa Indonesia yang sangat besar dan terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda-beda dapat belajar dan mencontoh tentang Toleransi yang pernah ada di dunia ini sebagaimana tertulis dalam Piagam Madinah ini yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW pada saat memerintah di kota Madinah. "Selamat Hari Toleransi Internasional - 16 November 2013".

Oleh: Hentje Pongoh, SE, MM (Chairman HP Institute)

Referensi:
http://en.m.wikipedia.org/wiki/International_Day_for_Tolerance

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Madinah


Page 2

"Piagam Madinah, Bentuk Toleransi Perbedaan Suku dan Agama"

Sejak tahun 1995, salah satu badan dunia yang bernaung dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah menetapkan tanggal 16 November sebagai "Hari Toleransi Internasional". Penentuan hari toleransi oleh UNESCO yang beranggotakan 195 negara ini dimaksudkan untuk mengingatkan kepada seluruh warga dunia tentang bahayanya sikap intoleransi dan pentingnya merawat serta menjaga nilai-nilai toleransi dalam hidup bermasyarakat, terutama dalam masyarakat yang mejemuk. Definisi dari Toleransi menurut konstitusi UNESCO adalah: penghormatan, penerimaan dan penghargaan terhadap keragaman budaya dunia, serta berbagai bentuk ekspresi dan cara untuk menjadi manusia. Toleransi adalah persatuan dalam perbedaan, tidak hanya sebagai tanggung-jawab moral, namun juga persyaratan hukum dan politik. Toleransi memungkinkan terjadinya perdamaian dan ikut berkontribusi dalam mengubah 'budaya perang' menjadi 'budaya damai'.

Sejarah mencatat jauh-jauh hari sebelum UNESCO menetapkan konstitusinya tentang toleransi dan memperingati hari toleransi internasional tersebut, di jazirah Arab pernah ada dan dibuat sebuah perjanjian tertulis yang secara resmi mengatur soal toleransi tersebut. Pada tahun 622, Nabi Muhammad SAW menyusun dan membuat sebuah dokumen yang disebut sebagai: 'Piagam Madinah' atau 'Konstitusi Madinah', yang merupakan sebuah perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di kota Yatsrib, yang kemudian berubah nama menjadi kota Madinah. Dokumen ini disusun secara jelas dan bertujuan untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Dalam dokumen ini ditetapkan pula sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan yang berdomisili di Madinah, sehingga membuat komunitas yang berbeda suku dan agama itu menjadi sebuah kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut sebagai: 'ummah'.

Piagam Madinah ini berisi 47 pasal yang terdiri dari: Mukaddimah (Pembukaan), yang dilanjutkan dengan hal-hal seputar Pembentukan umat, Persatuan seagama, Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas Warga Negara, Perlindungan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan Penutup. Melalui Piagam Madinah inilah bisa dilihat bagaimana peran dan fungsi dari seorang manusia yang bernama: Muhammad, baik sebagai seorang negarawan dan pemimpin negara yang besar dan berkualitas sepanjang sejarah peradaban manusia, selain posisi beliau secara keagamaan sebagai seorang Nabi dan Rasul yang diutus oleh Tuhan. Bentuk toleransi antar umat beragama yang berbeda dalam Piagam Madinah ini tertulis dalam Pasal 25 yang berisi: "Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga".

Ada banyak kaum Yahudi yang tinggal di kota Madinah saat itu dan semuanya terlibat dan dilibatkan dalam penyusunan Piagam Madinah, dimana hal ini tertulis dalam Pasal 26: "Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 27: "Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 28: "Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 29: "Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 30: "Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 31: "Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 32: "Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; dan Pasal 33: "Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf". Bahkan para sekutu dan kerabat dari kaum Yahudi itu juga termasuk dalam Piagam Madinah sebagaimana tertulis dalam Pasal 34: "Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah)" dan Pasal 35:

"Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi)".

Selain memuat hak-hak, Piagam Madinah ini juga memuat kewajiban, antara lain dalam Pasal 37: "Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya" dan Pasal 38: "Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan". Piagam Madinah ini mengatur pula tentang bagaimana menyelesaikan suatu perselisihan, sebagaimana tertulis dalam Pasal 42: "Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini".

Piagam Madinah ini dibuat oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 Masehi sesaat sesudah beliau dan para pengikutnya 'hijrah' (berpindah) atau mengungsi dari kota Mekkah menuju ke kota Madinah. Oleh karena beliau akan dibunuh oleh orang-orang kafir Quraisy yang berkuasa di kota Mekkah saat itu. Maka dalam Piagam Madinah ini tertulis juga soal hubungan antara Mekkah dan Madinah di Pasal 43: "Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka". Sebagai bentuk dari rasa persatuan dan kesatuan di kalangan penduduk kota Madinah yang berbeda suku dan agama, maka Piagam Madinah ini mengatur pula urusan pertahanan dan pembelaan wilayah, sebagaimana tertulis dalam Pasal 44: "Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah)".

Semoga Bangsa Indonesia yang sangat besar dan terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda-beda dapat belajar dan mencontoh tentang Toleransi yang pernah ada di dunia ini sebagaimana tertulis dalam Piagam Madinah ini yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW pada saat memerintah di kota Madinah. "Selamat Hari Toleransi Internasional - 16 November 2013".

Oleh: Hentje Pongoh, SE, MM (Chairman HP Institute)

Referensi:
http://en.m.wikipedia.org/wiki/International_Day_for_Tolerance

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Madinah


Bagaimana gambaran toleransi yang ada di madinah pada masa tersebut

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 3

"Piagam Madinah, Bentuk Toleransi Perbedaan Suku dan Agama"

Sejak tahun 1995, salah satu badan dunia yang bernaung dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah menetapkan tanggal 16 November sebagai "Hari Toleransi Internasional". Penentuan hari toleransi oleh UNESCO yang beranggotakan 195 negara ini dimaksudkan untuk mengingatkan kepada seluruh warga dunia tentang bahayanya sikap intoleransi dan pentingnya merawat serta menjaga nilai-nilai toleransi dalam hidup bermasyarakat, terutama dalam masyarakat yang mejemuk. Definisi dari Toleransi menurut konstitusi UNESCO adalah: penghormatan, penerimaan dan penghargaan terhadap keragaman budaya dunia, serta berbagai bentuk ekspresi dan cara untuk menjadi manusia. Toleransi adalah persatuan dalam perbedaan, tidak hanya sebagai tanggung-jawab moral, namun juga persyaratan hukum dan politik. Toleransi memungkinkan terjadinya perdamaian dan ikut berkontribusi dalam mengubah 'budaya perang' menjadi 'budaya damai'.

Sejarah mencatat jauh-jauh hari sebelum UNESCO menetapkan konstitusinya tentang toleransi dan memperingati hari toleransi internasional tersebut, di jazirah Arab pernah ada dan dibuat sebuah perjanjian tertulis yang secara resmi mengatur soal toleransi tersebut. Pada tahun 622, Nabi Muhammad SAW menyusun dan membuat sebuah dokumen yang disebut sebagai: 'Piagam Madinah' atau 'Konstitusi Madinah', yang merupakan sebuah perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di kota Yatsrib, yang kemudian berubah nama menjadi kota Madinah. Dokumen ini disusun secara jelas dan bertujuan untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Dalam dokumen ini ditetapkan pula sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan yang berdomisili di Madinah, sehingga membuat komunitas yang berbeda suku dan agama itu menjadi sebuah kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut sebagai: 'ummah'.

Piagam Madinah ini berisi 47 pasal yang terdiri dari: Mukaddimah (Pembukaan), yang dilanjutkan dengan hal-hal seputar Pembentukan umat, Persatuan seagama, Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas Warga Negara, Perlindungan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan Penutup. Melalui Piagam Madinah inilah bisa dilihat bagaimana peran dan fungsi dari seorang manusia yang bernama: Muhammad, baik sebagai seorang negarawan dan pemimpin negara yang besar dan berkualitas sepanjang sejarah peradaban manusia, selain posisi beliau secara keagamaan sebagai seorang Nabi dan Rasul yang diutus oleh Tuhan. Bentuk toleransi antar umat beragama yang berbeda dalam Piagam Madinah ini tertulis dalam Pasal 25 yang berisi: "Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga".

Ada banyak kaum Yahudi yang tinggal di kota Madinah saat itu dan semuanya terlibat dan dilibatkan dalam penyusunan Piagam Madinah, dimana hal ini tertulis dalam Pasal 26: "Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 27: "Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 28: "Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 29: "Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 30: "Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 31: "Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 32: "Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; dan Pasal 33: "Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf". Bahkan para sekutu dan kerabat dari kaum Yahudi itu juga termasuk dalam Piagam Madinah sebagaimana tertulis dalam Pasal 34: "Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah)" dan Pasal 35:

"Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi)".

Selain memuat hak-hak, Piagam Madinah ini juga memuat kewajiban, antara lain dalam Pasal 37: "Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya" dan Pasal 38: "Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan". Piagam Madinah ini mengatur pula tentang bagaimana menyelesaikan suatu perselisihan, sebagaimana tertulis dalam Pasal 42: "Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini".

Piagam Madinah ini dibuat oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 Masehi sesaat sesudah beliau dan para pengikutnya 'hijrah' (berpindah) atau mengungsi dari kota Mekkah menuju ke kota Madinah. Oleh karena beliau akan dibunuh oleh orang-orang kafir Quraisy yang berkuasa di kota Mekkah saat itu. Maka dalam Piagam Madinah ini tertulis juga soal hubungan antara Mekkah dan Madinah di Pasal 43: "Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka". Sebagai bentuk dari rasa persatuan dan kesatuan di kalangan penduduk kota Madinah yang berbeda suku dan agama, maka Piagam Madinah ini mengatur pula urusan pertahanan dan pembelaan wilayah, sebagaimana tertulis dalam Pasal 44: "Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah)".

Semoga Bangsa Indonesia yang sangat besar dan terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda-beda dapat belajar dan mencontoh tentang Toleransi yang pernah ada di dunia ini sebagaimana tertulis dalam Piagam Madinah ini yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW pada saat memerintah di kota Madinah. "Selamat Hari Toleransi Internasional - 16 November 2013".

Oleh: Hentje Pongoh, SE, MM (Chairman HP Institute)

Referensi:
http://en.m.wikipedia.org/wiki/International_Day_for_Tolerance

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Madinah


Bagaimana gambaran toleransi yang ada di madinah pada masa tersebut

Lihat Humaniora Selengkapnya


Page 4

"Piagam Madinah, Bentuk Toleransi Perbedaan Suku dan Agama"

Sejak tahun 1995, salah satu badan dunia yang bernaung dibawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yaitu: United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) telah menetapkan tanggal 16 November sebagai "Hari Toleransi Internasional". Penentuan hari toleransi oleh UNESCO yang beranggotakan 195 negara ini dimaksudkan untuk mengingatkan kepada seluruh warga dunia tentang bahayanya sikap intoleransi dan pentingnya merawat serta menjaga nilai-nilai toleransi dalam hidup bermasyarakat, terutama dalam masyarakat yang mejemuk. Definisi dari Toleransi menurut konstitusi UNESCO adalah: penghormatan, penerimaan dan penghargaan terhadap keragaman budaya dunia, serta berbagai bentuk ekspresi dan cara untuk menjadi manusia. Toleransi adalah persatuan dalam perbedaan, tidak hanya sebagai tanggung-jawab moral, namun juga persyaratan hukum dan politik. Toleransi memungkinkan terjadinya perdamaian dan ikut berkontribusi dalam mengubah 'budaya perang' menjadi 'budaya damai'.

Sejarah mencatat jauh-jauh hari sebelum UNESCO menetapkan konstitusinya tentang toleransi dan memperingati hari toleransi internasional tersebut, di jazirah Arab pernah ada dan dibuat sebuah perjanjian tertulis yang secara resmi mengatur soal toleransi tersebut. Pada tahun 622, Nabi Muhammad SAW menyusun dan membuat sebuah dokumen yang disebut sebagai: 'Piagam Madinah' atau 'Konstitusi Madinah', yang merupakan sebuah perjanjian formal antara dirinya dengan semua suku-suku dan kaum-kaum penting di kota Yatsrib, yang kemudian berubah nama menjadi kota Madinah. Dokumen ini disusun secara jelas dan bertujuan untuk menghentikan pertentangan sengit antara Bani 'Aus dan Bani Khazraj di Madinah. Dalam dokumen ini ditetapkan pula sejumlah hak-hak dan kewajiban-kewajiban bagi kaum Muslim, kaum Yahudi, dan komunitas-komunitas pagan yang berdomisili di Madinah, sehingga membuat komunitas yang berbeda suku dan agama itu menjadi sebuah kesatuan komunitas, yang dalam bahasa Arab disebut sebagai: 'ummah'.

Piagam Madinah ini berisi 47 pasal yang terdiri dari: Mukaddimah (Pembukaan), yang dilanjutkan dengan hal-hal seputar Pembentukan umat, Persatuan seagama, Persatuan segenap warga negara, Golongan minoritas, Tugas Warga Negara, Perlindungan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian dan Penutup. Melalui Piagam Madinah inilah bisa dilihat bagaimana peran dan fungsi dari seorang manusia yang bernama: Muhammad, baik sebagai seorang negarawan dan pemimpin negara yang besar dan berkualitas sepanjang sejarah peradaban manusia, selain posisi beliau secara keagamaan sebagai seorang Nabi dan Rasul yang diutus oleh Tuhan. Bentuk toleransi antar umat beragama yang berbeda dalam Piagam Madinah ini tertulis dalam Pasal 25 yang berisi: "Kaum Yahudi dari Bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang zalim dan jahat. Hal demikian akan merusak diri dan keluarga".

Ada banyak kaum Yahudi yang tinggal di kota Madinah saat itu dan semuanya terlibat dan dilibatkan dalam penyusunan Piagam Madinah, dimana hal ini tertulis dalam Pasal 26: "Kaum Yahudi Banu Najjar diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 27: "Kaum Yahudi Banu Hars diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 28: "Kaum Yahudi Banu Sa’idah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 29: "Kaum Yahudi Banu Jusyam diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 30: "Kaum Yahudi Banu Al-‘Aws diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 31: "Kaum Yahudi Banu Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; Pasal 32: "Kaum Yahudi Banu Jafnah dari Sa’labah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf"; dan Pasal 33: "Kaum Yahudi Banu Syutaibah diperlakukan sama seperti Yahudi Banu ‘Awf". Bahkan para sekutu dan kerabat dari kaum Yahudi itu juga termasuk dalam Piagam Madinah sebagaimana tertulis dalam Pasal 34: "Sekutu-sekutu Sa’labah diperlakukan sama seperti mereka (Banu Sa’labah)" dan Pasal 35:

"Kerabat Yahudi (di luar kota Madinah) sama seperti mereka (Yahudi)".

Selain memuat hak-hak, Piagam Madinah ini juga memuat kewajiban, antara lain dalam Pasal 37: "Bagi kaum Yahudi ada kewajiban biaya dan bagi mauk muslimin ada kewajiban biaya. Mereka (Yahudi dan muslimin) bantu membantu dalam menghadapi musuh piagam ini. Mereka saling memberi saran dan nasehat. Memenuhi janji lawan dari khianat. Seseorang tidak menanggung hukuman akibat (kesalahan) sekutunya. Pembelaan diberikan kepada pihak yang teraniaya" dan Pasal 38: "Kaum Yahudi memikul bersama mukiminin selama dalam peperangan". Piagam Madinah ini mengatur pula tentang bagaimana menyelesaikan suatu perselisihan, sebagaimana tertulis dalam Pasal 42: "Bila terjadi suatu persitiwa atau perselisihan di antara pendukung piagam ini, yang dikhawatirkan menimbulkan bahaya, diserahkan penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa Jalla, dan (keputusan) Muhammad SAW. Sesungguhnya Allah paling memelihara dan memandang baik isi piagam ini".

Piagam Madinah ini dibuat oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun 622 Masehi sesaat sesudah beliau dan para pengikutnya 'hijrah' (berpindah) atau mengungsi dari kota Mekkah menuju ke kota Madinah. Oleh karena beliau akan dibunuh oleh orang-orang kafir Quraisy yang berkuasa di kota Mekkah saat itu. Maka dalam Piagam Madinah ini tertulis juga soal hubungan antara Mekkah dan Madinah di Pasal 43: "Sungguh tidak ada perlindungan bagi Quraisy (Mekkah) dan juga bagi pendukung mereka". Sebagai bentuk dari rasa persatuan dan kesatuan di kalangan penduduk kota Madinah yang berbeda suku dan agama, maka Piagam Madinah ini mengatur pula urusan pertahanan dan pembelaan wilayah, sebagaimana tertulis dalam Pasal 44: "Mereka (pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang kota Yatsrib (Madinah)".

Semoga Bangsa Indonesia yang sangat besar dan terdiri dari berbagai suku, bahasa dan agama yang berbeda-beda dapat belajar dan mencontoh tentang Toleransi yang pernah ada di dunia ini sebagaimana tertulis dalam Piagam Madinah ini yang dijalankan oleh Nabi Muhammad SAW pada saat memerintah di kota Madinah. "Selamat Hari Toleransi Internasional - 16 November 2013".

Oleh: Hentje Pongoh, SE, MM (Chairman HP Institute)

Referensi:
http://en.m.wikipedia.org/wiki/International_Day_for_Tolerance

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Madinah


Bagaimana gambaran toleransi yang ada di madinah pada masa tersebut

Lihat Humaniora Selengkapnya