Bagaimana Cara menyikapi persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan sehari hari

Bagaimana Cara menyikapi persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan sehari hari

Perbedaan adalah suatu keberagaman, yang bisa kita lakukan adalah menerima perbedaan tersebut dan menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan. Perbedaan bukan justru kita jadikan sumber konflik melainkan sebisa mungkin kita jadikan tolak kekuatan untuk membangun kehidupan yang harmonis, damai dan penuh toleransi. Sehingga kedamaian di dunia bisa betul-betul terwujud.

Indonesia adalah salah satu negara yang banyak memiliki keberagaman, Perbedaan yang beragam seperti suku, ras, etnik, agama, budaya ,bahasa ,dan adat istiadat di dalamnya. Perbedaan yang dimiliki bangsa Indonesia sesungguhnya merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Hal ini karena tak banyak negara yang memilikinya.

Salah satu cara menjaga dan merawat perbedaan yang beragam tersebut adalah dengan Bhinneka Tunggal Ika, Bhineka Tunggal Ika (berbeda beda tetapi tetap satu jua) merupakan semboyan negara indonesia yang dijadikan sebagai dasar unuk mewujudkan persatuan dan kesatuan negara indonesia dimana kita harus menerapkannya dalam kehidupan sehari hari, yakni dengan cara hidup saling menghargai satu samalain. Maka dari itu kita sebagai rakyat Indonesia harus tetap menjaga keutuhan dalam kebersamaan membangun Negara kesatuan yang majemuk.

Indonesia dengan hadirnya masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda beda di bawah naungan sebuah system nasional yang mengandung beberapa unsur pemerintahan yang menjalankan suatu proses pembentukan masyarakat Indonesia tanpa membedakan keberagaman budaya ,bahasa ,agama ,suku ,ataupun strata social demi mewujudkan tujuan suatu Negara, yakni seperti yang telah di maksud dalam Bhinneka Tunggal Ika.

Bhinneka Tunggal Ika sangat memiliki peran penting bagi Indonesia, salah satunya digunakan sebagai pemersatu bangsa demi meningkatkan derajat Negara Indonesia. Kemudian salahsatu usaha yang harus di tempuh yakni meningkatkan kesadaran pola fikir masyarakat Indonesia untuk menggunakan hak konstitusi dalam berkumpul maupun berserikat, dan juga mendorong masyarakat untuk lebih menggunakan dasar agama sebagai landasan kehidupan dalam bersosialisasi yang juga menegaskan bahwa tuhanlah tujuan hidup mereka seperti yang tertera dalam agama yang di anut setiap individu masyarakat.

Seiring berkembangnya zaman, pengamalan Bhinneka Tunggal Ika semakin lama semakin meredup. Bhinneka Tunggal Ika tidak cukup hanya sebatas semboyan atau konsep pengembangan suatu Negara saja, Perlu ada suatu cara baru yang lebih menyesuaikan dengan kehidupan di jaman sekarang. Salahsatu cara yang bisa di lakukan adalah dengan mengadakan perayaan, perayaan adalah salah satu langkah untuk bagaimana masyarakat bisa memaknai dan mengamalkan Bhineka Tunggal Ika dengan cara turut aktif dalam sebuah perayaan.

Contohnya mengadakan Festival di berbagai daerah dengan menunjukkan kebudayaan daerah mereka masing masing. Dengan demikian masyarakat kembali di sadarkan akan beragamnya kebudayaan daerah di Indonesia yang perlu di lestarikan dan begitu berharganya kebudayaan-kebudayaan tersebut. Perayaan tersebut bertujuan untuk membangun keakraban dan kebersamaan di tengah-tengah perbedaan antar masyarakat.

Disetiap Negara pasti memiliki aturan-aturan tertentu, begitu juga dengan Negara Indonesia. Yang memiliki berbagai aturan yang mengatur setiap individu masyarakat jadi sudah selayaknya kita menjaga keutuhan Bhinneka Tunggal Ika dengan  mentaati peraturan peraturan yang di tentukan dalam Negara Indonesia.

Maka dari itu Bhinneka Tunggal Ika harus di jaga keutuhannya karena telah disadari begitu pentingnya Bhinneka Tunggal Ika bagi Indonesia, maka sudah menjadi kewajiban kita sebagai rakyat Indonesia untuk memeliharanya. Keutuhan suatu wilayah lah yang menjadi kekuatan utama dalam bernegara, disusul dengan saling menghormati perbedaan satu samalain karna memang benar adanya bahwa Negara Indonesia ini menggandung beragam perbedaan didalamnya maka dari itu saling menghormatilah yang menjadi pondasi Bhinneka Tunggal Ika.

Dengan demikian menjaga, memaknai, menyebarkan dan mengamalkan Bhineka Tunggal Ika adalah kewajiban kita semua agar kedamaian dan kerukunan bisa betul-betul terwujud di bumi Indonesia.

Penulis Widi Ayu Novita S / Mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum Angktan 2016
Editor

UNS‘Solidarity in Diversity’ was appointed as the theme of the Sebelas Maret Islamic Festival (SIFT) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta in 2020. The webinar entitled ‘Islam, Tasamuh, and Plurality’ was also held as one of the SIFT webinar series by Jamaah Nurul Huda Islamic Student Activity Unit (JN-UKMI) UNS, Saturday (26/9/2020).

Present as a speaker, Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed. who is a lecturer at the Faculty of Tarbiyah and Teacher Training (FITK) of UIN Syarif Hidayatullah, discussing tolerance in addressing diversity. Prof. Mu’ti explained that in responding to diversity, ‘tasamuh’ or tolerance is needed. Namely attitudes and behaviors that recognize and respect differences in both religious aspects and various other aspects of life.

“The word tasamuh, he added, is not found in the Koran. However, the attitudes and behavior of tasamuh are Islamic teachings and values ​​which are affirmed in several suras. Among other things, QS. Al-Kafirun (109): 1-6 and QS. Al-An’am (6): 107-108, “explained Prof. Mu’ti who is also a member of the Indonesia United Council of Religion and Pluralism.

Furthermore, Prof. Mu’ti also described the five attitudes and behaviors of tasamuh. First, understand and realize the differences between humans with one another. This includes understanding the points of difference and similarities and their causes.

After understanding these differences, the next attitude is to respect differences as a belief and personal choice. To act not to criticize, blame, demean, disbelieve, or impose one’s will on other people or parties.

“If we see differences more often as a product, not a process, it will create fanaticism. We are different, yes, but don’t vilify or criticize other groups. It is also not allowed for those of different religions. It is better to race with good, not evil and sentiments that end up criticizing others,” he added.

The third attitude is to accept the existence of different friends, while maintaining and maintaining personal or group beliefs and identities. Accepting this existence, can also be shown by providing opportunities, accommodating, and facilitating others to be able to carry out their beliefs and maintain their identity.

Because being different does not mean disagreeing, a priori, and not caring about other people or parties. Being different does not mean independent ”. This Tasamuh also encourages to help and foster love between humans. During, said Prof. Mu’ti, the origin of which is creed is not mixed.

This is in line with what Prof. emphasized. Mu’ti then, namely the importance of the process of knowing and associating with friends from various backgrounds. Where in the association, still apply a tolerant attitude to create peace. However, of course by not loosening self-confidence and covering up our identity.

“Tell us who we are. There is no need to hide each other’s beliefs. It is precisely this plurality that encourages us to show our beliefs. There are limits where we can be together, there are limits where we are different,” explained Prof. Mu’ti.

In his material, Prof. Mu’ti also explained that plurality is characterized by physical, intellectual, and religious differences that occur due to natural, scientific, and amaliah causes. Natural factors, he added, are factors that follow God’s law in various processes and events in the universe.

For example, people with different ethnicities, languages, nations, and other natural differences are evidence of God’s power. These variations show the existence of humans from one another. 
Meanwhile, scientific factors are related to intellectual processes, including the ijtihad method. In this case, humans differ in terms of religion, madhzab, strategy, and religious manhaj.

“Then, the amaliah factor relates to the context, orientation, and strategy of the struggle as well as personal matters,” added Prof. Mu’ti.

On this occasion, Prof. Kuncoro Diharjo as Vice Chancellor for Student Affairs and Alumni UNS to open the webinar. In his speech, Prof. Kuncoro thanked all those who have been willing to help and join SIFT UNS this year and invited the audience to always instill a sense of togetherness in differences. UNS Public Relations

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti